Re: [keluarga-islam] UGM Anggap Proyek Joko Suprapto Penipuan

2008-05-29 Terurut Topik Arland
Assalamu'alaikum.

Beberapa hari Yl ada berita di trans TV bahwa ada alternatif energi, yaitu dari 
gas buang lubang tinja dirumah2 tangga.

Apa benar ya?


salam,


  - Original Message - 
  From: LILIS 
  To: keluarga-islam@yahoogroups.com 
  Sent: Friday, May 30, 2008 2:32 AM
  Subject: Re: [keluarga-islam] UGM Anggap Proyek Joko Suprapto Penipuan



  Walah kalo bener nipu berarti presiden kita kapusan...
  Wah isin tenaaannn

- Original Message - 
From: Ananto 
To: keluarga-islam@yahoogroups.com ; [EMAIL PROTECTED] 
Sent: Wednesday, May 28, 2008 8:21 AM
Subject: [keluarga-islam] UGM Anggap Proyek Joko Suprapto Penipuan


Kamis, 29 Mei 2008

UGM Anggap Proyek Joko Suprapto Penipuan
Rektor sempat tertarik dan ingin membeli. 

YOGYAKARTA - Universitas Gadjah Mada (UGM) mengungkapkan, mereka sempat 
diminta membiayai proyek energi alternatif oleh kelompok Joko Suprapto dan 
kawan-kawan senilai Rp 3 miliar. Namun, setelah melakukan beberapa pertemuan 
dan menelusuri latar belakang kelompok ini, UGM menyimpulkan proyek yang 
ditawarkan itu merupakan upaya penipuan.

Kami puas UGM tidak tertipu, kata Kepala Pusat Studi Energi UGM 
Sudiartono kepada Tempo kemarin. Meski begitu, UGM tidak sampai melaporkan 
kepada pihak kepolisian ihwal penipuan tersebut.

Sebelumnya, Ketua Jurusan Teknik Elektro UGM Tumiran juga menyatakan klaim 
Joko yang mengatakan mampu memproduksi sumber energi berbahan baku air sebagai 
hal yang menyesatkan. Ini hal yang memalukan karena presiden kita lebih 
mempercayai hal-hal seperti ini, ujarnya mengenai proyek Joko, yang oleh 
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diberi nama blue energy.

Sudiartono berkisah, pada Desember 2005 Joko datang ke UGM bersama delapan 
temannya. Rombongan diterima langsung oleh Rektor UGM Prof Sofian Effendi, 
didampingi Dr Chairil Anwar, di rumah dinas rektor.

Ketika itu Joko memaparkan temuannya tentang pembangkit listrik ajaib. 
Dengan menggunakan empat buah batu baterai kecil, beberapa bola lampu 60 watt, 
serta panel surya, pembangkit itu diklaim mampu menghasilkan listrik 
berkapasitas 25 kilowatt. Rektor pun sempat tertarik.

Namun, kata Sudiartono, ada yang tak masuk akal dalam presentasi itu. Saya 
tanya apakah di dalam ada accu atau inverter, dia jawab tidak ada. Kemudian 
saya tanya lagi berapa lama lampu akan menyala, dia jawab selamanya, ujarnya. 
Dari sini saya mulai tidak percaya.

Kecurigaan itu makin besar setelah Sudiartono menemukan perusahaan, 
alamat-alamat, dan kontak yang tertera di kartu nama Joko dan timnya ternyata 
palsu. Rekan Joko bernama Purwanto mengaku lulusan Teknik Fisika IKIP 
Yogyakarta. Tapi di kartu namanya dia mencantumkan gelarnya Drs, bukan 
insinyur atau sarjana teknik seperti lazimnya lulusan jurusan teknik.

Sebagai catatan, kata Sudiartono, Purwanto yang menggunakan gelar 'Drs' 
itulah yang akhir-akhir ini mengelabui UMY (Universitas Muhammadiyah 
Yogyakarta) dengan pembangkit tenaga listrik jin dan 'banyugeni'-nya. Ia 
menambahkan, saat itu Joko dan Purwanto juga sempat berpromosi mengenai bahan 
bakar bersumber air. Kami tak menanggapinya.

