Bls: [Urang Sunda] parebut emas...
Maksadna seratan ieu teh naonnya? urang dititah nyimpen emas atanapi nyimpen Dinar, lantaran duanana teh beda. --- Pada Rab, 4/8/10, Aldo Desatura ™ hanja...@gmail.com menulis: Dari: Aldo Desatura ™ hanja...@gmail.com Judul: [Urang Sunda] parebut emas... Kepada: BAOT ba_...@balita-anda.com Tanggal: Rabu, 4 Agustus, 2010, 3:08 AM Depok, 21 Juni 2010 Bank dan Pegadaian Berebut Emas: Ada Apa?Sufyan al Jawi - Numismatik Indonesia Sistem ekonomi dunia berbasis bank dan uang kertas sudah sampai fase akhir menuju kehancurannya. Tandanya: bank berebut emas dengan pegadaian dan munculnya uang digital. Model ekonomi dunia telah gagal, dan sistem uang kertas segera mati! Begitu ujar Joel Kurtzman dalam The Death of Money (Boston: Little Brown, USA 1993). Ia diamini oleh banyak ekonom barat, beberapa dekade kemudian, 2008-2010. Setahun sebelum Kurtzman menerbitkan buku tersebut, di Eropa Prof. Dr. Umar Ibrahim Vadillo telah memberi solusi, seakan beliau - atas bimbingan gurunya Shaykh Dr Abdulqadir al Murabit- telah mengetahui apa yang hendak Kurtzman sampaikan. Jawaban beliau atas buku tersebut adalah mencetak kembali dinar emas dan dirham perak, di Granada, Spanyol, 1992. Prof. Dr. Umar Ibrahim Vadillo lalu mendakwahkan muamalah ke penjuru dunia. Subhanallah! Mengetahui hal ini saya pun takjub akan Kebesaran Allah. Krisis moneter global (krismon) yang terjadi secara beruntun sejak 1997 hingga hari ini, ternyata tak membuat orang sadar betapa rapuhnya sistem ekonomi berbasis bank dan uang kertas. Setelah teror hyperinflasi menerjang negara-negara Amerika Latin, 1984-1994, dani negara-negara eks Uni Soviet dan Balkan, 1992-2000, giliran Asia yang dilanda krismon pada 1997-2002, pasca tergelincirnya nilai Won Korea Selatan. Lalu menjalar ke beberapa negara Asia Tenggara, antara lain: Thailand, Philipina, Brunei, Malaysia, Singapura, dan Indonesia (paling parah). Satu persatu nilai mata uang negara Asean rontok terhadap dolar AS, akibat ulah spekulan valuta asing. Hampir semua orang Indonesia tahu, bahwa dengan rontoknya nilai rupiah terhadap dolar AS, harga-harga pun melonjak 3 hingga 5 kali lipat, mengikuti jebloknya rupiah dari Rp 2.400 menjadi Rp 16.000/dolar AS. Namun kita tetap masa bodoh � tahu tapi tak mau peduli, dengan sistem ekonomi yang rentan dan tidak adil ini. Padahal karenanya kita bangsa Indonesia dijadikan miskin. Sumber daya alam kita melimpah, namun tak bisa kita nikmati. Negara Maju pun Didera Krismon Krisis ekonomi bukan lagi monopoli negara-negara berkembang, tetapi telah pula menerjang keangkuhan negara-negara maju. Bermula dari krisis kredit perumahan di Amerika Serikat (AS) - Subprime Mortgage, pertengahan 2007, kemudian berubah menjadi resesi yang menyeret keuangan dunia. Untuk meredakan penyakit ekonomi ini, awal 2009, Presiden AS, Barack Obama menggelontorkan dana talangan (bail out) hingga 7,2 trilyun dolar, untuk mendorong investasi dan kredit. Hal ini tentu saja, membuat APBN AS defisit hingga $1,41 trilyun, yang $ 1trilyun-nya disebabkan oleh ulah eksekutif lembaga keuangan dan lemahnya kontrol negara. Kebangkrutan sejumlah investor dan korporasi keuangan AS, memacu krisis global. Dampaknya kini sudah masuk ke Eropa, menyeret Yunani dalam kebangkrutan akibat jebakan utang. Belum sembuh perekonomian di Yunani, tiba-tiba Spanyol dan Portugal ikutan 'demam'. Lagi-lagi solusi yang digunakan adalah bail out, yang sudah tentu hanya meredakan sementara, dan tidak menyembuhkan krisis sebenarnya. Entah itu Amerika Serikat, Uni Eropa, World Bank, dan IMF sama-sama bermain api dengan menyimpan 'bomb waktu' bernama bail out bagi pertaruhan atas kelangsungan ekonomi Amerika dan Eropa, yang bila