Re: [keluarga-islam] Tidak maksiat koq dipersulit ?
emak gue mo sunnah..?? girang gue, gue dukung..! Ananto [EMAIL PROTECTED] wrote: pertanyaan satu lagi: relakah ibunda tercinta anda di-madu? setujukah jika bapak ente kawin lagi? sori, bawa2 keluarga... hanya ingin menegaskan aja perasaan sakit salam, ananto On 12/11/06, bos gila [EMAIL PROTECTED] wrote:sakitin hatinya disini, lalu dia akan marah dan menamparmu didunia... tapi kelak dia akan menciummu utk berterimakasih di akhirat..wow..woww..wow.. romantis ga gue..?, hue...hue...hue... Ananto [EMAIL PROTECTED] wrote: bos... kadar menyakitinya beda... tidak bisa disamakan dengan seperti itu... salam, ananto On 12/9/06, bos gila [EMAIL PROTECTED] wrote: sedikit menyakiti selama itu berkaitan dg syariah dan kemuliaan ya itu wajar, tapi kini dianggap tdk wajar.. seperti sakitnya melahirkan, bukankah banyak wanita kuffar mulai tak mau hamil, cukup pinjam rahim orang utk melahirkan anak dari kedua sel telur suami istri, kenapa?, tdk mau sakit, itu menyakiti istri kata mereka. seperti hukum istri mesti bersama suaminya, berpisah dg ayah ibunya, itu menyakiti ayah ibunya, tapi itu wajar, karena syariah demikian, seperti pula anak yg menyusui, harus disapih walau itu menyakiti, atau anak yg disunat, itupun menyakiti, contoh pula hukum Iddah, setelah istri cerai, maka diwajibkan baginya Iddah, yaitu khalwat dirumah tanpa menggunakan perhiasan, make up, baju bagus dll, (selama 3X haidh dan haid yg keempat baru selesai iddahnya) keluar rumah bagi mereka sebagian pendapat mengatakannya makruh hukumnya sebagian mengatakannya haram. tentunya hukum ini pun akan ditentang kelak.. karena menyakiti istri, sudah dicerai, malah disiksa harus dirumah pula lagi.., demikian pula istri yg ditinggal wafat suaminya, kena iddah juga, sudah ditinggal wafat suami, kena iddah pula lagi.. kata guru saya, inilah hukum logika, namun hukum Allah menuntut kita untuk sami'na wa atho'na, poligami adalah sunnah hukumnya, dan kita harus menerimanya sebagai sunnah nabi kita saw, namun Allah sdh meringankan kita dg ayat setelah itu : tidaklah Allah memaksa seseorang kecuali kadar kemampuannya... Ananto [EMAIL PROTECTED] wrote: kalau itu, ane setoedjoe... tidak terbantahkan... yg ane maksud adalah menyakiti hati istri ente... ngarti pan maksud ane??? salam, ananto On 12/8/06, bos gila [EMAIL PROTECTED]wrote: menyakiti tidak selalu maksiat, ada perbuatan menyakiti merupakan kemuliaan, seperti menyembelih hewan, ya menyakiti, tapi sunnah, menghamili yg menyebabkan wanita melahirkan yg jg sangat menyakiti, mengobati yg juga menyakiti, menindik telinga, sunatan, semua menyakiti.. tapi sunnah kan? Ananto [EMAIL PROTECTED] wrote: kalo menyakiti hati istri, maksiat ga bos? salam, ananto On 12/6/06, banganut [EMAIL PROTECTED]wrote: Aa Gym Berpoligami, Pemerintah Ikut Repot Jakarta (ANTARA News) - Keputusan dai kondang Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) berpoligami tidak hanya mengundang gejolak tetapi juga turut merepotkan pemerintah dengan banyaknya keluhan yang masuk dari masyarakat melalui layanan pesan singkat (SMS) ke Ponsel Presiden. Selama sepekan, Ponsel Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan ibu negara Ani Yudhoyono kebanjiran SMS dari masyarakat yang mengomentari tentang keputusan berpoligami AA Gym, kata Sekretaris Kabinet Susi Silalahi, di Kantor Kepresidenan Jakarta, Selasa. Menanggapi hal itu, Presiden Yudhoyono kemudian secara khusus memanggil Menneg Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan Dirjen Binmas Islam Nazzarudin Umar. Pada kesempatan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar cakupan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi menjadi PP Nomor 45 tahun 1990 tentang poligami diperluas tidak hanya berlaku bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) tetapi juga pada pejabat negara dan pejabat pemerintah. Presiden mempunyai kepedulian besar terhadap kaum perempuan dan ia menginginkan ketentraman dalam masyarakat, kata Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta, usai pemanggilan itu. Meutia menambahkan, cakupan PP tersebut akan diperluas selain untuk PNS juga bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah seperti gubernur, bupati, walikota, TNI/POLRI, dan anggota DPR. Ia menjelaskan, dirinya dipanggil presiden berkaitan dengan banyaknya laporan masyarakat yang masuk kepada presiden dan ibu negara mengenai sejumlah kasus poligami yang terjadi belakangan ini. Revisi peraturan tidak hanya soal poligami tetapi juga hal lain seperti perlindungan perempuan dan anti diskriminasi. Meutia mengatakan, revisi akan dilakukan secepatnya dan saat ini pihaknya sedang mempersiapkan hal-hal yang harus diubah termasuk mengenai pengenaan sanksi bagi yang melanggar
Re: [keluarga-islam] Tidak maksiat koq dipersulit ?
yg bener, rini itu lebih clink dibandingkan dg ninih... gimana? setuju engga? (sambil niru logatnya aa gym) salam, ananto On 12/8/06, wong ma'ruf [EMAIL PROTECTED] wrote: Yang bener gimana sih, katanya Rini itu kawin ke 1 dengan pengusaha anaknya 2, belum dicerai sekedar ditinggalin kawin lagi sama wakapolda lalu punya anak satu, lalu ditinggal begitu saja. Lalu dibelas kasihani Aa Gym karena cantik dan kaya walaupun belum resmi status cerai *bos gila [EMAIL PROTECTED]* wrote: menyakiti tidak selalu maksiat, ada perbuatan menyakiti merupakan kemuliaan, seperti menyembelih hewan, ya menyakiti, tapi sunnah, menghamili yg menyebabkan wanita melahirkan yg jg sangat menyakiti, mengobati yg juga menyakiti, menindik telinga, sunatan, semua menyakiti.. tapi sunnah kan? *Ananto [EMAIL PROTECTED]* wrote: kalo menyakiti hati istri, maksiat ga bos? salam, ananto On 12/6/06, banganut [EMAIL PROTECTED] wrote: Aa Gym Berpoligami, Pemerintah Ikut Repot *Jakarta** (ANTARA News)* - Keputusan dai kondang Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) berpoligami tidak hanya mengundang gejolak tetapi juga turut merepotkan pemerintah dengan banyaknya keluhan yang masuk dari masyarakat melalui layanan pesan singkat (SMS) ke Ponsel Presiden. Selama sepekan, Ponsel Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan ibu negara Ani Yudhoyono kebanjiran SMS dari masyarakat yang mengomentari tentang keputusan berpoligami AA Gym, kata Sekretaris Kabinet Susi Silalahi, di Kantor Kepresidenan Jakarta, Selasa. Menanggapi hal itu, Presiden Yudhoyono kemudian secara khusus memanggil Menneg Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan Dirjen Binmas Islam Nazzarudin Umar. Pada kesempatan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar cakupan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi menjadi PP Nomor 45 tahun 1990 tentang poligami diperluas tidak hanya berlaku bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) tetapi juga pada pejabat negara dan pejabat pemerintah. Presiden mempunyai kepedulian besar terhadap kaum perempuan dan ia menginginkan ketentraman dalam masyarakat, kata Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta, usai pemanggilan itu. Meutia menambahkan, cakupan PP tersebut akan diperluas selain untuk PNS juga bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah seperti gubernur, bupati, walikota, TNI/POLRI, dan anggota DPR. Ia menjelaskan, dirinya dipanggil presiden berkaitan dengan banyaknya laporan masyarakat yang masuk kepada presiden dan ibu negara mengenai sejumlah kasus poligami yang terjadi belakangan ini. Revisi peraturan tidak hanya soal poligami tetapi juga hal lain seperti perlindungan perempuan dan anti diskriminasi. Meutia mengatakan, revisi akan dilakukan secepatnya dan saat ini pihaknya sedang mempersiapkan hal-hal yang harus diubah termasuk mengenai pengenaan sanksi bagi yang melanggar peraturan tersebut. Sedangkan Sudi mengatakan bahwa kepedulian presiden ini bukan maksud pemerintah atau negara mencampuri urusan pribadi warga negaranya. Namun hanya menegakkan peraturan yang sudah ada.(*) *Copyright (c) 2006 ANTARA* *5 Desember 2006 **20:17* Presiden Minta Pejabat Negara Tidak Berpoligami *Jakarta (ANTARA News)* - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar cakupan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi menjadi PP Nomor 45 tahun 1990 tentang poligami diperluas tidak hanya berlaku bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) tetapi juga pada pejabat negara dan pejabat pemerintah. Presiden mempunyai kepedulian besar terhadap kaum perempuan dan ia menginginkan ketentraman dalam masyarakat, kata Menteri Pemberdayaan Perempuan Mutia Hatta usai dipanggil presiden di Kantor Presiden Jakarta, Selasa. Untuk itu, lanjut dia, UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 akan tetap menjadi acuan tetapi untuk PP Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi perlu direvisi kembali cakupannya. Mutia menambahkan, cakupan PP tersebut akan diperluas selain untuk PNS juga bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah seperti gubernur, bupati, walikota, TNI/POLRI, dan anggota DPR. Hal itu diungkapkan Mutia saat jumpa pers yang didampingi Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan Dirjen Binmas Islam Nazzarudin Umar. Mutia menjelaskan, dirinya dipanggil presiden berkaitan dengan banyaknya laporan masyarakat yang masuk kepada presiden dan ibu negara mengenai sejumlah kasus poligami yang terjadi belakangan ini. Revisi peraturan tidak hanya soal poligami tetapi juga hal lain seperti perlindungan perempuan dan anti diskriminasi. Mutia mengatakan, revisi akan dilakukan secepatnya dan saat ini pihaknya sedang mempersiapkan hal-hal yang harus diubah termasuk mengenai pengenaan sanksi bagi yang melanggar peraturan tersebut. Sementara itu, Sudi Silalahi menjelaskan bahwa di UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 sudah jelas disebutkan aturan mengenai poligami, seperti syarat-syarat dan sanksi yang diberikan pada pelanggarnya. Dijelaskan Sudi, pada
Re: [keluarga-islam] Tidak maksiat koq dipersulit ?
bos... kadar menyakitinya beda... tidak bisa disamakan dengan seperti itu... salam, ananto On 12/9/06, bos gila [EMAIL PROTECTED] wrote: sedikit menyakiti selama itu berkaitan dg syariah dan kemuliaan ya itu wajar, tapi kini dianggap tdk wajar.. seperti sakitnya melahirkan, bukankah banyak wanita kuffar mulai tak mau hamil, cukup pinjam rahim orang utk melahirkan anak dari kedua sel telur suami istri, kenapa?, tdk mau sakit, itu menyakiti istri kata mereka. seperti hukum istri mesti bersama suaminya, berpisah dg ayah ibunya, itu menyakiti ayah ibunya, tapi itu wajar, karena syariah demikian, seperti pula anak yg menyusui, harus disapih walau itu menyakiti, atau anak yg disunat, itupun menyakiti, contoh pula hukum Iddah, setelah istri cerai, maka diwajibkan baginya Iddah, yaitu khalwat dirumah tanpa menggunakan perhiasan, make up, baju bagus dll, (selama 3X haidh dan haid yg keempat baru selesai iddahnya) keluar rumah bagi mereka sebagian pendapat mengatakannya makruh hukumnya sebagian mengatakannya haram. tentunya hukum ini pun akan ditentang kelak.. karena menyakiti istri, sudah dicerai, malah disiksa harus dirumah pula lagi.., demikian pula istri yg ditinggal wafat suaminya, kena iddah juga, sudah ditinggal wafat suami, kena iddah pula lagi.. kata guru saya, inilah hukum logika, namun hukum Allah menuntut kita untuk sami'na wa atho'na, poligami adalah sunnah hukumnya, dan kita harus menerimanya sebagai sunnah nabi kita saw, namun Allah sdh meringankan kita dg ayat setelah itu : tidaklah Allah memaksa seseorang kecuali kadar kemampuannya... *Ananto [EMAIL PROTECTED]* wrote: kalau itu, ane setoedjoe... tidak terbantahkan... yg ane maksud adalah menyakiti hati istri ente... ngarti pan maksud ane??? salam, ananto On 12/8/06, bos gila [EMAIL PROTECTED] wrote: menyakiti tidak selalu maksiat, ada perbuatan menyakiti merupakan kemuliaan, seperti menyembelih hewan, ya menyakiti, tapi sunnah, menghamili yg menyebabkan wanita melahirkan yg jg sangat menyakiti, mengobati yg juga menyakiti, menindik telinga, sunatan, semua menyakiti.. tapi sunnah kan? *Ananto [EMAIL PROTECTED]* wrote: kalo menyakiti hati istri, maksiat ga bos? salam, ananto On 12/6/06, banganut [EMAIL PROTECTED] wrote: Aa Gym Berpoligami, Pemerintah Ikut Repot *Jakarta** (ANTARA News)* - Keputusan dai kondang Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) berpoligami tidak hanya mengundang gejolak tetapi juga turut merepotkan pemerintah dengan banyaknya keluhan yang masuk dari masyarakat melalui layanan pesan singkat (SMS) ke Ponsel Presiden. Selama sepekan, Ponsel Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan ibu negara Ani Yudhoyono kebanjiran SMS dari masyarakat yang mengomentari tentang keputusan berpoligami AA Gym, kata Sekretaris Kabinet Susi Silalahi, di Kantor Kepresidenan Jakarta, Selasa. Menanggapi hal itu, Presiden Yudhoyono kemudian secara khusus memanggil Menneg Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan Dirjen Binmas Islam Nazzarudin Umar. Pada kesempatan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar cakupan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi menjadi PP Nomor 45 tahun 1990 tentang poligami diperluas tidak hanya berlaku bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) tetapi juga pada pejabat negara dan pejabat pemerintah. Presiden mempunyai kepedulian besar terhadap kaum perempuan dan ia menginginkan ketentraman dalam masyarakat, kata Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta, usai pemanggilan itu. Meutia menambahkan, cakupan PP tersebut akan diperluas selain untuk PNS juga bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah seperti gubernur, bupati, walikota, TNI/POLRI, dan anggota DPR. Ia menjelaskan, dirinya dipanggil presiden berkaitan dengan banyaknya laporan masyarakat yang masuk kepada presiden dan ibu negara mengenai sejumlah kasus poligami yang terjadi belakangan ini. Revisi peraturan tidak hanya soal poligami tetapi juga hal lain seperti perlindungan perempuan dan anti diskriminasi. Meutia mengatakan, revisi akan dilakukan secepatnya dan saat ini pihaknya sedang mempersiapkan hal-hal yang harus diubah termasuk mengenai pengenaan sanksi bagi yang melanggar peraturan tersebut. Sedangkan Sudi mengatakan bahwa kepedulian presiden ini bukan maksud pemerintah atau negara mencampuri urusan pribadi warga negaranya. Namun hanya menegakkan peraturan yang sudah ada.(*) *Copyright (c) 2006 ANTARA* *5 Desember 2006 **20:17* Presiden Minta Pejabat Negara Tidak Berpoligami *Jakarta (ANTARA News)* - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar cakupan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi menjadi PP Nomor 45 tahun 1990 tentang poligami diperluas tidak hanya berlaku bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) tetapi juga pada pejabat negara dan pejabat pemerintah. Presiden mempunyai kepedulian besar terhadap kaum perempuan dan ia menginginkan
Re: [keluarga-islam] Tidak maksiat koq dipersulit ?
pertanyaan satu lagi: relakah ibunda tercinta anda di-madu? setujukah jika bapak ente kawin lagi? sori, bawa2 keluarga... hanya ingin menegaskan aja perasaan sakit salam, ananto On 12/11/06, bos gila [EMAIL PROTECTED] wrote: sakitin hatinya disini, lalu dia akan marah dan menamparmu didunia... tapi kelak dia akan menciummu utk berterimakasih di akhirat..wow..woww..wow.. romantis ga gue..?, hue...hue...hue... *Ananto [EMAIL PROTECTED]* wrote: bos... kadar menyakitinya beda... tidak bisa disamakan dengan seperti itu... salam, ananto On 12/9/06, bos gila [EMAIL PROTECTED] wrote: sedikit menyakiti selama itu berkaitan dg syariah dan kemuliaan ya itu wajar, tapi kini dianggap tdk wajar.. seperti sakitnya melahirkan, bukankah banyak wanita kuffar mulai tak mau hamil, cukup pinjam rahim orang utk melahirkan anak dari kedua sel telur suami istri, kenapa?, tdk mau sakit, itu menyakiti istri kata mereka. seperti hukum istri mesti bersama suaminya, berpisah dg ayah ibunya, itu menyakiti ayah ibunya, tapi itu wajar, karena syariah demikian, seperti pula anak yg menyusui, harus disapih walau itu menyakiti, atau anak yg disunat, itupun menyakiti, contoh pula hukum Iddah, setelah istri cerai, maka diwajibkan baginya Iddah, yaitu khalwat dirumah tanpa menggunakan perhiasan, make up, baju bagus dll, (selama 3X haidh dan haid yg keempat baru selesai iddahnya) keluar rumah bagi mereka sebagian pendapat mengatakannya makruh hukumnya sebagian mengatakannya haram. tentunya hukum ini pun akan ditentang kelak.. karena menyakiti istri, sudah dicerai, malah disiksa harus dirumah pula lagi.., demikian pula istri yg ditinggal wafat suaminya, kena iddah juga, sudah ditinggal wafat suami, kena iddah pula lagi.. kata guru saya, inilah hukum logika, namun hukum Allah menuntut kita untuk sami'na wa atho'na, poligami adalah sunnah hukumnya, dan kita harus menerimanya sebagai sunnah nabi kita saw, namun Allah sdh meringankan kita dg ayat setelah itu : tidaklah Allah memaksa seseorang kecuali kadar kemampuannya... *Ananto [EMAIL PROTECTED] *wrote: kalau itu, ane setoedjoe... tidak terbantahkan... yg ane maksud adalah menyakiti hati istri ente... ngarti pan maksud ane??? salam, ananto On 12/8/06, bos gila [EMAIL PROTECTED] wrote: menyakiti tidak selalu maksiat, ada perbuatan menyakiti merupakan kemuliaan, seperti menyembelih hewan, ya menyakiti, tapi sunnah, menghamili yg menyebabkan wanita melahirkan yg jg sangat menyakiti, mengobati yg juga menyakiti, menindik telinga, sunatan, semua menyakiti.. tapi sunnah kan? *Ananto [EMAIL PROTECTED]* wrote: kalo menyakiti hati istri, maksiat ga bos? salam, ananto On 12/6/06, banganut [EMAIL PROTECTED] wrote: Aa Gym Berpoligami, Pemerintah Ikut Repot *Jakarta** (ANTARA News)* - Keputusan dai kondang Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) berpoligami tidak hanya mengundang gejolak tetapi juga turut merepotkan pemerintah dengan banyaknya keluhan yang masuk dari masyarakat melalui layanan pesan singkat (SMS) ke Ponsel Presiden. Selama sepekan, Ponsel Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan ibu negara Ani Yudhoyono kebanjiran SMS dari masyarakat yang mengomentari tentang keputusan berpoligami AA Gym, kata Sekretaris Kabinet Susi Silalahi, di Kantor Kepresidenan Jakarta, Selasa. Menanggapi hal itu, Presiden Yudhoyono kemudian secara khusus memanggil Menneg Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan Dirjen Binmas Islam Nazzarudin Umar. Pada kesempatan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar cakupan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi menjadi PP Nomor 45 tahun 1990 tentang poligami diperluas tidak hanya berlaku bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) tetapi juga pada pejabat negara dan pejabat pemerintah. Presiden mempunyai kepedulian besar terhadap kaum perempuan dan ia menginginkan ketentraman dalam masyarakat, kata Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta, usai pemanggilan itu. Meutia menambahkan, cakupan PP tersebut akan diperluas selain untuk PNS juga bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah seperti gubernur, bupati, walikota, TNI/POLRI, dan anggota DPR. Ia menjelaskan, dirinya dipanggil presiden berkaitan dengan banyaknya laporan masyarakat yang masuk kepada presiden dan ibu negara mengenai sejumlah kasus poligami yang terjadi belakangan ini. Revisi peraturan tidak hanya soal poligami tetapi juga hal lain seperti perlindungan perempuan dan anti diskriminasi. Meutia mengatakan, revisi akan dilakukan secepatnya dan saat ini pihaknya sedang mempersiapkan hal-hal yang harus diubah termasuk mengenai pengenaan sanksi bagi yang melanggar peraturan tersebut. Sedangkan Sudi mengatakan bahwa kepedulian presiden ini bukan maksud pemerintah atau negara mencampuri urusan pribadi warga negaranya. Namun hanya
Re: [keluarga-islam] Tidak maksiat koq dipersulit ?
menyakiti tidak selalu maksiat, ada perbuatan menyakiti merupakan kemuliaan, seperti menyembelih hewan, ya menyakiti, tapi sunnah, menghamili yg menyebabkan wanita melahirkan yg jg sangat menyakiti, mengobati yg juga menyakiti, menindik telinga, sunatan, semua menyakiti.. tapi sunnah kan? Ananto [EMAIL PROTECTED] wrote: kalo menyakiti hati istri, maksiat ga bos? salam, ananto On 12/6/06, banganut [EMAIL PROTECTED] wrote: Aa Gym Berpoligami, Pemerintah Ikut Repot Jakarta (ANTARA News) - Keputusan dai kondang Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) berpoligami tidak hanya mengundang gejolak tetapi juga turut merepotkan pemerintah dengan banyaknya keluhan yang masuk dari masyarakat melalui layanan pesan singkat (SMS) ke Ponsel Presiden. Selama sepekan, Ponsel Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan ibu negara Ani Yudhoyono kebanjiran SMS dari masyarakat yang mengomentari tentang keputusan berpoligami AA Gym, kata Sekretaris Kabinet Susi Silalahi, di Kantor Kepresidenan Jakarta, Selasa. Menanggapi hal itu, Presiden Yudhoyono kemudian secara khusus memanggil Menneg Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan Dirjen Binmas Islam Nazzarudin Umar. Pada kesempatan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar cakupan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi menjadi PP Nomor 45 tahun 1990 tentang poligami diperluas tidak hanya berlaku bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) tetapi juga pada pejabat negara dan pejabat pemerintah. Presiden mempunyai kepedulian besar terhadap kaum perempuan dan ia menginginkan ketentraman dalam masyarakat, kata Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta, usai pemanggilan itu. Meutia menambahkan, cakupan PP tersebut akan diperluas selain untuk PNS juga bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah seperti gubernur, bupati, walikota, TNI/POLRI, dan anggota DPR. Ia menjelaskan, dirinya dipanggil presiden berkaitan dengan banyaknya laporan masyarakat yang masuk kepada presiden dan ibu negara mengenai sejumlah kasus poligami yang terjadi belakangan ini. Revisi peraturan tidak hanya soal poligami tetapi juga hal lain seperti perlindungan perempuan dan anti diskriminasi. Meutia mengatakan, revisi akan dilakukan secepatnya dan saat ini pihaknya sedang mempersiapkan hal-hal yang harus diubah termasuk mengenai pengenaan sanksi bagi yang melanggar peraturan tersebut. Sedangkan Sudi mengatakan bahwa kepedulian presiden ini bukan maksud pemerintah atau negara mencampuri urusan pribadi warga negaranya. Namun hanya menegakkan peraturan yang sudah ada.(*) Copyright © 2006 ANTARA 5 Desember 2006 20:17 Presiden Minta Pejabat Negara Tidak Berpoligami Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar cakupan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi menjadi PP Nomor 45 tahun 1990 tentang poligami diperluas tidak hanya berlaku bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) tetapi juga pada pejabat negara dan pejabat pemerintah. Presiden mempunyai kepedulian besar terhadap kaum perempuan dan ia menginginkan ketentraman dalam masyarakat, kata Menteri Pemberdayaan Perempuan Mutia Hatta usai dipanggil presiden di Kantor Presiden Jakarta, Selasa. Untuk itu, lanjut dia, UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 akan tetap menjadi acuan tetapi untuk PP Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi perlu direvisi kembali cakupannya. Mutia menambahkan, cakupan PP tersebut akan diperluas selain untuk PNS juga bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah seperti gubernur, bupati, walikota, TNI/POLRI, dan anggota DPR. Hal itu diungkapkan Mutia saat jumpa pers yang didampingi Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan Dirjen Binmas Islam Nazzarudin Umar. Mutia menjelaskan, dirinya dipanggil presiden berkaitan dengan banyaknya laporan masyarakat yang masuk kepada presiden dan ibu negara mengenai sejumlah kasus poligami yang terjadi belakangan ini. Revisi peraturan tidak hanya soal poligami tetapi juga hal lain seperti perlindungan perempuan dan anti diskriminasi. Mutia mengatakan, revisi akan dilakukan secepatnya dan saat ini pihaknya sedang mempersiapkan hal-hal yang harus diubah termasuk mengenai pengenaan sanksi bagi yang melanggar peraturan tersebut. Sementara itu, Sudi Silalahi menjelaskan bahwa di UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 sudah jelas disebutkan aturan mengenai poligami, seperti syarat-syarat dan sanksi yang diberikan pada pelanggarnya. Dijelaskan Sudi, pada pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan yang disahkan pengadilan agama, hanya boleh satu orang suami memiliki satu orang istri dan sebaliknya. Dan jika menginginkan istri lebih dari satu maka wajib diajukan pada pengadilan agama setempat. Sementara pengadilan agama bisa memberikan izin kepada suami untuk mempunyai istri lebih dari satu jika antara
Re: [keluarga-islam] Tidak maksiat koq dipersulit ?
kalo menyakiti hati istri, maksiat ga bos? salam, ananto On 12/6/06, banganut [EMAIL PROTECTED] wrote: Aa Gym Berpoligami, Pemerintah Ikut Repot *Jakarta** (ANTARA News)* - Keputusan dai kondang Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) berpoligami tidak hanya mengundang gejolak tetapi juga turut merepotkan pemerintah dengan banyaknya keluhan yang masuk dari masyarakat melalui layanan pesan singkat (SMS) ke Ponsel Presiden. Selama sepekan, Ponsel Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan ibu negara Ani Yudhoyono kebanjiran SMS dari masyarakat yang mengomentari tentang keputusan berpoligami AA Gym, kata Sekretaris Kabinet Susi Silalahi, di Kantor Kepresidenan Jakarta, Selasa. Menanggapi hal itu, Presiden Yudhoyono kemudian secara khusus memanggil Menneg Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan Dirjen Binmas Islam Nazzarudin Umar. Pada kesempatan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar cakupan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi menjadi PP Nomor 45 tahun 1990 tentang poligami diperluas tidak hanya berlaku bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) tetapi juga pada pejabat negara dan pejabat pemerintah. Presiden mempunyai kepedulian besar terhadap kaum perempuan dan ia menginginkan ketentraman dalam masyarakat, kata Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta, usai pemanggilan itu. Meutia menambahkan, cakupan PP tersebut akan diperluas selain untuk PNS juga bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah seperti gubernur, bupati, walikota, TNI/POLRI, dan anggota DPR. Ia menjelaskan, dirinya dipanggil presiden berkaitan dengan banyaknya laporan masyarakat yang masuk kepada presiden dan ibu negara mengenai sejumlah kasus poligami yang terjadi belakangan ini. Revisi peraturan tidak hanya soal poligami tetapi juga hal lain seperti perlindungan perempuan dan anti diskriminasi. Meutia mengatakan, revisi akan dilakukan secepatnya dan saat ini pihaknya sedang mempersiapkan hal-hal yang harus diubah termasuk mengenai pengenaan sanksi bagi yang melanggar peraturan tersebut. Sedangkan Sudi mengatakan bahwa kepedulian presiden ini bukan maksud pemerintah atau negara mencampuri urusan pribadi warga negaranya. Namun hanya menegakkan peraturan yang sudah ada.(*) *Copyright (c) 2006 ANTARA* *5 Desember 2006 **20:17* Presiden Minta Pejabat Negara Tidak Berpoligami *Jakarta (ANTARA News)* - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar cakupan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi menjadi PP Nomor 45 tahun 1990 tentang poligami diperluas tidak hanya berlaku bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) tetapi juga pada pejabat negara dan pejabat pemerintah. Presiden mempunyai kepedulian besar terhadap kaum perempuan dan ia menginginkan ketentraman dalam masyarakat, kata Menteri Pemberdayaan Perempuan Mutia Hatta usai dipanggil presiden di Kantor Presiden Jakarta, Selasa. Untuk itu, lanjut dia, UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 akan tetap menjadi acuan tetapi untuk PP Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi perlu direvisi kembali cakupannya. Mutia menambahkan, cakupan PP tersebut akan diperluas selain untuk PNS juga bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah seperti gubernur, bupati, walikota, TNI/POLRI, dan anggota DPR. Hal itu diungkapkan Mutia saat jumpa pers yang didampingi Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan Dirjen Binmas Islam Nazzarudin Umar. Mutia menjelaskan, dirinya dipanggil presiden berkaitan dengan banyaknya laporan masyarakat yang masuk kepada presiden dan ibu negara mengenai sejumlah kasus poligami yang terjadi belakangan ini. Revisi peraturan tidak hanya soal poligami tetapi juga hal lain seperti perlindungan perempuan dan anti diskriminasi. Mutia mengatakan, revisi akan dilakukan secepatnya dan saat ini pihaknya sedang mempersiapkan hal-hal yang harus diubah termasuk mengenai pengenaan sanksi bagi yang melanggar peraturan tersebut. Sementara itu, Sudi Silalahi menjelaskan bahwa di UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 sudah jelas disebutkan aturan mengenai poligami, seperti syarat-syarat dan sanksi yang diberikan pada pelanggarnya. Dijelaskan Sudi, pada pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan yang disahkan pengadilan agama, hanya boleh satu orang suami memiliki satu orang istri dan sebaliknya. Dan jika menginginkan istri lebih dari satu maka wajib diajukan pada pengadilan agama setempat. Sementara pengadilan agama bisa memberikan izin kepada suami untuk mempunyai istri lebih dari satu jika antara lain, istri tidak bisa menjalankan kewajibannya dan istri tidak bisa memberikan keturunan itu. Selain itu, ada juga syarat-syarat bahwa untuk beristri lebih dari satu harus mendapat persetujuan dari pihak istri atau istri-istri sebelumnya. Sedangkan Dirjen Binmas Islam, Nazzarudin Umar, meminta agar masyarakat tidak menggunakan agama Islam untuk melegitimasi atau melegalkan keinginan berpoligami dengan dalil agama. Sebab Islam, lanjutnya, justru mempunyai prinsip monogami dan hanya membolehkan suami beristri lebih
Re: [keluarga-islam] Tidak maksiat koq dipersulit ?
kesian pres kita ini.. padahal kan sudah jelas terjadi dua kejadian.. yg satu poligami, yg satu serong diluar nikah.. dan sby lebih memilih pejabat negara, walikota, PN dll utk serong diluar nikah daripada poligami.. banganut [EMAIL PROTECTED] wrote: Aa Gym Berpoligami, Pemerintah Ikut Repot Jakarta (ANTARA News) - Keputusan dai kondang Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) berpoligami tidak hanya mengundang gejolak tetapi juga turut merepotkan pemerintah dengan banyaknya keluhan yang masuk dari masyarakat melalui layanan pesan singkat (SMS) ke Ponsel Presiden. Selama sepekan, Ponsel Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan ibu negara Ani Yudhoyono kebanjiran SMS dari masyarakat yang mengomentari tentang keputusan berpoligami AA Gym, kata Sekretaris Kabinet Susi Silalahi, di Kantor Kepresidenan Jakarta, Selasa. Menanggapi hal itu, Presiden Yudhoyono kemudian secara khusus memanggil Menneg Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan Dirjen Binmas Islam Nazzarudin Umar. Pada kesempatan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar cakupan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi menjadi PP Nomor 45 tahun 1990 tentang poligami diperluas tidak hanya berlaku bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) tetapi juga pada pejabat negara dan pejabat pemerintah. Presiden mempunyai kepedulian besar terhadap kaum perempuan dan ia menginginkan ketentraman dalam masyarakat, kata Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta, usai pemanggilan itu. Meutia menambahkan, cakupan PP tersebut akan diperluas selain untuk PNS juga bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah seperti gubernur, bupati, walikota, TNI/POLRI, dan anggota DPR. Ia menjelaskan, dirinya dipanggil presiden berkaitan dengan banyaknya laporan masyarakat yang masuk kepada presiden dan ibu negara mengenai sejumlah kasus poligami yang terjadi belakangan ini. Revisi peraturan tidak hanya soal poligami tetapi juga hal lain seperti perlindungan perempuan dan anti diskriminasi. Meutia mengatakan, revisi akan dilakukan secepatnya dan saat ini pihaknya sedang mempersiapkan hal-hal yang harus diubah termasuk mengenai pengenaan sanksi bagi yang melanggar peraturan tersebut. Sedangkan Sudi mengatakan bahwa kepedulian presiden ini bukan maksud pemerintah atau negara mencampuri urusan pribadi warga negaranya. Namun hanya menegakkan peraturan yang sudah ada.(*) Copyright © 2006 ANTARA 5 Desember 2006 20:17 Presiden Minta Pejabat Negara Tidak Berpoligami Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar cakupan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi menjadi PP Nomor 45 tahun 1990 tentang poligami diperluas tidak hanya berlaku bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) tetapi juga pada pejabat negara dan pejabat pemerintah. Presiden mempunyai kepedulian besar terhadap kaum perempuan dan ia menginginkan ketentraman dalam masyarakat, kata Menteri Pemberdayaan Perempuan Mutia Hatta usai dipanggil presiden di Kantor Presiden Jakarta, Selasa. Untuk itu, lanjut dia, UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 akan tetap menjadi acuan tetapi untuk PP Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi perlu direvisi kembali cakupannya. Mutia menambahkan, cakupan PP tersebut akan diperluas selain untuk PNS juga bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah seperti gubernur, bupati, walikota, TNI/POLRI, dan anggota DPR. Hal itu diungkapkan Mutia saat jumpa pers yang didampingi Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan Dirjen Binmas Islam Nazzarudin Umar. Mutia menjelaskan, dirinya dipanggil presiden berkaitan dengan banyaknya laporan masyarakat yang masuk kepada presiden dan ibu negara mengenai sejumlah kasus poligami yang terjadi belakangan ini. Revisi peraturan tidak hanya soal poligami tetapi juga hal lain seperti perlindungan perempuan dan anti diskriminasi. Mutia mengatakan, revisi akan dilakukan secepatnya dan saat ini pihaknya sedang mempersiapkan hal-hal yang harus diubah termasuk mengenai pengenaan sanksi bagi yang melanggar peraturan tersebut. Sementara itu, Sudi Silalahi menjelaskan bahwa di UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 sudah jelas disebutkan aturan mengenai poligami, seperti syarat-syarat dan sanksi yang diberikan pada pelanggarnya. Dijelaskan Sudi, pada pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan yang disahkan pengadilan agama, hanya boleh satu orang suami memiliki satu orang istri dan sebaliknya. Dan jika menginginkan istri lebih dari satu maka wajib diajukan pada pengadilan agama setempat. Sementara pengadilan agama bisa memberikan izin kepada suami untuk mempunyai istri lebih dari satu jika antara lain, istri tidak bisa menjalankan kewajibannya dan istri tidak bisa memberikan keturunan itu. Selain itu, ada juga syarat-syarat
[keluarga-islam] Tidak maksiat koq dipersulit ?
Aa Gym Berpoligami, Pemerintah Ikut Repot Jakarta (ANTARA News) - Keputusan dai kondang Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) berpoligami tidak hanya mengundang gejolak tetapi juga turut merepotkan pemerintah dengan banyaknya keluhan yang masuk dari masyarakat melalui layanan pesan singkat (SMS) ke Ponsel Presiden. Selama sepekan, Ponsel Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan ibu negara Ani Yudhoyono kebanjiran SMS dari masyarakat yang mengomentari tentang keputusan berpoligami AA Gym, kata Sekretaris Kabinet Susi Silalahi, di Kantor Kepresidenan Jakarta, Selasa. Menanggapi hal itu, Presiden Yudhoyono kemudian secara khusus memanggil Menneg Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan Dirjen Binmas Islam Nazzarudin Umar. Pada kesempatan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar cakupan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi menjadi PP Nomor 45 tahun 1990 tentang poligami diperluas tidak hanya berlaku bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) tetapi juga pada pejabat negara dan pejabat pemerintah. Presiden mempunyai kepedulian besar terhadap kaum perempuan dan ia menginginkan ketentraman dalam masyarakat, kata Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta, usai pemanggilan itu. Meutia menambahkan, cakupan PP tersebut akan diperluas selain untuk PNS juga bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah seperti gubernur, bupati, walikota, TNI/POLRI, dan anggota DPR. Ia menjelaskan, dirinya dipanggil presiden berkaitan dengan banyaknya laporan masyarakat yang masuk kepada presiden dan ibu negara mengenai sejumlah kasus poligami yang terjadi belakangan ini. Revisi peraturan tidak hanya soal poligami tetapi juga hal lain seperti perlindungan perempuan dan anti diskriminasi. Meutia mengatakan, revisi akan dilakukan secepatnya dan saat ini pihaknya sedang mempersiapkan hal-hal yang harus diubah termasuk mengenai pengenaan sanksi bagi yang melanggar peraturan tersebut. Sedangkan Sudi mengatakan bahwa kepedulian presiden ini bukan maksud pemerintah atau negara mencampuri urusan pribadi warga negaranya. Namun hanya menegakkan peraturan yang sudah ada.(*) Copyright © 2006 ANTARA 5 Desember 2006 20:17 Presiden Minta Pejabat Negara Tidak Berpoligami Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar cakupan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi menjadi PP Nomor 45 tahun 1990 tentang poligami diperluas tidak hanya berlaku bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) tetapi juga pada pejabat negara dan pejabat pemerintah. Presiden mempunyai kepedulian besar terhadap kaum perempuan dan ia menginginkan ketentraman dalam masyarakat, kata Menteri Pemberdayaan Perempuan Mutia Hatta usai dipanggil presiden di Kantor Presiden Jakarta, Selasa. Untuk itu, lanjut dia, UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 akan tetap menjadi acuan tetapi untuk PP Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi perlu direvisi kembali cakupannya. Mutia menambahkan, cakupan PP tersebut akan diperluas selain untuk PNS juga bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah seperti gubernur, bupati, walikota, TNI/POLRI, dan anggota DPR. Hal itu diungkapkan Mutia saat jumpa pers yang didampingi Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan Dirjen Binmas Islam Nazzarudin Umar. Mutia menjelaskan, dirinya dipanggil presiden berkaitan dengan banyaknya laporan masyarakat yang masuk kepada presiden dan ibu negara mengenai sejumlah kasus poligami yang terjadi belakangan ini. Revisi peraturan tidak hanya soal poligami tetapi juga hal lain seperti perlindungan perempuan dan anti diskriminasi. Mutia mengatakan, revisi akan dilakukan secepatnya dan saat ini pihaknya sedang mempersiapkan hal-hal yang harus diubah termasuk mengenai pengenaan sanksi bagi yang melanggar peraturan tersebut. Sementara itu, Sudi Silalahi menjelaskan bahwa di UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 sudah jelas disebutkan aturan mengenai poligami, seperti syarat-syarat dan sanksi yang diberikan pada pelanggarnya. Dijelaskan Sudi, pada pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan yang disahkan pengadilan agama, hanya boleh satu orang suami memiliki satu orang istri dan sebaliknya. Dan jika menginginkan istri lebih dari satu maka wajib diajukan pada pengadilan agama setempat. Sementara pengadilan agama bisa memberikan izin kepada suami untuk mempunyai istri lebih dari satu jika antara lain, istri tidak bisa menjalankan kewajibannya dan istri tidak bisa memberikan keturunan itu. Selain itu, ada juga syarat-syarat bahwa untuk beristri lebih dari satu harus mendapat persetujuan dari pihak istri atau istri-istri sebelumnya. Sedangkan Dirjen Binmas Islam, Nazzarudin Umar, meminta agar masyarakat tidak menggunakan agama Islam untuk melegitimasi atau melegalkan keinginan berpoligami dengan dalil agama. Sebab Islam, lanjutnya, justru mempunyai prinsip monogami dan hanya membolehkan suami beristri lebih dari satu dengan syarat harus adil. Apakah bisa adil, kata laki-laki bisa tetapi kata Tuhan dalam Al-Quran tidak mungkin laki-laki
Re: [keluarga-islam] Tidak maksiat koq dipersulit ?
