Re: [wanita-muslimah] Gaji Suami, siapa yang mengelola?

2007-03-07 Terurut Topik Achmad Chodjim
Nggak seru koq Pak Aly. Saya hanya heran kalau melihat komentar Pak Aly yang 
suka tidak nyambung. Rupanya Pak Aly itu teknisi sehingga isinya kalimat 
instruksi belaka, dan bukan bahasan atau diskusi.

Dari awal sudah saya komentari dengan kalimat Saya sih setuju dengan pandangan 
Pak Ali bahwa perihal gaji itu dirundingkan antara suami-istri.

Mohon Pak Aly membaca dengan cermat.
Yang saya tertawakan adalah CARA PAK ALY MENGAMBIL KESIMPULAN. Pak Aly 
menyimpulkan kalau memberikan gaji sepenuhnya kepada istri, pak Aly menjadi 
repot. Nah, menjadi repot kalau memberikan gaji sepenuhnya kepada istri 
itulah yang mengundang saya untuk menanggapi!

Sekarang perhatikan pernyataan Pak Aly berikut:
Jd laki2 dong yg ngatur sbg Ketua RT he3...dan lebih bebas.. lebih 
mandiri...lebih nikmat lah he3...

Coba baca kembali pernyataan sampeyan itu. Apa itu bukan pernyataan arogan 
alias sombong? Sampeyan menganggap lebih nikmat daripada yang tidak punya 
kebijakan seperti sampeyan. 
Apa bedanya dengan pernyataan orang musyrik Quraisy yang merasa lebih nikmat 
karena bangga memiliki banyak anak dan harta daripada banyak pengikut Kanjeng 
Nabi Muhammad saw yang miskin pada waktu itu?

Monggo membaca tanggapan dan memberikan tanggapan dengan hati-hati. 


Wassalam,
chodjim


  - Original Message - 
  From: Muhammad Aly 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, March 06, 2007 12:45 AM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Gaji Suami, siapa yang mengelola?


  P Chodim,
  makin seru ya..
  cara pandangan sy beda dengan P Chodim...walau semua
  dlm rundingan suami-istri. mungkin masing2 sdh ada
  jalannya ... bgmn enaknya saja.
  di keluarga sy yg kerja jd sy yg ngatur keuangan
  dsbgnya, alhamdulillah setiap pulang krj dari dulu msh
  cium tangan sy he3...
  istri sy tahu berapa income sy setiap bulannya dan
  tahu pengeluarannya... tp sy yg ngatur semuanya..
  Jd laki2 dong yg ngatur sbg Ketua RT he3...dan lebih
  bebas.. lebih mandiri...lebih nikmat lah he3...
  alhamdulillah istri sy betul2 sekeratis yg baik
  sekali. sy juga selalu mengisi tabungannya setiap
  bulan.

  Sy lihat byk teman2 sekerja gaji belum turun dah
  nanyain slip gaji para bininya... byk suami takut
  dengan istri.. sy pernah lihat GM  istrinya saat
  mengendarai mbl baru berapa meter dari rumahnya tiba2
  parkir sebentar keluarlah si bos GM sy ini dari mblnya
  .. alamaa. takut ama bini.. sy pura2 gak tau aja
  padahal ngelihat lg bertengkar.. padahal GM itu sgt
  wibawa dikantor.. dirumah spt tahu he3...maaf kdng
  saya singgung temen2 spt demikian ; selipin aja extra
  money ya di kaos kaki atau di kantor kalau bininya
  galak he3 itulah dunia.

  okey2 saja P Chodim bgmn baiknya...

  slm,

  --- Achmad Chodjim [EMAIL PROTECTED] wrote:

   Pak Aly,
   
   Saya sih setuju dengan pandangan Pak Ali bahwa
   perihal gaji itu dirundingkan antara suami-istri.
   Cuma, saya ketawa ketika melihat cara Pak Aly
   mengambil kesimpulan bilamana gaji diserahkan 100%
   kepada istri. Sekali lagi, saya tidak menertawakan
   Pak Aly tapi tertawa terhadap caranya Pak Aly dalam
   mengambil kesimpulan. Coba kita perhatikan
   kesimpulan berikut:
   
   kalau sy minta ke istri apalagi ada teman/sdr/ortu
   wah gak bebas... kalau gaji dikasih semua ke istri
   pas ada kebutuhan beli rokok tambahan/traktir teman,
   infaq spontan, reunian jd report.. nanti lama2 bisa
   diselipin di kantor atau di kaos kaki kalau pulang
   kerja hi3 
   
   Pertanyaan saya:
   (1) Mengapa tidak bebas kalau gaji diserahkan kepada
   istri sepenuhnya, bukankah istri dalam bahasa Jawa
   itu disebut garwa, yang dimaknai sebagai sigaring
   nyawa atau belahan jiwa?
   (2) Mengapa kebingungan kalau mau beli rokok,
   traktir teman dan lain sebagainya bilamana gaji
   diserahkan semuanya kepada istri?
   
   Uraian saya:
   (1) Meski gaji diserahkan seluruhnya kepada istri,
   kalau itu dibangun atas hubungan garwa,
   masing-masing disebut bojo (suami/istri), ya kita
   akan merasa bebas tak ada perasaan ditindas atau
   menindas. Hubungan setara. Suami merupakan pakaian
   bagi istri, dan istri merupakan pakaian bagi suami.
   Masing-masing pihak saling memakai. Bukankah begitu
   yang dituturkan dalam Alquran? Lha, kalau tidak
   bebas itu artinya belum setara, karena masih ada
   yang perlu disembunyikan dari pihak lain. :)
   
   (2) Kita tak perlu bingung kalau beli rokok atau
   menaktrir rekan bisnis. Bukankah dalam hubungan
   kesetaraan suami/istri itu ada saling kepercayaan.
   Cara pemecahannya, ini berdasarkan yang kami
   (suami/istri) praktikkan. Istri sebagai mentri dalam
   negeri yang merangkap bendara rumahtangga, hahaha...
   Dia terima seluruh penghasilan saya. Dari hasil
   administrasinya, dia memberitahu bahwa sekian rupiah
   dimasukkan dalam tabungan atas nama suami (saya).
   Nah, dari buku tabungan itulah saya bisa menarik via
   ATM untuk keperluan saya misalnya membeli buku-buku,
   disk, menaktrir teman karena lama tak bersuo

Re: [wanita-muslimah] Gaji Suami, siapa yang mengelola?

2007-03-07 Terurut Topik Muhammad Aly
P Chodim,
sy sdh bilang ; 
okey2 saja P Chodim bgmn baiknya...
sy memang tekhnisi atau buruh ... alhamdulillah sy sdh
bisa ambil KPR rumah ke 2.. ; juga mbl sdn 2.. walau
kredit...semua dari kerja teknisi/buruh yg halal. sy 
istri bahagia . happy2 aja...

Smg P Chodim  kel jg bahagia selalu.

slm chat,
ali

 
--- Achmad Chodjim [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Nggak seru koq Pak Aly. Saya hanya heran kalau
 melihat komentar Pak Aly yang suka tidak nyambung.
 Rupanya Pak Aly itu teknisi sehingga isinya kalimat
 instruksi belaka, dan bukan bahasan atau diskusi.
 
 Dari awal sudah saya komentari dengan kalimat Saya
 sih setuju dengan pandangan Pak Ali bahwa perihal
 gaji itu dirundingkan antara suami-istri.
 
 Mohon Pak Aly membaca dengan cermat.
 Yang saya tertawakan adalah CARA PAK ALY MENGAMBIL
 KESIMPULAN. Pak Aly menyimpulkan kalau memberikan
 gaji sepenuhnya kepada istri, pak Aly menjadi repot.
 Nah, menjadi repot kalau memberikan gaji sepenuhnya
 kepada istri itulah yang mengundang saya untuk
 menanggapi!
 
 Sekarang perhatikan pernyataan Pak Aly berikut:
 Jd laki2 dong yg ngatur sbg Ketua RT he3...dan
 lebih bebas.. lebih mandiri...lebih nikmat lah
 he3...
 
 Coba baca kembali pernyataan sampeyan itu. Apa itu
 bukan pernyataan arogan alias sombong? Sampeyan
 menganggap lebih nikmat daripada yang tidak punya
 kebijakan seperti sampeyan. 
 Apa bedanya dengan pernyataan orang musyrik Quraisy
 yang merasa lebih nikmat karena bangga memiliki
 banyak anak dan harta daripada banyak pengikut
 Kanjeng Nabi Muhammad saw yang miskin pada waktu
 itu?
 
 Monggo membaca tanggapan dan memberikan tanggapan
 dengan hati-hati. 
 
 
 Wassalam,
 chodjim
 
 
   - Original Message - 
   From: Muhammad Aly 
   To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
   Sent: Tuesday, March 06, 2007 12:45 AM
   Subject: Re: [wanita-muslimah] Gaji Suami, siapa
 yang mengelola?
 
 
   P Chodim,
   makin seru ya..
   cara pandangan sy beda dengan P Chodim...walau
 semua
   dlm rundingan suami-istri. mungkin masing2 sdh ada
   jalannya ... bgmn enaknya saja.
   di keluarga sy yg kerja jd sy yg ngatur keuangan
   dsbgnya, alhamdulillah setiap pulang krj dari dulu
 msh
   cium tangan sy he3...
   istri sy tahu berapa income sy setiap bulannya
 dan
   tahu pengeluarannya... tp sy yg ngatur semuanya..
   Jd laki2 dong yg ngatur sbg Ketua RT he3...dan
 lebih
   bebas.. lebih mandiri...lebih nikmat lah he3...
   alhamdulillah istri sy betul2 sekeratis yg baik
   sekali. sy juga selalu mengisi tabungannya setiap
   bulan.
 
   Sy lihat byk teman2 sekerja gaji belum turun dah
   nanyain slip gaji para bininya... byk suami takut
   dengan istri.. sy pernah lihat GM  istrinya saat
   mengendarai mbl baru berapa meter dari rumahnya
 tiba2
   parkir sebentar keluarlah si bos GM sy ini dari
 mblnya
   .. alamaa. takut ama bini.. sy pura2 gak tau aja
   padahal ngelihat lg bertengkar.. padahal GM itu
 sgt
   wibawa dikantor.. dirumah spt tahu he3...maaf kdng
   saya singgung temen2 spt demikian ; selipin aja
 extra
   money ya di kaos kaki atau di kantor kalau bininya
   galak he3 itulah dunia.
 
   okey2 saja P Chodim bgmn baiknya...
 
   slm,
 
   --- Achmad Chodjim [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
Pak Aly,

Saya sih setuju dengan pandangan Pak Ali bahwa
perihal gaji itu dirundingkan antara
 suami-istri.
Cuma, saya ketawa ketika melihat cara Pak Aly
mengambil kesimpulan bilamana gaji diserahkan
 100%
kepada istri. Sekali lagi, saya tidak
 menertawakan
Pak Aly tapi tertawa terhadap caranya Pak Aly
 dalam
mengambil kesimpulan. Coba kita perhatikan
kesimpulan berikut:

kalau sy minta ke istri apalagi ada
 teman/sdr/ortu
wah gak bebas... kalau gaji dikasih semua ke
 istri
pas ada kebutuhan beli rokok tambahan/traktir
 teman,
infaq spontan, reunian jd report.. nanti lama2
 bisa
diselipin di kantor atau di kaos kaki kalau
 pulang
kerja hi3 

Pertanyaan saya:
(1) Mengapa tidak bebas kalau gaji diserahkan
 kepada
istri sepenuhnya, bukankah istri dalam bahasa
 Jawa
itu disebut garwa, yang dimaknai sebagai
 sigaring
nyawa atau belahan jiwa?
(2) Mengapa kebingungan kalau mau beli rokok,
traktir teman dan lain sebagainya bilamana gaji
diserahkan semuanya kepada istri?

Uraian saya:
(1) Meski gaji diserahkan seluruhnya kepada
 istri,
kalau itu dibangun atas hubungan garwa,
masing-masing disebut bojo (suami/istri), ya
 kita
akan merasa bebas tak ada perasaan ditindas atau
menindas. Hubungan setara. Suami merupakan
 pakaian
bagi istri, dan istri merupakan pakaian bagi
 suami.
Masing-masing pihak saling memakai. Bukankah
 begitu
yang dituturkan dalam Alquran? Lha, kalau tidak
bebas itu artinya belum setara, karena masih ada
yang perlu disembunyikan dari pihak lain. :)

(2) Kita tak perlu bingung kalau beli rokok atau
menaktrir rekan bisnis. Bukankah dalam hubungan
kesetaraan suami/istri itu ada saling

RE: [wanita-muslimah] Gaji Suami, siapa yang mengelola?

2007-03-06 Terurut Topik Tri Budi Lestyaningsih \(Ning\)
Rasanya memang setiap pasangan punya cara sendiri-sendiri. Tapi, menurut saya, 
memang sebaiknya sih pembukuan terbuka. Supaya tidak ada saling curiga. 
Walaupun, saya rasa tidak ada keharusan bahwa suami harus memberitahukan 
keseluruhan penghasilan dia atau memberikan keseluruhan penghasilan dia kepada 
isteri. CMIIW.
 
Kalau kami, kami sudah punya pos-pos dengan anggarannya setiap bulan, yang 
sudah kami bicarakan di awal. Ada pos-pos tertentu yang saya urusin 
sehari-harinya, yaitu untuk urusan dapur dan rumah tangga. Untuk keperluan ini, 
suami langsung transfer ke rekening saya, jadi saya yang kelola. Untuk pos-pos 
lain, seperti bayar listrik, telpon, hp, uang sekolah anak, ngasih ke 
ortu/saudara/dll, suami yang transfer langsung via ATM (tidak lewat saya lagi). 
Untuk kartu kredit, biaya kantor bayar masing-masing. Kalau penggunaan untuk 
non kantor, ya suami yang bayar..he..he.. Kalau ada pengeluaran extra, di luar 
pos, dia selalu lapor ke saya..he..he.. padahal saya ngga minta dilaporin lho.. 
Cuma, memang dia berprinsip, lebih suka terbuka.
 
Kalau pendapatan saya, suami ngga pernah tanya-tanya sih.. Tapi saya suka kasih 
tau ke dia juga. Tapi dia memberi kebebasan kepada saya untuk menggunakan untuk 
apa saja. Meskipun demikian, kalau dipakai untuk pengeluaran yang agak mahal, 
saya juga merundingkan dulu sama suami.. tapi keputusan ada di saya. 
 
Wass,
-Ning
 
 
 



From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of 
Achmad Chodjim
Sent: Saturday, March 03, 2007 8:40 AM
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: Re: [wanita-muslimah] Gaji Suami, siapa yang mengelola?



Pak Aly,

Saya sih setuju dengan pandangan Pak Ali bahwa perihal gaji itu dirundingkan 
antara suami-istri. Cuma, saya ketawa ketika melihat cara Pak Aly mengambil 
kesimpulan bilamana gaji diserahkan 100% kepada istri. Sekali lagi, saya tidak 
menertawakan Pak Aly tapi tertawa terhadap caranya Pak Aly dalam mengambil 
kesimpulan. Coba kita perhatikan kesimpulan berikut:

kalau sy minta ke istri apalagi ada teman/sdr/ortu wah gak bebas... kalau gaji 
dikasih semua ke istri pas ada kebutuhan beli rokok tambahan/traktir teman, 
infaq spontan, reunian jd report.. nanti lama2 bisa diselipin di kantor atau di 
kaos kaki kalau pulang kerja hi3 

Pertanyaan saya:
(1) Mengapa tidak bebas kalau gaji diserahkan kepada istri sepenuhnya, bukankah 
istri dalam bahasa Jawa itu disebut garwa, yang dimaknai sebagai sigaring 
nyawa atau belahan jiwa?
(2) Mengapa kebingungan kalau mau beli rokok, traktir teman dan lain sebagainya 
bilamana gaji diserahkan semuanya kepada istri?

Uraian saya:
(1) Meski gaji diserahkan seluruhnya kepada istri, kalau itu dibangun atas 
hubungan garwa, masing-masing disebut bojo (suami/istri), ya kita akan 
merasa bebas tak ada perasaan ditindas atau menindas. Hubungan setara. Suami 
merupakan pakaian bagi istri, dan istri merupakan pakaian bagi suami. 
Masing-masing pihak saling memakai. Bukankah begitu yang dituturkan dalam 
Alquran? Lha, kalau tidak bebas itu artinya belum setara, karena masih ada yang 
perlu disembunyikan dari pihak lain. :)

(2) Kita tak perlu bingung kalau beli rokok atau menaktrir rekan bisnis. 
Bukankah dalam hubungan kesetaraan suami/istri itu ada saling kepercayaan. Cara 
pemecahannya, ini berdasarkan yang kami (suami/istri) praktikkan. Istri sebagai 
mentri dalam negeri yang merangkap bendara rumahtangga, hahaha... Dia terima 
seluruh penghasilan saya. Dari hasil administrasinya, dia memberitahu bahwa 
sekian rupiah dimasukkan dalam tabungan atas nama suami (saya). Nah, dari buku 
tabungan itulah saya bisa menarik via ATM untuk keperluan saya misalnya membeli 
buku-buku, disk, menaktrir teman karena lama tak bersuo padahal ingin 
mengobrol-ngobrol, etc. etc.
Laporan pembukuan terbuka buat suami/istri. Kan beres...! Dengan cara demikian, 
tidur pun nyenyak nggak takut ngelindur yang nggak-nggak, gak mikirkan lagi apa 
yang kita gunakan sebelumnya.. Mengapa? Karena, kita tidak takut dicurigai 
apa-apa. 
Dan, apa yang saya sampaikan ini tidak bisa disimpulkan bahwa yang manci atau 
menjatah istrinya berarti senantiasa ada kecurigaan dari pihak istri. Tidak 
demikian, lantaran hubungan suami-istri itu relasi kepercayaan, relasi belahan 
jiwa! 

Wassalam,
chodjim 

- Original Message - 
From: Muhammad Aly 
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com  
Sent: Thursday, March 01, 2007 12:40 AM
Subject: Re: [wanita-muslimah] Gaji Suami, siapa yang mengelola?

Mbak Aisha,
ya dirundingkan saja dengan kedua belah pihak
(suami-istri) mana yg lebih baik... 
khan waktu pacaran sebelum nikah gak pernah dismpan di
calon istri uangnya khan..? Jd ya sy bebas saja naruh
uang di mobil, di atas TV/komputer, dilemari.. pin atm
aja bini gak mau tau ... padahal sdh pernah sy ksh tau
tp egp aja he3... yg penting anak sehari2, anak
sekolah, shopping, ortunya dll kehidupan. 

kalau sy minta ke istri apalagi

Re: [wanita-muslimah] Gaji Suami, siapa yang mengelola?

2007-03-05 Terurut Topik Muhammad Aly
P Chodim,
makin seru ya..
cara pandangan sy beda dengan P Chodim...walau semua
dlm rundingan suami-istri. mungkin masing2 sdh ada
jalannya ... bgmn enaknya saja.
di keluarga sy yg kerja jd sy yg ngatur keuangan
dsbgnya, alhamdulillah setiap pulang krj dari dulu msh
cium tangan sy he3...
istri sy tahu berapa income sy setiap bulannya dan
tahu pengeluarannya... tp sy yg ngatur semuanya..
Jd laki2 dong yg ngatur sbg Ketua RT he3...dan lebih
bebas.. lebih mandiri...lebih nikmat lah he3...
alhamdulillah istri sy betul2 sekeratis yg baik
sekali. sy juga selalu mengisi tabungannya setiap
bulan.

Sy lihat byk teman2 sekerja gaji belum turun dah
nanyain slip gaji para bininya... byk suami takut
dengan istri.. sy pernah lihat GM  istrinya saat
mengendarai mbl baru berapa meter dari rumahnya tiba2
parkir sebentar keluarlah si bos GM sy ini dari mblnya
.. alamaa. takut ama bini.. sy pura2 gak tau aja
padahal ngelihat lg bertengkar.. padahal GM itu sgt
wibawa dikantor.. dirumah spt tahu he3...maaf kdng
saya singgung temen2 spt demikian ; selipin aja extra
money ya di kaos kaki atau di kantor kalau bininya
galak he3 itulah dunia.

okey2 saja P Chodim bgmn baiknya...

slm,




--- Achmad Chodjim [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Pak Aly,
 
 Saya sih setuju dengan pandangan Pak Ali bahwa
 perihal gaji itu dirundingkan antara suami-istri.
 Cuma, saya ketawa ketika melihat cara Pak Aly
 mengambil kesimpulan bilamana gaji diserahkan 100%
 kepada istri. Sekali lagi, saya tidak menertawakan
 Pak Aly tapi tertawa terhadap caranya Pak Aly dalam
 mengambil kesimpulan. Coba kita perhatikan
 kesimpulan berikut:
 
 kalau sy minta ke istri apalagi ada teman/sdr/ortu
 wah gak bebas... kalau gaji dikasih semua ke istri
 pas ada kebutuhan beli rokok tambahan/traktir teman,
 infaq spontan, reunian jd report.. nanti lama2 bisa
 diselipin di kantor atau di kaos kaki kalau pulang
 kerja hi3 
 
 Pertanyaan saya:
 (1) Mengapa tidak bebas kalau gaji diserahkan kepada
 istri sepenuhnya, bukankah istri dalam bahasa Jawa
 itu disebut garwa, yang dimaknai sebagai sigaring
 nyawa atau belahan jiwa?
 (2) Mengapa kebingungan kalau mau beli rokok,
 traktir teman dan lain sebagainya bilamana gaji
 diserahkan semuanya kepada istri?
 
 Uraian saya:
 (1) Meski gaji diserahkan seluruhnya kepada istri,
 kalau itu dibangun atas hubungan garwa,
 masing-masing disebut bojo (suami/istri), ya kita
 akan merasa bebas tak ada perasaan ditindas atau
 menindas. Hubungan setara. Suami merupakan pakaian
 bagi istri, dan istri merupakan pakaian bagi suami.
 Masing-masing pihak saling memakai. Bukankah begitu
 yang dituturkan dalam Alquran? Lha, kalau tidak
 bebas itu artinya belum setara, karena masih ada
 yang perlu disembunyikan dari pihak lain. :)
 
 (2) Kita tak perlu bingung kalau beli rokok atau
 menaktrir rekan bisnis. Bukankah dalam hubungan
 kesetaraan suami/istri itu ada saling kepercayaan.
 Cara pemecahannya, ini berdasarkan yang kami
 (suami/istri) praktikkan. Istri sebagai mentri dalam
 negeri yang merangkap bendara rumahtangga, hahaha...
 Dia terima seluruh penghasilan saya. Dari hasil
 administrasinya, dia memberitahu bahwa sekian rupiah
 dimasukkan dalam tabungan atas nama suami (saya).
 Nah, dari buku tabungan itulah saya bisa menarik via
 ATM untuk keperluan saya misalnya membeli buku-buku,
 disk, menaktrir teman karena lama tak bersuo padahal
 ingin mengobrol-ngobrol, etc. etc.
 Laporan pembukuan terbuka buat suami/istri. Kan
 beres...! Dengan cara demikian, tidur pun nyenyak
 nggak takut ngelindur yang nggak-nggak, gak mikirkan
 lagi apa yang kita gunakan sebelumnya.. Mengapa?
 Karena, kita tidak takut dicurigai apa-apa. 
 Dan, apa yang saya sampaikan ini tidak bisa
 disimpulkan bahwa yang manci atau menjatah
 istrinya berarti senantiasa ada kecurigaan dari
 pihak istri. Tidak demikian, lantaran hubungan
 suami-istri itu relasi kepercayaan, relasi belahan
 jiwa! 
 
 Wassalam,
 chodjim 
 
 
 
 
 
   - Original Message - 
   From: Muhammad Aly 
   To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
   Sent: Thursday, March 01, 2007 12:40 AM
   Subject: Re: [wanita-muslimah] Gaji Suami, siapa
 yang mengelola?
 
 
   Mbak Aisha,
   ya dirundingkan saja dengan kedua belah pihak
   (suami-istri) mana yg lebih baik... 
   khan waktu pacaran sebelum nikah gak pernah
 dismpan di
   calon istri uangnya khan..? Jd ya sy bebas saja
 naruh
   uang di mobil, di atas TV/komputer, dilemari.. pin
 atm
   aja bini gak mau tau ... padahal sdh pernah sy ksh
 tau
   tp egp aja he3... yg penting anak sehari2, anak
   sekolah, shopping, ortunya dll kehidupan. 
 
   kalau sy minta ke istri apalagi ada teman/sdr/ortu
 wah
   gak bebas... kalau gaji dikasih semua ke istri pas
 ada
   kebutuhan beli rokok tambahan/traktir teman, infaq
   spontan, reunian jd report.. nanti lama2 bisa
   diselipin di kantor atau di kaos kaki kalau pulang
   kerja hi3 
   yg jelas istri  keluarga dijamin sehari2nya..
 makan
   nasi goreng sama2.. makan nasi dengan ikan asin
 juga
   sama

Re: [wanita-muslimah] Gaji Suami, siapa yang mengelola?

2007-03-04 Terurut Topik Achmad Chodjim
Pak Aly,

Saya sih setuju dengan pandangan Pak Ali bahwa perihal gaji itu dirundingkan 
antara suami-istri. Cuma, saya ketawa ketika melihat cara Pak Aly mengambil 
kesimpulan bilamana gaji diserahkan 100% kepada istri. Sekali lagi, saya tidak 
menertawakan Pak Aly tapi tertawa terhadap caranya Pak Aly dalam mengambil 
kesimpulan. Coba kita perhatikan kesimpulan berikut:

kalau sy minta ke istri apalagi ada teman/sdr/ortu wah gak bebas... kalau gaji 
dikasih semua ke istri pas ada kebutuhan beli rokok tambahan/traktir teman, 
infaq spontan, reunian jd report.. nanti lama2 bisa diselipin di kantor atau di 
kaos kaki kalau pulang kerja hi3 

Pertanyaan saya:
(1) Mengapa tidak bebas kalau gaji diserahkan kepada istri sepenuhnya, bukankah 
istri dalam bahasa Jawa itu disebut garwa, yang dimaknai sebagai sigaring 
nyawa atau belahan jiwa?
(2) Mengapa kebingungan kalau mau beli rokok, traktir teman dan lain sebagainya 
bilamana gaji diserahkan semuanya kepada istri?

Uraian saya:
(1) Meski gaji diserahkan seluruhnya kepada istri, kalau itu dibangun atas 
hubungan garwa, masing-masing disebut bojo (suami/istri), ya kita akan 
merasa bebas tak ada perasaan ditindas atau menindas. Hubungan setara. Suami 
merupakan pakaian bagi istri, dan istri merupakan pakaian bagi suami. 
Masing-masing pihak saling memakai. Bukankah begitu yang dituturkan dalam 
Alquran? Lha, kalau tidak bebas itu artinya belum setara, karena masih ada yang 
perlu disembunyikan dari pihak lain. :)

(2) Kita tak perlu bingung kalau beli rokok atau menaktrir rekan bisnis. 
Bukankah dalam hubungan kesetaraan suami/istri itu ada saling kepercayaan. Cara 
pemecahannya, ini berdasarkan yang kami (suami/istri) praktikkan. Istri sebagai 
mentri dalam negeri yang merangkap bendara rumahtangga, hahaha... Dia terima 
seluruh penghasilan saya. Dari hasil administrasinya, dia memberitahu bahwa 
sekian rupiah dimasukkan dalam tabungan atas nama suami (saya). Nah, dari buku 
tabungan itulah saya bisa menarik via ATM untuk keperluan saya misalnya membeli 
buku-buku, disk, menaktrir teman karena lama tak bersuo padahal ingin 
mengobrol-ngobrol, etc. etc.
Laporan pembukuan terbuka buat suami/istri. Kan beres...! Dengan cara demikian, 
tidur pun nyenyak nggak takut ngelindur yang nggak-nggak, gak mikirkan lagi apa 
yang kita gunakan sebelumnya.. Mengapa? Karena, kita tidak takut dicurigai 
apa-apa. 
Dan, apa yang saya sampaikan ini tidak bisa disimpulkan bahwa yang manci atau 
menjatah istrinya berarti senantiasa ada kecurigaan dari pihak istri. Tidak 
demikian, lantaran hubungan suami-istri itu relasi kepercayaan, relasi belahan 
jiwa! 

Wassalam,
chodjim 





  - Original Message - 
  From: Muhammad Aly 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Thursday, March 01, 2007 12:40 AM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Gaji Suami, siapa yang mengelola?


  Mbak Aisha,
  ya dirundingkan saja dengan kedua belah pihak
  (suami-istri) mana yg lebih baik... 
  khan waktu pacaran sebelum nikah gak pernah dismpan di
  calon istri uangnya khan..? Jd ya sy bebas saja naruh
  uang di mobil, di atas TV/komputer, dilemari.. pin atm
  aja bini gak mau tau ... padahal sdh pernah sy ksh tau
  tp egp aja he3... yg penting anak sehari2, anak
  sekolah, shopping, ortunya dll kehidupan. 

  kalau sy minta ke istri apalagi ada teman/sdr/ortu wah
  gak bebas... kalau gaji dikasih semua ke istri pas ada
  kebutuhan beli rokok tambahan/traktir teman, infaq
  spontan, reunian jd report.. nanti lama2 bisa
  diselipin di kantor atau di kaos kaki kalau pulang
  kerja hi3 
  yg jelas istri  keluarga dijamin sehari2nya.. makan
  nasi goreng sama2.. makan nasi dengan ikan asin juga
  sama...naik, naik ojek okey.. naik bus okey, bw mbl
  bareng atau sendiri2 juga okey2 aja...saling percaya. 

  --- Aisha [EMAIL PROTECTED] wrote:

   Menarik percakapan pak Ali dan dokter Donnie ini:)
   Sebenarnya dalam Islam itu, apa ada petunjuk atau
   contoh yang menjelaskan siapa yang mengelola gaji
   suami? Apa seperti gaya ustadz Chodjim yang
   memberikan semua gajinya ke istri- artinya istri
   yang mengelola semua penghasilan suaminya, atau
   seperti pak Ali yang merasa sudah istimewa
   memberikan 5 juta untuk istrinya dan 2/3 gajinya
   dikelola sendiri?
   
   Diyakini bahwa pencari nafkah itu suami, lalu apakah
   nafkah itu semuanya diberikan ke istri atau hanya
   sebagian saja? Apakah istri berhak tahu semua
   penghasilan suaminya?
   
   salam
   Aisha
   -
   From : M. Aly
   P Donnie,
   sebaiknya kalau gaji jgn dikasihkan semua ke istri..
   nanto kebiasaan sst.. gue lihat dompet suami gue
   he3... dan nanti kalau terbiasa ngambil gak ssst
   lagi.. tapi  Pak sy ambil uang di dompet kebanyakan
   nanti habis he3 sy gaya org kampung aja sy..
   dari gaji mulai kwn 500rb thn 96 semaunya sy aja
   ngasih yg penting tanggung jawab penuh dengan istri
keluarga ; beli beras dari manggul, beli beras
   pake ojek dstnya..
   
   yah khan byk yg ditanggung kredit

Re: [wanita-muslimah] Gaji Suami, siapa yang mengelola?

2007-02-28 Terurut Topik Muhammad Aly
Mbak Aisha,
ya dirundingkan saja dengan kedua belah pihak
(suami-istri) mana yg lebih baik... 
khan waktu pacaran sebelum nikah gak pernah dismpan di
calon istri uangnya khan..? Jd ya sy bebas saja naruh
uang di mobil, di atas TV/komputer, dilemari.. pin atm
aja bini gak mau tau ... padahal sdh pernah sy ksh tau
tp egp aja he3... yg penting anak sehari2, anak
sekolah, shopping, ortunya dll kehidupan. 

kalau sy minta ke istri apalagi ada teman/sdr/ortu wah
gak bebas... kalau gaji dikasih semua ke istri pas ada
kebutuhan beli rokok tambahan/traktir teman, infaq
spontan, reunian jd report.. nanti lama2 bisa
diselipin di kantor atau di kaos kaki kalau pulang
kerja hi3 
yg jelas istri  keluarga dijamin sehari2nya.. makan
nasi goreng sama2.. makan nasi dengan ikan asin juga
sama...naik, naik ojek okey.. naik bus okey, bw mbl
bareng atau sendiri2 juga okey2 aja...saling percaya. 



--- Aisha [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Menarik percakapan pak Ali dan dokter Donnie ini:)
 Sebenarnya dalam Islam itu, apa ada petunjuk atau
 contoh yang menjelaskan siapa yang mengelola gaji
 suami? Apa seperti gaya ustadz Chodjim yang
 memberikan semua gajinya ke istri- artinya istri
 yang mengelola semua penghasilan suaminya, atau
 seperti pak Ali yang merasa sudah istimewa
 memberikan 5 juta untuk istrinya dan 2/3 gajinya
 dikelola sendiri?
 
 Diyakini bahwa pencari nafkah itu suami, lalu apakah
 nafkah itu semuanya diberikan ke istri atau hanya
 sebagian saja? Apakah istri berhak tahu semua
 penghasilan suaminya?
 
 salam
 Aisha
 -
 From : M. Aly
 P Donnie,
 sebaiknya kalau gaji jgn dikasihkan semua ke istri..
 nanto kebiasaan sst.. gue lihat dompet suami gue
 he3... dan nanti kalau terbiasa ngambil gak ssst
 lagi.. tapi  Pak sy ambil uang di dompet kebanyakan
 nanti habis he3 sy gaya org kampung aja sy..
 dari gaji mulai kwn 500rb thn 96 semaunya sy aja
 ngasih yg penting tanggung jawab penuh dengan istri
  keluarga ; beli beras dari manggul, beli beras
 pake ojek dstnya..
 
 yah khan byk yg ditanggung kredit ini-itu dan
 tanggungan my single parent - ibuku alhamdulillah
 1jt tiap bulan sy kirim... jd 5jt bwt istri sdh ckp
 istimewa.
 
 slm,
 buruh
 --- Donnie wrote:
  Pak Aly, kalau gajinya sebulan emang bener 15 juta
  kok yang  
  dikasihkan istri cuman 5 juta?? padahal pak Chojim
  meneladani dengan  
  memberikan seluruh gajinya ketika istri memang di
  minta untuk bekerja  
  dalam sektor domestik? just curious :D
  
  regards,
  Donnie
 
 [Non-text portions of this message have been
 removed]
 
 



 

The fish are biting. 
Get more visitors on your site using Yahoo! Search Marketing.
http://searchmarketing.yahoo.com/arp/sponsoredsearch_v2.php