saatnya tiba, pasti meledak! Dan yang luput dari perhatian ekonom adalah dahsyatnya ledakan resesi dua benua ini, yang dampaknya dirasakan pula oleh seluruh dunia. Bila ekonomi Amerika dan Eropa mendadak kolaps, lalu menjalar cepat ke penjuru dunia, apa yang bisa Anda lakukan? Paling-paling hanya pasrah menerima nasib! Karena tiba-tiba jutaan rupiah tabungan Anda menjadi tidak berharga lagi. Bagaimana kronologinya? Anda yang tadinya cukup mapan dan makmur, harus mendapati kenyataan dengan hancurnya satu persatu, bisnis-bisnis lesu karena barang-barang kurang laku akibat eksport yang tersendat dan mendadak mati. Kemudian pabrik-pabrik merugi dan bangkrut, kredit macet, pekerja pun dirumahkan, pengangguran merajalela, sementara Sembako (bahan pangan) harganya selalu melonjak naik, inflasi terjadi setiap hari, yang membuat harga-harga semakin tak terjangkau, dan uang kertas tak berharga lagi. Anda yang kini hidup nyaman di perkotaan dan mengandalkan 'kesaktian' uang kertas, mendadak jatuh miskin! Orang miskin yang tinggal di apartemen mewah, ketika stok sembako Anda habis. Karena dulu tak sempat menghabiskan seluruh stok uang kertas Anda untuk memborong barang-barang di supermarket yang tiba-tiba
Re: [Urang Sunda] parebut emas...
eta kaluhuran nilai dinar dina mata uang 2010/8/6 Akang Tajimalela tajimalela2...@yahoo.co.id Maksadna seratan ieu teh naonnya? urang dititah nyimpen emas atanapi nyimpen Dinar, lantaran duanana teh beda. --- Pada *Rab, 4/8/10, Aldo Desatura ™ hanja...@gmail.com* menulis: Dari: Aldo Desatura ™ hanja...@gmail.com Judul: [Urang Sunda] parebut emas... Kepada: BAOT ba_...@balita-anda.com Tanggal: Rabu, 4 Agustus, 2010, 3:08 AM Depok, 21 Juni 2010 Bank dan Pegadaian Berebut Emas: Ada Apa? Sufyan al Jawi - Numismatik Indonesia Sistem ekonomi dunia berbasis bank dan uang kertas sudah sampai fase akhir menuju kehancurannya. Tandanya: bank berebut emas dengan pegadaian dan munculnya uang digital. Model ekonomi dunia telah gagal, dan sistem uang kertas segera mati! Begitu ujar Joel Kurtzman dalam The Death of Money (Boston: Little Brown, USA 1993). Ia diamini oleh banyak ekonom barat, beberapa dekade kemudian, 2008-2010. Setahun sebelum Kurtzman menerbitkan buku tersebut, di Eropa Prof. Dr. Umar Ibrahim Vadillo telah memberi solusi, seakan beliau - atas bimbingan gurunya Shaykh Dr Abdulqadir al Murabit- telah mengetahui apa yang hendak Kurtzman sampaikan. Jawaban beliau atas buku tersebut adalah mencetak kembali dinar emas dan dirham perak, di Granada, Spanyol, 1992. Prof. Dr. Umar Ibrahim Vadillo lalu mendakwahkan muamalah ke penjuru dunia. Subhanallah! Mengetahui hal ini saya pun takjub akan Kebesaran Allah. Krisis moneter global (krismon) yang terjadi secara beruntun sejak 1997 hingga hari ini, ternyata tak membuat orang sadar betapa rapuhnya sistem ekonomi berbasis bank dan uang kertas. Setelah teror hyperinflasi menerjang negara-negara Amerika Latin, 1984-1994, dani negara-negara eks Uni Soviet dan Balkan, 1992-2000, giliran Asia yang dilanda krismon pada 1997-2002, pasca tergelincirnya nilai Won Korea Selatan. Lalu menjalar ke beberapa negara Asia Tenggara, antara lain: Thailand, Philipina, Brunei, Malaysia, Singapura, dan Indonesia (paling parah). Satu persatu nilai mata uang negara Asean rontok terhadap dolar AS, akibat ulah spekulan valuta asing. Hampir semua orang Indonesia tahu, bahwa dengan rontoknya nilai rupiah terhadap dolar AS, harga-harga pun melonjak 3 hingga 5 kali lipat, mengikuti jebloknya rupiah dari Rp 2.400 menjadi Rp 16.000/dolar AS. Namun kita tetap masa bodoh � tahu tapi tak mau peduli, dengan sistem ekonomi yang rentan dan tidak adil ini. Padahal karenanya kita bangsa Indonesia dijadikan miskin. Sumber daya alam kita melimpah, namun tak bisa kita nikmati. Negara Maju pun Didera Krismon Krisis ekonomi bukan lagi monopoli negara-negara berkembang, tetapi telah pula menerjang keangkuhan negara-negara maju. Bermula dari krisis kredit perumahan di Amerika Serikat (AS) - Subprime Mortgage, pertengahan 2007, kemudian berubah menjadi resesi yang menyeret keuangan dunia. Untuk meredakan penyakit ekonomi ini, awal 2009, Presiden AS, Barack Obama menggelontorkan dana talangan (bail out) hingga 7,2 trilyun dolar, untuk mendorong investasi dan kredit. Hal ini tentu saja, membuat APBN AS defisit hingga $1,41 trilyun, yang $ 1trilyun-nya disebabkan oleh ulah eksekutif lembaga keuangan dan lemahnya kontrol negara. Kebangkrutan sejumlah investor dan korporasi keuangan AS, memacu krisis global. Dampaknya kini sudah masuk ke Eropa, menyeret Yunani dalam kebangkrutan akibat jebakan utang. Belum sembuh perekonomian di Yunani, tiba-tiba Spanyol dan Portugal ikutan 'demam'. Lagi-lagi solusi yang digunakan adalah bail out, yang sudah tentu hanya meredakan sementara, dan tidak menyembuhkan krisis sebenarnya. Entah itu Amerika Serikat, Uni Eropa, World Bank, dan IMF sama-sama bermain api dengan menyimpan 'bomb waktu' bernama bail out bagi pertaruhan atas kelangsungan ekonomi Amerika dan Eropa, yang bila saatnya tiba, pasti meledak! Dan yang luput dari perhatian ekonom adalah dahsyatnya ledakan resesi dua benua ini, yang dampaknya dirasakan pula oleh seluruh dunia. Bila ekonomi Amerika dan Eropa mendadak kolaps, lalu menjalar cepat ke penjuru dunia, apa yang bisa Anda lakukan? Paling-paling hanya pasrah menerima nasib! Karena tiba-tiba jutaan rupiah tabungan Anda menjadi tidak berharga lagi. Bagaimana kronologinya? Anda yang tadinya cukup mapan dan makmur, harus mendapati kenyataan dengan hancurnya satu persatu, bisnis-bisnis lesu karena barang-barang kurang laku akibat eksport yang tersendat dan mendadak mati. Kemudian pabrik-pabrik merugi dan bangkrut, kredit macet, pekerja pun dirumahkan, pengangguran merajalela, sementara Sembako (bahan pangan) harganya selalu melonjak naik, inflasi terjadi setiap hari, yang membuat harga-harga semakin tak terjangkau, dan uang kertas tak berharga lagi. Anda yang kini hidup nyaman di perkotaan dan mengandalkan 'kesaktian' uang kertas, mendadak jatuh miskin! Orang miskin yang tinggal di apartemen mewah, ketika stok sembako Anda habis. Karena dulu tak sempat
[Urang Sunda] parebut emas...
Depok, 21 Juni 2010 Bank dan Pegadaian Berebut Emas: Ada Apa? Sufyan al Jawi - Numismatik Indonesia Sistem ekonomi dunia berbasis bank dan uang kertas sudah sampai fase akhir menuju kehancurannya. Tandanya: bank berebut emas dengan pegadaian dan munculnya uang digital. Model ekonomi dunia telah gagal, dan sistem uang kertas segera mati! Begitu ujar Joel Kurtzman dalam The Death of Money (Boston: Little Brown, USA 1993). Ia diamini oleh banyak ekonom barat, beberapa dekade kemudian, 2008-2010. Setahun sebelum Kurtzman menerbitkan buku tersebut, di Eropa Prof. Dr. Umar Ibrahim Vadillo telah memberi solusi, seakan beliau - atas bimbingan gurunya Shaykh Dr Abdulqadir al Murabit- telah mengetahui apa yang hendak Kurtzman sampaikan. Jawaban beliau atas buku tersebut adalah mencetak kembali dinar emas dan dirham perak, di Granada, Spanyol, 1992. Prof. Dr. Umar Ibrahim Vadillo lalu mendakwahkan muamalah ke penjuru dunia. Subhanallah! Mengetahui hal ini saya pun takjub akan Kebesaran Allah. Krisis moneter global (krismon) yang terjadi secara beruntun sejak 1997 hingga hari ini, ternyata tak membuat orang sadar betapa rapuhnya sistem ekonomi berbasis bank dan uang kertas. Setelah teror hyperinflasi menerjang negara-negara Amerika Latin, 