Rektor UMY Khoiruddin Basyori mengatakan mereka tidak punya sangkut-paut 
dengan Joko Suprapto. Menurut dia, mereka kini tiarap dan tidak 
mempublikasikan temuan sumber energi berbahan air yang mereka patenkan dengan 
nama BanyugeniTM itu. Kami belajar dari kasus Joko.

Hingga kemarin, Joko, yang tinggal di Nganjuk, Jawa Timur, belum dapat 
dimintai komentar. Rumahnya yang luas masih dijaga ketat oleh tentara. Komandan 
Kodim Nganjuk Letnan Kolonel Christiono menyatakan Joko sedang berobat ke 
sebuah rumah sakit. 

Ihwal blue energy ini, Minggu lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 
seperti dikemukakan anggota staf khusus kepresidenan, Heru Lelono, tetap 
meminta proyek Joko itu diteruskan. Temuan ini logis. Sudah didukung oleh ahli 
perminyakan, kata Heru waktu itu.TOMI | BERNARDA RURIT | MUH SYAIFULLAH | 
DWIDJO MAKSUM

Sumber : Tempo 


   

[keluarga-islam] Terbiasa Dalam Standar Minimal

2008-05-29 Terurut Topik David Sofyan
Terbiasa Dalam Standar Minimal


Tidak semua orang islam berpola hidup yang islami  dan tidak jarang kita temui 
dimana negara yang mayoritas bukan muslim tetapi sering mengedepankan 
nilai-nilai yang islami contoh sederhana adalah kebersihan , bukankah 
kebersihan sebagian dari iman, sekarang lihatlah sekeliling kita  dimana nilai 
tadi belum sepenuhnya kita terapkan begitu juga dengan bagaimana menghargai 
waktu  (disiplin), menepati janji , menghargai orang lain dan seterusnya karena 
kita memang telah terbiasa dengan standar minimal atau paling tidak standar 
menengah belum sampai maksimal dan ini harus diakui dimana hal yang paling 
sering dijadikan contoh adalah dalam bersedekah yaitu jika kita mempunyai uang 
dikantong beberapa lembar uang 100 ribu, 50ribu, 10 ribu, 5 ribu dan seribu, 
lalu angka yang mana kita pilih dalam bersedekah ? sangat normatif dan 
situasional bukan 

Didalam beberapa hal kita juga sering seperti burung beo yang suka bersifat 
latah, apakah sama ketika melihat keagungan Allah seperti keajaiban alam sambil 
berseru Subhanallah dengan ketika kita kaget lalu berucap Astagfirullah , 
tentu tidak karena yang pertama terucap dengan kesadaran penuh sedangkan yang 
kedua hanya karena latah tetapi karena kita terbiasa dengan standar minimal 
maka kita akan berujar yah lebih baik dari pada ngucapin yang ngga-ngga 
apalagi yang jorok  . Didalam pergaulan sehari-hari saya sering mendengar 
kata-kata  Masya Allah, Astagfirullah diucapkan oleh non muslim , mungkin 
karena mereka sering mendengar kata ini di ucapkan pada seuatu kejadian 
tertentu sehingga menjadi kebiasaan. Ada pertanyaan menggelitik dari kejadian 
diatas yaitu apakah sama kebaikan tanpa sengaja dengan keburukan tanpa sengaa ? 
mungkin sama walau secara kasat mata tidak artinya sebenarnya tidak ada niat 
berbuat baik atau buruk, bukankah setiap amal dimulai pertama kali dari niatnya 
seperti arang yang tidak makan dan minum seharian karena tidak ada makanan dan 
minuman dan orang yang berpuasa hanya dibedakan oleh niatnya. Rasulullah 
bersabda Dari Amirul Mu'minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia 
berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda : Sesungguhnya 
setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan 
dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin 
mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) 
Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya 
atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai 
sebagaimana) yang dia niatkan.(HR Bukhari Muslim) 


Dalam Surat Ali Imran ayat 110 Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman  Kamu 
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang 
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli 
Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang 
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik . Penegasan Allah 
bahwa umat Islam adalah umat terbaik adalah berarti bahwa umat islam dituntut 
untuk melakukan yang terbaik pula dengan standar maksimal yang kita miliki, 
karena tidak mungkin yang terbaik selalu terposisi  dengan tangan yang terus 
berada dibawah.

