[Kuli Tinta] Bangsa Kasihan
kasihan bangsa yang mengenakan pakaian yang tidak ditenunnya yang memakan roti dari gandum yang tidak ia panen dan meminum anggur yang ia tidak memerasnya kasihan bangsa yang menjadikan orang dungu sebagai pahlawan dan menganggap penindasan penjajah sebagai hadiah kasihan bangsa yang meremehkan nafsu dalam mimpi-mimpinya ketika tidur sementara menyerah padanya ketika bangun kasihan bangsa yang tidak pernah angkat suara kecuali jika sedang berjalan di atas kuburan tidak sesumbar kecuali di reruntuhan dan tidak memberontak kecuali ketika lehernya sudah berada diantara pedang dan landasan kasihan bangsa yang negarawannya serigala yang filsufnya gentong nasi dan senimannya tukang tambal dan tukang tiru kasihan bangsa yang menyambut penguasa barunya dengan terompet kehormatan namun melepasnya dengan cacian hanya untuk menyambut penguasa baru lain dengan terompet lagi kasihan bangsa yang orang sucinya dungu menghitung tahun-tahun berlalu dan orang kuatnya masih dalam gendongan kasihan bangsa yang terpecah-pecah dan masing-masing pecahan menganggap dirinya sebagai bangsa kahlil gibran (1883-1931) ; cinta keindahan kesunyian - yayasan bentang budaya 1997 __ To subscribe, email: [EMAIL PROTECTED] To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Indonesia Baru: berkeadilan tanpa kekerasan!
[Kuli Tinta] apapun
Dear Rakai, Terimakasih atas dukungan dan respon anda. Terus terang, secara pribadi saya sudah muak dengan sistem yang ada saat ini. Hal ini bisa kita lihat, petapa munafiqnya pemimpin-pemimpin yang menggelar dirinya Pro reformasi. Menurut saya, yang terjadi saat ini baru pertukaran pakaian luar "ORBA" menjadi pakaian "REFORMASI", Sedangkan sistem, belum begitu tersentuh... tapi ...insya Allah..pada pemilu akan datang ini, masih menyisakan sedikit harapan buat kita. Jika inipun ternyata tidak dapat mengubah sistem yang brengsek ini..saya yakin..Indonesia akan tinggal puing di hantam prahara yang tak kunjung padam. Terlepas dari sifat rasis yang kita miliki (saya meminjam istilah anda), Setiap kita mempunyai sifat sayang kepada mahluk lain..apatah lagi dengan manusia. Saat ini di depan kita, ada saudara kita yang diinjak-injak hak hidupnya, hak bermasyarakatnya, hak berkeluarga..semua hak yang telah di berikan Yang Kuasa kepadanya. Saya menangis ketika melihat dan berada di aceh, saya sedih ketika berada di Riau dan tempat-tempat lain di Indonesia yang pernah saya kunjungi, Sedih memikirkan banyak rakyat yang sangat memprihatinkan tapi wakil-wakil kita, tak lebih hanya badut-badut yang memeriahkan sirkus Terusterang saya prustasi sekali..saya jauh dari Indonesia..tapi tetap sayang dengan Semua saudara sebangsaku. Saat ini saya hanya bisa berdoa dan berusaha sedikit untuk menyumbang tenaga dan pikiran bersama saudara-saudara yang lain di tanah air, agar bangsa ini keluar dari kemelut dan meletakkan keadilan ditempat semestinya.. DAri tempat Pengasingan White Crow - Original Message - From: [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, March 31, 1999 12:14 AM Saudara white crow yang terhormat, salam dari saya yang selama ini gamang dalam melihat keberadaan mitos ke-Indonesiaan kita. Saya membaca surat anda sangat memahami dan mendukung pergulatan dan perjuangan anda bersama teman-teman yang lain. Meskipun sedikit banyak "kami" di Yogya cukup banyak menikmati fasilitas hasil dari rampokan pemerintah pusat terhadap daerah daerah di luar Jawa, saya mendukung sepenuhnya perjuangan anda. Saya bersama teman-teman disini banyak yang sudah muak dengan deklamasi-deklamasi kosong persatuan dan kesatuan. Kita tak pernah belajar bahwa nasionalisme Indonesia dibentuk oleh ketidakfahaman tentang kegagalan-kegagalan sejarah manusia dunia modern. nasionalisme sebenarnya sangat identik dengan kapitalisme, dan kapitalisme identik dengan eksploitasi manusia atas alam bahkan manusia lain. Sebenarnya jika kita bicara tewntang keadilan, demokrasi, kemanusiaan dan sebagainya, itu sama sekali ada diluar konteks tentang sekat-sekat negara, sekat sosial dan sebagainya. Negara dalam kenyataannya adalah sebuah ruang dimana perebutan-perebutan kepemilikan diabsahkan. Kita belajar untuk memilih, kita belajar untuk berafiliasi, juga belajar untuk percaya pada mitos dan meredam dendam-dendam kultural alamiah kita. Saya sangat faham bahwa setiap orang memiliki sifat rasis dan hal itu berarti persoalan kita berasal dari diri kita sendiri (bersama), dan itulah akar awal semua dari semua bentuk nasionalisme. Sebuah perebutan ruang kekuasaan yang memalukan. __ To subscribe, email: [EMAIL PROTECTED] To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Indonesia Baru: berkeadilan tanpa kekerasan!
Re: [Kuli Tinta] Fw: SERAT KALATIDHA-1
??? Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com __ To subscribe, email: [EMAIL PROTECTED] To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Indonesia Baru: berkeadilan tanpa kekerasan!
Re: [Kuli Tinta] Fw: SERAT KALATIDHA-1
rekans kuli-tinta yth. mohon maaf dengan posting serat kalatidha-1 dari saya tempo hari. saat itu, kemungkinan ada salah, sehingga email terkirim kosong tanpa badan. saya sudah menggantinya, dan beberapa netters telah mengirim respon yang menyatakan bahwa telah membaca serat kalatidha-1 untuk itu berikut saya paste-kan lengkap keseluruhannya (termasuk sambungannya) mudah-mudahan berkenan... salam sejahtera, winarso okayama-jepang cat: serat kalatidha ini adalah tulisan saya bulan oktober 1998 sebagai respon dari kerusuhan dukun santhet dan maraknya berdirinya partai-partai baru, namun tidak laku (*smile*), orang kurang bermutu kok ya.. - Original Message - From: Sian Djie Wong [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, April 01, 1999 4:05 AM Subject: Re: [Kuli Tinta] Fw: SERAT KALATIDHA-1 ??? Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com __ To subscribe, email: [EMAIL PROTECTED] To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Indonesia Baru: berkeadilan tanpa kekerasan! *** SERAT KALATIDHA PERKENALKAN, nama saya sebenarnya adalah Jiwo Winenang, yang karena teman-teman sering memanggil saya dengan "win" dan akhirnya cenderung menjadi "uin" maka sekalian saya tulis dengan ejaan Soewandi menjadi "OEIN". Kebetulan bernasib baik, bersama dengan seorang paman jauh saya, Soeloyo, kami diajak oleh momongan kami sejak kecil, Den Ragil Pamungkas, dalam rangka tugas beliau menjalani wajib belajar dari perguruan tinggi tempat beliau menjadi dosen di salah satu universitas di negeri Jepang. Memang hubungan kami berdua dengan momongan tetapi juga juragan kami sangatlah erat, sehingga sering tidak dapat dipisahkan antara ketiganya. Paman saya, mBah Soeloyo, terkenal sebagai orang tua urakan yang selalu mengambil cara berfikir oposisi terhadap juragannya sendiri. Sementara itu saya sendiri selalu dituduh sebagai orang paling "ngeyel" oleh mBah Soeloyo. Saking eratnya, pernah Den Ragil menyatakan bahwa beliau tidak dapat eksis dan berfikir lengkap tanpa kehadiran kami berdua, yang diang- gapnya lebih dari sekedar pembantu, melainkan menjadi panakawan sekaligus sumber referensi. Saya dan mBah Soeloyo, karena tidak begitu faham dengan ungkapan Den Ragil yang menyebut pembantu, punakawan dan referensi itu, hanya mampu mengiyakan saja. Apa sajalah kehendak juragan. Ada kebiasaan baru Den Ragil pada pagi hari sambil ngopi, yaitu membuka koran-koran online dari tanah air, terutama setelah turunnya Pak Harto dari kursi presidenan yang dengan cara jitu dan canggih selama 32 tahun didudukinya. Saya tidak berani mengganggu kebiasaan itu, dalam arti menemaninya, kecuali dipanggil untuk bersama melihat berita di monitor komputernya. Namun mBah Soeloyo, sesuai dengan sifat dan sikapnya yang urakan tadi dengan enak saja dia menemani Den Ragil, diminta ataupun tidak, bahkan sambil "grundelan" sendiri mengomentari isi berita. Apalagi ketika banyak pejabat maupun mantannya serta tokoh-tokoh elite perpolitikan Indonesia seperti berlomba melontarkan pernyataan kepada umum. Entah mengapa pagi itu setelah ikut "njenuk" menatap