Purnomo Rusdiono wrote:
>Paling tidak ada tiga grand strategi yang saat ini dimainkan oleh Taliban dalam 
>meninggalkan kota Mazar Sharif dan Kabul. Karena secara logika tidaklah mungkin 
>aliansi utara dengan mudah menembus propinsi-propinsi di Utara dan Kabul setelah 5 
>minggu berturut-turut Milisi Taliban mampu menghadapi serangan AS dan sekutunya.
>

Ada pendapat/analisis yang lain.
Pertama, menurut analisis itu, langkah Taliban ini bukanlah langkah strategis.  
Apalagi  kalau mau dibilang grand-strategy, jauh dari itu. 
Tetapi ini hanya langkah taktis, yaitu tactical retreat.

Lalu, tactical bagaimana?  Marilah pertama-tama amati peta Afghanistan. Dari lokasi 
berbagai kota yang diperebutkan di sana, akan terlihat bahwa Taliban memang perlu 
mundur dari Kabul, karena jatuhnya kota Herat serta kemajuan pasukan Aliansi Utara 
dari Selatan. Keadaan itu mengakibatkan kedudukan Taliban di Kabul terancam terkena 
gerakan lambung musuh (encapsulated). Antara lain, garis komando dan logistik yang 
utama antara Kabul dan Kandahar, pusat kekuatan Taliban lainnya (Mullah Omar justru 
ada di Kandahar), terancam akan terputus.

Dengan analisis yang sama pun, kelihatannya mundurnya Taliban sebelumnya dari  kota 
Mazar-e-Syarif juga tactical retreat. Memang waktu itu Herat belum jatuh, tetapi 
Taliban sudah memprediksi kota itu toh akan jatuh karena penduduknya umumnya bukan 
suku Pashtun dan sangat membenci Taliban sebab pernah ada pembantaian kaum Syiah oleh 
Taliban di sana.
Jatuhnya Herat pun membuat jalur komando dan logistik Taliban terancam putus.

Putusnya garis komando dan logistik membuat posisi suatu garnisun Taliban, apakah 
Kabul ataukah Mazar-e-Syarif, menjadi rawan, karena saling bantu antar garnisun 
Taliban sudah sulit dilakukan mengingat adanya ancaman round-the-clock terhadap 
pergerakan (konvoi) pasukan maupun supply karena air superiority AS dan Inggris.
Setiap suatu garnizun Taliban yang stand alone, selanjutnya akan menjadi rawan, karena 
di tiap tempat ada saja unsur masyarakat yang memusuhi Taliban, baik karena masalah 
suku, mashab keIslamannya, maupun karena dendam-dendam lainnya. Memang begitulah 
kondisi Afghanistan yang petabumi politiknya sangat rumit.

Orang-orang di Indonesia yang tempo hari sok demo-demo mendukung Afghanistan tidak 
menyadari hal ini. Katanya mau jihad ke sana, tetapi tidak tahu mau jihad di pihak 
yang mana dan melawan yang mana?  Semua pihak juga Islam.
Mau melawan Amerika atau Inggris? Nyatanya sampai sekarang belum ada tentara "kafir" 
itu di darat di sana!
Mereka adanya di langit tuh, sementara "laskar jihad Melayu" ini nggak bisa terbang...

Kelihatannya tactical retreat Taliban dari Mazar-e-Syarif dan Kabul ini untuk 
memusatkan perlawanan di gunung-gunung sekitar Kandahar. Dikatakan "sekitar" karena 
kota Kandahar-nya sendiri pun mungkin akan dilepas, karena di dalam suatu kota ada 
banyak mata-mata maupun kolone ke-V musuh, sedangkan Taliban sendiri pada hakekatnya 
merupakan pergerakan purist fundamentalist yang berbasiskan pesantren-pesantren di 
pegunungan itu.

Kemarin-kemarin ini ada himbauan dari berbagai pihak, termasuk Amerika, agar pasukan 
Aliansi Utara tidak masuk Kabul. Tetapi nyatanya Kabul toh sekarang secara fisik sudah 
dikuasai pasukan anti Taliban itu.
Analisis ini menduga Amerika memang sengaja melempar dan membesar-besarkan issue bahwa 
 Aliansi Utara tidak akan masuk Kabul, dengan harapan agar Taliban tetap bertahan di 
kota ini. Dan untuk bertahan di Kabul, maka Taliban akan harus mengurangi 
(memperlemah) konsentrasi kekuatannya di Kandahar.

Selanjutnya pertahanan Taliban di Kandahar yang kurang kuat akan mendorong munculnya 
keberanian unsur-unsur milisia Taliban yang bukan asli orang pesantren untuk membelot, 
atau bahkan memberontak, pada rezim Mullah Omar itu.

Unsur-unsur moderat ini yang nantinya diharapkan Amerika akan mewakili faksi Taliban 
dalam suatu pemerintahan baru pasca-Taliban di Afghanistan, yang lebih American 
friendly. Adanya unsur Taliban ini penting bagi Amerika karena Aliansi Utara pada 
hakekatnya juga bukan sahabat Amerika.  Sehingga mereka (Amerika) sangat mengharapkan 
adanya balance of power dalam suatu pemerintahan koalisi Afghanistan.

Suatu pemerintahan koalisi yang tidak kompak akan mudah mereka "atur-atur", apalagi 
kalau dua pendekatan "dimainkan" berganti-ganti secara taktis, pendekatan militer 
("stick") dan pendekatan bantuan ekonomi ("carrot").  Sehingga upaya selanjutnya untuk 
mengkikis unsur milisia asing (Arab) yang dimotori Al Qaeda, sukur-sukur bisa 
menangkap Osama, dapat dilakukan justru dengan bantuan pemerintahan baru Afghanistan 
itu.

Sementara itu bagi Indonesia, kalau benar terjadi adanya keikut-sertaan TNI dalam 
pasukan perdamaian di Afghanistan pasca-Taliban, ini akan merupakan terobosan 
diplomasi yang gemilang. Ke dunia Islam citranya akan OK, ke Amerika juga OK. Jadi 
hari-hari ini semua upaya Deplu dan Dephan seharusnya difokuskan ke arah sini.


Wasalam.



-- 
--[YONSATU - ITB]----------------------------------------------------------
Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net>
Moderators     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Unsubscribe    : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Vacation       : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu>
1 Mail/day     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest>

Kirim email ke