[iagi-net-l] Petrophysics - Secondary Porosity

2007-08-05 Terurut Topik Shofiyuddin
Barangkali ada yang bisa bantu masalah saya.

Saya lagi mencoba menghitung besarnya secondary porosity di carbonat dengan
menggunakan pendekatan harga cementation factor (m).

Saya coba menggunakan beberapa pendekatan persamaan di beberapa publikasi
seperti persamaan Secondary Porosity Index, Nugent (1984), Nurmi, Rasmus,
quadratic dan laen sebagainya. Dari seluruh persamaan yang ada, semuanya
menyebutkan bahwa Porositas yang dihasilkan oleh SONIC selalu lebih rendah
dari Total Porosity yang dihasilkan dari perhitungan Density dan Neutron.
Nah yang dipunyai di lapangan saya ini kebalikannya, yaitu POROSITY SONIC
selalu lebih tinggi dari TOTAL POROSITY (dari Density Neutron)
nya.  Akhirnya saya tidak bisa menggunakan beberapa persamaan diatas untuk
menentukan berapa besarnya m dan berapa besarnya porsi secondary porosity
dari sistem.

Dari persamaan yang ada, hanya Nugent yang bisa diterapkan karena tidak
mempunyai factor pengurangan Total Porosity dengan Sonic Porosity.

Seandainya memang benar SONIC POROSITY lebih besar dari TOTAL POROSITY (DN),
apakah saya bisa berargumanetasi bahwa SONIC tool ini bisa membaca lebih
detil porosity laen  yang tidak terbaca oleh Density dan Neutron?

Apakah selisih antara SONIC Porosity dan Total Porosity adalah secondary
porosity (vuggy)? kalo iya, berarti bertentangan dengan semua asumsi yang
ada di publikasi.

Thanks sebelumnya untuk yang mau berbagi ilmu.

Salam

Shofi


Re: [iagi-net-l] Ore in sediment vs BIF in Indonesia

2007-08-05 Terurut Topik Andri Subandrio
Sementara ini jumlahnya mungkin mencukupi kebutuhan total, tapi mungkin sekitar 
25-40% bisa pelahan-lahan dipenuhi dari dalam negri. Low grade iron laterit 
yang berasosisi dengan nikel laterit, hingga saat ini berjuta-juta ton 
dieksport begitu saja ke Cina. Sekarang pelahan-lahan cadangan besi di 
Indonesia meningkat dengan banyak nya ekspolarasi di berbagai pulau. Sedangkan 
untuk stainless steel alloys Indonesia termasuk produsen kelas satu didunia! 
Besi tanpa alloys (campuran logam lain) tidak akan perah jadi baja yang baik.

Salam

AnssM

  - Original Message - 
  From: kartiko samodro 
  To: iagi-net@iagi.or.id 
  Sent: Saturday, August 04, 2007 3:54 PM
  Subject: Re: [iagi-net-l] Ore in sediment vs BIF in Indonesia


  apa jumlah prospeknya cukup besar untuk dapat menggantikan import ?


  On 7/30/07, Andri Subandrio [EMAIL PROTECTED] wrote: 
IAGI netter yang budiman,

Eforia eksplorasi di Tanah Air akhir-akhir ini ternyata juga bisa 
mengungkap informasi geologi baru yang selama ini sebagian terpendam dalam 
tanah berada dibawah hutan tropis nan lebat. Mungkin jangan disamakan dengan 
Oil yang sebagian besar subsurface geologinya telah didokumentasikan dengan 
ribuan bor dan dibedah seismik. Dalam prospeksi mineral logam di Indonesia yang 
kini terbanyak data bornya adalah eksplorasi emas dan tembaga, selebihnya 
mengandalkan info seadanya, cangkul, linggis dan sekop! Bagi yang mampu 
biasanya menggali test pit dengan batuan ekskavator. Salah satu berkah dari 
penggalian ekskavator di Ketapang- Kalbar, adalah ditemukannya singkapan yang 
semula tidak pernah disebutkan peta geologi regional. Singkapan ini terdiri 
dari selang-seling rijang dan bijih besi hematit. Lapisan hematit pada tebalnya 
sekitas 5mm hingga beberapa cm, namun terdapat juga yang tebalnya hingga 2 
meteran. Lapisan yang paling tebal ini telah ditambang untuk bijih besinya. 
Bila diperhatikan teksturnya maka endapan bijih besi ini mirip dengan BIF 
(Banded Iron Formation) yang terdapat di Lake Superior (USA), Minas Grais 
(Brazil) dan Hamesley (Australia). Hingga kini tipe BIF ini merupakan pemasok 
70% besi dunia untuk industri baja! KS juga import dari tipe BIF ini. Uniknya 
semua BIF berumur Archean hingga Proterozoikum! Masuk akal karena hematit hanya 
bisa diendapkan pada kadar oksigen rendah atau anoxyc yang disinyalir terjadi 
pada Archean. Mungkinkah di Indonesia ada kerak Archean ? Sedangkan di 
Kendawangan yang tertua adalah Kapur ? Tantanngan untuk FOSI not  for oil but 
for ore! 

