----- Original Message -----
From: Indradjaja Dalel
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Thursday, September 12, 2002 9:34 AM
Subject: [yonsatu] test

> rasanya sepiii yaaak

Daripada sepi, ini saya forward-kan Bagian-6, terakhir, dari seri "The
Jakarta Axis".
Ceritanya sudah anti klimaks sih, tapi namanya juga kan "daripada sepi"!

Lalu dicantumkan juga beberapa posting yang menanggapinya, sekali lagi buat
mengisi kesepian...

Wasalam.

===========================================

----- Original Message -----
From: grupv
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Saturday, September 07, 2002 3:49 AM
Subject: [hankam] The Jakarta Axis (bagian 6)


After the 1975 collapse of pro-western governments in Cambodia, South
Vietnam and Laos, Indonesians felt vulnerable and exposed. At least
initially, they were fearful of further Communist gains across Southeast
Asia, spearheaded by the North Vietnamese. There were even rumors, almost
certainly unfounded, that pockets of Communist insurgents on the island of
Kalimantan had received support from Hanoi.

In reaction, the Indonesian army's special forces (formerly known as the
RPKAD, now called Kopasandha) instituted Vietnamese language training for a
handful of its commandos. The intent was to place these linguists within
some of their operational detachments, thereby allowing them to operate more
effectively behind Vietnamese lines should the Hanoi-led Communist
juggernaut roll into insular Southeast Asia.

In the end, this juggernaut never materialized. Although Vietnam invaded
Cambodia in early 1979, Hanoi's war machine was bogged down for more than a
decade. Along with the other non-Communist nations of Southeast Asia,
Indonesia was in the forefront of states applying diplomatic pressure on
Vietnam to withdraw. By 1993, Hanoi's troops were gone and the United
nations was dispatching peacekeepers for a brief transition period.
Indonesia answered that call, sending two composite battalions and a police
detachment to the U.N's "Blue Helmets."

In a postcript rife with deja vu, Indonesia's most recent military links to
Indochina involved training Cambodians at Batu Jajar beginning in late 1994.
Nearly 300 Cambodian students in several cycles have received commando,
basic airborne, freefall and pathfinder instruction. Ironically, the leader
of the first contingent - a major general named Chap Tony - had been a young
captain among the cambodians who trained at Batu jajar during 1971 - 1972.
These latest Indonesia graduates currently form the core of Cambodia's elite
911th Special Forces Regiment.

Teks photo:
Captain Chap Tony (seated at right) was one of a group of 60 Cambodians who
underwent training by Indonesian special forces at batu Jajar in 1972. The
Indonesians trained them in basic infantry,
airborne and commando tactics.

LEFT:
Lieutenant Colonel Herman Soediro (center) poses with crew members of a
Lockheed C-130 Hercules at Wattay Airport in Vientiane

THE END.

=========
----- Original Message -----
From: erid_h
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Saturday, September 07, 2002 11:18 PM
Subject: [hankam] Re: The Jakarta Axis (bagian 6)

Menarik sekali tulisan2 Kenneth Conboy ini.
Si Ken ini kayaknya penulis yang specialist TNI, setidaknya banyak tahu
operasi2 yang berhubungan dengan TNI.

Saya pernah baca tulisannya di majalah penerbangan beberapa tahun lalu
tentang Operasi CIA/PRRI/AUREV lawan AURI yang lumayan detail walaupun
keakuratannya perlu diuji (wajar
untuk ukuran orang yang 'out of mission').

Ada baiknya tanggapan pak Joni dikirimkan ke pak Ken untuk memberi sisi
Indonesian-nya sehingga lebih akurat.
Sayang sekali kita tidak tahu E-mail address-nya penulis.
Mungkin kalau dikirim ke redaksi Majalah 'Vietnam' atau ke kolom surat
pembaca majalah tersebut, akan sampai ke penulis sehingga  banyak
'meluruskan' penulisan sejarah ini.

Semoga membantu.

Erid

===============================================

----- Original Message -----
From: Akhmad Bukhari Saleh
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Sunday, September 08, 2002 12:29 AM
Subject: Ken Conboy (Re: [hankam] Re: The Jakarta Axis (bagian 6))

----- Original Message -----
From: erid_h
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Saturday, September 07, 2002 11:18 PM
Subject: [hankam] Re: The Jakarta Axis (bagian 6)

> Menarik sekali tulisan2 Kenneth Conboy ini.
> Si-Ken ini kayaknya penulis yang specialis
> TNI setidaknya banyak tahu operasi2 yang
> berhubungan dengan TNI.
> Saya pernah baca tulisannya di majalah penerbangan
> beberapa tahun lalu tentang Operasi CIA/PRRI/
> AUREV lawan AURI yang lumayan detail walaupun
> keakuratannya perlu diuji (wajar untuk ukuran orang
> yang 'out of mission').

Betul, memang menarik. Terutama menunjukkan bahwa TNI pernah begitu jayanya.
Sekaligus merupakan pandangan pihak ketiga (independen) yang menunjukkan,
bagi yang masih ragu-ragu, bahwa TNI memang telah mengalami penurunan mutu,
dibanding 30 - 40 tahun lalu.

Operasi udara AURI dulu itu yang disebut Erid di atas ini, dari segi luas
mandalanya, setara dengan mandala Eropa. Padahal hanya bermodalkan C-47 dan
P-51 saja. Bahkan AUREV punya pesawat yang qua jenis lebih canggih, tetapi
toh TNI qua mental kejuangan tetap unggul.
Baru akhir tahun 50-an kita punya C-130, yang sangat menunjang operasi
Trikora, tetapi jangan lupa kita bisa punya Herky itu, langsung atau tidak
langsung, karena keberhasilan TNI menangkap Allan Pope!
Kalau itu mau dibandingkan dengan kemampuan operasi mobud kita sekarang,
jangan diomongin lagi deh, terlalu jauh. Apalagi kemampuan untuk menangkap
"Allan Pope - Allan Pope" baru, dalam format-nya yang agak sedikit lain, di
Timtim, Aceh, Poso, Maluku dan Papua.

Kisah Jakarta Axis ini mengemukakan bahwa dulu Batujajar menjadi
chandradimuka-nya prajurit komando seluruh Asia Tenggara. Sekarang, kalau
kita ke sana, sedikit sekali ada kemajuan yang berarti. Metode diklat-nya
secara umum masih seperti ketika Idjon Jambi memulainya setengah abad yang
lalu.
Saya pernah ke "Batujajar"-nya tetangga-tetangga kita, masing-masing Special
Warfare Center di Sungai Udang Camp, Malaka, Malaysia, dan di Lopburi,
Kanchanaburi, Thailand, di awal 1980-an, dan kemudian datang lagi menjelang
krismon Asia di akhir 1990-an.  Wuah, bedanya bumi dan langit dalam waktu
belasan tahun saja. Baik dalam segi peralatan canggih maupun metode
diklat-nya.

> Ada baiknya tanggapan pak Joni dikirimkan ke
> pak Ken untuk memberi sisi ke-indonesia-annya
> sehingga lebih akurat.
> Sayang sekali kita tidak tahu E-mail address-nya
> penulis.
> Mungkin kalau dikirim ke redaksi Majalah 'Vietnam'
> atau ke kolom surat pembaca majalah tersebut,
> akan sampai ke penulis sehingga  banyak 'meluruskan'
> penulisan sejarah ini.

Tentu, kalau beliaunya mau, hal ini dapat saja dilakukan oleh yang
mem-posting-kan artikel Kenneth Conboy itu (sdr. "grupv"), sebab beliau
pasti tahu dari mana datangnya artikel tersebut.
Jadi sedikit-banyaknya sama seperti yang dilakukan Yap Hong Gie, ketika
beliau itu mem-forward-kan beberapa posting di milis ini ke rekan-rekan TNI
yang sedang bertugas di Kontingen Garuda. Dan
ternyata langkah Hong Gie ini efektif, karena nyatanya dari mereka ada
tanggapan.

Wasalam.

=====================================

----- Original Message -----
From: erid_h
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, September 09, 2002 12:21 AM
Subject: Ken Conboy (Re: [hankam] Re: The Jakarta Axis (bagian 6))

--- In [EMAIL PROTECTED], "Akhmad Bukhari Saleh" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Betul, memang menarik. Terutama menunjukkan bahwa TNI
> pernah begitu jayanya.
> Sekaligus merupakan pandangan pihak ketiga (independen) yang
> menunjukkan, bagi yang masih ragu-ragu, bahwa TNI memang
> telah mengalami penurunan mutu, dibanding 30 - 40 tahun lalu.
> Operasi udara AURI dulu itu yang disebut Erid di atas ini, dari
> segi luas mandalanya, setara dengan mandala Eropa. Padahal
> hanya bermodalkan C-47 dan P-51 saja. Bahkan AUREV punya
> pesawat yang qua jenis lebih canggih, tetapi toh TNI qua mental

Betul sekali.
AUREV (PRRI-Permesta) pake B-26, P-51 yang dipermak dengan roket, meriam dan
tangki cadangan lebih besar (tidak standard, upgraded, sehingga B-26nya bisa
menyerang semua titik di 90% wilayah Indonesia, konon mereka merencanakan
nyerang Jakarta).
TNI-AU cuma punya P-51 standard dan B-25 yang enggak pake meriam Anti
serangan udara di punggungnya dicopotin sama Belanda.
Juga pesawat angkut punyanya AUREV lebih besar, 'Commando' dan 'Skaymaster',
sedangkan TNI masih pake 'Dakota'.

Belum lagi dukungan pilot2 lebih berpengalaman tempur, orang2 Poland yang
banyak perang dengan Jerman di WW2, dan pilot2 kawakan Philipina (Tony
Dandel cs.) juga Allen Pope cs.yang pilot di perang Korea. Sementara pilot
kita orang2 muda yang mendarat aja banyak belum lurus, sering tergelincir,
senjata dan peralatan sering macet, pilot B-25 aja cuma dua orang yang
berkualifikasi tempur.