1984-1994, dani negara-negara eks Uni Soviet dan Balkan, 1992-2000, giliran Asia yang dilanda krismon pada 1997-2002, pasca tergelincirnya nilai Won Korea Selatan. Lalu menjalar ke beberapa negara Asia Tenggara, antara lain: Thailand, Philipina, Brunei, Malaysia, Singapura, dan Indonesia (paling parah). Satu persatu nilai mata uang negara Asean rontok terhadap dolar AS, akibat ulah spekulan valuta asing. Hampir semua orang Indonesia tahu, bahwa dengan rontoknya nilai rupiah terhadap dolar AS, harga-harga pun melonjak 3 hingga 5 kali lipat, mengikuti jebloknya rupiah dari Rp 2.400 menjadi Rp 16.000/dolar AS. Namun kita tetap masa bodoh � tahu tapi tak mau peduli, dengan sistem ekonomi yang rentan dan tidak adil ini. Padahal karenanya kita bangsa Indonesia dijadikan miskin. Sumber daya alam kita melimpah, namun tak bisa kita nikmati. Negara Maju pun Didera Krismon Krisis ekonomi bukan lagi monopoli negara-negara berkembang, tetapi telah pula menerjang keangkuhan negara-negara maju. Bermula dari krisis kredit perumahan di Amerika Serikat (AS) - Subprime Mortgage, pertengahan 2007, kemudian berubah menjadi resesi yang menyeret keuangan dunia. Untuk meredakan penyakit ekonomi ini, awal 2009, Presiden AS, Barack Obama menggelontorkan dana talangan (bail out) hingga 7,2 trilyun dolar, untuk mendorong investasi dan kredit. Hal ini tentu saja, membuat APBN AS defisit hingga $1,41 trilyun, yang $ 1trilyun-nya disebabkan oleh ulah eksekutif lembaga keuangan dan lemahnya kontrol negara. Kebangkrutan sejumlah investor dan korporasi keuangan AS, memacu krisis global. Dampaknya kini sudah masuk ke Eropa, menyeret Yunani dalam kebangkrutan akibat jebakan utang. Belum sembuh perekonomian di Yunani, tiba-tiba Spanyol dan Portugal ikutan 'demam'. Lagi-lagi solusi yang digunakan adalah bail out, yang sudah tentu hanya meredakan sementara, dan tidak menyembuhkan krisis sebenarnya. Entah itu Amerika Serikat, Uni Eropa, World Bank, dan IMF sama-sama bermain api dengan menyimpan 'bomb waktu' bernama bail out bagi pertaruhan atas kelangsungan ekonomi Amerika dan Eropa, yang bila saatnya tiba, pasti meledak! Dan yang luput dari perhatian ekonom adalah dahsyatnya ledakan resesi dua benua ini, yang dampaknya dirasakan pula oleh seluruh dunia. Bila ekonomi Amerika dan Eropa mendadak kolaps, lalu menjalar cepat ke penjuru dunia, apa yang bisa Anda lakukan? Paling-paling hanya pasrah menerima nasib! Karena tiba-tiba jutaan rupiah tabungan Anda menjadi tidak berharga lagi. Bagaimana kronologinya? Anda yang tadinya cukup mapan dan makmur, harus mendapati kenyataan dengan hancurnya satu persatu, bisnis-bisnis lesu karena barang-barang kurang laku akibat eksport yang tersendat dan mendadak mati. Kemudian pabrik-pabrik merugi dan bangkrut, kredit macet, pekerja pun dirumahkan, pengangguran merajalela, sementara Sembako (bahan pangan) harganya selalu melonjak naik, inflasi terjadi setiap hari, yang membuat harga-harga semakin tak terjangkau, dan uang kertas tak berharga lagi. Anda yang kini hidup nyaman di perkotaan dan mengandalkan 'kesaktian' uang kertas, mendadak jatuh miskin! Orang miskin yang tinggal di apartemen mewah, ketika stok sembako Anda habis. Karena dulu tak sempat menghabiskan seluruh stok uang kertas Anda untuk memborong barang-barang di supermarket yang tiba-tiba diserbu orang. Sebab kini, segala transaksi jual beli harus dilakukan secara barter, barang ditukar barang, atau barang ditukar jasa. Yang selamat dari hyperinflasi ini, justru mereka yang memproduksi sembako, khususnya pangan, seperti: petani, peternak, pengrajin dan nelayan. Termasuk mereka yang saat ini merintis muamalah dengan Dinar Dirham. Kelak orang-orang akan mengikuti amal ini, agar selamat dari