Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?

2007-09-27 Terurut Topik Ismail Zaini
Kebutuhan listrik di Jawa ini kira kira 18 rb MW atau 60 % lebih kebutuhan 
nasional , dengan cadangan hanya kira kira 15 % ( normalnya 30 % ) jadi 
kalau ada yang matek atau gangguna dikit biasanya Kacau , disisi lain 
pertumbuhan permintaan kira kira 9 % /thn.
Untuk memasok kebutuhan listrik yang yang sudah beribu ribu MW ini hanya 
dapat dipenuhi dg Cepat dan Murah oleh / dari sumber energi : 
Batubara,Gas,Panasbumi,Air,BBM atau Nuklir  dimana masing masing sumber 
energi tsb punya kelebihan dan kekurangnnya , untuk saat ini pertimbangnnya 
terutama pada masalah harga , kemudian lingkungan, kontinuitas suplaynya. 
Jadi pilihan tinggal 6 komoditi itu, karena di Jawa ini sudah kesulitan 
masalah air ( sungai 2 podo kering dan lahan terbatas ) maka pilihan tinggal 
5 , karena harga BBM ( Minyak ) sudah melambung tinggi ( 1 ltr BBM/solar 
6000 RP maka biaya untuk bahan bakar saja sudah 2000 Rp/Kwh atau 20 c$/Kwh ) 
maka pembangunan pembangkit ini (BBM) sudah dihentikan , jadi pilihan 
tinggal 4.karena perseturaannya tidak kunjung akhir maka rasanya PLTN 
masih sulit untuk dilaksanakan , jadi tinggal 3 pilihan. Karena sering 
terjadi keterbatasan pasokan gas ( masalah kontinuitas suplai gas  serta 
harga international juga naik ) maka pilihan tinggal 2 , Bukan tidak mungkin 
harga batubara international akan merangkak naik diwaktu waktu mendatang , 
disisi lain Harga Jual Listriknya Tidak boleh dinaikan jadi ya mendingan 
batubaranya dijual di luar sono apalagi tidak ada DMO nya. Jadi mau tidak 
mau pilihan akhirnya tinggal ke Geothermal ( harga tidak dikontrol oleh 
pasar internatsional , bersih lingkungan, potensi ada ) Cuma rupanya untuk 
menentukan pilihan ini Masih Sangat Sulit... yo embuh sampai kapan 



ISM
- Original Message - 
From: Minarwan (Min) [EMAIL PROTECTED]

To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Wednesday, September 26, 2007 9:30 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?



On 9/27/07, budi santoso [EMAIL PROTECTED] wrote:

Alasan ketidak siapan sumber daya manusia kita, wah
sekarang mestinya kita sudah mulai sedikit
berprasangka baik pada diri sendiri bahwa: tidak
sedikit orang kita yang sudah sangat kompeten mengurus
hal-hal seperti ini yang sebelumnya mungkin perlu
dipertanyakan. Bukannya mengesampingkan kenyataan
bahwa secara umum 'bangsa kita' masih belum beranjak
dari keterpurukan multi dimensi namun demikian saya
yakin sudah ada, bahkan lebih dari cukup diantara anak
bangsa ini yang mampu!!



Saya setuju dengan pendapat seperti ini, tanpa keberanian mencoba kita
tidak akan maju.



Ide bahwa pihak yang akan menggunakannya-lah yang
harus menanggung 'resiko' lebih . .  sangat fair . .
bisa resiko ditempatkannya reaktor di sekitar mereka
atau ada kompensasi lain yang harus 'dibayarkan'
kepada pihak 'yang terpaksa' menanggung resiko lebih
atas keberadaan reaktor tersebut dari pihak yang akan
lebih mengambil manfaatnya . . . .



Hmm...memuaskan rasa adil itu sulit karena adil itu subyektif. Saya
gunakan analogi pengambilan SDA. Seberapa banyak manfaat SDA yang
digali dari wilayah tertentu untuk orang lokal? Mana yang bisa
menikmati lebih banyak? Yang punya modal dan orang luar yang kebagian
rejeki atau orang lokal? Apa lantas SDA tidak boleh diambil karena
manfaatnya untuk orang lokal cuma secuil persen? Maksud saya adalah
untuk kepentingan orang banyak, mau tak mau ada yang akan menjadi
korban. Tapi tentu saja korban ini sedemikian rupa harus
dihilangkan atau diminimalkan. Masak sih kita tega mendirikan sesuatu
yang nanti kita tahu punya potensi membunuh manusia tanpa ada usaha
untuk mencegahnya.



Intinya saya setuju, jika masih ada sumber energi
alternatif lain yang lebih 'hijau' (bersih lingkungan)
kenapa tidak yang 'hijau' ini dulu yang kita
kembangkan??



Kalau ekonomis saya pikir ide-ide seperti itu akan dilaksanakan.
Sekarang semuanya dihitung dengan untung rugi, wajar saja karena butuh
modal untuk membuatnya.

--
Minarwan
GeoTUTOR: http://www.geotutor.tk
Blog: http://desaguadero.blogspot.com


JOINT CONVENTION BALI 2007
The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and 
Exhibition,

Bali Convention Center, 13-16 November 2007

To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information 
posted

Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?

2007-09-27 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari
Menurut pemikiranku alasan memanfaatkan PLTN hanyalah untuk menambah
pemanfaatan jenis energi atau diversifikasi. Diversifikasi ini sebuah
langkah untuk mengatasi ketergantungan terhadap satu atau dua jenis sumber
energi pembangkit listrik.Sebenernya semua jenis sumber energi sangat
diperlukan, Jadi pertanyaannya bukan mana yang diperlukan, karena semua
jenis sumber diperlukan.
Ketergantungan pembangkit listrik di Indonesia saat ini terlalu didominasi
oleh Migas (+batubara), air sudah mulai merosot. Kalau dilihat kemampuan
daya terpoasang dengan yang dibangkitkan, maka PLTA menduduki tingkat
terbawah.

Kalau toh PLTN diperlukan saat ini, alasan yang paling tepat hanyalah karena
kesiapan dibanding sumber energi lainnya. Geothermal Bedugul juga mestinya
siap tetapi juga mengundang badai protes sosial.

salam
rdp

On 9/28/07, Ismail Zaini [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Kebutuhan listrik di Jawa ini kira kira 18 rb MW atau 60 % lebih kebutuhan
 nasional , dengan cadangan hanya kira kira 15 % ( normalnya 30 % ) jadi
 kalau ada yang matek atau gangguna dikit biasanya Kacau , disisi lain
 pertumbuhan permintaan kira kira 9 % /thn.
 Untuk memasok kebutuhan listrik yang yang sudah beribu ribu MW ini hanya
 dapat dipenuhi dg Cepat dan Murah oleh / dari sumber energi :
 Batubara,Gas,Panasbumi,Air,BBM atau Nuklir  dimana masing masing sumber
 energi tsb punya kelebihan dan kekurangnnya , untuk saat ini
 pertimbangnnya
 terutama pada masalah harga , kemudian lingkungan, kontinuitas suplaynya.
 Jadi pilihan tinggal 6 komoditi itu, karena di Jawa ini sudah kesulitan
 masalah air ( sungai 2 podo kering dan lahan terbatas ) maka pilihan
 tinggal
 5 , karena harga BBM ( Minyak ) sudah melambung tinggi ( 1 ltr BBM/solar
 6000 RP maka biaya untuk bahan bakar saja sudah 2000 Rp/Kwh atau 20 c$/Kwh
 )
 maka pembangunan pembangkit ini (BBM) sudah dihentikan , jadi pilihan
 tinggal 4.karena perseturaannya tidak kunjung akhir maka rasanya PLTN
 masih sulit untuk dilaksanakan , jadi tinggal 3 pilihan. Karena sering
 terjadi keterbatasan pasokan gas ( masalah kontinuitas suplai gas  serta
 harga international juga naik ) maka pilihan tinggal 2 , Bukan tidak
 mungkin
 harga batubara international akan merangkak naik diwaktu waktu mendatang ,
 disisi lain Harga Jual Listriknya Tidak boleh dinaikan jadi ya mendingan
 batubaranya dijual di luar sono apalagi tidak ada DMO nya. Jadi mau tidak
 mau pilihan akhirnya tinggal ke Geothermal ( harga tidak dikontrol oleh
 pasar internatsional , bersih lingkungan, potensi ada ) Cuma rupanya untuk
 menentukan pilihan ini Masih Sangat Sulit... yo embuh sampai kapan
 


 ISM
 - Original Message -
 From: Minarwan (Min) [EMAIL PROTECTED]
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Wednesday, September 26, 2007 9:30 PM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?


  On 9/27/07, budi santoso [EMAIL PROTECTED] wrote:
  Alasan ketidak siapan sumber daya manusia kita, wah
  sekarang mestinya kita sudah mulai sedikit
  berprasangka baik pada diri sendiri bahwa: tidak
  sedikit orang kita yang sudah sangat kompeten mengurus
  hal-hal seperti ini yang sebelumnya mungkin perlu
  dipertanyakan. Bukannya mengesampingkan kenyataan
  bahwa secara umum 'bangsa kita' masih belum beranjak
  dari keterpurukan multi dimensi namun demikian saya
  yakin sudah ada, bahkan lebih dari cukup diantara anak
  bangsa ini yang mampu!!
 
