Tentu kita masih ingat siapa Mpu Bharada. Menurut cerita, beliau adalah seorang resi ternama mahasakti pada zaman Erlangga. Tahun 1042 M, sesaat sebelum Erlangga meninggalkan Kahuripan, kerajaan mesti dibagi dua untuk kedua putranya : Lembu Amiluhur dan Lembu Amiseno agar tak terjadi perebutan tahta di antara mereka. Dipanggilnyalah resi ternama itu dan dimintai tolong untuk membagi Kahuripan menjadi dua. Garis batas demarkasi harus ditentukan sedemikian rupa sehingga di antara kedua putra Erlangga itu tidak terjadi saling rebutan wilayah. Maka, terbanglah sang resi sakti itu di atas wilayah Kahuripan sambil membawa kendi berisi air keramat. Konon, air keramat itu mengalir dari udara jatuh ke Bumi dan membuat garis demarkasi. Mpu Bharada terbang dari pusat Kahuripan di sekitar Delta Brantas ke barat, lalu berbelok ke selatan menuju Blitar sekarang. Di utara Jombang sekarang, di titik ia hendak berbelok ke selatan, mata elang Mpu Bharada tiba-tiba melihat ke barat terdapat suatu garis lurus di Bumi berarah baratdaya-timurlaut dari Nganjuk-utara Kertosono-utara Jombang sepanjang hampir 40 km. Apa garis itu ? Kita tahu sekarang itu adalah sebuah sesar mendatar besar masih di wilayah Kendeng. Maka dikucurkanlah air dari kendi, dan jatuh memenuhi sepanjang garis tersebut. Jadilah garis itu Sungai Widas, sungai lurus sepanjang 40 km berhulu di Gunung Wilis dekat Nganjuk dan bermuara di timurlaut di sekitar Ploso utara Jombang bersatu dengan Sungai Brantas. Lalu, Mpu Bharada setelah mengairi Sesar Widas, ia hendak menyelesaikan tugasnya ke selatan menuju Blitar melalui Kediri. Apa boleh buat, resi sakti yang sudah sepuh itu kelelahan dan mulai terbang rendah. Akhirnya, di sekitar Kediri, jubahnya tersangkut pohon kamal (asam), dan Mpu Bharada memutuskan turun ke Bumi dan berhenti. Kemudian, orang-orang meneruskan pembatasan Kahuripan itu dengan membangun tembok dari pohon asam tersebut lurus ke arah tenggara menuju Blitar. Tetapi, pekerjaannya tidak sempurna, di sana sini perbatasan dari Kediri ke Blitar banyak celahnya. Kelak, celah2 ini menjadi asal-muasal Kediri menganeksasi Jenggala dan Singhasari menganeksasi Kediri. Begitulah ceritanya. Cerita di atas hanyalah imajinasi saya. Tetapi ada beberapa fakta di dalamnya dan ada cerita yang dari kita sekolah dasar dan menengah sudah diajarkan. Faktanya adalah : (1) Kahuripan memang dibagi dua menjadi Jenggala dan Panjalu/Kediri/Daha tahun 1042 M; (2) Erlangga memang meminta bantuan Mpu Bharada untuk menentukan batas wilayah pembagian kerajaan; (3) Sungai Widas dari Nganjuk-Ploso memang menempati Sesar Widas, sebuah sesar besar mendatar menganan, satu generasi sejajar dan setipe dengan Sesar Watukosek tempat menyemburnya LUSI dan yang membengkokkan rel kereta api tahun lalu; (4) Sungai Widas adalah batas Jenggala dan Panjalu di bagian barat, ke utara sungai ini adalah wilayah Jenggala sampai pantai utara Jawa Timur, ke selatan sungai ini adalah wilayah Panjalu/Kediri sampai ke wilayah Blitar; bahwa sungai ini menjadi batas dua kerajaan tersebut terdapat di dalam kidung Negara Krtagama anggitan Mpu Prapanca yang diterjemahkan oleh Prof. Slamet Muljana (1979) dalam bukunya "Negara Krtagama". Apa ceritanya ? Mpu Bharada terbang. Andai benar resi linuwih ini terbang, maka saya berimajinasi ia pasti melihat Sesar Widas itu dan menjadikannya garis demarkasi antara Jenggala dan Panjalu. Begitulah, boleh percaya boleh tidak. Ada faktanya, ada ceritanya, ada juga imajinasinya. Selamat bermalam minggu... salam, awang
--------------------------------- Looking for a deal? Find great prices on flights and hotels with Yahoo! FareChase.