Salam 

David

[keluarga-islam] Fwd: [FORUM PENGAJIAN KANTOR] Ahmad Hariadi 'Tugas Saya Menyadarkan Jemaat Ahmadiyah'

2008-05-29 Terurut Topik sri sunarsih
Note: forwarded message attached.



  ---BeginMessage---
Rabu, 14 Mei 2008
Ahmad Hariadi 
'Tugas Saya Menyadarkan Jemaat Ahmadiyah' 

Tak banyak orang mengenal sosok yang satu ini. Mubaligh senior yang sempat 
10 tahun bergabung dengan Ahmadiyah ini, kemudian menyadari dan insaf 
bahwa Ahmadiyah keliru dan sesat. Ia pun lantas meninggalkan Ahmadiyah. 
Meskipun awalnya pertemuan dengan tokoh sekaliber Buya Hamka dan M Natsir 
tak membuatnya goyah untuk tetap memeluk Ahmadiyah.
Tekadnya sekarang adalah menghabiskan sisa hidupnya untuk melakukan 
penyadaran bagi Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) agar kembali pada Islam 
yang kaffah. Ia tegaskan lagi janjinya saat tabligh akbar di Masjid Al 
Barkah, Matraman, Jakarta. Pemimpin Yayasan Kebangkitan Kaum Muslimin di 
Garut, Ahmad Hariadi, memaparkan kisahnya kepada wartawan Republika, 
Rachmat Santosa Basarah. Berikut petikannya.
Bagaimana awalnya, Anda bisa tertarik masuk Ahmadiyah?
Tahun 1971, saat itu usia saya 19 tahun, saya mendatangi cabang Ahmadiyah 
Surabaya, membaca buku-buku Ahmadiyah, termasuk yang dikarang oleh Mirza 
Ghulam Ahmad. Setelah saya pelajari, akhirnya saya tertarik dan saya 
simpulkan, inilah yang saya cari. Setelah itu, saya hadapkan pada 
guru-guru saya yang sebelumnya saya pun belajar pada mereka. Ada yang dari 
Muhammadiyah, NU, Persis, dan lainnya. Saya kan sebelum kenal Ahmadiyah 
belajar lama pada para alim ulama itu. Saya juga mubaligh, dan jauh 
sebelum itu sudah mengisi ceramah di salah satu radio di Jombang. 
Ketertarikan saya saat itu karena melihat organisasi Ahmadiyah adalah 
organisasi dunia. Mereka menerjemahkan Alquran ke dalam berbagai bahasa 
dan organisasinya rapi. Pendirinya adalah Imam Mahdi, Isa yang dijanjikan. 
Jadi, menurut saya, saat itu ada daya tarik khusus yang tidak ada pada 
kelompok-kelompok Islam lainnya. 
Kemudian dari ajarannya, Ahmadiyah membuat definisi bahwa Rasul itu dibagi 
dua. Yaitu, yang membawa syariat dan yang tidak membawa syariat dan pakai 
dalil Alquran--yang memang kalau dilihat sepintas memang benar. Menurut 
Ahmadiyah, rasul yang tidak membawa syariat itu bisa saja datang, yaitu 
Mirza Ghulam Ahmad.
Kalau seandainya para guru saya atau para ulama mengatakan definisi dalam 
Ahmadiyah bahwa rasul dibagi dua, itu tidak benar. Tentu, saya tidak akan 
masuk Ahmadiyah saat itu. Memang ada ayat di dalam Alquran. Namun, bukan 
berarti nabi-nabi Bani Israil tidak membawa syariat. Memang, dalam hal-hal 
prinsip berinduk pada Taurat. Tapi, dalam hal-hal lain yang sifatnya 
sesuai dengan situasi dan kondisi pada waktu nabi-nabi itu berada, mereka 
juga membawa syariat. Itu kunci jawabannya. Kalau saya dapatkan itu 
