http://www.jurnalperempuan.com/yjp.jpo/pasar.php?mnu=1&act=J-57%7CD  

Telah tebit, Jurnal Perempuan Edisi 57
  Menelusuri Kearifan Lokal
   
  Sengaja Jurnal Perempuan kali ini mengangkat korelasi antara budaya atau 
tradisi dan keberadaan perempuan dalam masyarakat. Tema ini kami namakan 
“kearifan lokal”. Tema ini populer sejak adanya kebijakan tentang otonomi 
daerah atau desentralisasi di Indonesia yang kemudian terepresentasi dengan 
lahirnya peraturan-peraturan daerah dan kebijakan-kebijakan yang menurut mereka 
berangkat dari falsafah lokal atau daerah. Alih-alih senang dengan 
desentralisasi yang dalam ekspektasi fase reformasi paska Orde Baru adalah 
perluasan tentang ide demokratisasi, yang terjadi adalah kearifan lokal yang 
simbolik, dan wujudnya menjadi kekerasan simbolik yang kemudian menjadi 
tindakan kekerasan yang fisik. Kearifan lokal yang terjadi menjadi 
diskriminatif, sama sekali tidak demokratis. Bila dihubungkan dengan kehidupan 
perempuan, simbol tentang kearifan lokal melalui peraturan daerah ini 
mengakibatkan perempuan terpenjara. Tema kearifan lokal ternyata seperti pisau 
bermata dua, kearifan
 lokal bila ia mendominasi perempuan, maka ia menjadi kebudayaan yang menindas 
perempuan. Atau sebaliknya, bila kearifan lokal sebagai kebudayaan bukanlah 
sebagai alat untuk dominasi, maka kearifan lokal membebaskan kaum perempuan. 
   
  Mariana Amiruddin, dari “Prolog” Jurnal Perempuan edisi Kearifan Lokal 
   
  TOPIK EMPU
   
  Peraturan Daerah dan Kearifan terhadap Perempuan
  Peraturan Daerah (Perda) yang tumbuh di Sumatera Barat berusaha menjunjung 
falsafah masyarakat itu, adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah, namun 
mengontrol dan mengekang perempuan. Perempuna dicitrakan (kembali) sebagai 
penggoda dan sumber maksiat sehingga harus ditutup rapat dan dilarang keluar 
rumah. Lantas, bagaimana Perda yang bisa arif pada perempuan?
  Sudarto, anggota Komnas HAM dari Sumatera Barat
   
  Perempuan Aceh terus Mencari Keadilan
  Tanah Aceh tidak pernah lepas dari bencana, dari konflik bersenjata, bencana 
alam Tsunami, kini fundamentalisme agama. Dan dari berbagai bencana itu, kaum 
perempuanlah yang banyak menanggung dampaknya. Tulisan ini mengulas perjalanan 
perempuan Aceh mencari keadilan di sepanjang konflik dan bencana tersebut. 
  Eko Bambang S. Pengelola Sekolah Demokrasi Indonesia   
   
  Pundak Perempuan Mentawai
  Perempuan Mentawai bangun lebih pagi dari ayam. Mereka memasak, menyiapkan 
makanan untuk anak dan suami. Sebelum berkubang dengan asap dan tungku, mereka 
harus ke hutan mencari kayu bakar. Meskipun beban berat yang banyak menumpuk di 
pundah perempuan, hak-hak perempuan Mentawai belum ditunaikan. Misalnya hak 
waris hanya dimiliki oleh laki-laki. Namun mereka terus menahan 
tumpukan-tumpukan beban itu yang ditimpakan tradisi yang tidak adil.
  Henny Irawati, bekerja di Yayasan Jurnal Perempuan 
   
  Sunda, Perempuan, dan Kearifan
  Sunda cenderung diidentifikasi dengan laki-laki. Etnik yang sebagian besar 
mendiami wilayah Jawa Barat ini biasa disebut “Ki Sunda”. Maka melihat 
“perempuan” dari perspektif kearifan Sunda, mungkin lebih banyak dipengaruhi 
perspektif laki-laki. Namun dalam beberapa kasus perempuan ditempatkan lebih 
utama dibanding laki-laki
  Teddy A.N. Muhtadin, pengurus Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda (LBSS) dan 
Pusat Studi Sunda (PSS)  
   
  Islam, Perempuan, dan Kearifan Lokal
  Hakikat Islam adalah “akumulasi dari serpihan-serpihan kearifan lokal”, ia 
adalah sebuah produk anyaman yang bahan bakunya berasal dari lingkungan 
kelahirannya. Terbuka dan tak pernah selesai adalah watak asli Islam, apabila 
saat ini Islam dijadikan perkakas untuk menggerus kearifan lokal, maka 
pandangan dan sikap jahiliyah ini bersumber dari kejahilan mereka memahami 
sejarah gerak-laju dan subtansi Islam. 
  Mohamad Guntur Romli, Manajer Program Yayasan Jurnal Perempuan
   
  Feminisme versus Kearifan Lokal
  Kearifan lokal (local wisdom) adalah sebuah tema humaniora yang diajukan 
untuk memulihkan peradaban dari krisis modernitas. Ia diunggulkan sebagai 
“pengetahun” yang “benar” berhadapan dengan standar “saintisme” modern. Namun 
“kearifan lokal” sering menjadi selimut ideologis praktik patriarki. Kearifan 
lokal bukan kebenaran esensial, melainkan diskursus yang terbuka untuk 
interpretasi bila terlihat kepalsuan-kepalsuan ideologis yang dikandungnya.     
  
  Rocky Gerung, dosen filsafat di Universitas Indonesia
   
   
  WAWANCARA
  Ahmad Suaedy, Direktur Eksekutif the Wahid Institute, “Kearifan Lokal Sumber 
Kekuatan Perempuan”
  Nia Syarifudin, Direktur Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika, “Masih Ada 
Kearifan Lokal yang Membebaskan Perempuan”
   
   
  PEREMPUAN DAERAH
   
  Perlawanan Perempuan Sambas
  Para perempuan di Sambas bergerak menolak ekspansi perusahaan sawit yang 
mengakibatkan hilangnya mata-pencaharian masyarakat di sana.
              Eko Bambang S. Pengelola Sekolah Demokrasi Indonesia   
   
  Perempuan dalam Rekonsiliasi Madura dan Melayu Sambas
  Tulisan ini mengulas peran perempuan sebagai individu dan kelompok gerakan 
dalam memulihkan konflik di Sambas. Dimulai dari kisah seorang guru bernama Eni 
Dewi Kurniawati, seorang guru SMU Sambar. Ibu Eni mengajarkan materi-materi 
pluralisme di kelas dan pelbagai seni pertunjukan di Sanggar Seni Muara Ulakan. 
Sedangkan dari kelompok, Women Transforming Conflict, sebuah NGO internasional 
yang memiliki program perdamaian di sana.
              M Zamiel El-Muttaqien, Direktur Biro Pengabdian Masyarakat Pondok 
Pesantren Annuqayyah, Guluk-guluk, Sumenep,  Madura
   
  PROFIL 
   
  Aleta Ba’un
  Perempuan dari pegunungan Molo ini menyerahkan seluruh hayatnya untuk melawan 
pengrusakan lingkungan di daerahnya: menolak penambangan marmer yang tak hanya 
menghancurkan pegununan nan indah di sana, namun juga Molo sebagai jantung Nusa 
Tenggara Timur. Segala resiko kekerasan dihadapinya: dibacok, diteror, difitnah 
hingga ia terpaksa hidup dalam pengungsian. Perempuan ini memperoleh Anugerah 
Saparinah Sadli 2007, dan pernah dicalonkan sebagai Women’s Nobel Prize for 
Peace 2005. 
   
  KATA DAN MAKNA
   
  RESENSI BUKU
  Jarak di atara Kita, penulis Thrity Umigar, terbitan Gramedia, Desember 2007
   
   
  RAK BUKU
  Sali, Kisah Seorang Wanita Suku Dani, penulis Dewi Linggasari, terbitan Kunci 
Ilmu, 2007
  Kesetaraan Gender dalam Adat Inti Jagad Baduy, penulis R. Cecep Eka Permana, 
terbitan Wedata Widya Sastra, Juli 2005
   
  CERPEN 
  Dikawini Ombak
  Nurhasanah
   
  Bagi anda yang tertarik mendapatkan Jurnal Perempuan Edisi 57 dengan harga 
Rp. 19.000 ini bisa melalui toko-toko buku terdekat, atau memesan langsung ke 
Yayasan Jurnal Perempuan Jl. Tebet Dalam VIII No 27 Jakarta Selatan, Telp (021) 
8370-2005 fax. (021) 830-2434 email [EMAIL PROTECTED] website 
www.jurnalperempuan.com atau transfer uang ke Rekening a.n. Yayasan Jurnal 
Perempuan di BRI KCP Tebet No. Rek. 0534-01-001088-50-7 bukti transfer 
dikirimkan ke no fax Yayasan Jurnal Perempuan.


       
---------------------------------
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke