Re: [keluarga-islam] UGM Anggap Proyek Joko Suprapto Penipuan
Assalamu'alaikum. Beberapa hari Yl ada berita di trans TV bahwa ada alternatif energi, yaitu dari gas buang lubang tinja dirumah2 tangga. Apa benar ya? salam, - Original Message - From: LILIS To: keluarga-islam@yahoogroups.com Sent: Friday, May 30, 2008 2:32 AM Subject: Re: [keluarga-islam] UGM Anggap Proyek Joko Suprapto Penipuan Walah kalo bener nipu berarti presiden kita kapusan... Wah isin tenaaannn - Original Message - From: Ananto To: keluarga-islam@yahoogroups.com ; [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, May 28, 2008 8:21 AM Subject: [keluarga-islam] UGM Anggap Proyek Joko Suprapto Penipuan Kamis, 29 Mei 2008 UGM Anggap Proyek Joko Suprapto Penipuan Rektor sempat tertarik dan ingin membeli. YOGYAKARTA - Universitas Gadjah Mada (UGM) mengungkapkan, mereka sempat diminta membiayai proyek energi alternatif oleh kelompok Joko Suprapto dan kawan-kawan senilai Rp 3 miliar. Namun, setelah melakukan beberapa pertemuan dan menelusuri latar belakang kelompok ini, UGM menyimpulkan proyek yang ditawarkan itu merupakan upaya penipuan. Kami puas UGM tidak tertipu, kata Kepala Pusat Studi Energi UGM Sudiartono kepada Tempo kemarin. Meski begitu, UGM tidak sampai melaporkan kepada pihak kepolisian ihwal penipuan tersebut. Sebelumnya, Ketua Jurusan Teknik Elektro UGM Tumiran juga menyatakan klaim Joko yang mengatakan mampu memproduksi sumber energi berbahan baku air sebagai hal yang menyesatkan. Ini hal yang memalukan karena presiden kita lebih mempercayai hal-hal seperti ini, ujarnya mengenai proyek Joko, yang oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diberi nama blue energy. Sudiartono berkisah, pada Desember 2005 Joko datang ke UGM bersama delapan temannya. Rombongan diterima langsung oleh Rektor UGM Prof Sofian Effendi, didampingi Dr Chairil Anwar, di rumah dinas rektor. Ketika itu Joko memaparkan temuannya tentang pembangkit listrik ajaib. Dengan menggunakan empat buah batu baterai kecil, beberapa bola lampu 60 watt, serta panel surya, pembangkit itu diklaim mampu menghasilkan listrik berkapasitas 25 kilowatt. Rektor pun sempat tertarik. Namun, kata Sudiartono, ada yang tak masuk akal dalam presentasi itu. Saya tanya apakah di dalam ada accu atau inverter, dia jawab tidak ada. Kemudian saya tanya lagi berapa lama lampu akan menyala, dia jawab selamanya, ujarnya. Dari sini saya mulai tidak percaya. Kecurigaan itu makin besar setelah Sudiartono menemukan perusahaan, alamat-alamat, dan kontak yang tertera di kartu nama Joko dan timnya ternyata palsu. Rekan Joko bernama Purwanto mengaku lulusan Teknik Fisika IKIP Yogyakarta. Tapi di kartu namanya dia mencantumkan gelarnya Drs, bukan insinyur atau sarjana teknik seperti lazimnya lulusan jurusan teknik. Sebagai catatan, kata Sudiartono, Purwanto yang menggunakan gelar 'Drs' itulah yang akhir-akhir ini mengelabui UMY (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) dengan pembangkit tenaga listrik jin dan 'banyugeni'-nya. Ia menambahkan, saat itu Joko dan Purwanto juga sempat berpromosi mengenai bahan bakar bersumber air. Kami tak menanggapinya. Rektor UMY Khoiruddin Basyori mengatakan mereka tidak punya sangkut-paut dengan Joko Suprapto. Menurut dia, mereka kini tiarap dan tidak mempublikasikan temuan sumber energi berbahan air yang mereka patenkan dengan nama BanyugeniTM itu. Kami belajar dari kasus Joko. Hingga kemarin, Joko, yang tinggal di Nganjuk, Jawa Timur, belum dapat dimintai komentar. Rumahnya yang luas masih dijaga ketat oleh tentara. Komandan Kodim Nganjuk Letnan Kolonel Christiono menyatakan Joko sedang berobat ke sebuah rumah sakit. Ihwal blue energy ini, Minggu lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, seperti dikemukakan anggota staf khusus kepresidenan, Heru Lelono, tetap meminta proyek Joko itu diteruskan. Temuan ini logis. Sudah didukung oleh ahli perminyakan, kata Heru waktu itu.TOMI | BERNARDA RURIT | MUH SYAIFULLAH | DWIDJO MAKSUM Sumber : Tempo
[keluarga-islam] Terbiasa Dalam Standar Minimal
Terbiasa Dalam Standar Minimal Tidak semua orang islam berpola hidup yang islami dan tidak jarang kita temui dimana negara yang mayoritas bukan muslim tetapi sering mengedepankan nilai-nilai yang islami contoh sederhana adalah kebersihan , bukankah kebersihan sebagian dari iman, sekarang lihatlah sekeliling kita dimana nilai tadi belum sepenuhnya kita terapkan begitu juga dengan bagaimana menghargai waktu (disiplin), menepati janji , menghargai orang lain dan seterusnya karena kita memang telah terbiasa dengan standar minimal atau paling tidak standar menengah belum sampai maksimal dan ini harus diakui dimana hal yang paling sering dijadikan contoh adalah dalam bersedekah yaitu jika kita mempunyai uang dikantong beberapa lembar uang 100 ribu, 50ribu, 10 ribu, 5 ribu dan seribu, lalu angka yang mana kita pilih dalam bersedekah ? sangat normatif dan situasional bukan Didalam beberapa hal kita juga sering seperti burung beo yang suka bersifat latah, apakah sama ketika melihat keagungan Allah seperti keajaiban alam sambil berseru Subhanallah dengan ketika kita kaget lalu berucap Astagfirullah , tentu tidak karena yang pertama terucap dengan kesadaran penuh sedangkan yang kedua hanya karena latah tetapi karena kita terbiasa dengan standar minimal maka kita akan berujar yah lebih baik dari pada ngucapin yang ngga-ngga apalagi yang jorok . Didalam pergaulan sehari-hari saya sering mendengar kata-kata Masya Allah, Astagfirullah diucapkan oleh non muslim , mungkin karena mereka sering mendengar kata ini di ucapkan pada seuatu kejadian tertentu sehingga menjadi kebiasaan. Ada pertanyaan menggelitik dari kejadian diatas yaitu apakah sama kebaikan tanpa sengaja dengan keburukan tanpa sengaa ? mungkin sama walau secara kasat mata tidak artinya sebenarnya tidak ada niat berbuat baik atau buruk, bukankah setiap amal dimulai pertama kali dari niatnya seperti arang yang tidak makan dan minum seharian karena tidak ada makanan dan minuman dan orang yang berpuasa hanya dibedakan oleh niatnya. Rasulullah bersabda Dari Amirul Mu'minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda : Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.(HR Bukhari Muslim) Dalam Surat Ali Imran ayat 110 Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik . Penegasan Allah bahwa umat Islam adalah umat terbaik adalah berarti bahwa umat islam dituntut untuk melakukan yang terbaik pula dengan standar maksimal yang kita miliki, karena tidak mungkin yang terbaik selalu terposisi dengan tangan yang terus berada dibawah. Salam David
[keluarga-islam] Fwd: [FORUM PENGAJIAN KANTOR] Ahmad Hariadi 'Tugas Saya Menyadarkan Jemaat Ahmadiyah'
Note: forwarded message attached. ---BeginMessage--- Rabu, 14 Mei 2008 Ahmad Hariadi 'Tugas Saya Menyadarkan Jemaat Ahmadiyah' Tak banyak orang mengenal sosok yang satu ini. Mubaligh senior yang sempat 10 tahun bergabung dengan Ahmadiyah ini, kemudian menyadari dan insaf bahwa Ahmadiyah keliru dan sesat. Ia pun lantas meninggalkan Ahmadiyah. Meskipun awalnya pertemuan dengan tokoh sekaliber Buya Hamka dan M Natsir tak membuatnya goyah untuk tetap memeluk Ahmadiyah. Tekadnya sekarang adalah menghabiskan sisa hidupnya untuk melakukan penyadaran bagi Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) agar kembali pada Islam yang kaffah. Ia tegaskan lagi janjinya saat tabligh akbar di Masjid Al Barkah, Matraman, Jakarta. Pemimpin Yayasan Kebangkitan Kaum Muslimin di Garut, Ahmad Hariadi, memaparkan kisahnya kepada wartawan Republika, Rachmat Santosa Basarah. Berikut petikannya. Bagaimana awalnya, Anda bisa tertarik masuk Ahmadiyah? Tahun 1971, saat itu usia saya 19 tahun, saya mendatangi cabang Ahmadiyah Surabaya, membaca buku-buku Ahmadiyah, termasuk yang dikarang oleh Mirza Ghulam Ahmad. Setelah saya pelajari, akhirnya saya tertarik dan saya simpulkan, inilah yang saya cari. Setelah itu, saya hadapkan pada guru-guru saya yang sebelumnya saya pun belajar pada mereka. Ada yang dari Muhammadiyah, NU, Persis, dan lainnya. Saya kan sebelum kenal Ahmadiyah belajar lama pada para alim ulama itu. Saya juga mubaligh, dan jauh sebelum itu sudah mengisi ceramah di salah satu radio di Jombang. Ketertarikan saya saat itu karena melihat organisasi Ahmadiyah adalah organisasi dunia. Mereka menerjemahkan Alquran ke dalam berbagai bahasa dan organisasinya rapi. Pendirinya adalah Imam Mahdi, Isa yang dijanjikan. Jadi, menurut saya, saat itu ada daya tarik khusus yang tidak ada pada kelompok-kelompok Islam lainnya. Kemudian dari ajarannya, Ahmadiyah membuat definisi bahwa Rasul itu dibagi dua. Yaitu, yang membawa syariat dan yang tidak membawa syariat dan pakai dalil Alquran--yang memang kalau dilihat sepintas memang benar. Menurut Ahmadiyah, rasul yang tidak membawa syariat itu bisa saja datang, yaitu Mirza Ghulam Ahmad. Kalau seandainya para guru saya atau para ulama mengatakan definisi dalam Ahmadiyah bahwa rasul dibagi dua, itu tidak benar. Tentu, saya tidak akan masuk Ahmadiyah saat itu. Memang ada ayat di dalam Alquran. Namun, bukan berarti nabi-nabi Bani Israil tidak membawa syariat. Memang, dalam hal-hal prinsip berinduk pada Taurat. Tapi, dalam hal-hal lain yang sifatnya sesuai dengan situasi dan kondisi pada waktu nabi-nabi itu berada, mereka juga membawa syariat. Itu kunci jawabannya. Kalau saya dapatkan itu sebelum saya masuk Ahmadiyah, saya tidak akan masuk Ahmadiyah. Bagaimana tanggapan para alim ulama (guru Anda) setelah mengetahui Anda tertarik Ahmadiyah? Saya menemui mereka dan saya hadapkan hujjah-hujjah Ahmadiyah pada mereka. Terutama, yang menyangkut tiga masalah pokok. Pertama, Nabi Isa AS masih hidup atau sudah mati. Kedua, akankah datang rasul atau nabi lagi yang tidak membawa syariat. Ketiga, benar atau tidakkah bahwa Mirza Ghulam Ahmad ini sebagai Imam Mahdi, sebagai Nabi Isa yang dijanjikan. Mungkin, karena mendadak dan mereka belum mempelajari secara mendalam, mereka akhirnya cukup kelabakan juga. Akhirnya, saya simpulkan bahwa hujjah-hujjah Ahmadiyah ini tidak bisa dipatahkan. Akhirnya, mereka bahkan menyimpulkan bahwa kalau memang Ahmadiyah benar, mengapa Buya Hamka dan Muhammad Natsir tidak masuk Ahmadiyah. Setelah menghadap para ulama yang sebelumnya adalah guru-guru Anda itu, apa yang Anda lakukan? Dua tahun kemudian, tahun 1973, saya sempatkan untuk pergi ke