Re: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total

2015-03-25 Terurut Topik Bandono Salim
karena utang, ya yang berhak ya yang memberi hutang, dengan segala
persyaratannya.  kira kira begitu ya.  setuju syaratnya boleh pinjam uang;
tidak setuju ya tidak dapat uang.
kira kira begitu ya?
Pada 24 Mar 2015 07:25, Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com menulis:

 Selalu menarik membaca ulasannya Pak Ong.

 Quote : ***Setelah discovery, peran K3S bahkan tambah lebih penting.
 Mereka mengendalikan keekonomian projek. Cadangan yang terbukti dijadikan
 modalnya dan bersama bank menentukan cara  pembayarannya dari penjualan
 migas (escrow account). Pemerintah harus nurut.*

 Disitulah problem muncul ketika kesepakatan nasional dalam UUD kita
 berbicara lain bahwa semua SDA dikuasai negara. Jadi ketika *pemerintah
 harus nurut* inilah konflik terjadi. Semangat kepemilikan SDA ini
 menjadikan perebutan antara kontraktor/perusahaan/Oil co dengan
 negara/pemerintah yang mendapat mandat rakyat untuk mengelola SDA milik
 negara.

 Perbedaan pandangan dari sisi negara/pemerintah/rakyat tentunya
 menginginkan kontraktor-lah yang harus nurut. Rakyat akan mengatakan, Ini
 negara gue. Tetapi Kontraktor/penggarap/OilCo akan mengatakan Lah aku kan
 udah bertaruh sewaktu ngebor. Jadi disini ada hak gue untuk mengaturnya.


 Quote 2 : *Keekonomian suatu lapangan migas ditentukan oleh besarnya
 cadangan. Begitu discovery, cadangan tsb. langsung dibukukan di buku K3S,
 bukan di buku Pertamina ataupun di ESDM. Jadi dapat dikatakan bahwa
 cadangan ini secara prakstis adalah milik K3S.  Kasarnya, K3S disebut
 sebagai kontraktor atau pesuruh pun tidak jadi soal, asal cadangan atas
 namanya.  *

 Ketika pembicraan sudah mulai kepada keekonomian maka Bank-lah yang
 menentukan. Atau pemilik modal lah yang menentukan. Karena kalau biayanya
 besar tentunya modal diambil dari bank (investor) dengan perhitungan
 minimum keekonomian yang sudah dimilikinya.

 Yang sering terlewat dalam dalam menilai keeknonomian sebuah sumberdaya
 yang masih dibawah tanah adalah biaya karena teknologi. Hampir tidak ada
 yang bertanya mengapa logging mengambil data sumur itu biayanya 1 $/feet
 (misalnya). Yang menentukan harga ini seringkali kemauan pemilik teknologi
 (SLB,HAL,BA dll). KIta hapir tak pernah bertanya mengapa logging itu
 biayanya mahal. Para service co ini mengatakan karena biaya riset dsb.
 Tetapi kalau kita tengok biaya atau ongkos logging dan services yang lain
 di Indonesia ini jauuuh lebih mahal ketimbang service yang sama di negara
 lain.  Disadarai ada faktor percaloan didalam negeri. Tetapi mungkin ada
 faktor lain mengapa charge di Indonesia menjadi mahal.

 Banyak yang menduga (suudzon) karena nantinya biaya mahal akan di cost
 recovery-kan maka harga mahalpun tidak apa-apa ?
 Dugaan yang mungkin kurang berdasar diatas itu menjadikan istilah cost
 recovery menjadi sangat sensitip. Karena negara sebagai pemilik awal SDA
 hanya mendapatkan untung sedikit karena biayanya mahal.

 just my 2c

 RDP



 --
 Kebanggaan sejati muncul dari kontribusi anda yang positip.

 2015-03-24 6:38 GMT+07:00 Ong Han Ling wim...@singnet.com.sg:

  Selamat pagi Pak Yudie,



 Tulisan Anda: Dalam PSC, posisi  K3S hanyalah kontraktor alias
 Penggarap, itu tertulis jelas dalam kontrak perlu saya beri sedikit
 tanggapan.



 Pendapat Anda tsb. adalah pendapat banyak orang, tapi ini bisa
 misleading. Orang membayangkan peggarap sebagai petani yang miskin dan
 bisa diperlakukan sewenang-wenang oleh landlord. Di Jawa umpama, hasil
 panen dibagi menurut perjanjian: perapat, pertelu atau paroh. Meskipun
 musim paceklik dan harga pupuk naik, penbagian tetap berdasarkan panen yang
 diperoleh. Ceritera ini  sering dijadikan contoh untuk menerangkan PSC.



 Daniel Johnston (2002) dalam bukunya menyebutnya sebagai the jargon of
 the industry. Oil company adalah oil company, di PSC dia disebut
 kontraktor. Di sistim R/T disebut sebagai Oil Co. Padahal perusahaan sama
 dan namanya Shell. Demikian juga yang sering disalah artikan adalah
 istilah cost recovery yang tidal lain adalah cost atau reimbursement
 atau deduction. Tidak ada special dalam cost recovery. Semua cost memang
 harus di-recover dari pendapatan/revenue. Tidak ada jalan lain. Di
 Indonesia ini menjadi perdebatan yang luar biasa. Kalau ada sesuatu yang
 tidak klop, yang disalahkan adalah karena sistim cost recovery.



 IOC lebih dari penggarap. Mereka yang punya venture capital yang tidak
 ada di Indonesia. Mereka diundang untuk ikut tender. Didunia yang memiliki
 potensi migas lebih dari 120 Negara tetapi yang memiliki venture capital
 terbatas pada 20 Negara terkaya tergabung dalam OECD. Beberapa perusahaan
 IOC yang beroperasi di Indonesia bahkan mempunyai anggaran belanja melebihl
 APBN Indonesia. Mereka bukan seperti petani yang tidak ada pilihan dan
 hanya bisa mengarap tanah yang dimilki landlord.