sebelum saya masuk Ahmadiyah, saya tidak akan masuk Ahmadiyah.
Bagaimana tanggapan para alim ulama (guru Anda) setelah mengetahui Anda 
tertarik Ahmadiyah? 
Saya menemui mereka dan saya hadapkan hujjah-hujjah Ahmadiyah pada mereka. 
Terutama, yang menyangkut tiga masalah pokok. Pertama, Nabi Isa AS masih 
hidup atau sudah mati. Kedua, akankah datang rasul atau nabi lagi yang 
tidak membawa syariat. Ketiga, benar atau tidakkah bahwa Mirza Ghulam 
Ahmad ini sebagai Imam Mahdi, sebagai Nabi Isa yang dijanjikan. 
Mungkin, karena mendadak dan mereka belum mempelajari secara mendalam, 
mereka akhirnya cukup kelabakan juga. Akhirnya, saya simpulkan bahwa 
hujjah-hujjah Ahmadiyah ini tidak bisa dipatahkan. Akhirnya, mereka bahkan 
menyimpulkan bahwa kalau memang Ahmadiyah benar, mengapa Buya Hamka dan 
Muhammad Natsir tidak masuk Ahmadiyah.
Setelah menghadap para ulama yang sebelumnya adalah guru-guru Anda itu, 
apa yang Anda lakukan?
Dua tahun kemudian, tahun 1973, saya sempatkan untuk pergi ke Jakarta 
mendatangi Buya Hamka di Masjid Al Azhar. Saya ditanya Buya, ada apa 
datang ke sini? Saya katakan, saya dari Pare, Kediri. Saya katakan, ada 
problem dengan Ahmadiyah. Langsung spontan, Buya Hamka memegang pundak 
saya dan meminta saya untuk tiga hari tinggal di rumah beliau, di samping 
Masjid Al Azhar itu. Selama tiga hari dengan beliau, kami dialog tentang 
tiga masalah pokok hujjah Ahmadiyah. 
Namun, saya merasa jawaban-jawaban beliau belum memuaskan. Akhirnya, saya 
mendatangi Ustadz Muhammad Natsir dengan rekomendasi dari Buya Hamka. Pak 
Natsir kemudian memberikan hasil debat antara Al Hasan dari Persis dengan 
dua mubaligh Ahmadiyah, yaitu Rahmad Ali dan Abubakar Ayub. Dalam hasil 
debat yang sudah berbentuk buku itu, dibahas juga tiga masalah tadi. Saya 
masih belum puas juga.
Dua ulama besar tidak bisa membuat Anda goyah. Kemudian, apa yang Anda 
lakukan?
Setelah itu, saya ke Bandung karena ada saudara saya di sana. Kemudian, 
saya datang ke cabang Ahmadiyah di Bandung. Dan, saya utarakan mau dibaiat 
masuk Ahmadiyah (Ahmad Hariadi menuturkan dengan mata memerah dan 
berkaca-kaca--Red). Itu bulan Desember 1973. Saya mengisi formulir baiat 
masuk Ahmadiyah. Jadi, sebelum mengisi formulir itu ada 10 persyaratan 
baiat. Dan, itu sampai sekarang masih diterapkan di Ahmadiyah. 
Setelah 

[keluarga-islam] (Do'a of the Day) 24 Jumadil Awal 1429H

2008-05-29 Terurut Topik Ananto
Bismillah irRahman irRaheem
In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind

Allaahumma rabbas samaawaatis sab'i wa maa adl-lal ta wa rabbal ardhiina wa
maa aqallat wa rabbasy syayaathiini wa maa adlallat kun lii jaaran min
syarri khalqika kullihim jami'an an yafrutha 'alayya ahadun minhum au an
yabghaa 'alayya 'azza jaaruka wa jalla tsanaauka wa laa ilaaha ghairuka wa
laa ilaaha illaa anta.

Ya Allah, Tuhannya tujuh langit dan segala macam isinya, Tuhannya beberapa
bumi dan segala macam di bawahnya, Tuhannya semua syetan dan segala yang
disesatkan olehnya. Lindungilah aku dari kejahatan makhluk-Mu semuanya, dari
sewenang-wenang manusia atas diriku dari seseorang yang berlaku curang
kepadaku. Maha Kuat perlindungan-Mu lagi Maha Mulia sanjungan-Mu dan Tiada
Tuhan yang patut disembah selain Engkau.


[keluarga-islam] (Ngaji of the Day) Doa pada 7 atau 40 Hari Setelah Kematian

2008-05-29 Terurut Topik Ananto
*Doa pada 7 atau 40 Hari Setelah Kematian*


Sudah menjadi tradisi orang NU, kalau ada keluarga yang meninggal, malam
harinya ada tamu-tamu yang bersilaturrahim, baik tetangga dekat maupun jauh.
Mereka ikut belasungkawa atas segala yang menimpa, sambil mendoakan untuk
yang meninggal maupun yang ditinggalkan.



Selain bersiap menerima tamu, sanak keluarga, handai tolan, dan keluarga
dekat, pada hari kedua sampai ketujuh, mereka akan mengadakan bacaan tahlil
dan do'a yang dikirimkan kepada yang sudah meninggal dunia. Soal ada makanan
atau tidak, bukan hal penting, tapi pemanfaatan pertemuan majelis
silaturrahim itu akan terasa lebih berguna jika diisi dengan dzikir.



Sayang, bagi orang-orang awam yang kebetulan dari keluarga miskin, mereka
memandang sajian makanan sebagai keharusan untuk disajikan kepada para tamu,
padahal substansinya sebenarnya adalah bacaan tahlil dan do'a adalah untuk
menambah bekal bagi si mayit.



Kemudian, peringatan demi peringatan itu menjadi tradisi yang seakan
diharuskan, terutama setelah mencapai 40 hari, 100 hari, setahun (haul), dan
1000 hari. Semua itu berangkat dari keinginan untuk menghibur pada keluarga
yang di tinggalkan sekaligus ingin mengambil iktibar bahwa kita juga akan
menyusul (mati) di kemudian hari.



Dalil yang dapat dibuat pegangan dalam masalah ini adalah:



*قَالَ طَاوُسَ: إنَّ الْمَوْتَى يُفْتِنُوْنَ فِي قُبُوْرِهِمْ سَبْعًا
فَكَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ أنْ يُطْعِمُوْا عَنْهُمْ تَلْكَ اْلأيّاَمِ إلَى
أنْ قَالَ عَنْ عُبَيْدِ ابْنِ عُمَيْرِ قَالَ**: يُفْتِنُ رَجُلانِ مُؤمِنٌ
وَمُنَافِقٌ فَأمَّا الْمُؤمِنُ فَيُفْتِنُ سَبْعًا وَأمَّا الْمُناَفِقُ
فَيُفْتِنُ أرْبَعِيْنَ صَبَاحًا*



Imam Thawus berkata: Seorang yang mati akan beroleh ujian dari Allah dalam
kuburnya selama 7 hari. Untuk itu, sebaiknya mereka (yang masih hidup)
mengadakan jamuan makan (sedekah) untuknya selama hari-hari tersebut.
Sahabat Ubaid ibn Umair berkata: Seorang mukmin dan seorang munafiq
sama-sama akan mengalami ujian dalam kubur. Bagi seorang mukmin akan beroleh
ujian selam 7 hari, sedang seorang munafiq selama 40 hari di waktu pagi.  (
*Al Hawi lil Fatawa as Suyuti, Juz II hal 178*)



Jika suatu amaliyah atau ibadah sudah menjadi keputusan atau atsar atau amal
sahabat (dalam hal ini Tاawus) maka hukumnya sama dengan hadits mursal yang
sanadnya sampai kepada Tabi'in, dan dikatagorikan shahih dan telah dijadikan
hujjah mutlak (tanpa syarat). Ini menurut tiga imam (Maliki, Hanafi,
Hambali).



Sementara Imam Syafi'i hanya mau  berhujjah dengan hadits mursal jika
dibantu atau dilengkapi dengan salah satu ketetapan yang terkait dengannya,
seperti adanya hadits yang lain atau kesepakatan sahabat. Dalam hal ini,
seperti disebut di atas, ada riwayat dari Mujahid dan dari Ubaid bin Umair
yang keduanya dari golongan Tabi'in, meski mereka berdua bukan sahabat.



Maksud dari kalimat *فَكَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ*  atau sebaiknya mereka
dalam keterangan di atas adalah  bahwa orang-orang di zaman Nabi Muhammad
SAW melaksanakan hal itu, sedang Nabi sendiri tahu dan mengafirmasinya. (*Al
Hawi lil Fatawa as Syuyuti, Juz II hal 183*)



*KH Munawwir Abdul Fattah*

*Pengasuh Pesantren Krapyak Yogyakarta*


RE: [keluarga-islam] (Ngaji of the Day) Doa pada 7 atau 40 Hari Setelah Kematian

2008-05-29 Terurut Topik Hidayat, Akhmad

Assalamu’alaikum wr.wb.,

 

Sedikit menambahkan …  petikan diskusi saya dengan teman2 kantor.  Mohon maaf 
atas segala kesalahan

 

Salam sayang,

Hidayat

 

===

 

Sebagaimana saya sampaikan, bahwa dasar hukumnya adalah hadits marfu’ mursal 
yang shahih dari tiga orang tabi`in (generasi setelah sahabat Nabi) yaitu 
Thawus, Ubaid bin Umair dan Mujahid yang mungkin dapat dijadikan qaid kepada 
hadits-hadits mutlak (tidak ada qaid hari-hari untuk bershadaqah untuk mayit) 
di atas.

Thawus adalah seorang tabi’in terkemuka dari Yaman, dan pernah bertemu dan 
belajar dengan 50 hingga 70 orang sahabat Nabi SAW.

 

*   Hadits riwayat Thawus, 

Bahwa orang-orang mati itu akan dilakukan fitnah di dalam kubur mereka selama 
tujuh hari. Maka adalah mereka itu menganjurkan untuk memberi shadaqah makanan 
atas nama mereka selama hari-hari itu.

 

*   Riwayat Ubaid bin Umair, 

Dilakukan fitnah kubur terhadap dua golongan, yaitu orang mukmin dan orang 
munafiq. Adapun terhadap orang mukmin dilakukan tujuh hari dan terhadap orang 
munafiq dilakukan 40 hari.

 

*   Dalam riwayat Mujahid, 

Ruh-ruh itu berada d iatas pekuburan selama tujuh hari, sejak dikuburkan tidak 
memisahinya.

 

Hadits marfu’ mursal adalah hadits yang sanadnya terhenti kepada tabi’in 
(tersebut) tanpa diberitahukan siapa perawinya dari kalangan sahabat hingga ke 
Nabi.  Tetapi karena menyangkut masalah barzakhiyyah (alam kubur) yang tidak 
akan diketahui selain dari wahyu, maka di-rafa’kan-lah sanadnya kepada Nabi 
SAW.  Para ulama menyatakan bahwa hadits marfu’ mursal tersebut boleh dijadikan 
hujjah (dasar) secara mutlak dalam madzhab sunni seperti Hanafi, Malikin dan 
Hanbali.  Dalam madzhab Syafi’i hadits ini dapat dijadikan hujjah karena ada 
hadits pendukung lainya (yaitu ada dua hadits lain yang mendukung hadits 
pertama).

 

Hadits Thawus tersebut juga terdapat dalam kitab Fatawa Kubra Al-Fiqhiyyah 
karangan Imam Ibnu Hajar Jilid 2 hal. 30, yang menyatakan bahwa:

”mereka” (ada dua pengertian; Rasulullah beserta para sahabat, atau para 
sahabat dan tabi’in) menyukai – mustahab – bersedekah makanan bagi si mayat 
selama 7 hari pertama karena si mayat difitnah/diuji/ditanya selama 7 hari di 
kuburnya.  

Hal yang sama juga disebutkan dalam kitab Al-Hawi lil Fatawi karangan Imam 
As-Sayuthi juz 2 hal. 194:

(Dan telah aku lihat) dalam kitab-kitab sejarah tatkala menceritakan riwayat 
hidup para imam (pemuka agama) banyak menulis: Dan telah berdiri manusia di 
sisi kuburnya selama 7 hari dengan membaca Al-Quran. Dan telah dikeluarkan 
oleh Al-Hafidz al-Kabir Abul Qasim Ibnu 'Asaakir dalam kitabnya Tabyiin 
Kadzibil Muftari fi Ma Nusiba ilal Imam Abil Hasan al-'Asy'ariy bahwa dia 
telah mendengar Syaikh al-Faqih Abul Fath Nashrullah bin Muhammad bin Abdul 
Qawi al-Mashishi berkata: Telah wafat Syaikh Nashr bin Ibrahim al-Maqdisi pada 
hari Selasa 9 Muharram 490H di Damsyik. Kami telah berdiri/berhenti/berada di 
kuburnya selama 7 malam, kami membaca Al-Quran dengan setiap malam 20 kali 
khatam.

 

Dalam kitab Minhajus Salimin yang ditahqiq oleh Syaikh Abdul Qadir Al-Mandili 
disebutkan,

Ini karena amalan menunggu kubur telah dilakukan oleh salafus sholeh terdahulu 
dari kalangan sahabat dan tabi’in, salaf dan khalaf dari ahli Makkah dan 
Madinah. Hal ini ditegaskan oleh seorang ulama’ yang mu’tabar iaitu Imam 
as-Sayuthi di dalam Al-Haawi lil Fatawi yang berbunyi:
Aku lihat dalam sejarah-sejarah pada tarajim (kisah perjalanan hidup, biografi) 
imam-imam, kebanyakan mereka berkata: “Dan telah dilakukan oleh manusia, 
membaca Al-Quran di atas kuburnya selama 7 hari.”

Berkata Syaikh Husein Ibrahim al-Maghribi dalam kitabnya Qurratul ‘Ain,

“Apa pendapat kamu tentang perkhidmatan 7 hari bagi mayat dengan membaca dan 
melakukan perkara yang biasa dilakukan padanya? Apakah ada atsar (dari Nabi dan 
sahabat) dan adakah sampai pahala bagi mayat?
Jawaban: Imam Abu Said ditanya tentang masalah tersebut, lalu beliau menjawab: 
“Diriwayatkan oleh Ibnu Battal pada Syarah Bukhari dari Ibnu Thawus dari Thowus 
berkata: “Adalah mereka tidak berpisah dengan si mati selama 7 hari.” Berkata 
Imam Syafi’i: Sesungguhnya yang dimaksudkan oleh Thawus dengan kata “mereka” 
ialah sahabat Rasulullah SAW.”

 

 



From: keluarga-islam@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of 
Ananto
Sent: Friday, May 30, 2008 9:13 AM
To: keluarga-islam@yahoogroups.com; [EMAIL PROTECTED]
Subject: [keluarga-islam] (Ngaji of the Day) Doa pada 7 atau 40 Hari Setelah 
Kematian

 

Doa pada 7 atau 40 Hari Setelah Kematian


Sudah menjadi tradisi orang NU, kalau ada keluarga yang meninggal, malam 
harinya ada tamu-tamu yang bersilaturrahim, baik tetangga dekat maupun jauh. 
Mereka ikut belasungkawa atas segala yang menimpa, sambil mendoakan untuk yang 
meninggal maupun yang ditinggalkan.

 

Selain bersiap menerima tamu, sanak keluarga, handai tolan, dan keluarga dekat, 
pada hari kedua sampai ketujuh, mereka akan mengadakan