Wah bakal ada bencana apalagi di negeri ini, kalau firman Allah udah mulai di-obok-2 dengan akal dan hawa nafsu. Apalagi seorang pimpinan negara dan ulama (Dirjen Binmas Islam Nazaruddin Umar itu ulama bukan yaa??) udah turut mengacak-2 firman Allah tsb. Seorang muslim sudah seharusnya taat, patuh dan menerima apapun yg jadi aturan, qadha dan qadar dari Robb-nya, yg tertuang dalam Quran, bukan mengobok-2nya, melakukan terobosan-2 bathil yg seolah-2 justified, karena ada dukungan dari sedikit orang ataupun banyak orang. Kebenaran dari Allah adalah tetap kebenaran, walau hanya ditegakkan oleh satu orang sekalipun... Katakanlah kebenaran itu, walau pahit Wassalam, Anto - Original Message From: banganut [EMAIL PROTECTED] To: keluarga-islam@yahoogroups.com Sent: Wednesday, December 6, 2006 6:39:29 AM Subject: [keluarga-islam] Tidak maksiat koq dipersulit ? Aa Gym Berpoligami, Pemerintah Ikut Repot Jakarta (ANTARA News) - Keputusan dai kondang Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) berpoligami tidak hanya mengundang gejolak tetapi juga turut merepotkan pemerintah dengan banyaknya keluhan yang masuk dari masyarakat melalui layanan pesan singkat (SMS) ke Ponsel Presiden. Selama sepekan, Ponsel Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan ibu negara Ani Yudhoyono kebanjiran SMS dari masyarakat yang mengomentari tentang keputusan berpoligami AA Gym, kata Sekretaris Kabinet Susi Silalahi, di Kantor Kepresidenan Jakarta, Selasa. Menanggapi hal itu, Presiden Yudhoyono kemudian secara khusus memanggil Menneg Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan Dirjen Binmas Islam Nazzarudin Umar. Pada kesempatan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar cakupan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi menjadi PP Nomor 45 tahun 1990 tentang poligami diperluas tidak hanya berlaku bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) tetapi juga pada pejabat negara dan pejabat pemerintah. Presiden mempunyai kepedulian besar terhadap kaum perempuan dan ia menginginkan ketentraman dalam masyarakat, kata Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta, usai pemanggilan itu. Meutia menambahkan, cakupan PP tersebut akan diperluas selain untuk PNS juga bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah seperti gubernur, bupati, walikota, TNI/POLRI, dan anggota DPR. Ia menjelaskan, dirinya dipanggil presiden berkaitan dengan banyaknya laporan masyarakat yang masuk kepada presiden dan ibu negara mengenai sejumlah kasus poligami yang terjadi belakangan ini. Revisi peraturan tidak hanya soal poligami tetapi juga hal lain seperti perlindungan perempuan dan anti diskriminasi. Meutia mengatakan, revisi akan dilakukan secepatnya dan saat ini pihaknya sedang mempersiapkan hal-hal yang harus diubah termasuk mengenai pengenaan sanksi bagi yang melanggar peraturan tersebut. Sedangkan Sudi mengatakan bahwa kepedulian presiden ini bukan maksud pemerintah atau negara mencampuri urusan pribadi warga negaranya. Namun hanya menegakkan peraturan yang sudah ada.(*) Copyright © 2006 ANTARA 5 Desember 2006 20:17 Presiden Minta Pejabat Negara Tidak Berpoligami Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar cakupan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi menjadi PP Nomor 45 tahun 1990 tentang poligami diperluas tidak hanya berlaku bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) tetapi juga pada pejabat negara dan pejabat pemerintah. Presiden mempunyai kepedulian besar terhadap kaum perempuan dan ia menginginkan ketentraman dalam masyarakat, kata Menteri Pemberdayaan Perempuan Mutia Hatta usai dipanggil presiden di Kantor Presiden Jakarta, Selasa. Untuk itu, lanjut dia, UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 akan tetap menjadi acuan tetapi untuk PP Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi perlu direvisi kembali cakupannya. Mutia menambahkan, cakupan PP tersebut akan diperluas selain untuk PNS juga bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah seperti gubernur, bupati, walikota, TNI/POLRI, dan anggota DPR. Hal itu diungkapkan Mutia saat jumpa pers yang didampingi Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan Dirjen Binmas Islam Nazzarudin Umar. Mutia menjelaskan, dirinya dipanggil presiden berkaitan dengan banyaknya laporan masyarakat yang masuk kepada presiden dan ibu negara mengenai sejumlah kasus poligami yang terjadi belakangan ini. Revisi peraturan tidak hanya soal poligami tetapi juga hal lain seperti perlindungan perempuan dan anti diskriminasi. Mutia mengatakan, revisi akan dilakukan secepatnya dan saat ini pihaknya sedang mempersiapkan hal-hal yang harus diubah termasuk mengenai pengenaan sanksi bagi yang melanggar peraturan tersebut. Sementara itu, Sudi Silalahi menjelaskan bahwa di UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 sudah jelas disebutkan aturan mengenai poligami, seperti syarat-syarat dan sanksi yang diberikan pada pelanggarnya. Dijelaskan Sudi, pada pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan yang disahkan pengadilan agama