 Setelah discovery, peran K3S bahkan tambah lebih penting. Mereka
 mengendalikan keekonomian projek. Cadangan yang terbukti dijadikan modalnya
 dan bersama bank menentukan cara  pembayarannya 

Re: RE: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total

2015-03-25 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari
 Saya , .kira pandangan pak Ong benar.
 Vicky , desertasi pak.Mahmud mengenai presepsi pscs ylthd kontrak psc
dlm.desertasi beliau  sangat bagus untuk melihat presepsi.mereka.
 si Abah

Abah
Saya juga sepakat bahwa pendapat Pak Ong benar dari pandangan hukum kontrak
yang sedang berjalan. Dari sisi ini saya manggut-manggut juga kok.

Saya hanya punya ilustrasi kejadian di Amerika. Suatu saat seorang Chief
Indian mendatangi presiden Amerika serikat sambil membawa surat kumel dan
mengatakan, Pak Presiden, kami hanya percaya pada bapak, mohon kami
dibantu membaca surat yang telah kami beri cap jempol ini. Kami masih buta
huruf.
Jawab presiden, Maaf ini artinya anda sudah menyerahkan tanahmu kepada
mereka

Ilustrasi diatas dapat kita mengerti dengan mudah karena surat kontrak itu
memang mengatakan begitu. Dan aturan yang ditandatangani memang begitu.
Tidak ada yang salah dengan para kontraktor yang mengatakan *pemerintah
harus nurut* sesuai perjanjian.
Sayangnya masayarakat kita masih banyak yang buta huruf tidak mampu
membacanya. Mereka hanya tahu pasal 33 UUD45 dengan bahasa dan daya
nalarnya yang sederhana.

Kasus yang mirip sebenernya ketika ada nenek-nenek mengambil buah kokoa
dihutan yang akhirnya ditangkap dan dihukum karena tuduhan mencuri di areal
perkebunan. Dikiranya ini masih jaman dimana buah kokoa hutan masih boleh
diambil siapa saja. Nenek ini tidak tahu bahwa sudah ada yang namanya tanah
garapan dengan kontrak dari pemerintah.

Sebagai pekerja migas tentusaja, bila memang pemerintah harus nurut itu
berlaku sayapun akan diuntungkan karena menjadi bagian dari proses sebuah
perusahaan yang mengusahakan migas. Tetapi bagi yang tidak merasa menjadi
bagian dari pengusahaan migas akan membaca pasal 33 UUD45 dengan kemampuan
bacanya. Saya yakin kebanyakan di milist ini adalah pekerja ekstraksi yang
akan diuntungkan seperti saya.

Cuman kasian saja dengan indian ataupun enenk-nenek yang mengambil
kokoa.

Eniwei,
Minggu lalu saya diundang Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk
bersama-sama menulis buku tentang DIASPORA MELANESIA. Tentunya mengisi
porsi artikel tentang dongeng geologinya. Sebagi infosaja, issue yang
berkembang saat ini adalah rentan-nya Indonesia Timur akibat penduduk
aslinya merasa terpinggirkan dan salah satunya merasa tidak diajak serta
dalam pengusahaan sumberdaya alam dan pembangunan. Tinjauannya tentunya
antropologi dan kebudayaan Melanesian yang sebenernya Melanesian itu lebih
banyak di Indonesia ketimbang di Vanuatu.
Sangat disadari secara antropologis melanesian berbeda dengan melayu,
berbeda cara pandang budaya seni juga melihat kehidupan ini. Namun
interaksinya bisa dilihat secara antropologis sudah berkembang sangat lama,
dan akhirnya menjadi Indonesia.

Barangkali saja melanisean ini, mirip juga dengan indian, mirip dengan
nenek-nenek yg mengambik kokoa, dan mungkin mirip dengan orang yang hanya
mampu melihat sumberdaya alam di negaranya dengan kacamata pasal 33 UUD45
secara lugas.

maaf malah nggladrah kemana-mana.
Salam

RDP


EKSKURSI 200 TAHUN ERUPSI TAMBORA  55 TAHUN IAGI
Bima, NTB tanggal 11-14 April 2015
http://www.iagi.or.id/event/200-years-of-tambora-eruption-iagi-55th-anniversary

Registrasi:
Email : sekretariatm...@gmail.com
Telp : 085262076783 (Enrico Aritonang)

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Hubungi Kami: http://www.iagi.or.id/contact

Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,- (mahasiswa)
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti

Subscribe: iagi-net-subscr...@iagi.or.id
Unsubscribe: iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id

DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information 
posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. 
In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not 
limited
to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting 
from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use 
of 
any information posted on IAGI mailing list.


Re: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total

2015-03-25 Terurut Topik R.P.Koesoemadinata
Entah tuh, apakah buku thesis Mahmud itu menyertakan lampiran kontrak aselinya 
antara Pertamina dengan PSC itu. Karena  biasanya sesudah kontrak berjalan itu 
sering muncul yang disebut side letter2 yang biasanya merubah isi kontrak 
yang aselinya itu.
RPK
  - Original Message - 
  From: Bandono Salim 
  To: Iagi 
  Sent: Wednesday, March 25, 2015 3:38 PM
  Subject: Re: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia 
ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total


  karena utang, ya yang berhak ya yang memberi hutang, dengan segala 
persyaratannya.  kira kira begitu ya.  setuju syaratnya boleh pinjam uang; 
tidak setuju ya tidak dapat uang. 
  kira kira begitu ya? 

  Pada 24 Mar 2015 07:25, Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com menulis:

Selalu menarik membaca ulasannya Pak Ong. 


Quote : Setelah discovery, peran K3S bahkan tambah lebih penting. Mereka 
mengendalikan keekonomian projek. Cadangan yang terbukti dijadikan modalnya dan 
bersama bank menentukan cara  pembayarannya dari penjualan migas (escrow 
account). Pemerintah harus nurut.


Disitulah problem muncul ketika kesepakatan nasional dalam UUD kita 
berbicara lain bahwa semua SDA dikuasai negara. Jadi ketika pemerintah harus 
nurut inilah konflik terjadi. Semangat kepemilikan SDA ini menjadikan 
perebutan antara kontraktor/perusahaan/Oil co dengan negara/pemerintah yang 
mendapat mandat rakyat untuk mengelola SDA milik negara. 


Perbedaan pandangan dari sisi negara/pemerintah/rakyat tentunya 
menginginkan kontraktor-lah yang harus nurut. Rakyat akan mengatakan, Ini 
negara gue. Tetapi Kontraktor/penggarap/OilCo akan mengatakan Lah aku kan 
udah bertaruh sewaktu ngebor. Jadi disini ada hak gue untuk mengaturnya. 



Quote 2 : Keekonomian suatu lapangan migas ditentukan oleh besarnya 
cadangan. Begitu discovery, cadangan tsb. langsung dibukukan di buku K3S, bukan 
di buku Pertamina ataupun di ESDM. Jadi dapat dikatakan bahwa cadangan ini 
secara prakstis adalah milik K3S.  Kasarnya, K3S disebut sebagai kontraktor 
atau pesuruh pun tidak jadi soal, asal cadangan atas namanya.  


Ketika pembicraan sudah mulai kepada keekonomian maka Bank-lah yang 
menentukan. Atau pemilik modal lah yang menentukan. Karena kalau biayanya besar 
tentunya modal diambil dari bank (investor) dengan perhitungan minimum 
keekonomian yang sudah dimilikinya. 

Yang sering terlewat dalam dalam menilai keeknonomian sebuah sumberdaya 
yang masih dibawah tanah adalah biaya karena teknologi. Hampir tidak ada yang 
bertanya mengapa logging mengambil data sumur itu biayanya 1 $/feet (misalnya). 
Yang menentukan harga ini seringkali kemauan pemilik teknologi (SLB,HAL,BA 
dll). KIta hapir tak pernah bertanya mengapa logging itu biayanya mahal. Para 
service co ini mengatakan karena biaya riset dsb. Tetapi kalau kita tengok 
biaya atau ongkos logging dan services yang lain di Indonesia ini jauuuh lebih 
mahal ketimbang service yang sama di negara lain.  Disadarai ada faktor 
percaloan didalam negeri. Tetapi mungkin ada faktor lain mengapa charge di 
Indonesia menjadi mahal. 


Banyak yang menduga (suudzon) karena nantinya biaya mahal akan di cost 
recovery-kan maka harga mahalpun tidak apa-apa ?

Dugaan yang mungkin kurang berdasar diatas itu menjadikan istilah cost 
recovery menjadi sangat sensitip. Karena negara sebagai pemilik awal SDA hanya 
mendapatkan untung sedikit karena biayanya mahal.


just my 2c


RDP






--
Kebanggaan sejati muncul dari kontribusi anda yang positip.


2015-03-24 6:38 GMT+07:00 Ong Han Ling wim...@singnet.com.sg:

  Selamat pagi Pak Yudie,   



  Tulisan Anda: Dalam PSC, posisi  K3S hanyalah kontraktor alias 
Penggarap, itu tertulis jelas dalam kontrak perlu saya beri sedikit tanggapan. 
 



  Pendapat Anda tsb. adalah pendapat banyak orang, tapi ini bisa 
misleading. Orang membayangkan peggarap sebagai petani yang miskin dan bisa 
diperlakukan sewenang-wenang oleh landlord. Di Jawa umpama, hasil panen dibagi 
menurut perjanjian: perapat, pertelu atau paroh. Meskipun musim paceklik dan 
harga pupuk naik, penbagian tetap berdasarkan panen yang diperoleh. Ceritera 
ini  sering dijadikan contoh untuk menerangkan PSC.



  Daniel Johnston (2002) dalam bukunya menyebutnya sebagai the jargon of 
the industry. Oil company adalah oil company, di PSC dia disebut kontraktor. 
Di sistim R/T disebut sebagai Oil Co. Padahal perusahaan sama dan namanya 
Shell. Demikian juga yang sering disalah artikan adalah istilah cost 
recovery yang tidal lain adalah cost atau reimbursement atau deduction. 
Tidak ada special dalam cost recovery. Semua cost memang harus di-recover dari 
pendapatan/revenue. Tidak ada jalan lain. Di Indonesia ini menjadi perdebatan 
yang luar biasa. Kalau ada sesuatu yang tidak klop, yang disalahkan adalah 
karena sistim cost recovery.  



