[Kuli Tinta] Bangsa Kasihan

1999-03-31 Terurut Topik day

kasihan bangsa
yang mengenakan pakaian  yang tidak ditenunnya
yang memakan roti dari gandum yang tidak ia panen
dan meminum anggur yang ia tidak memerasnya

kasihan bangsa
yang menjadikan orang dungu sebagai pahlawan
dan menganggap penindasan penjajah sebagai hadiah

kasihan bangsa
yang meremehkan nafsu dalam mimpi-mimpinya ketika tidur
sementara menyerah padanya ketika bangun

kasihan bangsa
yang tidak pernah angkat suara
kecuali jika sedang berjalan di atas kuburan
tidak sesumbar
kecuali di reruntuhan
dan tidak memberontak
kecuali ketika lehernya sudah berada diantara pedang dan landasan

kasihan bangsa
yang negarawannya serigala
yang filsufnya gentong nasi
dan senimannya tukang tambal dan tukang tiru

kasihan bangsa
yang menyambut penguasa barunya dengan terompet kehormatan
namun melepasnya dengan cacian
hanya untuk menyambut penguasa baru lain dengan terompet lagi

kasihan bangsa
yang orang sucinya dungu menghitung tahun-tahun berlalu
dan orang kuatnya masih dalam gendongan

kasihan bangsa
yang terpecah-pecah
dan masing-masing pecahan menganggap dirinya sebagai bangsa


kahlil gibran (1883-1931) ; cinta keindahan kesunyian - yayasan
bentang
budaya 1997



__
To subscribe, email: [EMAIL PROTECTED]
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Indonesia Baru: berkeadilan tanpa kekerasan!





[Kuli Tinta] apapun

1999-03-31 Terurut Topik White Crow

Dear Rakai,

Terimakasih atas dukungan dan respon anda.
Terus terang, secara pribadi saya sudah muak dengan sistem yang ada saat
ini. Hal ini bisa kita lihat, petapa munafiqnya pemimpin-pemimpin yang
menggelar dirinya Pro reformasi. Menurut saya, yang terjadi saat ini baru
pertukaran pakaian luar "ORBA" menjadi pakaian "REFORMASI", Sedangkan
sistem, belum begitu tersentuh... tapi ...insya Allah..pada pemilu akan
datang ini, masih menyisakan sedikit harapan buat kita. Jika inipun ternyata
tidak dapat mengubah sistem yang brengsek ini..saya yakin..Indonesia akan
tinggal puing di hantam prahara yang tak kunjung padam.

Terlepas dari sifat rasis yang kita miliki (saya meminjam istilah anda),
Setiap kita mempunyai sifat sayang kepada mahluk lain..apatah lagi dengan
manusia. Saat ini di depan kita, ada saudara kita yang diinjak-injak hak
hidupnya, hak bermasyarakatnya, hak berkeluarga..semua hak yang telah di
berikan Yang Kuasa kepadanya. Saya menangis ketika melihat dan berada di
aceh, saya sedih ketika berada di Riau dan tempat-tempat lain di Indonesia
yang pernah saya kunjungi, Sedih memikirkan banyak rakyat yang sangat
memprihatinkan tapi wakil-wakil kita, tak lebih hanya badut-badut yang
memeriahkan sirkus

Terusterang saya prustasi sekali..saya jauh dari Indonesia..tapi tetap
sayang dengan Semua saudara sebangsaku.

Saat ini saya  hanya bisa berdoa dan berusaha sedikit untuk menyumbang
tenaga dan pikiran bersama saudara-saudara yang lain di tanah air, agar
bangsa ini keluar dari kemelut dan meletakkan keadilan ditempat semestinya..


DAri tempat Pengasingan

White Crow


- Original Message -
From: [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, March 31, 1999 12:14 AM


Saudara white crow yang terhormat,
salam dari saya yang selama ini gamang dalam melihat keberadaan mitos
ke-Indonesiaan kita.
Saya membaca surat anda sangat memahami dan mendukung pergulatan dan
perjuangan anda bersama teman-teman yang lain. Meskipun sedikit banyak
"kami" di Yogya cukup banyak menikmati fasilitas hasil dari rampokan
pemerintah pusat terhadap daerah daerah di luar Jawa, saya mendukung
sepenuhnya perjuangan anda. Saya bersama teman-teman disini banyak yang
sudah muak dengan deklamasi-deklamasi kosong persatuan dan kesatuan. Kita
tak pernah belajar bahwa nasionalisme Indonesia dibentuk oleh
ketidakfahaman tentang kegagalan-kegagalan sejarah manusia dunia modern.
nasionalisme sebenarnya sangat identik dengan kapitalisme, dan kapitalisme
identik dengan eksploitasi manusia atas alam bahkan manusia lain.
Sebenarnya jika kita bicara tewntang keadilan, demokrasi, kemanusiaan dan
sebagainya, itu sama sekali ada diluar konteks tentang sekat-sekat negara,
sekat sosial dan sebagainya.
Negara dalam kenyataannya adalah sebuah ruang
dimana perebutan-perebutan kepemilikan diabsahkan. Kita belajar untuk
memilih, kita belajar untuk berafiliasi, juga belajar untuk percaya pada
mitos dan meredam dendam-dendam kultural alamiah kita.
Saya sangat faham bahwa setiap orang memiliki sifat rasis dan hal itu
berarti persoalan kita berasal dari diri kita sendiri (bersama), dan
itulah akar awal semua dari semua bentuk nasionalisme. Sebuah perebutan
ruang kekuasaan yang memalukan.




__
To subscribe, email: [EMAIL PROTECTED]
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Indonesia Baru: berkeadilan tanpa kekerasan!





Re: [Kuli Tinta] Fw: SERAT KALATIDHA-1

1999-03-31 Terurut Topik Sian Djie Wong



???
Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com

__
To subscribe, email: [EMAIL PROTECTED]
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Indonesia Baru: berkeadilan tanpa kekerasan!





Re: [Kuli Tinta] Fw: SERAT KALATIDHA-1

1999-03-31 Terurut Topik Winarso Drajad Widodo

rekans kuli-tinta yth.
mohon maaf dengan posting serat kalatidha-1 dari saya tempo hari.
saat itu, kemungkinan ada salah, sehingga email terkirim kosong tanpa badan.
saya sudah menggantinya, dan beberapa netters telah mengirim respon yang
menyatakan bahwa telah membaca serat kalatidha-1
untuk itu berikut saya paste-kan lengkap keseluruhannya (termasuk
sambungannya)
mudah-mudahan berkenan...

salam sejahtera,

winarso
okayama-jepang

cat:
serat kalatidha ini adalah tulisan saya bulan oktober 1998 sebagai respon
dari kerusuhan dukun santhet dan maraknya berdirinya partai-partai baru,
namun tidak laku (*smile*), orang kurang bermutu kok ya..


- Original Message -
From: Sian Djie Wong [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Thursday, April 01, 1999 4:05 AM
Subject: Re: [Kuli Tinta] Fw: SERAT KALATIDHA-1




???
Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com

__
To subscribe, email: [EMAIL PROTECTED]
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Indonesia Baru: berkeadilan tanpa kekerasan!

***
SERAT KALATIDHA

PERKENALKAN, nama saya sebenarnya adalah Jiwo Winenang, yang
karena teman-teman sering memanggil saya dengan "win" dan akhirnya cenderung
menjadi "uin" maka sekalian saya tulis dengan ejaan Soewandi menjadi "OEIN".
Kebetulan bernasib baik, bersama dengan seorang paman jauh saya, Soeloyo,
kami
diajak oleh momongan kami sejak kecil, Den Ragil Pamungkas, dalam rangka
tugas beliau menjalani wajib belajar dari perguruan tinggi tempat beliau
menjadi
dosen di salah satu universitas di negeri Jepang.  Memang hubungan kami
berdua
dengan momongan tetapi juga juragan kami sangatlah erat, sehingga sering
tidak
dapat dipisahkan antara ketiganya.  Paman saya, mBah Soeloyo, terkenal
sebagai
orang tua urakan yang selalu mengambil cara berfikir oposisi terhadap
juragannya
sendiri.  Sementara itu saya sendiri selalu dituduh sebagai orang paling
"ngeyel"
oleh mBah Soeloyo.  Saking eratnya, pernah Den Ragil menyatakan bahwa beliau
tidak dapat eksis dan berfikir lengkap tanpa kehadiran kami berdua, yang
diang-
gapnya lebih dari sekedar pembantu, melainkan menjadi panakawan sekaligus
sumber referensi.  Saya dan mBah Soeloyo, karena tidak begitu faham dengan
ungkapan Den Ragil yang menyebut pembantu, punakawan dan referensi itu,
hanya
 mampu mengiyakan saja.  Apa sajalah kehendak juragan.
Ada kebiasaan baru Den Ragil pada pagi hari sambil ngopi, yaitu membuka
koran-koran online dari tanah air, terutama setelah turunnya Pak Harto dari
kursi
presidenan yang dengan cara jitu dan canggih selama 32 tahun didudukinya.
Saya
tidak berani mengganggu kebiasaan itu, dalam arti menemaninya, kecuali
dipanggil
untuk bersama melihat berita di monitor komputernya.  Namun mBah Soeloyo,
sesuai dengan sifat dan sikapnya yang urakan tadi dengan enak saja dia
menemani
Den Ragil, diminta ataupun tidak, bahkan sambil "grundelan" sendiri
mengomentari
isi berita.  Apalagi ketika banyak pejabat maupun mantannya serta
tokoh-tokoh
elite perpolitikan Indonesia seperti berlomba melontarkan pernyataan kepada
umum.
Entah mengapa pagi itu setelah ikut "njenuk" menatap monitor membaca koran
JP-online, bersama Den Ragil, sambil membujuk cucu asuhnya yang kecil, Gus
Gede untuk segera mandi, tiba-tiba mBah Soeloyo menggemakan pembukaan
SERAT KALATI-DHA gubahan pujangga Jawa abad XIX, Ki Rangga Warsita,
dengan irama dan nada bergaya sulukan "ada-ada" SEKAR SINOM WAOSAN dari
dalang kondang favorite-nya, mendiang Ki Nartosabdho.  Pantas saja Gus Gede
bukannya senang, malah mbesengut sambil berujar "mBah.. apaan sih nyanyian
itu,
takut dong aku...!".  mBah Soeloyo bukannya reda, malah menjadi marah, "Lha
kowe kuwi ngomong opo, cepet mandi sana...!"  Maka pecahlah "eker-ekeran"
pagi hari yang kesekian kalinya, antara mBah Soeloyo dan Gus Gede, antara
manula
dan belia.
Terpaksalah Den Ragil, juragan saya, turun tangan.  "Kenapa to mBah Soel,
kok umyeg pagi-pagi, pakai nembang lagi".  "Den Ragil sih enak-enak saja
hidup
di Jepun, jauh dari kenyataan ngIndonesia, lha saya... teman-teman saya yang
dianggap kiyai, yang dituduh dukun santet, yang jadi guru ngaji, yang
reformis
sampai aktifis.. pada kelimpungan gitu.  Di manapun terancam jiwanya yang
hanya
selembar.  Kalau kucing, no problem,  they have 9 souls, lha teman-teman
saya,
konco ngobrol di kampung itu?" balas mBah Soeloyo sewot.  "Iya ya, bener
juga
mBah Soel itu lho Den, ikut prihatin", tidak tahan saya ikut nimbrung.

 Den Ragil jadi tercenung, mukanya menjadi merah padam.  Jelas marah.
"Terus piye, gimana apa yang dapat kuperbuat dari sini, Lek, mBah?! Sedang
urusan
bikin laporan untuk penelitian atau jikken saja demikian repotnya gini".
Kami
berdua jadi bengong dan terdiam seketika. Bila Den Ragil sudah menggunakan
senjata pamungkas Kiyai Jikken itu, mati kutulah kami.  Lha gimana, kami
dapat
ikut ke Jepang sini juga karena keperluan Den Ragil untuk bersekolah ala
Jikken
gitu kok ya?  Padahal kami 

[Kuli Tinta] Wawancara Wimar dkk dng Jeffrey Winters

1999-03-31 Terurut Topik Martin Manurung

Saya baca transkrip ini. Interview yang bagus!

Martin Manurung-
[EMAIL PROTECTED]  [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://www.cabi.net.id/users/martin

"Love your enemies, do good to those who hate you"




PERSPEKTIF DJI SAM SOE FILTER FORUM
Jeffrey: Pemilu Batal, Risiko Besar

Nara Sumber : Jeffrey Winters
Pemandu: Febrira (Ifeb) Galib, Wimar Witoelar
Penanya Tamu: Albert Hasibuan SH
Rabu 31 Maret 1999 08:00-09:00

Untuk pertama kali sejak meninggalkan Indonesia di bawah ancaman pembunuhan
dan perhatian pers yang besar, Doktor Jeffrey A. Winters, dosen ekonomi dan
politik di Northwestern University, Chicago, USA, memberikan wawancara
eksklusif kepada acara talk show mingguan PERSPEKTIF DJI SAM SOE FILTER
FORUM yang dipandu oleh Febrira (Ifeb) Galib dan Wimar Witoelar

Kedatangan Jeffrey Winters ke Indonesia yang sebetulnya dimaksudkan untuk
peluncuran kedua buku terbarunya, DOSA-DOSA ORDE BARU dan MODAL BERPINDAH,
MODAL BERKUASA berakhir dengan satu lagi catatan yang memalukan untuk
masyarakat Indonesia, upaya penegakan hukum yang malah semakin menjauh dari
penyelidikan kasus KKN pejabat pemerintah Indonesia.

Berikut transkrip lengkap wawancara eksklusif kepada acara talk show
mingguan PERSPEKTIF DJI SAM SOE FILTER FORUM yang dipandu oleh Febrira
(Ifeb) Galib dan Wimar Witoelar, khusus untuk pembaca detikcom:

Wimar :
Jeff, ini Ifeb dan saya Wimar, terima kasih , selamat pagi disini, selamat
malam di Chicago ya.