Catatan: foto-foto temuan BIF di Ketapang sebenarnya ingin saya launching 
untuk rekan-rekan sekalian, tapi nampaknya server IAGI tidak bisa terima 
attachment gambar walau hanya 300an Kb saja! Ada ide dan saran bagaimana supaya 
gambar bisa masuk net IAGI ? 

Salam

Andri Subandrio


Hot News!!!
EXTENDED ABSTRACT OR FULL PAPER SUBMISSION: 
228 papers have been accepted to be presented;
send the extended-abstract or full paper
by 16 August 2007 to [EMAIL PROTECTED] 
Joint Convention Bali 2007
The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and 
Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007

 
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580 
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ 
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
- 





Re: [iagi-net-l] BIOGRAFI J.A.KATILI : HARTA BUMI INDONESIA

2007-08-05 Terurut Topik Awang Satyana
Tambahan info saja, di dalam buku biografi ini bisa ditemukan juga ringkasan 
pendek (masing-masing satu paragraf) dari sekitar 200 publikasi Pak Katili 
(artikel di koran/majalah, paper di jurnal2 ilmiah, buku2, dan presentasi). 
Meskipun ringkas, daripadanya bisa ditelusuri bagaimana perkembangan pemikiran 
kegeologian Pak Katili. 
   
  Buku Pak Katili yang pertama, 3.000. Tahun Sejarah Bumi  (tahun 
1950-an) dan bukunya yang paling tebal Geologi (disusun bersama P. Marks 
untuk bagian geologi sejarah dan paleontologi) (tahun 1960-an) tentu sekarang 
sudah sangat sulit dicari.  Kedua buku itu menempati rak buku2 geologi klasik 
di rumah saya bersama buku2 geologi klasik lainnya dari Reinout van Bemmelen, 
Henry Brouwer, Umbgrove, dll.
   
  Paper2 klasik Pak Katili selama tahun 1970-an yang dimuat berbagai jurnal 
ilmiah bagus untuk dicermati sebab memuat penerapan konsep tektonik lempeng 
untuk Indonesia. Saat2 itu Pak Katili dan Warren Hamilton dari USGS bekerja 
sama meneliti geotektonik Indonesia berdasarkan konsep tektonik lempeng. 
Konsep2 tektonik yang dikemukakan Katili dan Hamilton masih bisa kita pakai 
walaupun ada beberapa di antaranya yang perlu ditinjau ulang berdasarkan data 
baru dan kemajuan konsep tektonik. 
   
  Seperti yang Mang Okim tulis, buku biografi Pak Katili ini cukup 
komprehensif, tak sia-sia usaha keenam penyusunnya mengumpulkan berbagai info. 
Kalau kebetulan jalan-jalan ke Gramedia, buku ini diletakkan di bagian 
buku-buku terbitan baru sebab umurnya belum sampai dua minggu sejak 
diluncurkan.  
   
  salam,
  awang
  
miko [EMAIL PROTECTED] wrote:
  Rekan-rekan IAGI yang budiman,
   
  Buku  Biografi J.A.Katili, HARTA BUMI INDONESIA,   yang yang mang Okim terima 
dengan pesan  : Untuk Sdr. Ir. Soejatmiko, disertai  salam ( tanda tangan Bapak 
J.A.Katili ), 25 Juli 2007 benar-benar sangat membahagiakan mang Okim. 
Bagaimana tidak bahagia mendapatkan perhatian begitu besar dari seorang tokoh  
super beken seperti  Prof. Katili. Padahal, kalau tidak dikirimpun insyaallah 
mang Okim akan membelinya juga di Gramedia karena mang Okim yakin isinya  
pastilah akan memberikan motivasi dan inspirasi kepada kita semua untuk doing 
good wherever you are and whatever you do ( meminjam prinsip Pak Untung ).
   