  IOC lebih dari penggarap. Mereka yang punya venture capital yang tidak 
ada di

Re: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total

2015-03-24 Terurut Topik liamsi
menyimak tulisan Pak Ong dan RDP jadi pingin ikutan nebeng urun
rembug,
kata SDA dikuasai oleh negara ( krn dlm UUD masih berklaku )
ini yang banyak didiskusikan diberbagai forum terkait 
bagaimana implementasinya dalam prakteknya ,Kalau kita simak di putusan MK maka 
Dikuasai negara ini
mempunyai arti yang luas  menyangkut berbagai fungsi negara
yaitu Fungsi pengurusan yg dilakukan melalui pemerintah dg
kewenangannya untuk  memberikan  perizinan , lisensi dan
konsesi , Kemudian fungsi Pengaturan oleh negara ini di
jalankan dg pembuatan peraturan perundang undangan ( Parlemen
dg pemerintah maupun penmerintah sendiri dlm menerbitkan aturan
( PP )), Fungsi Negara dlm Pengelolaan melalui mekanisme
kepemilikan saham melalui keterlibatan langsung dalam managemen
melalui kelembagaan/ badan usaha negara , oleh karena itu
bentuk Kelembagaan Negara yg mengelola SDA menjadi sangat
penting agar bisa ikut dalam managemen pengelolaanya ,  serta
Fungsi Pengawasan dan pengendalian  yg dilakukan oleh
pemerintah agar kekuasaan thd SDA tsb benar benar digunakan
untuk sebesar besarnya kemakmuran seluruh rakyat , Nah apakah
fungsi fungsi tsb sdh dijalankan untuk mengelola SDA selama ini
. shg jelas posisi para penggarap itu ada dimana serta hak hak
dan kewajibanya.Rupanya kemarin Pembatalan UU Sumberdaya Air tsb juga karena
fungsi fungsi negara dalam kekuasaan thd SDA ini tdk
dijalankan.
Sering disinggung penggarap SDA ( contoh migas ) dianologikan
spt penggrap sawah kalau di pedesaan , untuk penggarap sawah biasanya ada 
istilah Paroan ( 50 = 50 )
 , Perapatan ( 75 - 25 )  atau Perwoluan/Perdelapanan ( 85 = 15
 ) , untuk kasus Paroan maka si Penggarap akan menyediakan
 semua biaya ( tenaga kerja , rabuk , sewa bajak , tandur , dll
 ) kalau panen hasilnya dibagi 2 dg pemilik sawan , kalau Puso
 ( tdk panen krn berbagai hal ) resiko masing masing tdk ada
 CR. Kalau Perapatan yg punya sawah ikutan sharing biaya 
 misalnya untuk beli pupuk , sewa bajak ( sesuai kespakatan )
 kalau panen yg punya sawah dapat 75 % Penggrap 25 % . Kalau
 perwoluan / persedelapanan  ini artinya penggarap sawah hanya
 modal tenaga doang ( SDM ) segala biaya yg timbul ( pupuk ,
 sewa bajak, menyemprot dan obat obatan hama , dll ) menjadi
 tanggungan Pemilik Sawah dan kalau panen dapat 85 % ( atau 7/8
 bagian ) sedangkan penggrap yg modal tenaga doang dapat 1/8
 nya atau 15 % , jadi ada berbagai kriteria tergantung
 kekonomian suatu Sawah dari sisi yg punya sawah sistem apa yg
 akan diputuskan agar sebanyak banyaknya dapat hasil panen
 besar untuk kesejahteraan semua keluarga besarnya. Ada sedikit
 beda dg Penggarp SDA ,  kalau penggarap sawah tidak bisa
 membukukan Padi yg menguning untuk pencarian pinjaman ke Bank
 ( Penggarap sawah tidak perlu Mengakukan  semua Padi yg
 menguning miliknya )  meskipun dia sebagai Petani Penggarap dg
 sistem Parohan ,  Para Penggarap sawah ini sdh siap dg
 modalnya.rupanya Penggarap sawah pemodal besar tdk perlu
 pinjam uang dg tanggungan padinya nanti kalau menguning dan
 mereka tidak akan menelantarkan sawahnya / tidak akan
 membiarkan sawahnya karena tdk punya modal untuk menggarapnya
 apalagi mengalihkan atau memperjual belikan Hak kelolanya.
 Jadi Para Penggarap sawah ini para pengusaha yg tangguh cukup
 sportif dan siap ambil resiko kalau puso bahkan kebanjiran
 sekalipun.
Kalau kita simak bbearap UU yang menyagkut pengelolaan SDA
nasibnya lain lain , UU Sumberdaya air langsung KO di MK begitu
juga dg UU ketenagalistrikan 2002 , UU Migas 2001 diamputasi
sedikit demi sedikit   dua kali kena kartu merah MK  ( mungkin
dulu kalau langsung KO  malah lbh aman kali ya... ) , yg
aman aman saja UU Geothermal , bahkan Perubahan UU Geothermal
barusan hanya makan waktu  bberapa bulan saja , mungkin orang
nggak gitu konsen dg Geothermal takut mlepuh  kena panasnya
bumi . , lha UU Minerba kayaknya sdh mulai dikutak katik

Pertanyaaanya  yg selalu muncul apakah nanti kalau sdh dibikin
UU baru  dijamin aman tidak kena kartu merah  MK lagi ?
ISM






 Selalu menarik membaca ulasannya Pak Ong.

 Quote : ***Setelah discovery, peran K3S bahkan tambah lebih
 penting. Mereka mengendalikan keekonomian projek. Cadangan
 yang terbukti dijadikan modalnya dan bersama bank menentukan
 cara  pembayarannya dari penjualan migas (escrow account).
 Pemerintah harus nurut.*

 Disitulah problem muncul ketika kesepakatan nasional dalam
 UUD kita berbicara lain bahwa semua SDA dikuasai negara.
 Jadi ketika *pemerintah harus nurut* inilah konflik
 terjadi. Semangat kepemilikan SDA ini menjadikan perebutan
 antara kontraktor/perusahaan/Oil co dengan
 negara/pemerintah yang mendapat mandat rakyat untuk
 mengelola SDA milik negara.

 Perbedaan pandangan dari sisi negara/pemerintah/rakyat
 tentunya
 menginginkan kontraktor-lah yang harus nurut. Rakyat akan
 mengatakan, Ini negara gue. Tetapi
 Kontraktor/penggarap/OilCo akan mengatakan Lah aku kan udah
 bertaruh sewaktu ngebor. Jadi disini ada hak gue untuk
 mengaturnya.


 Quote 2 : 

Re: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total

2015-03-24 Terurut Topik koesoema
Siapa sebetulnya yg membukukan seluruh cadangan sebagai asset contractor? Jelas 
tdk mungkin pada pembukuan yg diaudit pemerintah. Yg saya tahu yg resmi mereka 
membukukan sebahagian cadangan yg sesuai dg split-nya atau yg disebut 
entitlement-nya. Pada zaman Ibu Sutowo contractor sama sekali tdk boleh ada 
entitlement dari cadangan. Makanya kalau Pertamina mengambil alih Mahakam 
block, boleh saja lebih dari 50% menjadi PI dari Total dan Inpex, tetapi 
operatorship harus tetap ditangan Pertamina.
Wassalam
RPK
Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Original Message-
From: lia...@indo.net.id
Sender: iagi-net@iagi.or.id
Date: Tue, 24 Mar 2015 20:14:54 
To: iagi-net@iagi.or.id
Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia
 ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total

menyimak tulisan Pak Ong dan RDP jadi pingin ikutan nebeng urun
rembug,
kata SDA dikuasai oleh negara ( krn dlm UUD masih berklaku )
ini yang banyak didiskusikan diberbagai forum terkait 
bagaimana implementasinya dalam prakteknya ,Kalau kita simak di putusan MK maka 
Dikuasai negara ini
mempunyai arti yang luas  menyangkut berbagai fungsi negara
yaitu Fungsi pengurusan yg dilakukan melalui pemerintah dg
kewenangannya untuk  memberikan  perizinan , lisensi dan
konsesi , Kemudian fungsi Pengaturan oleh negara ini di
jalankan dg pembuatan peraturan perundang undangan ( Parlemen
dg pemerintah maupun penmerintah sendiri dlm menerbitkan aturan
( PP )), Fungsi Negara dlm Pengelolaan melalui mekanisme
kepemilikan saham melalui keterlibatan langsung dalam managemen
melalui kelembagaan/ badan usaha negara , oleh karena itu
bentuk Kelembagaan Negara yg mengelola SDA menjadi sangat
penting agar bisa ikut dalam managemen pengelolaanya ,  serta
Fungsi Pengawasan dan pengendalian  yg dilakukan oleh
pemerintah agar kekuasaan thd SDA tsb benar benar digunakan
untuk sebesar besarnya kemakmuran seluruh rakyat , Nah apakah
fungsi fungsi tsb sdh dijalankan untuk mengelola SDA selama ini
. shg jelas posisi para penggarap itu ada dimana serta hak hak
dan kewajibanya.Rupanya kemarin Pembatalan UU Sumberdaya Air tsb juga karena
fungsi fungsi negara dalam kekuasaan thd SDA ini tdk
dijalankan.
Sering disinggung penggarap SDA ( contoh migas ) dianologikan
spt penggrap sawah kalau di pedesaan , untuk penggarap sawah biasanya ada 
istilah Paroan ( 50 = 50 )
 , Perapatan ( 75 - 25 )  atau Perwoluan/Perdelapanan ( 85 = 15
 ) , untuk kasus Paroan maka si Penggarap akan menyediakan
 semua biaya ( tenaga kerja , rabuk , sewa bajak , tandur , dll
 ) kalau panen hasilnya dibagi 2 dg pemilik sawan , kalau Puso
 ( tdk panen krn berbagai hal ) resiko masing masing tdk ada
 CR. Kalau Perapatan yg punya sawah ikutan sharing biaya 
 misalnya untuk beli pupuk , sewa bajak ( sesuai kespakatan )
 kalau panen yg punya sawah dapat 75 % Penggrap 25 % . Kalau
 perwoluan / persedelapanan  ini artinya penggarap sawah hanya
 modal tenaga doang ( SDM ) segala biaya yg timbul ( pupuk ,
 sewa bajak, menyemprot dan obat obatan hama , dll ) menjadi
 tanggungan Pemilik Sawah dan kalau panen dapat 85 % ( atau 7/8
 bagian ) sedangkan penggrap yg modal tenaga doang dapat 1/8
 nya atau 15 % , jadi ada berbagai kriteria tergantung
 kekonomian suatu Sawah dari sisi yg punya sawah sistem apa yg
 akan diputuskan agar sebanyak banyaknya dapat hasil panen
 besar untuk kesejahteraan semua keluarga besarnya. Ada sedikit
 beda dg Penggarp SDA ,  kalau penggarap sawah tidak bisa
 membukukan Padi yg menguning untuk pencarian pinjaman ke Bank
 ( Penggarap sawah tidak perlu Mengakukan  semua Padi yg
 menguning miliknya )  meskipun dia sebagai Petani Penggarap dg
 sistem Parohan ,  Para Penggarap sawah ini sdh siap dg
 modalnya.rupanya Penggarap sawah pemodal besar tdk perlu
 pinjam uang dg tanggungan padinya nanti kalau menguning dan
 mereka tidak akan menelantarkan sawahnya / tidak akan
 membiarkan sawahnya karena tdk punya modal untuk menggarapnya
 apalagi mengalihkan atau memperjual belikan Hak kelolanya.
 Jadi Para Penggarap sawah ini para pengusaha yg tangguh cukup
 sportif dan siap ambil resiko kalau puso bahkan kebanjiran
 sekalipun.
Kalau kita simak bbearap UU yang menyagkut pengelolaan SDA
nasibnya lain lain , UU Sumberdaya air langsung KO di MK begitu
juga dg UU ketenagalistrikan 2002 , UU Migas 2001 diamputasi
sedikit demi sedikit   dua kali kena kartu merah MK  ( mungkin
dulu kalau langsung KO  malah lbh aman kali ya... ) , yg
aman aman saja UU Geothermal , bahkan Perubahan UU Geothermal
barusan hanya makan waktu  bberapa bulan saja , mungkin orang
nggak gitu konsen dg Geothermal takut mlepuh  kena panasnya
bumi . , lha UU Minerba kayaknya sdh mulai dikutak katik

Pertanyaaanya  yg selalu muncul apakah nanti kalau sdh dibikin
UU baru  dijamin aman tidak kena kartu merah  MK lagi ?
ISM






 Selalu menarik membaca ulasannya Pak Ong.

 Quote : ***Setelah discovery, peran K3S bahkan tambah lebih
 penting

RE: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total

2015-03-24 Terurut Topik Ong Han Ling
Selamat pagi Pak Rovicky, 

 

Saya ingin mengulas sedikit dan jawaban saya berikan dengan tulisan warna biru 
dan miring.

 

HL Ong

 

 

From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of Rovicky Dwi 
Putrohari
Sent: Tuesday, March 24, 2015 7:25 AM
To: IAGI
Subject: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends 
uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total

 

Selalu menarik membaca ulasannya Pak Ong. 

Quote : Setelah discovery, peran K3S bahkan tambah lebih penting. Mereka 
mengendalikan keekonomian projek. Cadangan yang terbukti dijadikan modalnya dan 
bersama bank menentukan cara  pembayarannya dari penjualan migas (escrow 
account). Pemerintah harus nurut.

Disitulah problem muncul ketika kesepakatan nasional dalam UUD kita berbicara 
lain bahwa semua SDA dikuasai negara. Jadi ketika pemerintah harus nurut 
inilah konflik terjadi. Semangat kepemilikan SDA ini menjadikan perebutan 
antara kontraktor/perusahaan/Oil co dengan negara/pemerintah yang mendapat 
mandat rakyat untuk mengelola SDA milik negara. 

Begitu kita tandatangani PSC kita terikat dan tidak bisa dirubah dan harus 
nurut. Apalagi PSC kita sudah berjalan 50 tahun.  

Perbedaan pandangan dari sisi negara/pemerintah/rakyat tentunya menginginkan 
kontraktor-lah yang harus nurut. Rakyat akan mengatakan, Ini negara gue. 
Tetapi Kontraktor/penggarap/OilCo akan mengatakan Lah aku kan udah bertaruh 
sewaktu ngebor. Jadi disini ada hak gue untuk mengaturnya. 

 

Rakyat kalau tidak setuju,  seharusnya menyalahkan Pemerintah dan DPR  yang 
telah membuat, menyetujui dan menadatangani PSC. Namun kalau sudah 
ditandatgangani, semua pihak harus nurut.   

 

Quote 2 : Keekonomian suatu lapangan migas ditentukan oleh besarnya cadangan. 
Begitu discovery, cadangan tsb. langsung dibukukan di buku K3S, bukan di buku 
Pertamina ataupun di ESDM. Jadi dapat dikatakan bahwa cadangan ini secara 
prakstis adalah milik K3S.  Kasarnya, K3S disebut sebagai kontraktor atau 
pesuruh pun tidak jadi soal, asal cadangan atas namanya.  

Ketika pembicraan sudah mulai kepada keekonomian maka Bank-lah yang 
menentukan. Atau pemilik modal lah yang menentukan. Karena kalau biayanya besar 
tentunya modal diambil dari bank (investor) dengan perhitungan minimum 
keekonomian yang sudah dimilikinya. 

 

Semua pembayaran untuk pembelian LNG umpamanya masuk ke bank yang telah 
disetujui bersama antara IOC dan Pertamina. Bank berdasarkan kontrak  akan 
membagi,  bagian Pertamina dan bagian IOC.

Yang sering terlewat dalam dalam menilai keeknonomian sebuah sumberdaya yang 
masih dibawah tanah adalah biaya karena teknologi. Hampir tidak ada yang 
bertanya mengapa logging mengambil data sumur itu biayanya 1 $/feet (misalnya). 
Yang menentukan harga ini seringkali kemauan pemilik teknologi (SLB,HAL,BA 
dll). KIta hapir tak pernah bertanya mengapa logging itu biayanya mahal. Para 
service co ini mengatakan karena biaya riset dsb. Tetapi kalau kita tengok 
biaya atau ongkos logging dan services yang lain di Indonesia ini jauuuh lebih 
mahal ketimbang service yang sama di negara lain.  Disadarai ada faktor 
percaloan didalam negeri. Tetapi mungkin ada faktor lain mengapa charge di 
Indonesia menjadi mahal. 


Banyak yang menduga (suudzon) karena nantinya biaya mahal akan di cost 
recovery-kan maka harga mahalpun tidak apa-apa ?

Dugaan yang mungkin kurang berdasar diatas itu menjadikan istilah cost 
recovery menjadi sangat sensitip. Karena negara sebagai pemilik awal SDA hanya 
mendapatkan untung sedikit karena biayanya mahal.

Hal ini bukan khusus berlaku untuk PSC. Semua kerja sama atau joint venture  
akan timbul prasangka, takut kalau dikibuli. Maka itu pembuatan kontrak sangat 
penting dan dibuat se detail mungkin. 

Selain itu, sudut pandang Pemerintah dan IOC bertolak belakang: (1) Pemerintah 
anggap IOC cheating. IOC anggap Pemerintah greedy/rakus, (2) IOC anggap overun 
of budget adalah umum di industry perminyakan. Pemerintah anggap biaya harus 
fix dan di cap/limit supaya jelas penerimaan APBN, (3) Pemerintah menghitung 
profit berdasarkan NPV dan IRR sedangkan IOC menghitung profit dengan 
memasukkan kegagalan2 sebelumnya atau faktor risiko dan menghitung profit 
dengan memakai EV (Expected Value) atau EVA, dan (4) Pemerintah anggap proyek 
migas jangka panjang dan memikirkan setelah migas habis hingga CSR termasuk 
pendidikan kejuruan sangat penting, IOC mengangap proyek sekali saja dan CSR 
sampai proyek selesai demi kelancaran proyek saja.  

just my 2c

RDP




--
Kebanggaan sejati muncul dari kontribusi anda yang positip.

 

2015-03-24 6:38 GMT+07:00 Ong Han Ling wim...@singnet.com.sg:

Selamat pagi Pak Yudie,   

 

Tulisan Anda: Dalam PSC, posisi  K3S hanyalah kontraktor alias Penggarap, itu 
tertulis jelas dalam kontrak perlu saya beri sedikit tanggapan.  

 

Pendapat Anda tsb. adalah pendapat banyak orang, tapi ini bisa misleading. 
Orang membayangkan peggarap sebagai petani yang miskin dan bisa

Re: RE: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total

2015-03-24 Terurut Topik Yanto R. Sumantri
Saya , .kira pandangan pak Ong benar.

Vicky , desertasi pak.Mahmud mengenai presepsi pscs ylthd kontrak psc 
dlm.desertasi beliau  sangat bagus untuk melihat presepsi.mereka.


si Abah

,

Sent from Yahoo Mail on Android

From:Ong Han Ling hl...@geoservices.co.id
Date:Wed, 25 Mar, 2015 at 8:33
Subject:RE: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends 
uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total

Selamat pagi Pak Rovicky, 

 

Saya ingin mengulas sedikit dan jawaban saya berikan dengan tulisan warna biru 
dan miring.

 

HL Ong

 

 

From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of Rovicky Dwi 
Putrohari
Sent: Tuesday, March 24, 2015 7:25 AM
To: IAGI
Subject: [iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends 
uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total

 

Selalu menarik membaca ulasannya Pak Ong. 

Quote : Setelah discovery, peran K3S bahkan tambah lebih penting. Mereka 
mengendalikan keekonomian projek. Cadangan yang terbukti dijadikan modalnya dan 
bersama bank menentukan cara  pembayarannya dari penjualan migas (escrow 
account). Pemerintah harus nurut.

Disitulah problem muncul ketika kesepakatan nasional dalam UUD kita berbicara 
lain bahwa semua SDA dikuasai negara. Jadi ketika pemerintah harus nurut 
inilah konflik terjadi. Semangat kepemilikan SDA ini menjadikan perebutan 
antara kontraktor/perusahaan/Oil co dengan negara/pemerintah yang mendapat 
mandat rakyat untuk mengelola SDA milik negara. 

Begitu kita tandatangani PSC kita terikat dan tidak bisa dirubah dan harus 
nurut. Apalagi PSC kita sudah berjalan 50 tahun.  

Perbedaan pandangan dari sisi negara/pemerintah/rakyat tentunya menginginkan 
kontraktor-lah yang harus nurut. Rakyat akan mengatakan, Ini negara gue. 
Tetapi Kontraktor/penggarap/OilCo akan mengatakan Lah aku kan udah bertaruh 
sewaktu ngebor. Jadi disini ada hak gue untuk mengaturnya. 

 

Rakyat kalau tidak setuju,  seharusnya menyalahkan Pemerintah dan DPR  yang 
telah membuat, menyetujui dan menadatangani PSC. Namun kalau sudah 
ditandatgangani, semua pihak harus nurut.   

 

Quote 2 : Keekonomian suatu lapangan migas ditentukan oleh besarnya cadangan. 
Begitu discovery, cadangan tsb. langsung dibukukan di buku K3S, bukan di buku 
Pertamina ataupun di ESDM. Jadi dapat dikatakan bahwa cadangan ini secara 
prakstis adalah milik K3S.  Kasarnya, K3S disebut sebagai kontraktor atau 
pesuruh pun tidak jadi soal, asal cadangan atas namanya.  

Ketika pembicraan sudah mulai kepada keekonomian maka Bank-lah yang 
menentukan. Atau pemilik modal lah yang menentukan. Karena kalau biayanya besar 
tentunya modal diambil dari bank (investor) dengan perhitungan minimum 
keekonomian yang sudah dimilikinya. 

 

Semua pembayaran untuk pembelian LNG umpamanya masuk ke bank yang telah 
disetujui bersama antara IOC dan Pertamina. Bank berdasarkan kontrak  akan 
membagi,  bagian Pertamina dan bagian IOC.    

Yang sering terlewat dalam dalam menilai keeknonomian sebuah sumberdaya yang 
masih dibawah tanah adalah biaya karena teknologi. Hampir tidak ada yang 
bertanya mengapa logging mengambil data sumur itu biayanya 1 $/feet (misalnya). 
Yang menentukan harga ini seringkali kemauan pemilik teknologi (SLB,HAL,BA 
dll). KIta hapir tak pernah bertanya mengapa logging itu biayanya mahal. Para 
service co ini mengatakan karena biaya riset dsb. Tetapi kalau kita tengok 
biaya atau ongkos logging dan services yang lain di Indonesia ini jauuuh lebih 
mahal ketimbang service yang sama di negara lain.  Disadarai ada faktor 
percaloan didalam negeri. Tetapi mungkin ada faktor lain mengapa charge di 
Indonesia menjadi mahal. 


Banyak yang menduga (suudzon) karena nantinya biaya mahal akan di cost 
recovery-kan maka harga mahalpun tidak apa-apa ?

Dugaan yang mungkin kurang berdasar diatas itu menjadikan istilah cost 
recovery menjadi sangat sensitip. Karena negara sebagai pemilik awal SDA hanya 
mendapatkan untung sedikit karena biayanya mahal.

Hal ini bukan khusus berlaku untuk PSC. Semua kerja sama atau joint venture  
akan timbul prasangka, takut kalau dikibuli. Maka itu pembuatan kontrak sangat 
penting dan dibuat se detail mungkin. 

Selain itu, sudut pandang Pemerintah dan IOC bertolak belakang: (1) Pemerintah 
anggap IOC cheating. IOC anggap Pemerintah greedy/rakus, (2) IOC anggap overun 
of budget adalah umum di industry perminyakan. Pemerintah anggap biaya harus 
fix dan di cap/limit supaya jelas penerimaan APBN, (3) Pemerintah menghitung 
profit berdasarkan NPV dan IRR sedangkan IOC menghitung profit dengan 
memasukkan kegagalan2 sebelumnya atau faktor risiko dan menghitung profit 
dengan memakai EV (Expected Value) atau EVA, dan (4) Pemerintah anggap proyek 
migas jangka panjang dan memikirkan setelah migas habis hingga CSR termasuk 
pendidikan kejuruan sangat penting, IOC mengangap proyek sekali saja dan CSR 
sampai proyek selesai demi kelancaran proyek saja.  

just my 2c

RDP


--
Kebanggaan sejati

[iagi-net] Mengapa cost recovery ? - Re: [iagi-net] Indonesia ends uncertainty over Mahakam; Pertamina to take over from Total

2015-03-23 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari
Selalu menarik membaca ulasannya Pak Ong.