Jakarta mendatangi Buya Hamka di Masjid Al Azhar. Saya ditanya Buya, ada apa datang ke sini? Saya katakan, saya dari Pare, Kediri. Saya katakan, ada problem dengan Ahmadiyah. Langsung spontan, Buya Hamka memegang pundak saya dan meminta saya untuk tiga hari tinggal di rumah beliau, di samping Masjid Al Azhar itu. Selama tiga hari dengan beliau, kami dialog tentang tiga masalah pokok hujjah Ahmadiyah. Namun, saya merasa jawaban-jawaban beliau belum memuaskan. Akhirnya, saya mendatangi Ustadz Muhammad Natsir dengan rekomendasi dari Buya Hamka. Pak Natsir kemudian memberikan hasil debat antara Al Hasan dari Persis dengan dua mubaligh Ahmadiyah, yaitu Rahmad Ali dan Abubakar Ayub. Dalam hasil debat yang sudah berbentuk buku itu, dibahas juga tiga masalah tadi. Saya masih belum puas juga. Dua ulama besar tidak bisa membuat Anda goyah. Kemudian, apa yang Anda lakukan? Setelah itu, saya ke Bandung karena ada saudara saya di sana. Kemudian, saya datang ke cabang Ahmadiyah di Bandung. Dan, saya utarakan mau dibaiat masuk Ahmadiyah (Ahmad Hariadi menuturkan dengan mata memerah dan berkaca-kaca--Red). Itu bulan Desember 1973. Saya mengisi formulir baiat masuk Ahmadiyah. Jadi, sebelum mengisi formulir itu ada 10 persyaratan baiat. Dan, itu sampai sekarang masih diterapkan di Ahmadiyah. Setelah
[keluarga-islam] (Do'a of the Day) 24 Jumadil Awal 1429H
Bismillah irRahman irRaheem In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind Allaahumma rabbas samaawaatis sab'i wa maa adl-lal ta wa rabbal ardhiina wa maa aqallat wa rabbasy syayaathiini wa maa adlallat kun lii jaaran min syarri khalqika kullihim jami'an an yafrutha 'alayya ahadun minhum au an yabghaa 'alayya 'azza jaaruka wa jalla tsanaauka wa laa ilaaha ghairuka wa laa ilaaha illaa anta. Ya Allah, Tuhannya tujuh langit dan segala macam isinya, Tuhannya beberapa bumi dan segala macam di bawahnya, Tuhannya semua syetan dan segala yang disesatkan olehnya. Lindungilah aku dari kejahatan makhluk-Mu semuanya, dari sewenang-wenang manusia atas diriku dari seseorang yang berlaku curang kepadaku. Maha Kuat perlindungan-Mu lagi Maha Mulia sanjungan-Mu dan Tiada Tuhan yang patut disembah selain Engkau.
[keluarga-islam] (Ngaji of the Day) Doa pada 7 atau 40 Hari Setelah Kematian
*Doa pada 7 atau 40 Hari Setelah Kematian* Sudah menjadi tradisi orang NU, kalau ada keluarga yang meninggal, malam harinya ada tamu-tamu yang bersilaturrahim, baik tetangga dekat maupun jauh. Mereka ikut belasungkawa atas segala yang menimpa, sambil mendoakan untuk yang meninggal maupun yang ditinggalkan. Selain bersiap menerima tamu, sanak keluarga, handai tolan, dan keluarga dekat, pada hari kedua sampai ketujuh, mereka akan mengadakan bacaan tahlil dan do'a yang dikirimkan kepada yang sudah meninggal dunia. Soal ada makanan atau tidak, bukan hal penting, tapi pemanfaatan pertemuan majelis silaturrahim itu akan terasa lebih berguna jika diisi dengan dzikir. Sayang, bagi orang-orang awam yang kebetulan dari keluarga miskin, mereka memandang sajian makanan sebagai keharusan untuk disajikan kepada para tamu, padahal substansinya sebenarnya adalah bacaan tahlil dan do'a adalah untuk menambah bekal bagi si mayit. Kemudian, peringatan demi peringatan itu menjadi tradisi yang seakan diharuskan, terutama setelah mencapai 40 hari, 100 hari, setahun (haul), dan 1000 hari. Semua itu berangkat dari keinginan untuk menghibur pada keluarga yang di tinggalkan sekaligus ingin mengambil iktibar bahwa kita juga akan menyusul (mati) di kemudian hari. Dalil yang dapat dibuat pegangan dalam masalah ini adalah: *قَالَ طَاوُسَ: إنَّ الْمَوْتَى يُفْتِنُوْنَ فِي قُبُوْرِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ أنْ يُطْعِمُوْا عَنْهُمْ تَلْكَ اْلأيّاَمِ إلَى أنْ قَالَ عَنْ عُبَيْدِ ابْنِ عُمَيْرِ قَالَ**: يُفْتِنُ رَجُلانِ مُؤمِنٌ وَمُنَافِقٌ فَأمَّا الْمُؤمِنُ فَيُفْتِنُ سَبْعًا وَأمَّا الْمُناَفِقُ فَيُفْتِنُ أرْبَعِيْنَ صَبَاحًا* Imam Thawus berkata: Seorang yang mati akan beroleh ujian dari Allah dalam kuburnya selama 7 hari. Untuk itu, sebaiknya mereka (yang masih hidup) mengadakan jamuan makan (sedekah) untuknya selama hari-hari tersebut. Sahabat Ubaid ibn Umair berkata: Seorang mukmin dan seorang munafiq sama-sama akan mengalami ujian dalam kubur. Bagi seorang mukmin akan beroleh ujian selam 7 hari, sedang seorang munafiq selama 40 hari di waktu pagi. ( *Al Hawi lil Fatawa as Suyuti, Juz II hal 178*) Jika suatu amaliyah atau ibadah sudah menjadi keputusan atau atsar atau amal sahabat (dalam hal ini Tاawus) maka hukumnya sama dengan hadits mursal yang sanadnya sampai kepada Tabi'in, dan dikatagorikan shahih dan telah dijadikan hujjah mutlak (tanpa syarat). Ini menurut tiga imam (Maliki, Hanafi, Hambali). Sementara Imam Syafi'i hanya mau berhujjah dengan hadits mursal jika dibantu atau dilengkapi dengan salah satu ketetapan yang terkait dengannya, seperti adanya hadits yang lain atau kesepakatan sahabat. Dalam hal ini, seperti disebut di atas, ada riwayat dari Mujahid dan dari Ubaid bin Umair yang keduanya dari golongan Tabi'in, meski mereka berdua bukan sahabat. Maksud dari kalimat *فَكَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ* atau sebaiknya mereka dalam keterangan di atas adalah bahwa orang-orang di zaman Nabi Muhammad SAW melaksanakan hal itu, sedang Nabi sendiri tahu dan mengafirmasinya. (*Al Hawi lil Fatawa as Syuyuti, Juz II hal 183*) *KH Munawwir Abdul Fattah* *Pengasuh Pesantren Krapyak Yogyakarta*
RE: [keluarga-islam] (Ngaji of the Day) Doa pada 7 atau 40 Hari Setelah Kematian
Assalamu’alaikum wr.wb., Sedikit menambahkan … petikan diskusi saya dengan teman2 kantor. Mohon maaf atas segala kesalahan Salam sayang, Hidayat === Sebagaimana saya sampaikan, bahwa dasar hukumnya adalah hadits marfu’ mursal yang shahih dari tiga orang tabi`in (generasi setelah sahabat Nabi) yaitu Thawus, Ubaid bin Umair dan Mujahid yang mungkin dapat dijadikan qaid kepada hadits-hadits mutlak (tidak ada qaid hari-hari untuk bershadaqah untuk mayit) di atas. Thawus adalah seorang tabi’in terkemuka dari Yaman, dan pernah bertemu dan belajar dengan 50 hingga 70 orang sahabat Nabi SAW. * Hadits riwayat Thawus, Bahwa orang-orang mati itu akan dilakukan fitnah di dalam kubur mereka selama tujuh hari. Maka adalah mereka itu menganjurkan untuk memberi shadaqah makanan atas nama mereka selama hari-hari itu. * Riwayat Ubaid bin Umair, Dilakukan fitnah kubur terhadap dua golongan, yaitu orang mukmin dan orang munafiq. Adapun terhadap orang mukmin dilakukan tujuh hari dan terhadap orang munafiq dilakukan 40 hari. * Dalam riwayat Mujahid, Ruh-ruh itu berada d iatas pekuburan selama tujuh hari, sejak dikuburkan tidak memisahinya. Hadits marfu’ mursal adalah hadits yang sanadnya terhenti kepada tabi’in (tersebut) tanpa diberitahukan siapa perawinya dari kalangan sahabat hingga ke Nabi. Tetapi karena menyangkut masalah barzakhiyyah (alam kubur) yang tidak akan diketahui selain dari wahyu, maka di-rafa’kan-lah sanadnya kepada Nabi SAW. Para ulama menyatakan bahwa hadits marfu’ mursal tersebut boleh dijadikan hujjah (dasar) secara mutlak dalam madzhab sunni seperti Hanafi, Malikin dan Hanbali. Dalam madzhab Syafi’i hadits ini dapat dijadikan hujjah karena ada hadits pendukung lainya (yaitu ada dua hadits lain yang mendukung hadits pertama). Hadits Thawus tersebut juga terdapat dalam kitab Fatawa Kubra Al-Fiqhiyyah karangan Imam Ibnu Hajar Jilid 2 hal. 30, yang menyatakan bahwa: ”mereka” (ada dua pengertian; Rasulullah beserta para sahabat, atau para sahabat dan tabi’in) menyukai – mustahab – bersedekah makanan bagi si mayat selama 7 hari pertama karena si mayat difitnah/diuji/ditanya selama 7 hari di kuburnya. Hal yang sama juga disebutkan dalam kitab Al-Hawi lil Fatawi karangan Imam As-Sayuthi juz 2 hal. 194: (Dan telah aku lihat) dalam kitab-kitab sejarah tatkala menceritakan riwayat hidup para imam (pemuka agama) banyak menulis: Dan telah berdiri manusia di sisi kuburnya selama 7 hari dengan membaca Al-Quran. Dan telah dikeluarkan oleh Al-Hafidz al-Kabir Abul Qasim Ibnu 'Asaakir dalam kitabnya Tabyiin Kadzibil Muftari fi Ma Nusiba ilal Imam Abil Hasan al-'Asy'ariy bahwa dia telah mendengar Syaikh al-Faqih Abul Fath Nashrullah bin Muhammad bin Abdul Qawi al-Mashishi berkata: Telah wafat Syaikh Nashr bin Ibrahim al-Maqdisi pada hari Selasa 9 Muharram 490H di Damsyik. Kami telah berdiri/berhenti/berada di kuburnya selama 7 malam, kami membaca Al-Quran dengan setiap malam 20 kali khatam. Dalam kitab Minhajus Salimin yang ditahqiq oleh Syaikh Abdul Qadir Al-Mandili disebutkan, Ini karena amalan menunggu kubur telah dilakukan oleh salafus sholeh terdahulu dari kalangan sahabat dan tabi’in, salaf dan khalaf dari ahli Makkah dan Madinah. Hal ini ditegaskan oleh seorang ulama’ yang mu’tabar iaitu Imam as-Sayuthi di dalam Al-Haawi lil Fatawi yang berbunyi: Aku lihat dalam sejarah-sejarah pada tarajim (kisah perjalanan hidup, biografi) imam-imam, kebanyakan mereka berkata: “Dan telah dilakukan oleh manusia, membaca Al-Quran di atas kuburnya selama 7 hari.” Berkata Syaikh Husein Ibrahim al-Maghribi dalam kitabnya Qurratul ‘Ain, “Apa pendapat kamu tentang perkhidmatan 7 hari bagi mayat dengan membaca dan melakukan perkara yang biasa dilakukan padanya? Apakah ada atsar (dari Nabi dan sahabat) dan adakah sampai pahala bagi mayat? Jawaban: Imam Abu Said ditanya tentang masalah tersebut, lalu beliau menjawab: “Diriwayatkan oleh Ibnu Battal pada Syarah Bukhari dari Ibnu Thawus dari Thowus berkata: “Adalah mereka tidak berpisah dengan si mati selama 7 hari.” Berkata Imam Syafi’i: Sesungguhnya yang dimaksudkan oleh Thawus dengan kata “mereka” ialah sahabat Rasulullah SAW.” From: keluarga-islam@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Ananto Sent: Friday, May 30, 2008 9:13 AM To: keluarga-islam@yahoogroups.com; [EMAIL PROTECTED] Subject: [keluarga-islam] (Ngaji of the Day) Doa pada 7 atau 40 Hari Setelah Kematian Doa pada 7 atau 40 Hari Setelah Kematian Sudah menjadi tradisi orang NU, kalau ada keluarga yang meninggal, malam harinya ada tamu-tamu yang bersilaturrahim, baik tetangga dekat maupun jauh. Mereka ikut belasungkawa atas segala yang menimpa, sambil mendoakan untuk yang meninggal maupun yang ditinggalkan. Selain bersiap menerima tamu, sanak keluarga, handai tolan, dan keluarga dekat, pada hari kedua sampai ketujuh, mereka akan mengadakan