  Keyakinan mang Okim ternyata tidak meleset . Buku biografi setebal 421 
halaman tersebut , yang dikemas dengan elok , sungguh sangat mempesona. 
Kisah-kisah geologi  dan kehidupan disampaikan dengan untaian kata-kata yang 
sangat indah dan puitis seperti antara lain : Una-Una, Sorga di Tepi Bencana - 
- - - -  Dari Kampus Mengukir Matahari - - - - - Track record kegiatan John di 
Blantika Geologi Tidak Bertepi dan Jauh dari Sanjungan Media Massa  - - - - - 
Gelar Dijunjung Hingga ke Ujung - - - - -dll. Di buku inilah  mang Okim baru 
tahu bahwa Prof. Katili yang berprinsip there is no journey's end for a 
fighting man lahir dari suatu lingkungan yang sangat agamis sehingga tidak 
heran  kalau dalam setiap pembahasan selalu terselip kalimat-kalimat yang sarat 
dengan nilai-nilai spiritual, nilai-nilai cinta dan nilai-nilai pengabdian . 
Dan di buku ini pulalah mang Okim diingatkan akan para founders geologi 
Indonesia seperti Pak Soetarjo Sigit , Pak Yohannas, Pak Sartono almarhum,
 Pak Sukendar Asikin, Pak Klompe ( si jagal ! ) , dll. Selain dari itu, 
komentar yang diberikan oleh Pak Beni Wahju, Pak Suparka  dan Pak Sukendar 
Asikin melengkapi kehebatan  Prof. Katili khususnya  dalam kaitannya dengan 
konsep Tectonic Indonesia dan New Global Tectonic , dan dalam membimbing dan 
mencetak kader-kader ahli geologi penerus.
   
  Kisah masa kecil Prof. Katili tak kalah menariknya. Selain kecerdasan 
intelektual yang telah dilimpahkan Tuhan kepadanya sejak kecil , keinginan 
kuatnya untuk dapat survive dalam kehidupan ditunjukkannya misalnya dengan 
belajar silat dan mandi kebal. Mungkin karena hal inilah maka dalam dua 
peristiwa yang nyaris merenggut jiwanya yaitu jatuh ke sumur sedalam 4 meteran 
dan jatuh dari bubungan atap rumah, John kecil tidak sampai cedera . Membaca 
pengalaman masa kecil Pak Katili ini yang diuraikan dengan sangat menarik, 
mengingatkan mang Okim akan pengalaman sendiri - - - - - nostalgia !
   
  Rekan-rekan IAGI yang budiman,
   
  Suatu hari di tahun 1990 an, mang Okim dipanggil oleh Prof. Katili ke kantor 
beliau di Jakarta. Ketika itu Prof. Katili menjabat sebagai Penasehat Ahli 
Menteri Pertamben Bidang Geologi dan SDM. Beliau rupanya mendengar banyak 
tentang nasib dan kegiatan mang Okim di bidang batumulia khususnya yang 
berkaitan dengan temuan terbaru yaitu giok Jawa  di daerah Banjarnegara ( di 
utara kawasan Karangsambung ) . 
   
  Setelah Prof. Katili  mendengarkan penjelasan mang Okim, spontan  kesibukan 
beliau ditinggalkan  dan  mang Okim diajak ke teman pengusaha beliau yang 
tinggal cukup jauh dari kantor beliau di Jl. Gatot Subroto.  Walaupun upaya 
beliau tidak membuahkan hasil karena teman pengusaha beliau kebetulan 

Re: [iagi-net-l] BIOGRAFI J.A.KATILI : HARTA BUMI INDONESIA

2007-08-05 Terurut Topik Budi Brahmantyo
Pak Awang, sekedar info lagi.
ada satu buku pak Katili yang malah diperuntukan bagi non-geolog: Laksana
Beraraknya Mega, Himpunan Karangan oleh Prof.Dr. J.A. Katili (dicetak oleh
CV Bina Jasa Offset Jakarta, 1986, tapi penerbitnya tidak jelas/tidak
tercantum).

Buku itu kumpulan tulisan pak Katili di banyak media massa dan beberapa di
antaranya pidato ilmiah untuk mhs baru dan dies ITB 1968.

BB


 Tambahan info saja, di dalam buku biografi ini bisa ditemukan juga
 ringkasan pendek (masing-masing satu paragraf) dari sekitar 200
 publikasi Pak Katili (artikel di koran/majalah, paper di jurnal2 ilmiah,
 buku2, dan presentasi). Meskipun ringkas, daripadanya bisa ditelusuri
 bagaimana perkembangan pemikiran kegeologian Pak Katili.

   Buku Pak Katili yang pertama, 3.000. Tahun Sejarah Bumi  (tahun
 1950-an) dan bukunya yang paling tebal Geologi (disusun bersama P.
 Marks untuk bagian geologi sejarah dan paleontologi) (tahun 1960-an)
 tentu sekarang sudah sangat sulit dicari.  Kedua buku itu menempati
 rak buku2 geologi klasik di rumah saya bersama buku2 geologi klasik
 lainnya dari Reinout van Bemmelen, Henry Brouwer, Umbgrove, dll.