Jeff:
Yes..yes.. selamat pagi.

Wimar :
Gimana, di sana nggak seterkenal di sini?

Jeff:
Ha..ha.. saya senang kalau saya kembali di sini saya menjadi anonim,
jadi tidak ada yang kenal saya.

Wimar :
Naik bis pun cuek saja?

Jeff:
Ya biasa-biasa. Yang jelas ancaman bunuh nggak ada. Soalnya takut keliru,
nanti banyak orang yang tampangnya seperti Jeff Winters, orang lain kena
tembak.

Wimar :
Nah, ini kita mau tanya Pak Jeffrey. Bagaimana reaksi Pak Jeffrey terhadap
ketidakadilan pemerintah Indonesia, mengalihkan kasus KKN Freeport menjadi
kasus pemeriksaan seorang Jeffrey Winters?

Jeff:
Iya, terus terang dari awal, saya berkali-kali bilang bahwa, jangan saya
yang menjadi fokus. Ini kan seperti minggu lalu, Media Indonesia pernah
menulis, Jeffrey Winters, semut. Dalam hal ini walaupun ada saja yang
namanya korupsi, kok gajahnya tidak tampak. Tetapi Jeffrey Winters atau
semut tampak terus. Jadi saya dari awal bilang, janganlah saya yang menjadi
fokus. Saya hanya bisa menjadi sumber informasi saja, lebih baik, lihat
masalahnya saja.

Wimar :
Sesudah ini Jeff mau diam saja, atau bersedia menjadi nara sumber?

Jeff:
Oh ya..ya, tidak ada masalah, saya selalu bersedia untuk diskusi atau
menjawab. Hanya seperti kemarin itu, jadi tersangka.

Ifeb :
Sudah memperhitungkan risiko belum Pak Jeff, waktu kembali lagi untuk yang
kedua kalinya setelah kasus ini diungkap?

Wimar :
Sudah ada ancaman sebelumnya kan?

Jeff:
Yah, ancaman tembak mati itu sesuatu yang baru kali ini. Ancaman yang
sebelumnya bahwa saya mau diperiksa. Status saya dulu nggak begitu jelas
terus terang. Sekarang sudah jelas.

Ifeb :
Jadi ada juga orang yang bertanya, ini berani nggak datang untuk yang ketiga
kalinya?

Jeff:
Oh, well, saya tidak akan datang cepat, dan itu alasan sebenarnya karena
saya di sini kerja. Kuliah untuk murid-murid saya baru mulai kemarin pagi.
Jadi saya harus kerja sampai pertengahan Juni di sini, mengajar.

Wimar :
Murid-murid Jeff percaya nggak Jeff itu terkenal di Indonesia?

Jeff:
Ya, banyak mahasiswa di kampus saya prihatin sekali dengan situasi di
Indonesia, tetapi mereka tidak bisa bayangkan. Saya kemarin kasih lihat
fotonya sniper yang di harian Merdeka itu, luar biasa. Saya sendiri terkejut
waktu itu. Tetapi mahasiswa saya pada ketawa, kok itu bisa terjadi.

Wimar :
Kan di foto sama saya juga dengan koran itu.

Jeff:
ya betul.

Wimar :
Tapi tolong kasih tahu juga sama mahasiswa Anda kalau mereka prihatin sama
Indonesia, bilang yang nggak bener itu cuma Jaksa Agungnya, kalau kita-kita
sih, orang normal. Kita tahu kok yang mana betul yang mana salah. Jadi
mereka nggak usah kecewa sama masyarakat Indonesia. Ini radio station resmi
lho, M97. Kita mendukung kok, kebenaran.

Jeff :
Ah ya bagus bagus. Saya juga bilang waktu ini kepada mahasiswa di sini juga,
sebenarnya masalahnya, saya sampai kembali ke Chicago masih bingung sekali.
Lho kenapa suatu sistem yang terkenal pemerintahannya hampir yang paling
terkenal di dunia dengan korupsinya, kok sampai sekarang belum ada satu
kasus pun yang diselidiki.

Wimar :
Karena Jaksa Agungnya yang itu, dan presidennya yang itu. Saya kira
masyarakat kita sama. It doesn't take a political scientist untuk menjawab.

Ifeb :
Pak Jeff sendiri optimis nggak bahwa kasus KKN ini sendiri akan bisa
dibongkar suatu saat nanti?

Wimar :
Kalau ada pergantian regim akan terbongkar nggak?

Jeff :
Mungkin kalau ada pergantian rejim, tetapi kalau dari pengalaman saya
langsung, misalnya di