Re: [keluarga-islam] (Taushiyah of the Day) Pernyataan Ketum PBNU Terkait Pilpres 2014

2014-06-03 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
di lapangan memangnya kenapa, tadz?

salam,
ananto


2014-06-03 9:38 GMT+07:00 Raflis amin aminraflis2...@yahoo.com
[keluarga-islam] keluarga-islam@yahoogroups.com:




 Pernyataan yang NORMATIF aja, beda dilapangan


   On Tuesday, June 3, 2014 8:17 AM, Ananto pratikno.ana...@gmail.com
 [keluarga-islam] keluarga-islam@yahoogroups.com wrote:



  Pernyataan Ketum PBNU Terkait Pilpres 2014
 Senin, 02/06/2014 18:00

 NU merupakan jam'iyyah diniyyah ijtima'iyyah, organisasi masyarakat
 keagamaan. Sejak awal didirikan oleh para Kyai, NU mengemban tugas besar
 menjaga, merawat, dan mengembangkan ajaran Islam ala Ahlissunnah wal
 Jama'ah di bumi Nusantara.

 Karenanya sudah teramat jelas bahwa NU tidak bertujuan meraih kekuasaan
 politik. Kalaupun harus menyebut istilah politik, maka politik NU adalah
 politik kebangsaan dan politik kerakyatan. NU menunjukkan bahwa jalan
 menuju kemaslahatan individual dan kolektif terbentang begitu banyak dan
 luas. Sementara kekuasaan politik praktis hanya sebagian saja dari berbagai
 jalan yang ada.

 Hingga sekarang dan kelak, NU secara tegas dan teguh memegang komitmen
 terhadap Khittah 1926 ini. Salah satu pelajaran penting dari Khittah 1926
 ialah NU keluar dari batas-batas partai politik. NU meluaskan pandangan dan
 pengertian terhadap politik. Perluasan pandangan itu beranjak dari sebatas
 tukar guling kekuasaan meluas menjadi perjuangan kemaslahatan.

 Sejak mengemban amanah Ketua Umum PBNU, saya dengan sadar dan sengaja
 berusaha meneruskan komitmen Khittah 1926. NU bukan bagian dari partai
 politik apapun. Bukan bagian dari PDIP, GOLKAR, PD, GERINDRA, PKB, PPP, dan
 seterusnya. Bagi saya, Karena NU jauh lebih besar dari partai, justru di
 partai-partai itulah tersebar kader-kader NU.

 Indonesia pasca-reformasi yang antara lain ditandai dengan semangat
 desentralisasi atau otonomi daerah dibajak oleh penumpang gelap demokrasi.
 Pembajakan demokrasi di era otonomi itu membuat kekuasaan politik tersebar
 secara luas dan menyeret masyarakat sipil dalam godaan dan iming-iming
 duniawi yang tidak mudah dikendalikan.

 Dalam pusaran semacam itu, unsur-unsur dalam NU kerap diseret-seret untuk
 terlibat dalam arus kekuasaan politik praktis. Dari level nasional hingga
 daerah, kecenderungan ini terjadi secara sporadis. Kita tahu bahwa jumlah
 Nahdliyin, merujuk sejumlah survei akademik, survey pemerintah, dan survey
 intelijen, memang besar sekali secara demografis. Tidak heran jika Agenda
 semacam pemilihan kepala daerah, seringkali membuat Nahdliyyin dihitung
 sebatas sebagai penyumbang suara. Padahal, ini yang kerap dilupakan,
 besarnya jumlah warga Nahdliyyin merupakan akibat dari perjuangan
 keaswajaan yang berangkat dari kesadaran, bukan semata akibat dari politik
 praktis yang berangkat dari hasrat kekuasaan.

 Hari-hari ini, kita menyaksikan, proses menuju Pemilihan Presiden dan
 Wakil Presiden 2014 begitu menyita perhatian. Sulit dipungkiri, NU kembali
 diseret-seret dalam proses tersebut. NU sebagai organisasi tidak layak
 diperalat untuk menjadi sekadar tim sukses. Yang didukung NU bukan sekadar
 kandidat, melainkan proses penyelenggaran pemilihan yang jujur, adil, dan
 bermartabat.

 Sikap PBNU jelas dan tegas, tidak berpolitik praktis. Tak satupun yang
 akan mendapat stempel NU. Kalaupun ada pihak-pihak yang membawa-bawa NU
 untuk dijadikan komoditas politik, sudah pasti itu tidak lebih dari sekadar
 klaim.

 Saya menghimbau warga NU untuk memilih pemimpin yang mampu menjadi solusi
 bagi Indonesia. Warga NU harus menggunakan hak pilih secara bertanggung
 jawab. Tanggung jawab itu terus berlangsung hingga setidaknya lima tahun
 mendatang. Baik buruknya bangsa ini, ada di tangan kita sendiri.

 Karena pemilihan presiden hanya merupakan satu tahap saja dari rangkaian
 pembangunan Indonesia, jauh lebih penting bagi PBNU untuk mengawal dan
 mengawasi pemerintahan terpilih. Saya akan berdiri di depan dan pasang
 badan jika presiden dan wakil presiden terpilih nanti tidak bekerja untuk
 kedaulatan rakyat. Jadi, tidak hanya 9 Juli yang penting, jauh lebih
 penting adalah hari-hari panjang sesudahnya.