   Paper2 klasik Pak Katili selama tahun 1970-an yang dimuat berbagai
 jurnal ilmiah bagus untuk dicermati sebab memuat penerapan konsep
 tektonik lempeng untuk Indonesia. Saat2 itu Pak Katili dan Warren
 Hamilton dari USGS bekerja sama meneliti geotektonik Indonesia
 berdasarkan konsep tektonik lempeng. Konsep2 tektonik yang dikemukakan
 Katili dan Hamilton masih bisa kita pakai walaupun ada beberapa di
 antaranya yang perlu ditinjau ulang berdasarkan data baru dan kemajuan
 konsep tektonik.

   Seperti yang Mang Okim tulis, buku biografi Pak Katili ini cukup
 komprehensif, tak sia-sia usaha keenam penyusunnya mengumpulkan
 berbagai info. Kalau kebetulan jalan-jalan ke Gramedia, buku ini
 diletakkan di bagian buku-buku terbitan baru sebab umurnya belum
 sampai dua minggu sejak diluncurkan.

   salam,
   awang

 miko [EMAIL PROTECTED] wrote:
   Rekan-rekan IAGI yang budiman,

   Buku  Biografi J.A.Katili, HARTA BUMI INDONESIA,   yang yang mang Okim
 terima dengan pesan  : Untuk Sdr. Ir. Soejatmiko, disertai  salam (
 tanda tangan Bapak J.A.Katili ), 25 Juli 2007 benar-benar sangat
 membahagiakan mang Okim. Bagaimana tidak bahagia mendapatkan perhatian
 begitu besar dari seorang tokoh  super beken seperti  Prof. Katili.
 Padahal, kalau tidak dikirimpun insyaallah mang Okim akan membelinya
 juga di Gramedia karena mang Okim yakin isinya  pastilah akan
 memberikan motivasi dan inspirasi kepada kita semua untuk doing good
 wherever you are and whatever you do ( meminjam prinsip Pak Untung ).

   Keyakinan mang Okim ternyata tidak meleset . Buku biografi setebal 421
 halaman tersebut , yang dikemas dengan elok , sungguh sangat
 mempesona. Kisah-kisah geologi  dan kehidupan disampaikan dengan
 untaian kata-kata yang sangat indah dan puitis seperti antara lain :
 Una-Una, Sorga di Tepi Bencana - - - - -  Dari Kampus Mengukir
 Matahari - - - - - Track record kegiatan John di Blantika Geologi
 Tidak Bertepi dan Jauh dari Sanjungan Media Massa  - - - - - Gelar
 Dijunjung Hingga ke Ujung - - - - -dll. Di buku inilah  mang Okim baru
 tahu bahwa Prof. Katili yang berprinsip there is no journey's end for
 a fighting man lahir dari suatu lingkungan yang sangat agamis sehingga
 tidak heran  kalau dalam setiap pembahasan selalu terselip
 kalimat-kalimat yang sarat dengan nilai-nilai spiritual, nilai-nilai
 cinta dan nilai-nilai pengabdian . Dan di buku ini pulalah mang Okim
 diingatkan akan para founders geologi Indonesia seperti Pak Soetarjo
 Sigit , Pak Yohannas, Pak Sartono almarhum,
  Pak Sukendar Asikin, Pak Klompe ( si jagal ! ) , dll. Selain dari itu,
 komentar yang diberikan oleh Pak Beni Wahju, Pak Suparka  dan Pak
 Sukendar Asikin melengkapi kehebatan  Prof. Katili khususnya  dalam
 kaitannya dengan konsep Tectonic Indonesia dan New Global Tectonic ,
 dan dalam membimbing dan mencetak kader-kader ahli geologi penerus.

   Kisah masa kecil Prof. Katili tak kalah menariknya. Selain kecerdasan
 intelektual yang telah dilimpahkan Tuhan kepadanya sejak kecil ,
 keinginan kuatnya untuk dapat survive dalam kehidupan ditunjukkannya
 misalnya dengan belajar silat dan mandi kebal. Mungkin karena hal
 inilah maka dalam dua peristiwa yang nyaris merenggut jiwanya yaitu
 jatuh ke sumur sedalam 4 meteran dan jatuh dari bubungan atap rumah,
 John kecil tidak sampai cedera . Membaca pengalaman masa kecil Pak
 Katili ini yang diuraikan dengan sangat menarik, mengingatkan mang
 Okim akan pengalaman sendiri - - - - - nostalgia !

   Rekan-rekan IAGI yang budiman,

   Suatu hari di tahun 1990 an, mang Okim dipanggil oleh Prof. Katili ke
 kantor beliau di Jakarta. Ketika itu Prof. Katili menjabat sebagai
 Penasehat Ahli Menteri Pertamben Bidang Geologi dan SDM. Beliau
 rupanya mendengar banyak tentang nasib dan kegiatan mang Okim di
 bidang batumulia khususnya yang berkaitan dengan temuan 

[iagi-net-l] 2nd Porosity Petrophysic vs Petrography in Carbonate

2007-08-05 Terurut Topik Andri Subandrio
Bung Shofiyuddin yng budiman, saya bukan ahli petrophysic, tapi saya mau 
sharing atas dasar pengalaman saya bekerja sebagai petrologis untuk reservoir 
karbonat. Sebelumnya saya mohon segera dikorensi apabila ada yang kurang tepat. 
Beberapa ayang perlu diperhatikan pada karbonat antara lain :
1. Geometri, dimensi dan skala: Karbonat terutama yang berasosiasi dengan reef 
dan paparan mempunya geometri yang berbeda dengan klastik biasa seperti 
batupasir. Misalnya pada reef, tekstur dan besar butirnya sangat beragam 
tergantung jenis  organik seperti coral and associate yang tumbuh berdasarkan 
kedalaman. Pada lingkungan ini kemunginan ada 'primary porosity yaitu terdapat 
disela-sela kerangka. Geometri seperti ini akan sangat baik direkonstruksi 
dengan pemodelan yang dibangun dari pengamatan lapangan modern reef seperti 
pulau Seribu dan ancient reef seperti di Formasi Rajamandala Ciatatah - 
Padalarang dan tentunya data bawah pemukaan geologi reservoir yang menjadi 
target.

2. Secondary porosoity didalam karbonat masuk dalam wilayah diagenesis yang 
berkaitan dengan fasies, lingkungan pengendapan dan exposure phenomena pasca 
sedimentasi dan litifikasi. Di Indonesia, 2nd Porosity (2nd por) umumnya 
dikontrol oleh diagenesis, sedang di arid climate seperti di mediterania 
sebagian porosity dikontrol oleh facies, misalnya pada oolitic limestone 
positasnya mirip dengan batupasir yang well rounded. 2nd Por didaerah tropis 
umumnya disebabkan pelarutan fresh water setelah formasi batugamping ter 
expose diatas muka laut. Pelarutan ini biasanya didahului dengan 
berkembangnya  fracture network, lalu air tawar yang umumnya air hujan mulai 
bekerja membentuk porositas atau ruang-ruang yang dapat menghasilkan pori-pori 
yang kecil hingga raksasa! Karena itu tida heran 2nd por di ls (limestone) bisa 
dimasuki orang bahkan di Perancis gua-guanya bisa dipakai berlayar dengan boat! 
Dengan demikian dimensi di golkar (golongan karbonat) bukanlah hal yang 
sederhana untuk dipahami.

3. Resolusi petrofisika vs petrography: petrofisika resolusinya mungkin dalam 
dimensi cm hingga dm (atau bahkan meter ?), karenanya segmen yang bisa di 
'trace dalam log mungkin masih relatif kasar bila dibandingan dengan 
mikroskopis dari sayatan tipis. Dengan petrografi dapat diamati besaran dari 
mikron hingga mm, selain itu kita akan dapat melihat bagaimana  fasies dan 
sejarah diagenesisnya. Dengan penelitian diagenesis ls, dapat diperkirakan 
bagaimana distribusi 2nd por nya. Data seismik juga bisa kolaburasi dengan 
petrografi, terutama untuk memperkirakan geometri dan dimensi paparan 
karbonatnya. Mungkin perlu kerjasama yang baik antara divisi petrologi, 
petrofisik dan seismik untuk membangun model underground golkar. Cutting 
petrologic analyses bisa sangat membantu petrofisik untuk memahami development 
of 2nd porosity Selamat Ber golkar ria.

Salam

Andri Subandrio
- Original Message - 
  From: Shofiyuddin 
  To: iagi-net@iagi.or.id 
  Sent: Monday, August 06, 2007 7:53 AM
  Subject: [iagi-net-l] Petrophysics - Secondary Porosity


  Barangkali ada yang bisa bantu masalah saya.

  Saya lagi mencoba menghitung besarnya secondary porosity di carbonat dengan 
menggunakan pendekatan harga cementation factor (m). 

