[kisunda] fatwa ti PP PERSIS perkawis mayit koruptor

2010-08-09 Terurut Topik Ahmad Sahidin

Tokoh Agama tak Boleh Salatkan Jenazah Koruptor


SOREANG, (PR).-

Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis) mengeluarkan fatwa agar para
tokoh agama dan tokoh masyarakat tidak menyalatkan jenazah pelaku dosa
besar. Di antaranya koruptor, orang yang bunuh diri, meninggal akibat
minuman keras, ber-zina, dan pemimpin yang menzalimi rakyatnya.
Hal itu dikemukakan Ketua Umum PP Persis Prof. Dr.
K.H. M. Abdurrahman, ketika membahas masalah-masalah aktual di Hotel
Antik Soreang, Minggu (8/8). Acara tersebut dihadiri para pengurus
Dewan Hisbah PP Persis. Masalah lain yang dibahas pada acara itu antara
lain hukum salat malam lebih dari sebelas rakaat, terlambat salat Id
dan salat gerhana, serta tawaf saat masih berhadas.
Menurut Abdurrahman, ajaran Islam mengenal adanya
dosa-dosa besar minimal sebanyak tujuh puluh jenis. Dosa-dosa besar itu
antara lain syirik, membunuh, sihir, meninggalkan salat, tidak membayar
zakat, tidak puasa tanpa sebab syara, tidak berhaji meski mampu, dan
durhaka kepada orang tua. Dosa besar juga bagi perilaku korupsi, zina,
homoseks, memakan harta anak yatim piatu, pemimpin yang menzalimi
rakyatnya, ataupun meminum minuman keras, katanya.
Abdurrahman mengatakan, fenomena bunuh diri ataupun
membunuh orang lain, zina, dan korupsi semakin marak. Ketika kehidupan
semakin sulit, dengan mudahnya seseorang mengakhiri hidupnya dengan
cara bunuh diri. Padahal, bunuh diri termasuk dosa besar, ujarnya.
Bahkan, zina dianggap hal yang bukan tabu lagi malah
disiarkan di berbagai media massa, seperti yang dilakukan artis
terkenal. Demikian pula dengan suap, mengurangi timbangan, sumpah
palsu, dan memakan barang haram, sudah tidak begitu dipedulikan kaum
Muslimin, katanya.
Terhadap umat Islam yang melakukan dosa-dosa besar
selama hidupnya, kata Ustaz Abdurrahman, tokoh agama seperti ulama dan
ustaz tak perlu menyalatkannya ketika meninggal dunia. Tokoh masyarakat
ataupun orang yang memiliki kedudukan khusus juga tidak perlu ikut
menyalatkan. Biarlah masyarakat biasa yang menyalatkan jenazah pelaku
dosa besar tersebut, ucapnya.
Tindakan tidak ikut menyalatkan, menurut
Abdurrahman, merupakan sanksi moral dan sanksi sosial kepada pelaku
dosa besar. Kalau Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PW NU) Jawa Timur
memfatwakan haram hukumnya menyalatkan koruptor, PP Persis membolehkan
masyarakat menyalatkan jenazah koruptor. Hanya, para tokoh agama dan
tokoh masyarakat yang tidak boleh ikut menyalatkan pelaku dosa besar,
termasuk koruptor, ucapnya. (A-71)***

www.ahmadsahidin.wordpress.com



Re: [kisunda] fatwa ti PP PERSIS perkawis mayit koruptor

2010-08-09 Terurut Topik MRachmat Rawyani
Kuring jadi emut kana film anu diputer salah sahiji stasiun televisi, dua 
dinten 
kalangkung. Judulna teh 'Perempuan Berkalung Sorban'. Dina film eta teh 
digambarkeun aya hiji anak awewe, anu bade dihukum rajam pedah rantang-runtung 
sareng lalaki lain muhrim (ngan sakadar sangkaan). Pas bade dirajam 
(dibaledogan 
batu) aya ibuna anu nyandak batu, nantang ka sadaya jalma anu aya didinya, 

yeuh batu, sok baledogkeun ka anak kuring lamun maraneh teu ngarasa boga dosa 
atawa  ngarasa pangsucina?
Teu aya saurang oge anu narima tantangan eta.
Naon pakaitna sareng nyalatkeun janazah koruptor? Atawa nyalatkeun mayit 
teroris?
Ceuk kuring mah, ku aya landihan  koruptor/teroris wae geus hiji hukuman sosial 
anu beurat pikeun kulawargana. Ny kitu oge hukuman ti nagara. Komo deui engke 
jaga di akherat, hukuman Allah leuwih beurat.

Maksad tulisan kuring ieu, kadang-kadang urang teh sok ngahakiman batur 
'ngaleuleuwihi', didasaran ku argumen-argumen atanapi dalil ajaran agama.

baktos,

mrachmatrawyani






From: Ahmad Sahidin ahmadsahi...@ymail.com
To: altan...@yahoogroups.com; kisunda@yahoogroups.com
Sent: Mon, August 9, 2010 3:01:32 PM
Subject: [kisunda] fatwa ti PP PERSIS perkawis mayit koruptor

  


Tokoh Agama tak Boleh Salatkan Jenazah Koruptor
SOREANG, (PR).-
Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis) mengeluarkan fatwa agar para tokoh 
agama dan tokoh masyarakat tidak menyalatkan jenazah pelaku dosa besar. Di 
antaranya koruptor, orang yang bunuh diri, meninggal akibat minuman keras, 
ber-zina, dan pemimpin yang menzalimi rakyatnya.
Hal itu dikemukakan Ketua Umum PP Persis Prof. Dr. K.H. M. Abdurrahman, ketika 
membahas masalah-masalah aktual di Hotel Antik Soreang, Minggu (8/8). Acara 
tersebut dihadiri para pengurus Dewan Hisbah PP Persis. Masalah lain yang 
dibahas pada acara itu antara lain hukum salat malam lebih dari sebelas rakaat, 
terlambat salat Id dan salat gerhana, serta tawaf saat masih berhadas.
Menurut Abdurrahman, ajaran Islam mengenal adanya dosa-dosa besar minimal 
sebanyak tujuh puluh jenis. Dosa-dosa besar itu antara lain syirik, membunuh, 
sihir, meninggalkan salat, tidak membayar zakat, tidak puasa tanpa sebab syara, 
tidak berhaji meski mampu, dan durhaka kepada orang tua. Dosa besar juga bagi 
perilaku korupsi, zina, homoseks, memakan harta anak yatim piatu, pemimpin yang 
menzalimi rakyatnya, ataupun meminum minuman keras, katanya.
Abdurrahman mengatakan, fenomena bunuh diri ataupun membunuh orang lain, zina, 
dan korupsi semakin marak. Ketika kehidupan semakin sulit, dengan mudahnya 
seseorang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Padahal, bunuh diri 
termasuk dosa besar, ujarnya.
Bahkan, zina dianggap hal yang bukan tabu lagi malah disiarkan di berbagai 
media 
massa, seperti yang dilakukan artis terkenal. Demikian pula dengan suap, 
mengurangi timbangan, sumpah palsu, dan memakan barang haram, sudah tidak 
begitu 
dipedulikan kaum Muslimin, katanya.
Terhadap umat Islam yang melakukan dosa-dosa besar selama hidupnya, kata Ustaz 
Abdurrahman, tokoh agama seperti ulama dan ustaz tak perlu menyalatkannya 
ketika 
meninggal dunia. Tokoh masyarakat ataupun orang yang memiliki kedudukan khusus 
juga tidak perlu ikut menyalatkan. Biarlah masyarakat biasa yang menyalatkan 
jenazah pelaku dosa besar tersebut, ucapnya.
Tindakan tidak ikut menyalatkan, menurut Abdurrahman, merupakan sanksi moral 
dan 
sanksi sosial kepada pelaku dosa besar. Kalau Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama 
(PW NU) Jawa Timur memfatwakan haram hukumnya menyalatkan koruptor, PP Persis 
membolehkan masyarakat menyalatkan jenazah koruptor. Hanya, para tokoh agama 
dan 
tokoh masyarakat yang tidak boleh ikut menyalatkan pelaku dosa besar, termasuk 
koruptor, ucapnya. (A-71)***
www.ahmadsahidin. wordpress. com