monitor membaca koran JP-online, bersama Den Ragil, sambil membujuk cucu asuhnya yang kecil, Gus Gede untuk segera mandi, tiba-tiba mBah Soeloyo menggemakan pembukaan SERAT KALATI-DHA gubahan pujangga Jawa abad XIX, Ki Rangga Warsita, dengan irama dan nada bergaya sulukan "ada-ada" SEKAR SINOM WAOSAN dari dalang kondang favorite-nya, mendiang Ki Nartosabdho. Pantas saja Gus Gede bukannya senang, malah mbesengut sambil berujar "mBah.. apaan sih nyanyian itu, takut dong aku...!". mBah Soeloyo bukannya reda, malah menjadi marah, "Lha kowe kuwi ngomong opo, cepet mandi sana...!" Maka pecahlah "eker-ekeran" pagi hari yang kesekian kalinya, antara mBah Soeloyo dan Gus Gede, antara manula dan belia. Terpaksalah Den Ragil, juragan saya, turun tangan. "Kenapa to mBah Soel, kok umyeg pagi-pagi, pakai nembang lagi". "Den Ragil sih enak-enak saja hidup di Jepun, jauh dari kenyataan ngIndonesia, lha saya... teman-teman saya yang dianggap kiyai, yang dituduh dukun santet, yang jadi guru ngaji, yang reformis sampai aktifis.. pada kelimpungan gitu. Di manapun terancam jiwanya yang hanya selembar. Kalau kucing, no problem, they have 9 souls, lha teman-teman saya, konco ngobrol di kampung itu?" balas mBah Soeloyo sewot. "Iya ya, bener juga mBah Soel itu lho Den, ikut prihatin", tidak tahan saya ikut nimbrung. Den Ragil jadi tercenung, mukanya menjadi merah padam. Jelas marah. "Terus piye, gimana apa yang dapat kuperbuat dari sini, Lek, mBah?! Sedang urusan bikin laporan untuk penelitian atau jikken saja demikian repotnya gini". Kami berdua jadi bengong dan terdiam seketika. Bila Den Ragil sudah menggunakan senjata pamungkas Kiyai Jikken itu, mati kutulah kami. Lha gimana, kami dapat ikut ke Jepang sini juga karena keperluan Den Ragil untuk bersekolah ala Jikken gitu kok ya? Padahal kami
[Kuli Tinta] Wawancara Wimar dkk dng Jeffrey Winters
Saya baca transkrip ini. Interview yang bagus! Martin Manurung- [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://www.cabi.net.id/users/martin "Love your enemies, do good to those who hate you" PERSPEKTIF DJI SAM SOE FILTER FORUM Jeffrey: Pemilu Batal, Risiko Besar Nara Sumber : Jeffrey Winters Pemandu: Febrira (Ifeb) Galib, Wimar Witoelar Penanya Tamu: Albert Hasibuan SH Rabu 31 Maret 1999 08:00-09:00 Untuk pertama kali sejak meninggalkan Indonesia di bawah ancaman pembunuhan dan perhatian pers yang besar, Doktor Jeffrey A. Winters, dosen ekonomi dan politik di Northwestern University, Chicago, USA, memberikan wawancara eksklusif kepada acara talk show mingguan PERSPEKTIF DJI SAM SOE FILTER FORUM yang dipandu oleh Febrira (Ifeb) Galib dan Wimar Witoelar Kedatangan Jeffrey Winters ke Indonesia yang sebetulnya dimaksudkan untuk peluncuran kedua buku terbarunya, DOSA-DOSA ORDE BARU dan MODAL BERPINDAH, MODAL BERKUASA berakhir dengan satu lagi catatan yang memalukan untuk masyarakat Indonesia, upaya penegakan hukum yang malah semakin menjauh dari penyelidikan kasus KKN pejabat pemerintah Indonesia. Berikut transkrip lengkap wawancara eksklusif kepada acara talk show mingguan PERSPEKTIF DJI SAM SOE FILTER FORUM yang dipandu oleh Febrira (Ifeb) Galib dan Wimar Witoelar, khusus untuk pembaca detikcom: Wimar : Jeff, ini Ifeb dan saya Wimar, terima kasih , selamat pagi disini, selamat malam di Chicago ya. Jeff: Yes..yes.. selamat pagi. Wimar : Gimana, di sana nggak seterkenal di