 
  Saya setuju dengan pendapat seperti ini, tanpa keberanian mencoba kita
  tidak akan maju.
 
 
  Ide bahwa pihak yang akan menggunakannya-lah yang
  harus menanggung 'resiko' lebih . .  sangat fair . .
  bisa resiko ditempatkannya reaktor di sekitar mereka
  atau ada kompensasi lain yang harus 'dibayarkan'
  kepada pihak 'yang terpaksa' menanggung resiko lebih
  atas keberadaan reaktor tersebut dari pihak yang akan
  lebih mengambil manfaatnya . . . .
 
 
  Hmm...memuaskan rasa adil itu sulit karena adil itu subyektif. Saya
  gunakan analogi pengambilan SDA. Seberapa banyak manfaat SDA yang
  digali dari wilayah tertentu untuk orang lokal? Mana yang bisa
  menikmati lebih banyak? Yang punya modal dan orang luar yang kebagian
  rejeki atau orang lokal? Apa lantas SDA tidak boleh diambil karena
  manfaatnya untuk orang lokal cuma secuil persen? Maksud saya adalah
  untuk kepentingan orang banyak, mau tak mau ada yang akan menjadi
  korban. Tapi tentu saja korban ini sedemikian rupa harus
  dihilangkan atau diminimalkan. Masak sih kita tega mendirikan sesuatu
  yang nanti kita tahu punya potensi membunuh manusia tanpa ada usaha
  untuk mencegahnya.
 
 
  Intinya saya setuju, jika masih ada sumber energi
  alternatif lain yang lebih 'hijau' (bersih lingkungan)
  kenapa tidak yang 'hijau' ini dulu yang kita
  kembangkan??
 
 
  Kalau ekonomis saya pikir ide-ide seperti itu akan dilaksanakan.
  Sekarang semuanya dihitung dengan untung rugi, wajar saja karena butuh
  modal untuk membuatnya.
 
  --
  Minarwan
  GeoTUTOR: http://www.geotutor.tk
  Blog: http://desaguadero.blogspot.com

Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?

2007-09-27 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari
Kalau tertarik bagaimana pola konsumsi listrik di jawa ini silahkan baca
tulisan dulu :
http://rovicky.wordpress.com/2006/12/17/pola-konsumsi-listrik-di-jawa/
http://rovicky.wordpress.com/2005/07/20/hemat-listrik-siapa-targetnya/

rdp

On 9/28/07, noor syarifuddin [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Kebutuhan listrik di Jawa ini kira kira 18 rb MW atau 60 % lebih
 kebutuhan
 nasional .

 Setelah merasakan hidup menjadi orang Balikpapan yang terkenal dengan
 problem listriknya yang byar pet terus sementara Kaltim adalah salah satu
 penghasil migas terbesar di Indonesia, maka saya mulai bisa mengerti apa
 yang disebut dengan kecemburuan orang daerah dengan orang kota (pusat)...

 Di Jakarta listrik dipakai jor-joran di mall, mall, di jalan untuk lampu
 hias dll, sementara di daerah listrik musti digilir karena tidak pernah
 cukup kalau harus nyala semua:-(

 Jadi wajar saja kalau ada penolakan dari orang sekitar lokasi PLTN karena
 mereka selama ini toh mungkin tidak menikmati hal tsb. Egois...? ya
 tergantung dari mana kita melihat sisi pandangnya

 salam,


 - Original Message 
 From: Ismail Zaini [EMAIL PROTECTED]
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Friday, September 28, 2007 9:01:16 AM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?


 Kebutuhan listrik di Jawa ini kira kira 18 rb MW atau 60 % lebih kebutuhan
 nasional , dengan cadangan hanya kira kira 15 % ( normalnya 30 % ) jadi
 kalau ada yang matek atau gangguna dikit biasanya Kacau , disisi lain
 pertumbuhan permintaan kira kira 9 % /thn.
 Untuk memasok kebutuhan listrik yang yang sudah beribu ribu MW ini hanya
 dapat dipenuhi dg Cepat dan Murah oleh / dari sumber energi :
 Batubara,Gas,Panasbumi,Air,BBM atau Nuklir  dimana masing masing sumber
 energi tsb punya kelebihan dan kekurangnnya , untuk saat ini
 pertimbangnnya
 terutama pada masalah harga , kemudian lingkungan, kontinuitas suplaynya.
 Jadi pilihan tinggal 6 komoditi itu, karena di Jawa ini sudah kesulitan
 masalah air ( sungai 2 podo kering dan lahan terbatas ) maka pilihan
 tinggal
 5 , karena harga BBM ( Minyak ) sudah melambung tinggi ( 1 ltr BBM/solar
 6000 RP maka biaya untuk bahan bakar saja sudah 2000 Rp/Kwh atau 20 c$/Kwh
 )
 maka pembangunan pembangkit ini (BBM) sudah dihentikan , jadi pilihan
 tinggal 4.karena perseturaannya tidak kunjung akhir maka rasanya PLTN
 masih sulit untuk dilaksanakan , jadi tinggal 3 pilihan. Karena sering
 terjadi keterbatasan pasokan gas ( masalah kontinuitas suplai gas  serta
 harga international juga naik ) maka pilihan tinggal 2 , Bukan tidak
 mungkin
 harga batubara international akan merangkak naik diwaktu waktu mendatang ,
 disisi lain Harga Jual Listriknya Tidak boleh dinaikan jadi ya mendingan
 batubaranya dijual di luar sono apalagi tidak ada DMO nya. Jadi mau tidak
 mau pilihan akhirnya tinggal ke Geothermal ( harga tidak dikontrol oleh
 pasar internatsional , bersih lingkungan, potensi ada ) Cuma rupanya untuk
 menentukan pilihan ini Masih Sangat Sulit... yo embuh sampai kapan
 


 ISM
 - Original Message -
 From: Minarwan (Min) [EMAIL PROTECTED]
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Wednesday, September 26, 2007 9:30 PM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?


  On 9/27/07, budi santoso [EMAIL PROTECTED] wrote:
  Alasan ketidak siapan sumber daya manusia kita, wah
  sekarang mestinya kita sudah mulai sedikit
  berprasangka baik pada diri sendiri bahwa: tidak
  sedikit orang kita yang sudah sangat kompeten mengurus
  hal-hal seperti ini yang sebelumnya mungkin perlu
  dipertanyakan. Bukannya mengesampingkan kenyataan
  bahwa secara umum 'bangsa kita' masih belum beranjak
  dari keterpurukan multi dimensi namun demikian saya
  yakin sudah ada, bahkan lebih dari cukup diantara anak
  bangsa ini yang mampu!!
 
 
  Saya setuju dengan pendapat seperti ini, tanpa keberanian mencoba kita
  tidak akan maju.
 
 
  Ide bahwa pihak yang akan menggunakannya-lah yang
  harus menanggung 'resiko' lebih . .  sangat fair . .
  bisa resiko ditempatkannya reaktor di sekitar mereka
  atau ada kompensasi lain yang harus 'dibayarkan'
  kepada pihak 'yang terpaksa' menanggung resiko lebih
  atas keberadaan reaktor tersebut dari pihak yang akan
  lebih mengambil manfaatnya . . . .
 
 
  Hmm...memuaskan rasa adil itu sulit karena adil itu subyektif. Saya
  gunakan analogi pengambilan SDA. Seberapa banyak manfaat SDA yang
  digali dari wilayah tertentu untuk orang lokal? Mana yang bisa
  menikmati lebih banyak? Yang punya modal dan orang luar yang kebagian
  rejeki atau orang lokal? Apa lantas SDA tidak boleh diambil karena
  manfaatnya untuk orang lokal cuma secuil persen? Maksud saya adalah
  untuk kepentingan orang banyak, mau tak mau ada yang akan menjadi
  korban. Tapi tentu saja korban ini sedemikian rupa harus
  dihilangkan atau diminimalkan. Masak sih kita tega mendirikan sesuatu
  yang nanti kita tahu punya potensi membunuh manusia tanpa ada usaha
  untuk mencegahnya.
 
 
  Intinya saya setuju, jika masih

Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?

2007-09-27 Terurut Topik noor syarifuddin
Kebutuhan listrik di Jawa ini kira kira 18 rb MW atau 60 % lebih kebutuhan 
nasional .

Setelah merasakan hidup menjadi orang Balikpapan yang terkenal dengan problem 
listriknya yang byar pet terus sementara Kaltim adalah salah satu penghasil 
migas terbesar di Indonesia, maka saya mulai bisa mengerti apa yang disebut 
dengan kecemburuan orang daerah dengan orang kota (pusat)...

Di Jakarta listrik dipakai jor-joran di mall, mall, di jalan untuk lampu hias 
dll, sementara di daerah listrik musti digilir karena tidak pernah cukup kalau 
harus nyala semua:-(

Jadi wajar saja kalau ada penolakan dari orang sekitar lokasi PLTN karena 
mereka selama ini toh mungkin tidak menikmati hal tsb. Egois...? ya tergantung 
dari mana kita melihat sisi pandangnya

salam,


- Original Message 
From: Ismail Zaini [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Friday, September 28, 2007 9:01:16 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?


Kebutuhan listrik di Jawa ini kira kira 18 rb MW atau 60 % lebih kebutuhan 
nasional , dengan cadangan hanya kira kira 15 % ( normalnya 30 % ) jadi 
kalau ada yang matek atau gangguna dikit biasanya Kacau , disisi lain 
pertumbuhan permintaan kira kira 9 % /thn.
Untuk memasok kebutuhan listrik yang yang sudah beribu ribu MW ini hanya 
dapat dipenuhi dg Cepat dan Murah oleh / dari sumber energi : 
Batubara,Gas,Panasbumi,Air,BBM atau Nuklir  dimana masing masing sumber 
energi tsb punya kelebihan dan kekurangnnya , untuk saat ini pertimbangnnya 
terutama pada masalah harga , kemudian lingkungan, kontinuitas suplaynya. 
Jadi pilihan tinggal 6 komoditi itu, karena di Jawa ini sudah kesulitan 
masalah air ( sungai 2 podo kering dan lahan terbatas ) maka pilihan tinggal 
5 , karena harga BBM ( Minyak ) sudah melambung tinggi ( 1 ltr BBM/solar 
6000 RP maka biaya untuk bahan bakar saja sudah 2000 Rp/Kwh atau 20 c$/Kwh ) 
maka pembangunan pembangkit ini (BBM) sudah dihentikan , jadi pilihan 
tinggal 4.karena perseturaannya tidak kunjung akhir maka rasanya PLTN 
masih sulit untuk dilaksanakan , jadi tinggal 3 pilihan. Karena sering 
terjadi keterbatasan pasokan gas ( masalah kontinuitas suplai gas  serta 
harga international juga naik ) maka pilihan tinggal 2 , Bukan tidak mungkin 
harga batubara international akan merangkak naik diwaktu waktu mendatang , 
disisi lain Harga Jual Listriknya Tidak boleh dinaikan jadi ya mendingan 
batubaranya dijual di luar sono apalagi tidak ada DMO nya. Jadi mau tidak 
mau pilihan akhirnya tinggal ke Geothermal ( harga tidak dikontrol oleh 
pasar internatsional , bersih lingkungan, potensi ada ) Cuma rupanya untuk 
menentukan pilihan ini Masih Sangat Sulit... yo embuh sampai kapan 


ISM
- Original Message - 
From: Minarwan (Min) [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Wednesday, September 26, 2007 9:30 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?


 On 9/27/07, budi santoso [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Alasan ketidak siapan sumber daya manusia kita, wah
 sekarang mestinya kita sudah mulai sedikit
 berprasangka baik pada diri sendiri bahwa: tidak
 sedikit orang kita yang sudah sangat kompeten mengurus
 hal-hal seperti ini yang sebelumnya mungkin perlu
 dipertanyakan. Bukannya mengesampingkan kenyataan
 bahwa secara umum 'bangsa kita' masih belum beranjak
 dari keterpurukan multi dimensi namun demikian saya
 yakin sudah ada, bahkan lebih dari cukup diantara anak
 bangsa ini yang mampu!!


 Saya setuju dengan pendapat seperti ini, tanpa keberanian mencoba kita
 tidak akan maju.


 Ide bahwa pihak yang akan menggunakannya-lah yang
 harus menanggung 'resiko' lebih . .  sangat fair . .
 bisa resiko ditempatkannya reaktor di sekitar mereka
 atau ada kompensasi lain yang harus 'dibayarkan'
 kepada pihak 'yang terpaksa' menanggung resiko lebih
 atas keberadaan reaktor tersebut dari pihak yang akan
 lebih mengambil manfaatnya . . . .


 Hmm...memuaskan rasa adil itu sulit karena adil itu subyektif. Saya
 gunakan analogi pengambilan SDA. Seberapa banyak manfaat SDA yang
 digali dari wilayah tertentu untuk orang lokal? Mana yang bisa
 menikmati lebih banyak? Yang punya modal dan orang luar yang kebagian
 rejeki atau orang lokal? Apa lantas SDA tidak boleh diambil karena
 manfaatnya untuk orang lokal cuma secuil persen? Maksud saya adalah
 untuk kepentingan orang banyak, mau tak mau ada yang akan menjadi
 korban. Tapi tentu saja korban ini sedemikian rupa harus
 dihilangkan atau diminimalkan. Masak sih kita tega mendirikan sesuatu
 yang nanti kita tahu punya potensi membunuh manusia tanpa ada usaha
 untuk mencegahnya.


 Intinya saya setuju, jika masih ada sumber energi
 alternatif lain yang lebih 'hijau' (bersih lingkungan)
 kenapa tidak yang 'hijau' ini dulu yang kita
 kembangkan??


 Kalau ekonomis saya pikir ide-ide seperti itu akan dilaksanakan.
 Sekarang semuanya dihitung dengan untung rugi, wajar saja karena butuh
 modal untuk membuatnya.

 -- 
 Minarwan
 GeoTUTOR: http://www.geotutor.tk
 Blog

Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?

2007-09-27 Terurut Topik budi santoso
Saya tak lagi mendengar kampanye hemat listrik oleh
pemerintah yang beberapa waktu lalu sempat dilakukan
dengan sangat gencarnya.

Saya juga tidak atau belum pernah tahu apakah ada
hasil analisa statistik yang menunjukkan bahwa program
tersebut 'pernah' berhasil menurunkan 'sekian' persen
konsumsi listrik di Jawa(Jakarta) selama periode
'hangat-hangat'nya kampanye hemat listrik tersebut.
Sangat mudah melakukannya tapi sepertinya tidak
dilakukan, atau mungkin seperti biasa kampanye
tersebut merupakan sifat 'gawan bayi' pemerintah kita
yang selalu mengedepankan tindakan 'reaktif' terhadap
masalah-masalah penting dan krusial yang berkaitan
dengan kebijakan publik . . . 

Kultur 'boros' listrik (dan hal-hal lain) telah
demikian susahnya diubah, masalahnya sangat komplek.
Salah satu cara, mungkin bisa efektif dan diharapkan
mempunyai efek signifikan bisa dimulai dari rumah
kita, lingkungan kita, melalui anak-anak, istri atau
suami (bukan istri-istri atau suami-suami),
'asisten-asisten' kita untuk menggunakan listrik
secara wajar di ruma, bisa juga dengan menggantis
'semua' lampu dengan lampu hemat energi (tidak harus
Phillip atau Osram, merek lain juga banyak . . . pada
saat yang sama pemerintah harus mulai memikirkan
cara-cara yang 'komprehensif dan sistematis' untuk
menghemat pemakaian listrik oleh konsumen-konsumen
besar seperti perkantoran, penerangan jalan/taman, 
industri (yang banyak mem'by pass' alat penghitung
resmi PLN untuk dapat listrik gratisan), papan-papan
iklan dll

dan yang lebih penting adalah konsistensi pemerintah
untuk menerapkan kebijakan yang (moga-moga telah)
dibuatnya. 


--- noor syarifuddin [EMAIL PROTECTED]
wrote:

 Kebutuhan listrik di Jawa ini kira kira 18 rb MW
 atau 60 % lebih kebutuhan 
 nasional .
 
 Setelah merasakan hidup menjadi orang Balikpapan
 yang terkenal dengan problem listriknya yang byar
 pet terus sementara Kaltim adalah salah satu
 penghasil migas terbesar di Indonesia, maka saya
 mulai bisa mengerti apa yang disebut dengan
 kecemburuan orang daerah dengan orang kota
 (pusat)...
 
 Di Jakarta listrik dipakai jor-joran di mall, mall,
 di jalan untuk lampu hias dll, sementara di daerah
 listrik musti digilir karena tidak pernah cukup
 kalau harus nyala semua:-(
 
 Jadi wajar saja kalau ada penolakan dari orang
 sekitar lokasi PLTN karena mereka selama ini toh
 mungkin tidak menikmati hal tsb. Egois...? ya
 tergantung dari mana kita melihat sisi
 pandangnya
 
 salam,
 
 
 - Original Message 
 From: Ismail Zaini [EMAIL PROTECTED]
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Friday, September 28, 2007 9:01:16 AM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau
 tidur ?
 
 
 Kebutuhan listrik di Jawa ini kira kira 18 rb MW
 atau 60 % lebih kebutuhan 
 nasional , dengan cadangan hanya kira kira 15 % (
 normalnya 30 % ) jadi 
 kalau ada yang matek atau gangguna dikit biasanya
 Kacau , disisi lain 
 pertumbuhan permintaan kira kira 9 % /thn.
 Untuk memasok kebutuhan listrik yang yang sudah
 beribu ribu MW ini hanya 
 dapat dipenuhi dg Cepat dan Murah oleh / dari
 sumber energi : 
 Batubara,Gas,Panasbumi,Air,BBM atau Nuklir  dimana
 masing masing sumber 
 energi tsb punya kelebihan dan kekurangnnya , untuk
 saat ini pertimbangnnya 
 terutama pada masalah harga , kemudian lingkungan,
 kontinuitas suplaynya. 
 Jadi pilihan tinggal 6 komoditi itu, karena di Jawa
 ini sudah kesulitan 
 masalah air ( sungai 2 podo kering dan lahan
 terbatas ) maka pilihan tinggal 
 5 , karena harga BBM ( Minyak ) sudah melambung
 tinggi ( 1 ltr BBM/solar 
 6000 RP maka biaya untuk bahan bakar saja sudah 2000
 Rp/Kwh atau 20 c$/Kwh ) 
 maka pembangunan pembangkit ini (BBM) sudah
 dihentikan , jadi pilihan 
 tinggal 4.karena perseturaannya tidak kunjung
 akhir maka rasanya PLTN 
 masih sulit untuk dilaksanakan , jadi tinggal 3
 pilihan. Karena sering 
 terjadi keterbatasan pasokan gas ( masalah
 kontinuitas suplai gas  serta 
 harga international juga naik ) maka pilihan tinggal
 2 , Bukan tidak mungkin 
 harga batubara international akan merangkak naik
 diwaktu waktu mendatang , 
 disisi lain Harga Jual Listriknya Tidak boleh
 dinaikan jadi ya mendingan 
 batubaranya dijual di luar sono apalagi tidak ada
 DMO nya. Jadi mau tidak 
 mau pilihan akhirnya tinggal ke Geothermal ( harga
 tidak dikontrol oleh 
 pasar internatsional , bersih lingkungan, potensi
 ada ) Cuma rupanya untuk 
 menentukan pilihan ini Masih Sangat Sulit... yo
 embuh sampai kapan 
 
 
 ISM
 - Original Message - 
 From: Minarwan (Min) [EMAIL PROTECTED]
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Wednesday, September 26, 2007 9:30 PM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau
 tidur ?
 
 
  On 9/27/07, budi santoso
 [EMAIL PROTECTED] wrote:
  Alasan ketidak siapan sumber daya manusia kita,
 wah
  sekarang mestinya kita sudah mulai sedikit
  berprasangka baik pada diri sendiri bahwa: tidak
  sedikit orang kita yang sudah sangat kompeten
 mengurus
  hal-hal seperti ini yang sebelumnya mungkin perlu

RE: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?

2007-09-26 Terurut Topik Winderasta, Wikan (wikanw)

Menurut saya penentangan pembangunan PLTN adalah penentangan oleh
penduduk sekitar lokasi pembangunan PLTN yaitu wilayah Muria, Kudus, dan
sekitarnya. Sebenarnya patut dicermati mengapa mereka menolak. Bagi
saya, dapat dipahami penolakan tersebut menimbang azas manfaat
dibandingkan potensi resiko yang akan mereka tanggung. Apabila
persentasi daya listrik yang dibangkitkan oleh PLTN tersebut sedikit
yang dapat mereka nikmati untuk kemajuan daerah mereka ataupun untuk
mencukupi kebutuhan listrik mereka, tentu saja sangat tidak adil apabila
mereka harus menanggung potensi resiko yang besar tersebut.

Kita harus kembalikan lagi untuk kepentingan siapakah daya listrik PLTN
tersebut, apakah dibagi rata untuk seluruh Jawa-Bali, ataukah untuk
industri di Semarang atau untuk menerangi apartemen/real estate/papan
iklan di Jakarta ?

Sudah seharusnya program pembangunan diselaraskan dengan kemampuan
wilayah itu sendiri untuk mensuplai energi/listrik. Menurut saya lebih
mewujudkan azas keadilan apabila PLTN dibangun di wilayah Jabotabek,
seperti PLTD di yang telah dibangun di wilayah Jakarta. Pengembangan
wilayah seperti Jabotabek harus disesuaikan dengan kemampuan wilayah itu
sendiri dalam mensuplai energi. Jangan sampai wilayah sentra pembangunan
MEMERAH wilayah lain, bahkan harus menanggung resiko, sementara dengan
kemampuan mensuplai energi, pembangunan tidak terdesentralisasi dengan
baik dan adil.

Ini juga seperti kasus pipanisasi gas dari Kalimantan ke Jawa, atau
pengapalan batubara dari Sumatra ke Jawa. Apakah sedemikian rakusnya
wilayah Jawa sehingga wilayah lumbung energi sendiri sangat kekurangan,
bahkan menjadi wilayah miskin dan tidak mendapat kesempatan pembangunan.
Intinya konsep pembangunan energi/prasarana sekarang ini tidak mendukung
upaya pemerataan pembangunan ke wilayah dengan potensi energi, maupun
upaya mengendalikan perkembangan wilayah yang tidak memiliki daya dukung
energi.

PLTN berbeda dengan PLT panas bumi atau PLTA yang memanfaatkan energi
alam sehingga tidak dapat dipindahkan lokasinya. PLTN bisa dibangun
dimana saja. PLTN lebih baik dibangun di wilayah yang memang memerlukan
energi tapi kekurangan suplai daya khususnya dari tenaga alam. Dengan
kata lain kalau mau bangun PLTN bangun saja di dekat kota Jakarta. Toh
bangunan PLTN pada dasarnya adalah bangunan tahan gempa. Siapa yang
butuh harus berani menanggung resiko.

Salam,
ww



-Original Message-
From: Leonard Lisapaly [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Wednesday, September 26, 2007 11:47 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?


Ada sebuah buku biografi mantan dekan FMIPA UI (Prof. Parangtopo) yang
ditulis beberapa tahun lalu. Salah satu bagian menuliskan sikap beliau
yang menentang pembangunan PLTN. Alasannya adalah siapkah SDM kita untuk
proyek yang membutuhkan presisi dalam segala hal?

LL

-Original Message-
From: Awang Harun Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, September 26, 2007 9:06 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?

deleted

Sebenarnya, alam mungkin nomor dua terhadap bahaya PLTN ini, yang
dikuatirkan adalah bagaimana kalau PLTN itu dibangun dengan bahan2 yang
tak sesuai bestek-nya karena dikorupsi oleh yang berwenang. Banyak kan
kasus proyek2 di Indonesia di-downgrade pembangunannya agar sebagian
dananya bisa dirampas dan masuk kantong ? Sekolah2 Inpres saja dikorupsi
pembangunannya, busway juga, apalagi proyek besar seperti PLTN. Jadi,
sebaiknya Indonesia membereskan dulu penyakit korupsinya sebelum
membangun PLTN, begitu kata Franz Magnis-Suseno, filsuf Dryarkara dalam
suatu seminar tentang PLTN di Salatiga baru2 ini.

Salam,
awang






-Original Message-
From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, September 25, 2007 4:18 C++
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?

Sehubungan dengan lokasi PLTN.
Adakah yang tahu ttg Gunung Muria ini apakah sudah mati dapur magmanya
atau cuan tidur saja (doormant) Lantas gimana kita bisa tahunya ? Apakah
ada bukti fisis atau hanya model ?

RDP

--
http://rovicky.wordpress.com/



JOINT CONVENTION BALI 2007
The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and
Exhibition, Bali Convention Center, 13-16 November 2007


To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI
Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara
Mulia No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?

2007-09-26 Terurut Topik Ismail Zaini
Kelihatannya kasus PLTN ini  kalau di lihat dari Segi bencana Geologi untuk 
Bencana letusan Gunung ( Muria ) Statusnya  Tidak menghawatirkan , 
Sedangkan untuk masalah kegempaan Statusnya :  Patut Diduga , oleh karena 
itu perlu dilakukan penelitian dg data terbaru shg paling tidak menjadi 
Status Mungkin ( probabilitasnya seberapa / kwantitatif ) shg tdk ngambang, 
kalau untuk hal ini mungkin solusinya relatif bisa diselesaikan dg Kemajuan 
Teknologi ( bangunan tahan gempa).
Dari masalah sosial masyarakat Statusnya Menghawatirkan,  terutama 
kekawatiran masalah lingkungan /kebocoran karena masyarakat kita belum mampu 
berdisiplin tinggi ( budaya kali ? ) lha kalau masalah ini solusinya mungkin 
bisa nunggu sekian belas tahun lagi mungkin.
Kemudian dari sisi kebutuhan ( energi ) Satusnya juga dalam Tahap 
Menghawatirkan , solusinya adalah diversifikasi sumber energi. pakai sumber 
energi fosil kekawatiran  harga nya melonjak terus , pakai air keterbatasan 
sumber dan lahan , pakai energi terbarukan ( angin , matahari,ombak,pasang 
surut,biomas,hidrogen,cell ) kapasitas dan harga tidak memadai. pakai 
geothermal harganya masih relatif mahal juga , namun kapasitasnya masih 
memadai dan bahaya lingkunagnnya minim.
Yang jelas Energi sudah merupakan komoditi primer , sudah tidak bisa lagi 
menghindar untuk tidak memakainya , Jakarta 3 jam tidak ada listrik saja 
amburadul teutama jalan rayanya. Oleh karena itu menentukan Pilihan mana 
yang paling optimal tidak bisa ditunda tunda lagi , karena pembangunan 
Pembangkit energi memakan waktu lama.


ISM

From: Winderasta, Wikan (wikanw) Subject: RE: [iagi-net-l] Gunung Muria - 
mati atau tidur ?




Menurut saya penentangan pembangunan PLTN adalah penentangan oleh
penduduk sekitar lokasi pembangunan PLTN yaitu wilayah Muria, Kudus, dan
sekitarnya. Sebenarnya patut dicermati mengapa mereka menolak. Bagi
saya, dapat dipahami penolakan tersebut menimbang azas manfaat
dibandingkan potensi resiko yang akan mereka tanggung. Apabila
persentasi daya listrik yang dibangkitkan oleh PLTN tersebut sedikit
yang dapat mereka nikmati untuk kemajuan daerah mereka ataupun untuk
mencukupi kebutuhan listrik mereka, tentu saja sangat tidak adil apabila
mereka harus menanggung potensi resiko yang besar tersebut.

Kita harus kembalikan lagi untuk kepentingan siapakah daya listrik PLTN
tersebut, apakah dibagi rata untuk seluruh Jawa-Bali, ataukah untuk
industri di Semarang atau untuk menerangi apartemen/real estate/papan
iklan di Jakarta ?

Sudah seharusnya program pembangunan diselaraskan dengan kemampuan
wilayah itu sendiri untuk mensuplai energi/listrik. Menurut saya lebih
mewujudkan azas keadilan apabila PLTN dibangun di wilayah Jabotabek,
seperti PLTD di yang telah dibangun di wilayah Jakarta. Pengembangan
wilayah seperti Jabotabek harus disesuaikan dengan kemampuan wilayah itu
sendiri dalam mensuplai energi. Jangan sampai wilayah sentra pembangunan
MEMERAH wilayah lain, bahkan harus menanggung resiko, sementara dengan
kemampuan mensuplai energi, pembangunan tidak terdesentralisasi dengan
baik dan adil.

Ini juga seperti kasus pipanisasi gas dari Kalimantan ke Jawa, atau
pengapalan batubara dari Sumatra ke Jawa. Apakah sedemikian rakusnya
wilayah Jawa sehingga wilayah lumbung energi sendiri sangat kekurangan,
bahkan menjadi wilayah miskin dan tidak mendapat kesempatan pembangunan.
Intinya konsep pembangunan energi/prasarana sekarang ini tidak mendukung
upaya pemerataan pembangunan ke wilayah dengan potensi energi, maupun
upaya mengendalikan perkembangan wilayah yang tidak memiliki daya dukung
energi.

PLTN berbeda dengan PLT panas bumi atau PLTA yang memanfaatkan energi
alam sehingga tidak dapat dipindahkan lokasinya. PLTN bisa dibangun
dimana saja. PLTN lebih baik dibangun di wilayah yang memang memerlukan
energi tapi kekurangan suplai daya khususnya dari tenaga alam. Dengan
kata lain kalau mau bangun PLTN bangun saja di dekat kota Jakarta. Toh
bangunan PLTN pada dasarnya adalah bangunan tahan gempa. Siapa yang
butuh harus berani menanggung resiko.

Salam,
ww



-Original Message-
From: Leonard Lisapaly [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, September 26, 2007 11:47 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?


Ada sebuah buku biografi mantan dekan FMIPA UI (Prof. Parangtopo) yang
ditulis beberapa tahun lalu. Salah satu bagian menuliskan sikap beliau
yang menentang pembangunan PLTN. Alasannya adalah siapkah SDM kita untuk
proyek yang membutuhkan presisi dalam segala hal?

LL

-Original Message-
From: Awang Harun Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, September 26, 2007 9:06 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?

deleted

Sebenarnya, alam mungkin nomor dua terhadap bahaya PLTN ini, yang
dikuatirkan adalah bagaimana kalau PLTN itu dibangun dengan bahan2 yang
tak sesuai bestek-nya karena dikorupsi oleh yang berwenang. Banyak kan
kasus proyek2 di Indonesia di

Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?

2007-09-26 Terurut Topik Deni Rahayu
ass..
menimbang banyak sekali kasus penentangan industri
pemanfaatan Sumber Daya Alam(migas,pertambangan maupun
nuklir) dari penduduk lokal maupun masyarakat sekitar,
maka perlu adanya suatu terobosan baru dalam usaha
memberikan manfaat langsung bagi masyarakat sekitar
dgn radius tertentu dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan tertentu(banyak kasus, terlepas
masyakat di tunggangi atau tidak, mengapa mereka
menolak kehadiran suatu industri, krn selama ini
pengembangan industri SDA selalu menggunakan
pendekatan ekonomi kapitalis murni tanpa
mempertimbangkan aspek sosial publik). dengan adanya
itu maka saya pikir perlu adanya pendekatan sosial
misalnya :
1. Digratiskannya listrik di wilayah sekitar, desa
kecamatan atau kabupaten (kasus muria)
2. Perlu adanya proses pembelajaran publik yang selama
ini terabaikan atau sengaja diabaikan.
3. Industri yang mempunyai peranan di
masyarakat/rakyat, harus diusahakan sebesar2nya untuk
kepentingan rakyat.
4. Masyarakt sekitar/rakyat, harus dianggap sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari proses pengembangan
industri sumber daya alam ataupun energi
(stakeholder).

dNr

--- Ismail Zaini [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Kelihatannya kasus PLTN ini  kalau di lihat dari
 Segi bencana Geologi untuk 
 Bencana letusan Gunung ( Muria ) Statusnya  Tidak
 menghawatirkan , 
 Sedangkan untuk masalah kegempaan Statusnya : 
 Patut Diduga , oleh karena 
 itu perlu dilakukan penelitian dg data terbaru shg
 paling tidak menjadi 
 Status Mungkin ( probabilitasnya seberapa /
 kwantitatif ) shg tdk ngambang, 
 kalau untuk hal ini mungkin solusinya relatif bisa
 diselesaikan dg Kemajuan 
 Teknologi ( bangunan tahan gempa).
 Dari masalah sosial masyarakat Statusnya
 Menghawatirkan,  terutama 
 kekawatiran masalah lingkungan /kebocoran karena
 masyarakat kita belum mampu 
 berdisiplin tinggi ( budaya kali ? ) lha kalau
 masalah ini solusinya mungkin 
 bisa nunggu sekian belas tahun lagi mungkin.
 Kemudian dari sisi kebutuhan ( energi ) Satusnya
 juga dalam Tahap 
 Menghawatirkan , solusinya adalah diversifikasi
 sumber energi. pakai sumber 
 energi fosil kekawatiran  harga nya melonjak terus ,
 pakai air keterbatasan 
 sumber dan lahan , pakai energi terbarukan ( angin ,
 matahari,ombak,pasang 
 surut,biomas,hidrogen,cell ) kapasitas dan harga
 tidak memadai. pakai 
 geothermal harganya masih relatif mahal juga , namun
 kapasitasnya masih 
 memadai dan bahaya lingkunagnnya minim.
 Yang jelas Energi sudah merupakan komoditi primer ,
 sudah tidak bisa lagi 
 menghindar untuk tidak memakainya , Jakarta 3 jam
 tidak ada listrik saja 
 amburadul teutama jalan rayanya. Oleh karena itu
 menentukan Pilihan mana 
 yang paling optimal tidak bisa ditunda tunda lagi ,
 karena pembangunan 
 Pembangkit energi memakan waktu lama.
 
 ISM
 
 From: Winderasta, Wikan (wikanw) Subject: RE:
 [iagi-net-l] Gunung Muria - 
 mati atau tidur ?
 
 
 
 Menurut saya penentangan pembangunan PLTN adalah
 penentangan oleh
 penduduk sekitar lokasi pembangunan PLTN yaitu
 wilayah Muria, Kudus, dan
 sekitarnya. Sebenarnya patut dicermati mengapa
 mereka menolak. Bagi
 saya, dapat dipahami penolakan tersebut menimbang
 azas manfaat
 dibandingkan potensi resiko yang akan mereka
 tanggung. Apabila
 persentasi daya listrik yang dibangkitkan oleh PLTN
 tersebut sedikit
 yang dapat mereka nikmati untuk kemajuan daerah
 mereka ataupun untuk
 mencukupi kebutuhan listrik mereka, tentu saja
 sangat tidak adil apabila
 mereka harus menanggung potensi resiko yang besar
 tersebut.
 
 Kita harus kembalikan lagi untuk kepentingan
 siapakah daya listrik PLTN
 tersebut, apakah dibagi rata untuk seluruh
 Jawa-Bali, ataukah untuk
 industri di Semarang atau untuk menerangi
 apartemen/real estate/papan
 iklan di Jakarta ?
 
 Sudah seharusnya program pembangunan diselaraskan
 dengan kemampuan
 wilayah itu sendiri untuk mensuplai energi/listrik.
 Menurut saya lebih
 mewujudkan azas keadilan apabila PLTN dibangun di
 wilayah Jabotabek,
 seperti PLTD di yang telah dibangun di wilayah
 Jakarta. Pengembangan
 wilayah seperti Jabotabek harus disesuaikan dengan
 kemampuan wilayah itu
 sendiri dalam mensuplai energi. Jangan sampai
 wilayah sentra pembangunan
 MEMERAH wilayah lain, bahkan harus menanggung
 resiko, sementara dengan
 kemampuan mensuplai energi, pembangunan tidak
 terdesentralisasi dengan
 baik dan adil.
 
 Ini juga seperti kasus pipanisasi gas dari
 Kalimantan ke Jawa, atau
 pengapalan batubara dari Sumatra ke Jawa. Apakah
 sedemikian rakusnya
 wilayah Jawa sehingga wilayah lumbung energi sendiri
 sangat kekurangan,
 bahkan menjadi wilayah miskin dan tidak mendapat
 kesempatan pembangunan.
 Intinya konsep pembangunan energi/prasarana sekarang
 ini tidak mendukung
 upaya pemerataan pembangunan ke wilayah dengan
 potensi energi, maupun
 upaya mengendalikan perkembangan wilayah yang tidak
 memiliki daya dukung
 energi.
 
 PLTN berbeda dengan PLT panas bumi atau PLTA yang
 memanfaatkan energi
 alam sehingga tidak dapat dipindahkan lokasinya.
 PLTN

Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?

2007-09-26 Terurut Topik budi santoso
Terus terang saya tidak mengikuti secara intens
perkembngan isu PLTN yang di Muria namun demikian
mungkin:

pemilihan lokasi di Muria salah satunya
(mungkin)adalah karena letaknya yang kurang lebih di
tengah-tengah pulau Jawa jadi dari sisi kepentingan
untuk distribusinya lebih dapat diterima.

Alasan kerentanan PLTN tersebut dari bencana alam,
selama letaknya di pulau-pulau yang berada di
jalus-jalur aktif busur kepulauan di negara kita ini,
argumen itu dapat diterima tapi sejauh mana hal ini
bisa diantispasi? kalau ingin 'aman' dari hal-hal
tersebut letakkan saja di Kalimantan, . . . tapi hal
ini akan sangat tak masuk akal karena konsumen lisrik
yang dihasilkannya adalah Jawa-Bali . . akan sangat
mahal di biaya distribusinya . . 

Alasan ketidak siapan sumber daya manusia kita, wah
sekarang mestinya kita sudah mulai sedikit
berprasangka baik pada diri sendiri bahwa: tidak
sedikit orang kita yang sudah sangat kompeten mengurus
hal-hal seperti ini yang sebelumnya mungkin perlu
dipertanyakan. Bukannya mengesampingkan kenyataan
bahwa secara umum 'bangsa kita' masih belum beranjak
dari keterpurukan multi dimensi namun demikian saya
yakin sudah ada, bahkan lebih dari cukup diantara anak
bangsa ini yang mampu!!

Ide bahwa pihak yang akan menggunakannya-lah yang
harus menanggung 'resiko' lebih . .  sangat fair . .
bisa resiko ditempatkannya reaktor di sekitar mereka
atau ada kompensasi lain yang harus 'dibayarkan'
kepada pihak 'yang terpaksa' menanggung resiko lebih
atas keberadaan reaktor tersebut dari pihak yang akan
lebih mengambil manfaatnya . . . . 

Intinya saya setuju, jika masih ada sumber energi
alternatif lain yang lebih 'hijau' (bersih lingkungan)
kenapa tidak yang 'hijau' ini dulu yang kita
kembangkan??

sTJ

--- Ismail Zaini [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Kelihatannya kasus PLTN ini  kalau di lihat dari
 Segi bencana Geologi untuk 
 Bencana letusan Gunung ( Muria ) Statusnya  Tidak
 menghawatirkan , 
 Sedangkan untuk masalah kegempaan Statusnya : 
 Patut Diduga , oleh karena 
 itu perlu dilakukan penelitian dg data terbaru shg
 paling tidak menjadi 
 Status Mungkin ( probabilitasnya seberapa /
 kwantitatif ) shg tdk ngambang, 
 kalau untuk hal ini mungkin solusinya relatif bisa
 diselesaikan dg Kemajuan 
 Teknologi ( bangunan tahan gempa).
 Dari masalah sosial masyarakat Statusnya
 Menghawatirkan,  terutama 
 kekawatiran masalah lingkungan /kebocoran karena
 masyarakat kita belum mampu 
 berdisiplin tinggi ( budaya kali ? ) lha kalau
 masalah ini solusinya mungkin 
 bisa nunggu sekian belas tahun lagi mungkin.
 Kemudian dari sisi kebutuhan ( energi ) Satusnya
 juga dalam Tahap 
 Menghawatirkan , solusinya adalah diversifikasi
 sumber energi. pakai sumber 
 energi fosil kekawatiran  harga nya melonjak terus ,
 pakai air keterbatasan 
 sumber dan lahan , pakai energi terbarukan ( angin ,
 matahari,ombak,pasang 
 surut,biomas,hidrogen,cell ) kapasitas dan harga
 tidak memadai. pakai 
 geothermal harganya masih relatif mahal juga , namun
 kapasitasnya masih 
 memadai dan bahaya lingkunagnnya minim.
 Yang jelas Energi sudah merupakan komoditi primer ,
 sudah tidak bisa lagi 
 menghindar untuk tidak memakainya , Jakarta 3 jam
 tidak ada listrik saja 
 amburadul teutama jalan rayanya. Oleh karena itu
 menentukan Pilihan mana 
 yang paling optimal tidak bisa ditunda tunda lagi ,
 karena pembangunan 
 Pembangkit energi memakan waktu lama.
 
 ISM
 
 From: Winderasta, Wikan (wikanw) Subject: RE:
 [iagi-net-l] Gunung Muria - 
 mati atau tidur ?
 
 
 
 Menurut saya penentangan pembangunan PLTN adalah
 penentangan oleh
 penduduk sekitar lokasi pembangunan PLTN yaitu
 wilayah Muria, Kudus, dan
 sekitarnya. Sebenarnya patut dicermati mengapa
 mereka menolak. Bagi
 saya, dapat dipahami penolakan tersebut menimbang
 azas manfaat
 dibandingkan potensi resiko yang akan mereka
 tanggung. Apabila
 persentasi daya listrik yang dibangkitkan oleh PLTN
 tersebut sedikit
 yang dapat mereka nikmati untuk kemajuan daerah
 mereka ataupun untuk
 mencukupi kebutuhan listrik mereka, tentu saja
 sangat tidak adil apabila
 mereka harus menanggung potensi resiko yang besar
 tersebut.
 
 Kita harus kembalikan lagi untuk kepentingan
 siapakah daya listrik PLTN
 tersebut, apakah dibagi rata untuk seluruh
 Jawa-Bali, ataukah untuk
 industri di Semarang atau untuk menerangi
 apartemen/real estate/papan
 iklan di Jakarta ?
 
 Sudah seharusnya program pembangunan diselaraskan
 dengan kemampuan
 wilayah itu sendiri untuk mensuplai energi/listrik.
 Menurut saya lebih
 mewujudkan azas keadilan apabila PLTN dibangun di
 wilayah Jabotabek,
 seperti PLTD di yang telah dibangun di wilayah
 Jakarta. Pengembangan
 wilayah seperti Jabotabek harus disesuaikan dengan
 kemampuan wilayah itu
 sendiri dalam mensuplai energi. Jangan sampai
 wilayah sentra pembangunan
 MEMERAH wilayah lain, bahkan harus menanggung
 resiko, sementara dengan
 kemampuan mensuplai energi, pembangunan tidak
 terdesentralisasi dengan
 baik dan adil.
 
 Ini juga seperti kasus

Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?

2007-09-26 Terurut Topik Minarwan (Min)
On 9/27/07, budi santoso [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Alasan ketidak siapan sumber daya manusia kita, wah
 sekarang mestinya kita sudah mulai sedikit
 berprasangka baik pada diri sendiri bahwa: tidak
 sedikit orang kita yang sudah sangat kompeten mengurus
 hal-hal seperti ini yang sebelumnya mungkin perlu
 dipertanyakan. Bukannya mengesampingkan kenyataan
 bahwa secara umum 'bangsa kita' masih belum beranjak
 dari keterpurukan multi dimensi namun demikian saya
 yakin sudah ada, bahkan lebih dari cukup diantara anak
 bangsa ini yang mampu!!


Saya setuju dengan pendapat seperti ini, tanpa keberanian mencoba kita
tidak akan maju.


 Ide bahwa pihak yang akan menggunakannya-lah yang
 harus menanggung 'resiko' lebih . .  sangat fair . .
 bisa resiko ditempatkannya reaktor di sekitar mereka
 atau ada kompensasi lain yang harus 'dibayarkan'
 kepada pihak 'yang terpaksa' menanggung resiko lebih
 atas keberadaan reaktor tersebut dari pihak yang akan
 lebih mengambil manfaatnya . . . .


Hmm...memuaskan rasa adil itu sulit karena adil itu subyektif. Saya
gunakan analogi pengambilan SDA. Seberapa banyak manfaat SDA yang
digali dari wilayah tertentu untuk orang lokal? Mana yang bisa
menikmati lebih banyak? Yang punya modal dan orang luar yang kebagian
rejeki atau orang lokal? Apa lantas SDA tidak boleh diambil karena
manfaatnya untuk orang lokal cuma secuil persen? Maksud saya adalah
untuk kepentingan orang banyak, mau tak mau ada yang akan menjadi
korban. Tapi tentu saja korban ini sedemikian rupa harus
dihilangkan atau diminimalkan. Masak sih kita tega mendirikan sesuatu
yang nanti kita tahu punya potensi membunuh manusia tanpa ada usaha
untuk mencegahnya.


 Intinya saya setuju, jika masih ada sumber energi
 alternatif lain yang lebih 'hijau' (bersih lingkungan)
 kenapa tidak yang 'hijau' ini dulu yang kita
 kembangkan??


Kalau ekonomis saya pikir ide-ide seperti itu akan dilaksanakan.
Sekarang semuanya dihitung dengan untung rugi, wajar saja karena butuh
modal untuk membuatnya.

-- 
Minarwan
GeoTUTOR: http://www.geotutor.tk
Blog: http://desaguadero.blogspot.com


JOINT CONVENTION BALI 2007
The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and 
Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007

To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI be 
liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or 
damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, 
arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI 
mailing list.
-



Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?

2007-09-26 Terurut Topik Y S Yuwono

Rekan RDP dan yang lainnya.

Dalam desertasi saya (1987) ada data dating yang saya lakukan terhadap 
produk volkanik Muria, sbb:

Muria I (old, potassik) ada 4 buah sample K/Ar dating yaitu:
0.64 MA; 0.87 MA; 1.00 MA; dan 1.11 MA
Muria II (young, ultra potassik) ada 5 K/Ar dating, yaitu:
0.41MA; 0.44MA; 0.50MA; 0.64MA; dan 0.78MA
Ada overlapping umur antara old and young produk pada sekitar 0.6-0.8Ma.
Kalau melihat data saya tersebut, erupsi termuda (yang terdata) adalah 0.4Ma 
atau 400.000 th yl. Dengan demikian kesimpulan saya adalah G Muria statusnya 
bukan tidur tetapi sudah mati.

Salam,
Yatno

- Original Message - 
From: Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED]

To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Tuesday, September 25, 2007 2:17 AM
Subject: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?



Sehubungan dengan lokasi PLTN.
Adakah yang tahu ttg Gunung Muria ini apakah sudah mati dapur magmanya
atau cuan tidur saja (doormant)
Lantas gimana kita bisa tahunya ? Apakah ada bukti fisis atau hanya model 
?


RDP

No virus found in this incoming message.
Checked by AVG Free Edition.
Version: 7.5.488 / Virus Database: 269.13.31/1031 - Release Date: 
9/26/2007 12:12 PM






JOINT CONVENTION BALI 2007
The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and 
Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007

To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI be 
liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or 
damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, 
arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI 
mailing list.
-



Re: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?

2007-09-26 Terurut Topik Agus Hendratno
Wah, nek kanggoku sebagai arek Kudus, yang ndelalah sering jalan-jalan keliling 
G.Muria (setelah belajar geologi), termasuk yang terakhir kemarin nongkrong 
seharian di rencana tapak PLTN ULA (Ujung Lemah Abang. Kawan-kawan BATAN sering 
menggunakan terminologi PLTN ULA); ternyata dikalangan masyarakat bawah sudah 
banyak konspirasi masalah jual-jualan lahan (kalau jadi proyek land clearing 
dan konstruksi). Pro dan kontra, yang jelas pasti. Lah Gunung Muria, iki mati 
atau tidur? Kalau dalam terminologi vulkanologi, sepertinya G.Muria ini lagi 
tiduran, dan tidak mengkhawatirkan dari resiko bencana gunungapi Muria 
berdasarkan laporannya Batan yang pernah saya baca. Tapi mengkhawatirkan untuk 
resiko bencana sosial.

Kalau penolakan kyai-kyai NU dan juga masyarakat disekitarnya, banyak 
didasarkan karena kekhawatiran resiko teknologi tersebut, dimana kebiasaan 
kultur kita sebagai orang indonesia nek pegang teknologi, katanya mudah 
menggampangkan. Artinya ada mis pemahaman bagi mareka yang ada di tingkat 
bawah.

Ini kata kyai yang sempat ketemu di bawah jaringan sutet Tanjang jati B 
(Jepara) : sebetulnya pemerintah indonesia tidak perlu capai-capai bangun PLTN 
disini; bukankah Tanjung Jati B ini bisa dioptimalkan, lalu paculah orang-orang 
pintar di indonesia untuk mencari energi alternatif diluar nuklir yang memang 
secara sosial banyak diterima oleh masyarakat

Beberapa hari kemudian, ada mantan mahasiswa saya, diajak survei kegunungapian 
oleh senior geologist di Badan Geologi ke kawasan Muria dan Lemah Abang untuk 
melihat stratigrafi gunungapi Muria kaitannya dengan perkembangan fasies 
vulkaniknya (sepertinya itu yang saya tangkap dari cerita manta mahasiswa 
saya). Artinya, sudah ada tindakan dan pendekatan lain untuk memberikan 
argumentasi ilmiah : G.Muria ini isih tidur atau mati? yang dilakukan oleh 
kawan-kawan dari Bandung. Aku kagak tahu, setelah tim tersebut pulang dari 
Muria, hasilnya piye..? (Aku kagak ikut..lho...)

Memang, kalau saya balik kampung ke Kudus, banyak kawan-kawan NGO di Kudus yang 
terus menerus untuk menolak dan demo di DPRD Kudus. Kalau saya ditanya : jawab 
ku, kalau kalian nolak yang tolak saja, tapi you harus ada argumentasi dan 
berikan itu ke pihak terkait. Ojo-ojo, ntar saya dicap sebagai provokator 
dari jogja Bahkan saya sempat naik ke Colo (lereng G.Muria bagian selatan), 
ketemu lalu ngobrol dengan salah satu pentolan NGO Masyarakat Hutan Muria, dia 
langsung cerita : pokonya Gus, sampai mati kami tetap tolak PLTN Muria, titik 
wuish.

Yo wis..., mumet mendiskusikan pltn muria di kampung sendiri...

Salam
Agus Hendratno


Ismail Zaini [EMAIL PROTECTED] wrote: Kelihatannya kasus PLTN ini  kalau di 
lihat dari Segi bencana Geologi untuk 
Bencana letusan Gunung ( Muria ) Statusnya  Tidak menghawatirkan , 
Sedangkan untuk masalah kegempaan Statusnya :  Patut Diduga , oleh karena 
itu perlu dilakukan penelitian dg data terbaru shg paling tidak menjadi 
Status Mungkin ( probabilitasnya seberapa / kwantitatif ) shg tdk ngambang, 
kalau untuk hal ini mungkin solusinya relatif bisa diselesaikan dg Kemajuan 
Teknologi ( bangunan tahan gempa).
Dari masalah sosial masyarakat Statusnya Menghawatirkan,  terutama 
kekawatiran masalah lingkungan /kebocoran karena masyarakat kita belum mampu 
berdisiplin tinggi ( budaya kali ? ) lha kalau masalah ini solusinya mungkin 
bisa nunggu sekian belas tahun lagi mungkin.
Kemudian dari sisi kebutuhan ( energi ) Satusnya juga dalam Tahap 
Menghawatirkan , solusinya adalah diversifikasi sumber energi. pakai sumber 
energi fosil kekawatiran  harga nya melonjak terus , pakai air keterbatasan 
sumber dan lahan , pakai energi terbarukan ( angin , matahari,ombak,pasang 
surut,biomas,hidrogen,cell ) kapasitas dan harga tidak memadai. pakai 
geothermal harganya masih relatif mahal juga , namun kapasitasnya masih 
memadai dan bahaya lingkunagnnya minim.
Yang jelas Energi sudah merupakan komoditi primer , sudah tidak bisa lagi 
menghindar untuk tidak memakainya , Jakarta 3 jam tidak ada listrik saja 
amburadul teutama jalan rayanya. Oleh karena itu menentukan Pilihan mana 
yang paling optimal tidak bisa ditunda tunda lagi , karena pembangunan 
Pembangkit energi memakan waktu lama.

ISM

From: Winderasta, Wikan (wikanw) Subject: RE: [iagi-net-l] Gunung Muria - 
mati atau tidur ?



Menurut saya penentangan pembangunan PLTN adalah penentangan oleh
penduduk sekitar lokasi pembangunan PLTN yaitu wilayah Muria, Kudus, dan
sekitarnya. Sebenarnya patut dicermati mengapa mereka menolak. Bagi
saya, dapat dipahami penolakan tersebut menimbang azas manfaat
dibandingkan potensi resiko yang akan mereka tanggung. Apabila
persentasi daya listrik yang dibangkitkan oleh PLTN tersebut sedikit
yang dapat mereka nikmati untuk kemajuan daerah mereka ataupun untuk
mencukupi kebutuhan listrik mereka, tentu saja sangat tidak adil apabila
mereka harus menanggung potensi resiko yang besar tersebut.

Kita harus kembalikan lagi untuk kepentingan

[iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?

2007-09-25 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari
Sehubungan dengan lokasi PLTN.
Adakah yang tahu ttg Gunung Muria ini apakah sudah mati dapur magmanya
atau cuan tidur saja (doormant)
Lantas gimana kita bisa tahunya ? Apakah ada bukti fisis atau hanya model ?

RDP

-- 
http://rovicky.wordpress.com/


JOINT CONVENTION BALI 2007
The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and 
Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007

To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI be 
liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or 
damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, 
arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI 
mailing list.
-



RE: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?

2007-09-25 Terurut Topik Leonard Lisapaly

Ada sebuah buku biografi mantan dekan FMIPA UI (Prof. Parangtopo) yang
ditulis beberapa tahun lalu. Salah satu bagian menuliskan sikap beliau yang
menentang pembangunan PLTN. Alasannya adalah siapkah SDM kita untuk proyek
yang membutuhkan presisi dalam segala hal?

LL

-Original Message-
From: Awang Harun Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Wednesday, September 26, 2007 9:06 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?

deleted

Sebenarnya, alam mungkin nomor dua terhadap bahaya PLTN ini, yang
dikuatirkan adalah bagaimana kalau PLTN itu dibangun dengan bahan2 yang
tak sesuai bestek-nya karena dikorupsi oleh yang berwenang. Banyak kan
kasus proyek2 di Indonesia di-downgrade pembangunannya agar sebagian
dananya bisa dirampas dan masuk kantong ? Sekolah2 Inpres saja dikorupsi
pembangunannya, busway juga, apalagi proyek besar seperti PLTN. Jadi,
sebaiknya Indonesia membereskan dulu penyakit korupsinya sebelum
membangun PLTN, begitu kata Franz Magnis-Suseno, filsuf Dryarkara dalam
suatu seminar tentang PLTN di Salatiga baru2 ini.

Salam,
awang






-Original Message-
From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Tuesday, September 25, 2007 4:18 C++
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?

Sehubungan dengan lokasi PLTN.
Adakah yang tahu ttg Gunung Muria ini apakah sudah mati dapur magmanya
atau cuan tidur saja (doormant)
Lantas gimana kita bisa tahunya ? Apakah ada bukti fisis atau hanya
model ?

RDP

-- 
http://rovicky.wordpress.com/



JOINT CONVENTION BALI 2007
The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and
Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007


To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information
posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no
event shall IAGI be liable for any, including but not limited to direct
or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from
loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the
use of any information posted on IAGI mailing list.
-



JOINT CONVENTION BALI 2007
The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and
Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007

To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted
on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall
IAGI be liable for any, including but not limited to direct or indirect
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data
or profits, arising out of or in connection with the use of any information
posted on IAGI mailing list.
-


JOINT CONVENTION BALI 2007
The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and 
Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007

To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta

RE: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?

2007-09-25 Terurut Topik Awang Harun Satyana
Pak Rovicky,

Penjelasan resmi tentang status Muria harus datang dari Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Bandung. 

Dari beberapa publikasi yang bisa dipercaya sebagai referensi seperti
Neumann van Padang (1951) - Indonesia. Catalog of Active Volcanoes of
the World and Solfatara Fields; Tom Simkin dan Lee Siebert (1994)-
Volcanoes of the World: A Regional Directory, Gazetteer, and Chronology
of Volcanism During the Last 10,000 Years; dan Volcanic Program
Smithsonian Institution, bisa disimpulkan bahwa Gunungapi Muria sedang
tidur panjang (inactive, dormant). Gunungapi ini tak ada dalam daftar
gunungapi aftif atau dormant di daftar PVMBG; mengindikasi bahwa gunung
Muria bukan untuk dikuatirkan. 

Mengapa tidur panjang ? Letusan terakhirnya pada 160 BC +/- 300 tahun;
jadi sudah sekitar 2000 tahun yang lalu. Mengapa tak dikategorikan
gunungapi mati saja ? Tidak ada yang berani mencantumkannya begitu.
Bagaimana kalau nanti tiba2 gunung ini batuk2 ? kan kita tak pernah tahu
pasti apa yang terjadi di bawah sana.

Penelitian terakhir dari Pak Prihadi et al (2005)- Geologi ITB dan
rekan2nya dari BATAN  Volcanic Hazard Analysis for Proposed Nuclear
Power Plant Siting in Central Java, Indonesia menyimpulkan bahwa Gunung
Muria aman, merupakan non-capable volcano for magmatic eruption in the
near future. Dalam waktu dekat tidak akan meletus Berapa dekat, berapa
jauh ? Tak ada data lanjutan, bisa ditanyakan langsung ke Pak Prihadi
kalau diperlukan. Penelitian ini menggunakan data lama maupun data baru
geohazard mitigation.

Pengklasifikasian gunungapi sebagai mati-tidur-aktif didasarkan kepada
periode letusan dan geokimia gunungapi sendiri (air kawahnya kalau
membentuk maar, temperaturnya, temperatur  komposisi kimiawi magmanya),
perubahan morfologi gunungnya. Di katalog gunungapi yang pernah dibuat
P3G (Kusumadinata, 1979) dibedakan antara gunungapi yang meletus dalam
masa sejarah (1600 AD) dan sesudahnya. Yang dalam masa sejarah itu
disebut gunungapi tidur. Kalau yakin, ada juga yang dibilang gunungapi
mati (misalnya Gunung Karang di wilayah Anyer).  Untuk Muria,
kelihatannya data terbaru dari Pak Prihadi et al. itu bukan model,
tetapi data fisik penelitian terbaru.

Muria adalah gunungapi Plistosen dan morfologinya menunjukkan bahwa ia
sudah tererosi tingkat lanjut (artinya memang ia gunung tua). Puncaknya
yang high-K dipotong oleh beberapa kawah berarah utara-selatan, beberapa
mengandung kubah lava. Lubang2 kepundan di sayap ditutup kubah lava,
cinder cones (kerucut abu volkanik) dan maar (danau). Letusan terakhir
2000 tahun yang lalu itu membentuk tiga maar di sayap timurlaut dan
tenggara.

Umur gunung ini sebagai Plistosen masih menjadi bahan perdebatan, ada
yang menyatakannya sebagai Holosen, atau bahkan beberapa ribu tahun yang
lalu berdasarkan umur maar-nya.

Yang lebih harus diwaspadai sebenarnya bukan reaktivasi volkanik, tetapi
reaktivasi kegempaan, sebab Lasem Fault, sesar normal-strike-slip
berarah BD-TL terdapat di wilayah Semenanjung Muria ini, sesar ini
adalah splay sesar besar tua Muria-Kebumen. Gunung Muria dulu lahir
melalui sesar besar ini sebagai back-arc volcanism (dibuktikan dengan
high-K-nya, bukan tipe gunungapi hasil subduction; Hutchison, 1989).
Sesar Lasem diindikasi bisa direaktivasi. Di samping itu, ada juga yang
mengeplot sesar besar lain yang arahnya hampir BL-Tenggara memotong
Semenanjung Muria sampai ke Merapi. Waktu gempa Yogya 27 Mei 2006, ada
yang mengatakan gempa dirasakan di Jawa Utara oleh propagasi gaya
melalui sesar Semenanjung Muria - Merapi ini.

Mmengapa masyarakat Muria sendiri menolak pembangunan PLTN di Lemah
Abang itu adalah selain ketakutan PLTN bocor, juga karena Muria
dikeramatkan sebagai tempat makam salah satu Wali Sanga (Sunan Muria).
Uniknya juga, Muria merupakan asal muasal tempat berkembangnya Kristen
di Jawa Utara (zending Gereja Muria).

Sebenarnya, alam mungkin nomor dua terhadap bahaya PLTN ini, yang
dikuatirkan adalah bagaimana kalau PLTN itu dibangun dengan bahan2 yang
tak sesuai bestek-nya karena dikorupsi oleh yang berwenang. Banyak kan
kasus proyek2 di Indonesia di-downgrade pembangunannya agar sebagian
dananya bisa dirampas dan masuk kantong ? Sekolah2 Inpres saja dikorupsi
pembangunannya, busway juga, apalagi proyek besar seperti PLTN. Jadi,
sebaiknya Indonesia membereskan dulu penyakit korupsinya sebelum
membangun PLTN, begitu kata Franz Magnis-Suseno, filsuf Dryarkara dalam
suatu seminar tentang PLTN di Salatiga baru2 ini.

Salam,
awang






-Original Message-
From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Tuesday, September 25, 2007 4:18 C++
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: [iagi-net-l] Gunung Muria - mati atau tidur ?

Sehubungan dengan lokasi PLTN.
Adakah yang tahu ttg Gunung Muria ini apakah sudah mati dapur magmanya
atau cuan tidur saja (doormant)
Lantas gimana kita bisa tahunya ? Apakah ada bukti fisis atau hanya
model ?

RDP

-- 
http://rovicky.wordpress.com