Quote : ***Setelah discovery, peran K3S bahkan tambah lebih penting.
Mereka mengendalikan keekonomian projek. Cadangan yang terbukti dijadikan
modalnya dan bersama bank menentukan cara  pembayarannya dari penjualan
migas (escrow account). Pemerintah harus nurut.*

Disitulah problem muncul ketika kesepakatan nasional dalam UUD kita
berbicara lain bahwa semua SDA dikuasai negara. Jadi ketika *pemerintah
harus nurut* inilah konflik terjadi. Semangat kepemilikan SDA ini
menjadikan perebutan antara kontraktor/perusahaan/Oil co dengan
negara/pemerintah yang mendapat mandat rakyat untuk mengelola SDA milik
negara.

Perbedaan pandangan dari sisi negara/pemerintah/rakyat tentunya
menginginkan kontraktor-lah yang harus nurut. Rakyat akan mengatakan, Ini
negara gue. Tetapi Kontraktor/penggarap/OilCo akan mengatakan Lah aku kan
udah bertaruh sewaktu ngebor. Jadi disini ada hak gue untuk mengaturnya.


Quote 2 : *Keekonomian suatu lapangan migas ditentukan oleh besarnya
cadangan. Begitu discovery, cadangan tsb. langsung dibukukan di buku K3S,
bukan di buku Pertamina ataupun di ESDM. Jadi dapat dikatakan bahwa
cadangan ini secara prakstis adalah milik K3S.  Kasarnya, K3S disebut
sebagai kontraktor atau pesuruh pun tidak jadi soal, asal cadangan atas
namanya.  *

Ketika pembicraan sudah mulai kepada keekonomian maka Bank-lah yang
menentukan. Atau pemilik modal lah yang menentukan. Karena kalau biayanya
besar tentunya modal diambil dari bank (investor) dengan perhitungan
minimum keekonomian yang sudah dimilikinya.

Yang sering terlewat dalam dalam menilai keeknonomian sebuah sumberdaya
yang masih dibawah tanah adalah biaya karena teknologi. Hampir tidak ada
yang bertanya mengapa logging mengambil data sumur itu biayanya 1 $/feet
(misalnya). Yang menentukan harga ini seringkali kemauan pemilik teknologi
(SLB,HAL,BA dll). KIta hapir tak pernah bertanya mengapa logging itu
biayanya mahal. Para service co ini mengatakan karena biaya riset dsb.
Tetapi kalau kita tengok biaya atau ongkos logging dan services yang lain
di Indonesia ini jauuuh lebih mahal ketimbang service yang sama di negara
lain.  Disadarai ada faktor percaloan didalam negeri. Tetapi mungkin ada
faktor lain mengapa charge di Indonesia menjadi mahal.

Banyak yang menduga (suudzon) karena nantinya biaya mahal akan di cost
recovery-kan maka harga mahalpun tidak apa-apa ?
Dugaan yang mungkin kurang berdasar diatas itu menjadikan istilah cost
recovery menjadi sangat sensitip. Karena negara sebagai pemilik awal SDA
hanya mendapatkan untung sedikit karena biayanya mahal.

just my 2c

RDP



--
Kebanggaan sejati muncul dari kontribusi anda yang positip.

2015-03-24 6:38 GMT+07:00 Ong Han Ling wim...@singnet.com.sg:

  Selamat pagi Pak Yudie,



 Tulisan Anda: Dalam PSC, posisi  K3S hanyalah kontraktor alias Penggarap,
 itu tertulis jelas dalam kontrak perlu saya beri sedikit tanggapan.



 Pendapat Anda tsb. adalah pendapat banyak orang, tapi ini bisa
 misleading. Orang membayangkan peggarap sebagai petani yang miskin dan
 bisa diperlakukan sewenang-wenang oleh landlord. Di Jawa umpama, hasil
 panen dibagi menurut perjanjian: perapat, pertelu atau paroh. Meskipun
 musim paceklik dan harga pupuk naik, penbagian tetap berdasarkan panen yang
 diperoleh. Ceritera ini  sering dijadikan contoh untuk menerangkan PSC.



 Daniel Johnston (2002) dalam bukunya menyebutnya sebagai the jargon of
 the industry. Oil company adalah oil company, di PSC dia disebut
 kontraktor. Di sistim R/T disebut sebagai Oil Co. Padahal perusahaan sama
 dan namanya Shell. Demikian juga yang sering disalah artikan adalah
 istilah cost recovery yang tidal lain adalah cost atau reimbursement
 atau deduction. Tidak ada special dalam cost recovery. Semua cost memang
 harus di-recover dari pendapatan/revenue. Tidak ada jalan lain. Di
 Indonesia ini menjadi perdebatan yang luar biasa. Kalau ada sesuatu yang
 tidak klop, yang disalahkan adalah karena sistim cost recovery.



 IOC lebih dari penggarap. Mereka yang punya venture capital yang tidak ada
 di Indonesia. Mereka diundang untuk ikut tender. Didunia yang memiliki
 potensi migas lebih dari 120 Negara tetapi yang memiliki venture capital
 terbatas pada 20 Negara terkaya tergabung dalam OECD. Beberapa perusahaan
 IOC yang beroperasi di Indonesia bahkan mempunyai anggaran belanja melebihl
 APBN Indonesia. Mereka bukan seperti petani yang tidak ada pilihan dan
 hanya bisa mengarap tanah yang dimilki landlord.



 Setelah discovery, peran K3S bahkan tambah lebih penting. Mereka
 mengendalikan keekonomian projek. Cadangan yang terbukti dijadikan modalnya
 dan bersama bank menentukan cara  pembayarannya dari penjualan migas
 (escrow account). Pemerintah harus nurut.



 Keekonomian suatu lapangan migas ditentukan oleh besarnya cadangan. Begitu
 discovery, cadangan tsb. langsung dibukukan di buku K3S, bukan di buku
 Pertamina ataupun di ESDM. Jadi dapat dikatakan bahwa cadangan ini secara
 prakstis adalah milik K3S.