sini? Jeff: Ha..ha.. saya senang kalau saya kembali di sini saya menjadi anonim, jadi tidak ada yang kenal saya. Wimar : Naik bis pun cuek saja? Jeff: Ya biasa-biasa. Yang jelas ancaman bunuh nggak ada. Soalnya takut keliru, nanti banyak orang yang tampangnya seperti Jeff Winters, orang lain kena tembak. Wimar : Nah, ini kita mau tanya Pak Jeffrey. Bagaimana reaksi Pak Jeffrey terhadap ketidakadilan pemerintah Indonesia, mengalihkan kasus KKN Freeport menjadi kasus pemeriksaan seorang Jeffrey Winters? Jeff: Iya, terus terang dari awal, saya berkali-kali bilang bahwa, jangan saya yang menjadi fokus. Ini kan seperti minggu lalu, Media Indonesia pernah menulis, Jeffrey Winters, semut. Dalam hal ini walaupun ada saja yang namanya korupsi, kok gajahnya tidak tampak. Tetapi Jeffrey Winters atau semut tampak terus. Jadi saya dari awal bilang, janganlah saya yang menjadi fokus. Saya hanya bisa menjadi sumber informasi saja, lebih baik, lihat masalahnya saja. Wimar : Sesudah ini Jeff mau diam saja, atau bersedia menjadi nara sumber? Jeff: Oh ya..ya, tidak ada masalah, saya selalu bersedia untuk diskusi atau menjawab. Hanya seperti kemarin itu, jadi tersangka. Ifeb : Sudah memperhitungkan risiko belum Pak Jeff, waktu kembali lagi untuk yang kedua kalinya setelah kasus ini diungkap? Wimar : Sudah ada ancaman sebelumnya kan? Jeff: Yah, ancaman tembak mati itu sesuatu yang baru kali ini. Ancaman yang sebelumnya bahwa saya mau diperiksa. Status saya dulu nggak begitu jelas terus terang. Sekarang sudah jelas. Ifeb : Jadi ada juga orang yang bertanya, ini berani nggak datang untuk yang ketiga kalinya? Jeff: Oh, well, saya tidak akan datang cepat, dan itu alasan sebenarnya karena saya di sini kerja. Kuliah untuk murid-murid saya baru mulai kemarin pagi. Jadi saya harus kerja sampai pertengahan Juni di sini, mengajar. Wimar : Murid-murid Jeff percaya nggak Jeff itu terkenal di Indonesia? Jeff: Ya, banyak mahasiswa di kampus saya prihatin sekali dengan situasi di Indonesia, tetapi mereka tidak bisa bayangkan. Saya kemarin kasih lihat fotonya sniper yang di harian Merdeka itu, luar biasa. Saya sendiri terkejut waktu itu. Tetapi mahasiswa saya pada ketawa, kok itu bisa terjadi. Wimar : Kan di foto sama saya juga dengan koran itu. Jeff: ya betul. Wimar : Tapi tolong kasih tahu juga sama mahasiswa Anda kalau mereka prihatin sama Indonesia, bilang yang nggak bener itu cuma Jaksa Agungnya, kalau kita-kita sih, orang normal. Kita tahu kok yang mana betul yang mana salah. Jadi mereka nggak usah kecewa sama masyarakat Indonesia. Ini radio station resmi lho, M97. Kita mendukung kok, kebenaran. Jeff : Ah ya bagus bagus. Saya juga bilang waktu ini kepada mahasiswa di sini juga, sebenarnya masalahnya, saya sampai kembali ke Chicago masih bingung sekali. Lho kenapa suatu sistem yang terkenal pemerintahannya hampir yang paling terkenal di dunia dengan korupsinya, kok sampai sekarang belum ada satu kasus pun yang diselidiki. Wimar : Karena Jaksa Agungnya yang itu, dan presidennya yang itu. Saya kira masyarakat kita sama. It doesn't take a political scientist untuk menjawab. Ifeb : Pak Jeff sendiri optimis nggak bahwa kasus KKN ini sendiri akan bisa dibongkar suatu saat nanti? Wimar : Kalau ada pergantian regim akan terbongkar nggak? Jeff : Mungkin kalau ada pergantian rejim, tetapi kalau dari pengalaman saya langsung, misalnya di