  Saya coba menggunakan beberapa pendekatan persamaan di beberapa publikasi 
seperti persamaan Secondary Porosity Index, Nugent (1984), Nurmi, Rasmus, 
quadratic dan laen sebagainya. Dari seluruh persamaan yang ada, semuanya 
menyebutkan bahwa Porositas yang dihasilkan oleh SONIC selalu lebih rendah dari 
Total Porosity yang dihasilkan dari perhitungan Density dan Neutron. Nah yang 
dipunyai di lapangan saya ini kebalikannya, yaitu POROSITY SONIC selalu lebih 
tinggi dari TOTAL POROSITY (dari Density Neutron) nya.  Akhirnya saya tidak 
bisa menggunakan beberapa persamaan diatas untuk menentukan berapa besarnya m 
dan berapa besarnya porsi secondary porosity dari sistem. 

  Dari persamaan yang ada, hanya Nugent yang bisa diterapkan karena tidak 
mempunyai factor pengurangan Total Porosity dengan Sonic Porosity.

  Seandainya memang benar SONIC POROSITY lebih besar dari TOTAL POROSITY (DN), 
apakah saya bisa berargumanetasi bahwa SONIC tool ini bisa membaca lebih detil 
porosity laen  yang tidak terbaca oleh Density dan Neutron? 

  Apakah selisih antara SONIC Porosity dan Total Porosity adalah secondary 
porosity (vuggy)? kalo iya, berarti bertentangan dengan semua asumsi yang ada 
di publikasi.

  Thanks sebelumnya untuk yang mau berbagi ilmu.

  Salam

  Shofi


RE: [iagi-net-l] BIOGRAFI J.A.KATILI : HARTA BUMI INDONESIA

2007-08-05 Terurut Topik Maryanto (Maryant)
 
Ya, memang luar biasa Prof. Katili. Buku yang kupunya ya judul Geologi,
yang sangat komprehensif  tebal banget itu. Semula, saya punya cuma
fotocopy-an, dan setelah punya aslinya dari loakan Senen, copyan itu
terus ku tawarkan keteman, S2 itu. Tahun 2002 itu baru kupunya 500'an
buku, kini 2000'an. Lalu buku beliau Plate Tectonic Indonesia (1980,
1985), awal-awal penerapan teori Plate Tectonic di Indonesia, yang
teorinya rame mulai 1968, gunakan peta medan gravitasi Vening Meiniz di
ukur untuk semua laut dunia th. 1930'an. Hasilnya, itu sudah nongol di
SDEKAH-ku (2004), subduction menjauh, sejajar dengan sumbu
PermianTriassic Malayan-Bangka-Kalimantan. Dan huruf K, di SDEKAH itu,
sudah cantumkan nama beliau.
 
Helicoper view, istilah untuk kondisi bisa melihat gambaran
generalnya, jendralnya, gabungan banyak disiplin data, untuk bumi ya
planetary sceince. Plate tectonic di awali astronom, Alfred Wagener (ada
yang lebih awal lagi sih), yang th 1915 sudah membuat Pangea dengan
pusat di tempat kusebut kini A'AN: Anticline of Arabian-Nubian. Juga di
ikuti sesudahnya,  Carey 1945, juga Holden-Dietz 1970, Collins 2003,
ahli-ahli Australia kini.  Sudah terlihat subduksi berpindah dengan yang
ku hitung kini tiap 70 Ma, mendekat pusat Pangea sewaktu kompresi
(Cambrium-Permian), dan menjauh ketika ekstensi (Permian-Kini). Kata
Pre-kambrium nongol karena sebelum ini sulit rekontruksi strukturnya
atas sebelumnya ya ekstensi, dan itu awal kompresi di siklus 700 Ma
terakhir. Atawa subduksi tak terlihat di peta Indonesia (Katili, 1980,
1985), sebelum Permian-Triasik karena umur itu akhir kompresi. Untuk
siklus 70 Ma terakhir, Sunda Plate, ya Mid Eocene, 53-46 Ma, adalah
akhir kompresi-awal ekstensi siklus 70 Ma terakhir, perlihatkan tak ada
sedimen sebelum umur itu (umumnya basement sudah pernah tenggelam jauh,
terpanaskan, metamorfose, dan terangkat, tererosi kuat, dan barulah
di-endapi sedimen kini pada mulai rifting umur).
 
Beruntung Indonesia, teman Wagener dari Jerman, Boscca, astronom itu
nikmati Bandung-Lembang, nikmati tehnya, kalik sambil dengerin perkutut,
dirikan teropong bintang, dirikan perguruan tinggi 1920, yang di sebut
ITB kini. Juga, Belanda yang perguruan tinggi lebih 500'an tahun, ajari
kita geologi, lahirkan kita semua. Kota Bandung, yang di buka oleh
Sultan Agung, 1628, waktu nyerang Batavia, dirikan lumbung-lumbung padi
sepanjang jalan, termasuk Bandung. Semua, jadikan Indonesia ada di
barisan depan dunia. Tidak menyadari-kan ? Beliau menyuruh untuk semua
menjadi hamengku buwana, kalifah buwana, kalifah alam.
 
Kenapa ya belum di temukan cara umur lebih panjang, yang ku duga kini
dengan menghambat habisnya/matinya unsur atom penyusun tubuh ? Caranya,
cari makanan yang umur parohnya lebih panjang. Juga buat agar tak
tertekan stress, jadikan unsur-unsur penyusun tubuh, tetap segar, tak
cepat rusak. Orang kini ada yang berumur 130'an th, ku duga karena
adanya penyokong dugaanku itu. Sebentar lagi, rata-rata hidup manusia
yang kini 70 th, jadilah 140 th. Indonesia cepat naik rat-ratanya, 48 th
(1945), 68 th (kini, 2000), atawa 20 th sepanjang 50 th tabahan waktu.
Kalau sudah ketemu, sehingga Pak Katili-pun, juga profesor-profesor kita
akan berumur lebih panjang. Masih sehatkan beliau kini ? Siapa mau buat
biografi profesor-profesor kita lainnya ? Di jamin, jauh lebih mulia,
segar atas berkah senangnya memberikan ilmu, bebas dari hal di tutupi
kejahatan-kejahatan dari umumnya biografi para politikus. Mana geolog
yang ahli komunikasi (wartawan) itu ? Cak Andri ? Hayooo, jangan
malu-malu ngacung lho... 
 
Salam,
Maryanto.
 


From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, August 06, 2007 8:24 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] BIOGRAFI J.A.KATILI : HARTA BUMI INDONESIA 


Tambahan info saja, di dalam buku biografi ini bisa ditemukan juga
ringkasan pendek (masing-masing satu paragraf) dari sekitar 200
publikasi Pak Katili (artikel di koran/majalah, paper di jurnal2 ilmiah,
buku2, dan presentasi). Meskipun ringkas, daripadanya bisa ditelusuri
bagaimana perkembangan pemikiran kegeologian Pak Katili. 
 
Buku Pak Katili yang pertama, 3.000. Tahun Sejarah Bumi  (tahun
1950-an) dan bukunya yang paling tebal Geologi (disusun bersama P.
Marks untuk bagian geologi sejarah dan paleontologi) (tahun 1960-an)
tentu sekarang sudah sangat sulit dicari.  Kedua buku itu menempati rak
buku2 geologi klasik di rumah saya bersama buku2 geologi klasik lainnya
dari Reinout van Bemmelen, Henry Brouwer, Umbgrove, dll.
 
Paper2 klasik Pak Katili selama tahun 1970-an yang dimuat berbagai
jurnal ilmiah bagus untuk dicermati sebab memuat penerapan konsep
tektonik lempeng untuk Indonesia. Saat2 itu Pak Katili dan Warren
Hamilton dari USGS bekerja sama meneliti geotektonik Indonesia
berdasarkan konsep tektonik lempeng. Konsep2 tektonik yang dikemukakan
Katili dan Hamilton masih bisa kita pakai walaupun ada beberapa di
antaranya yang perlu ditinjau ulang berdasarkan 

Re: [iagi-net-l] 2nd Porosity Petrophysic vs Petrography in Carbonate

2007-08-05 Terurut Topik Shofiyuddin
Mas Andri,
Memang segala sesuatunya harus kembali kepada asal. Nah log pun sama, harus
dikalibrasi lagi kepada batuannya, bentuknya bisa kepada deskripsi batuan
inti (core), sayatan tipis, SEM dan XRD. Begitu juga dengan sifat fisik
batuan laen seperti porosity dan permeability. Tanpa itu, log tidak punya
referensi.

Kalo kita bicara batuan, kita bicara yang paling detil (dari micron same
meter. Kalo kita bicara log, kita bicara dibilangan cm sampe meteran,
tergantung jenis lognya apa. Bicara seismik bicara pada kisaran yang lebih
besar lagi dari log.

Nah yang sedang saya share ini bagaimana usaha kita untuk mengenal adanya
porositas sekunder dari log dimana dari pengamatan core ditemukan adanya
vuggy porosity. Secara umum, sonic log sering disebut sebagai salah satu
tool yang cukup efektif untuk mengenal porositas sekunder ini sehingga
banyak persamaan muncul yang diertai dengan asumsi yang berbeda berbeda
beda. Salah satu contoh adalah penggunaan rumus SPI (Secondary Poroitas
Index) digunakan dengan aumsi bahwa sonic log tidak melihat sama sekali
adanya vug, jadi selisih antara porositas total dengan sonic dilihat sebagai
adanya porosoitas sekunder. Untuk rumus Nurmi sedikit laen lagi karena
dianggap alat sonik mampu untuk melihat sebagian vuggy porosity, sekitar
50% dari aktual nya. Nah begitu juga yang rumus yang laen.

Yang menjadi masalah ditempat saya adalah kenapa justru porositas yang
dihitung daro sonik kok lebih besar dari porositas totalnya (yang dihitung
dari density dan neutron log)? nah itu yang saya lagi cari pak.

Salam

Shofi





On 8/6/07, Andri Subandrio [EMAIL PROTECTED] wrote:

  Bung Shofiyuddin yng budiman, saya bukan ahli petrophysic, tapi saya mau
 sharing atas dasar pengalaman saya bekerja sebagai petrologis untuk
 reservoir karbonat. Sebelumnya saya mohon segera dikorensi apabila ada yang
 kurang tepat. Beberapa ayang perlu diperhatikan pada karbonat antara lain :
 1. Geometri, dimensi dan skala: Karbonat terutama yang berasosiasi dengan
 reef dan paparan mempunya geometri yang berbeda dengan klastik biasa seperti
 batupasir. Misalnya pada reef, tekstur dan besar butirnya sangat beragam
 tergantung jenis  organik seperti coral and associate yang tumbuh
 berdasarkan kedalaman. Pada lingkungan ini kemunginan ada 'primary porosity
 yaitu terdapat disela-sela kerangka. Geometri seperti ini akan sangat baik
 direkonstruksi dengan pemodelan yang dibangun dari pengamatan lapangan
 modern reef seperti pulau Seribu dan ancient reef seperti di Formasi
 Rajamandala Ciatatah - Padalarang dan tentunya data bawah pemukaan geologi
 reservoir yang menjadi target.

 2. Secondary porosoity didalam karbonat masuk dalam wilayah diagenesis
 yang berkaitan dengan fasies, lingkungan pengendapan dan exposure
 phenomena pasca sedimentasi dan litifikasi. Di Indonesia, 2nd Porosity (2nd
 por) umumnya dikontrol oleh diagenesis, sedang di arid climate seperti di
 mediterania sebagian porosity dikontrol oleh facies, misalnya pada oolitic
 limestone positasnya mirip dengan batupasir yang well rounded. 2nd Por
 didaerah tropis umumnya disebabkan pelarutan fresh water setelah formasi
 batugamping ter expose diatas muka laut. Pelarutan ini biasanya didahului
 dengan berkembangnya  fracture network, lalu air tawar yang umumnya air
 hujan mulai bekerja membentuk porositas atau ruang-ruang yang dapat
 menghasilkan pori-pori yang kecil hingga raksasa! Karena itu tida heran 2nd
 por di ls (limestone) bisa dimasuki orang bahkan di Perancis gua-guanya bisa
 dipakai berlayar dengan boat! Dengan demikian dimensi di golkar (golongan
 karbonat) bukanlah hal yang sederhana untuk dipahami.

 3. Resolusi petrofisika vs petrography: petrofisika resolusinya mungkin
 dalam dimensi cm hingga dm (atau bahkan meter ?), karenanya segmen yang bisa
 di 'trace dalam log mungkin masih relatif kasar bila dibandingan dengan
 mikroskopis dari sayatan tipis. Dengan petrografi dapat diamati besaran dari
 mikron hingga mm, selain itu kita akan dapat melihat bagaimana  fasies dan
 sejarah diagenesisnya. Dengan penelitian diagenesis ls, dapat diperkirakan
 bagaimana distribusi 2nd por nya. Data seismik juga bisa kolaburasi dengan
 petrografi, terutama untuk memperkirakan geometri dan dimensi paparan
 karbonatnya. Mungkin perlu kerjasama yang baik antara divisi petrologi,
 petrofisik dan seismik untuk membangun model underground golkar. Cutting
 petrologic analyses bisa sangat membantu petrofisik untuk memahami
 development of 2nd porosity Selamat Ber golkar ria.

 Salam

 Andri Subandrio
 - Original Message -

 *From:* Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED]
 *To:* iagi-net@iagi.or.id
 *Sent:* Monday, August 06, 2007 7:53 AM
 *Subject:* [iagi-net-l] Petrophysics - Secondary Porosity


 Barangkali ada yang bisa bantu masalah saya.

 Saya lagi mencoba menghitung besarnya secondary porosity di carbonat
 dengan menggunakan pendekatan harga cementation factor (m).

 Saya coba menggunakan beberapa pendekatan persamaan di beberapa publikasi
 seperti