Belum lagi pasokan data inteligence US Navy yang akurat dan rapi (salah satu
pesawat intai 'Savage' mereka sampai hampir jatuh tertembak, pulang dengan
sayap separuh rusak berat waktu nyoba memfoto posisi TNI).

Di tambah begitu banyak daerah yang berontak sekaligus, dan dukungan
finansial dari AS, Philipina dan Taiwan yang unlimited.
Kalo kita, crew-nya Skadron 1 (Pembom B-25) harus berburu kijang dulu kalo
mau makan, yang kemudian-jadi sejarah kenapa lambang skadronnya bergambar
kijang.
Jangan tanya kalo jaman itu juga kita dapat Embargo persenjataan.
Udah begitu kita bisa menang. Hebat sekali! Mungkin operasi militer
terbesar/tersukses TNI/ABRI dalam sejarah.


> kejuangan tetap unggul. Baru akhir tahun 50-an kita punya C-130,
> yang sangat menunjang operasi Trikora, tetapi jangan lupa kita
> bisa punya Herky itu, langsung atau tidak langsung, karena
> keberhasilan TNI menangkap Allan Pope!

Kalo ini kehebatan Sipil kita (bukan militer).Sukarno-lah yang hebat
berdiplomasi sehingga bisa menekan AS bertekuk lutut menyerahkan pesawat
angkut terberat/tercanggih-nya saat itu. Indonesia jadi negara pertama yang
boleh pake Hercules di luar Angkatan Bersenjata AS.
Walaupun Allan Pope bukan satu-satunya soldier of fortune yang tertangkap,
cuma Sukarno-lah yang bikin jadi berita 'besar'. Karena pilot pesawat
mata-mata U-2, Gary Power, aja tidak bernilai tukar yang 'kuat' buat Rusia.


> Kalau itu mau dibandingkan dengan kemampuan operasi mobud
> kita sekarang, jangan diomongin lagi deh, terlalu jauh. Apalagi
> kemampuan untuk menangkap "Allan Pope - Allan Pope" baru,
> dalam format-nya yang agak sedikit lain, di Timtim, Aceh, Poso,
> Maluku dan Papua.

Hmm ... kalo misalnya ada AUREV part II, GAM Aceh dibantu CIA dengan
misalkan Skyhawk atau Bronco, apa kita sekarang bisa ngelawan ya? Belum lagi
sambil  di'cekek' ekonomi.
Ah ... rasanya kita butuh Idjon Jambi sama Dewanto part II juga.


> Kisah Jakarta Axis ini mengemukakan bahwa dulu Batujajar
> menjadi chandradimuka-nya prajurit komando seluruh Asia Tenggara.
> Sekarang, kalau kita ke sana, sedikit sekali ada kemajuan yang berarti.

Dulu ada pensiunan SAS yang ikut melawan TNI dalam Dwikora (juga perang
Korea) yang bilang kalo pasukan yang paling ditakuti mereka yaitu Siliwangi
(dengan sebutan incorect: 'Siliwang-gi'). Konon talenta dan pengalamannya
sama dengan Gurkha. Mungkin calonnya 'Kopassus' ini yang jadi universitasnya
tentara AsTeng yang dia maksud.


> Tentu, kalau beliaunya mau, hal ini dapat saja dilakukan oleh yang
> mem-posting-kan artikel Kenneth Conboy itu (sdr. "grupv"), sebab
> beliau pasti tahu dari mana datangnya artikel tersebut.
> Jadi sedikit-banyaknya sama seperti yang dilakukan Yap Hong Gie,
> ketika beliau itu mem-forward-kan beberapa posting di milis ini ke
> rekan-rekan TNI yang sedang bertugas di Kontingen Garuda. Dan
> ternyata langkah Hong Gie ini efektif, karena nyatanya dari mereka
> ada tanggapan.

Langsung aja kirim ke redaksi majalahnya (lewat E-mail aja). Majalah asing
biasanya tanggap sekali dengan info baru, apalagi dari saksi sejarah seperti
pak Joni.

Erid

=====================================

----- Original Message -----
From: grupv
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Sunday, September 08, 2002 3:10 AM
Subject: Ken Conboy (Re: [hankam] Re: The Jakarta Axis (bagian 6))

Alamat email si pengarang artikel itu tidak diberitahukan.
Tapi disebutkan bahwa dia adalah "... a regular contributor to 'Vietnam'
Magazine, Kenneth Conboy writes from Jakarta, Indonesia. For further reading
see 'Feet to the Fire, CIA Covert Operation in Indonesia', by Kenneth Conboy
and James Morrison ..."

Ini cara kalau mau tulis surat/email:
Send letters to Vietnam Editor,
Primedia History Group
741 Miller Dr. SE, Suite D-2
Leesburg, VA 20175
Or e-mail them to [EMAIL PROTECTED]
Please include your name, address and daytime telephone number.
Letters may be edited.

=======================================





--[YONSATU - ITB]----------------------------------------------------------
Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net>
Moderators     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Unsubscribe    : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Vacation       : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu>
1 Mail/day     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest>

Kirim email ke