 Jakarta, 1 Juni 2014

 DR KH Said Aqil Siroj, MA
 Ketua Umum PBNU



 --
 http://harian-oftheday.blogspot.com/

 ...menyembah yang maha esa,
 menghormati yang lebih tua,
 menyayangi yang lebih muda,
 mengasihi sesama...







-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/

...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama...


Re: [keluarga-islam] (Taushiyah of the Day) Pernyataan Ketum PBNU Terkait Pilpres 2014

2014-06-02 Terurut Topik Raflis amin aminraflis2...@yahoo.com [keluarga-islam]

Pernyataan yang NORMATIF aja, beda dilapangan



On Tuesday, June 3, 2014 8:17 AM, Ananto pratikno.ana...@gmail.com 
[keluarga-islam] keluarga-islam@yahoogroups.com wrote:
 


  
Pernyataan Ketum PBNU Terkait Pilpres 2014 
Senin, 02/06/2014 18:00
 
NU merupakan jam'iyyah diniyyah ijtima'iyyah,
organisasi masyarakat keagamaan. Sejak awal didirikan oleh para Kyai, NU
mengemban tugas besar menjaga, merawat, dan mengembangkan ajaran Islam ala
Ahlissunnah wal Jama'ah di bumi Nusantara. 
 
Karenanya sudah teramat jelas bahwa NU tidak
bertujuan meraih kekuasaan politik. Kalaupun harus menyebut istilah politik,
maka politik NU adalah politik kebangsaan dan politik kerakyatan. NU
menunjukkan bahwa jalan menuju kemaslahatan individual dan kolektif terbentang
begitu banyak dan luas. Sementara kekuasaan politik praktis hanya sebagian saja
dari berbagai jalan yang ada.
 
Hingga sekarang dan kelak, NU secara tegas
dan teguh memegang komitmen terhadap Khittah 1926 ini. Salah satu pelajaran
penting dari Khittah 1926 ialah NU keluar dari batas-batas partai politik. NU
meluaskan pandangan dan pengertian terhadap politik. Perluasan pandangan itu
beranjak dari sebatas tukar guling kekuasaan meluas menjadi perjuangan
kemaslahatan.

Sejak mengemban amanah Ketua Umum PBNU, saya dengan sadar dan sengaja berusaha
meneruskan komitmen Khittah 1926. NU bukan bagian dari partai politik apapun.
Bukan bagian dari PDIP, GOLKAR, PD, GERINDRA, PKB, PPP, dan seterusnya. Bagi
saya, Karena NU jauh lebih besar dari partai, justru di partai-partai itulah
tersebar kader-kader NU. 

Indonesia pasca-reformasi yang antara lain ditandai dengan semangat
desentralisasi atau otonomi daerah dibajak oleh penumpang gelap demokrasi.
Pembajakan demokrasi di era otonomi itu membuat kekuasaan politik tersebar
secara luas dan menyeret masyarakat sipil dalam godaan dan iming-iming duniawi
yang tidak mudah dikendalikan.

Dalam pusaran semacam itu, unsur-unsur dalam NU kerap diseret-seret untuk
terlibat dalam arus kekuasaan politik praktis. Dari level nasional hingga
daerah, kecenderungan ini terjadi secara sporadis. Kita tahu bahwa jumlah
Nahdliyin, merujuk sejumlah survei akademik, survey pemerintah, dan survey
intelijen, memang besar sekali secara demografis. Tidak heran jika Agenda
semacam pemilihan kepala daerah, seringkali membuat Nahdliyyin dihitung sebatas
sebagai penyumbang suara. Padahal, ini yang kerap dilupakan, besarnya jumlah
warga Nahdliyyin merupakan akibat dari perjuangan keaswajaan yang berangkat
dari kesadaran, bukan semata akibat dari politik praktis yang berangkat dari
hasrat kekuasaan. 

Hari-hari ini, kita menyaksikan, proses menuju Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden 2014 begitu menyita perhatian. Sulit dipungkiri, NU kembali
diseret-seret dalam proses tersebut. NU sebagai organisasi tidak layak
diperalat untuk menjadi sekadar tim sukses. Yang didukung NU bukan sekadar
kandidat, melainkan proses penyelenggaran pemilihan yang jujur, adil, dan
bermartabat. 

Sikap PBNU jelas dan tegas, tidak berpolitik praktis. Tak satupun yang akan
mendapat stempel NU. Kalaupun ada pihak-pihak yang membawa-bawa NU untuk
dijadikan komoditas politik, sudah pasti itu tidak lebih dari sekadar klaim. 

Saya menghimbau warga NU untuk memilih pemimpin yang mampu menjadi solusi bagi
Indonesia. Warga NU harus menggunakan hak pilih secara bertanggung jawab.
Tanggung jawab itu terus berlangsung hingga setidaknya lima tahun mendatang.
Baik buruknya bangsa ini, ada di tangan kita sendiri.

Karena pemilihan presiden hanya merupakan satu tahap saja dari rangkaian
pembangunan Indonesia, jauh lebih penting bagi PBNU untuk mengawal dan
mengawasi pemerintahan terpilih. Saya akan berdiri di depan dan pasang badan
jika presiden dan wakil presiden terpilih nanti tidak bekerja untuk kedaulatan
rakyat. Jadi, tidak hanya 9 Juli yang penting, jauh lebih penting adalah
hari-hari panjang sesudahnya.

Jakarta, 1 Juni 2014

DR KH Said Aqil Siroj, MA
Ketua Umum PBNU


-- 

http://harian-oftheday.blogspot.com/
 
...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama...