*Eileen Rachman & Sylvina Savitri*
*EXPERD*
*Character Building Training*

*Dimuat di Kompas, 05 April 2014*

Pemilu hanya tinggal hitungan jari. Dalam masa kampanye begini, kita memang
dirangsang untuk berpikir dan mengkritisi, siapa sosok yang akan kita
percayakan untuk membangun negeri ini. Sebagai rakyat yang bertanggung
jawab, kita pasti akan menimbang-nimbang: siapa caleg yang akan kita pilih?
nomor berapa yang akan kita coblos? Meski bukan penggemar sejarah
sekalipun, kita otomatis akan membayangkan Soekarno, Soeharto, Habibie
ataupun kualitas diri sosok pemimpin lain yang dulunya demikian kita kagumi
dan percayai. Mau tidak mau, kita akan mempertanyakan misi politik dan
idealisme para calon pemimpin bangsa ini, gaya kepemimpinannya, juga
kredibilitas tim yang ada di belakangnya. Bila hanya mengandalkan foto
ganteng dan cantik yang dipampang di berbagai sudut jalan, sulit rasanya
para caleg dan calon pemimpin ini bisa mendapatkan simpati, bila ia tidak
berusaha menyampaikan ‘isi’ pikirannya tentang apa yang akan ia lakukan
bila ‘terpilih’.

Menentukan pilihan menjadi semakin rumit, karena kita semakin banyak
menyaksikan, individu yang bukan professional di bidangnya, bahkan berusia
sangat belia, bisa terpilih menjadi calon wakil rakyat. Kita tentu
bertanya-tanya, sejauh mana ‘*magic*’ yang bisa dilakukan oleh orang-orang
yang tidak pernah menyentuh suatu masalah untuk bisa memberi  pertimbangan
profesional yang baik? Di sisi lain, kita pun melihat para artis
berlomba-lomba pula mencalonkan diri menjadi wakil rakyat. Lagi-lagi, kita
akan mempertanyakan, sejauh mana sosok-sosok ini memiliki kompetensi untuk
melakukan analisis mendalam terhadap kondisi Negara dengan risiko besar
bernilai triliunan? Apakah ada pertimbangan lain dalam memajukan calon,
selain popularitas “sosok selebriti”-nya untuk bisa mendongkrak perolehan
suara? Apakah kita percaya bahwa kharisma para selebriti ini masih akan
bersifat seduktif  ke masyarakat yang semakin cerdas ini? Ini sesungguhnya
adalah pemikiran *‘common sense*’ yang ada pada benak banyak orang. Kita
kadang menyaksikan, pemimpin yang karismanya besar sekalipun, sulit untuk
bisa meninggalkan pengaruh dan “warisan” yang kuat, bila ia hanya
mengandalkan kekuatan pribadinya saja. Pesta demokrasi seperti sekarang
ini, semestinya kita manfaatkan juga untuk memikirkan pengembangan kualitas
diri kita sebagai professional, sebagai pemimpin. Kita jelas tidak bisa
hanya sibuk memoles “tongkrongan”, memikirkan popularitas yang semu, namun
perlu memperjelas dan mempertajam “misi” kita, memikirkan apa yang bisa
kita “wariskan” saat kita lengser, sehingga kita bisa memperoleh
kepercayaan, baik di dalam tim, organisasi maupun di lingkungan masyarakat.

*Karisma Saja Tidak Cukup*
Kita memang tidak bisa mengabaikan kekuatan orasi, karisma dan penampilan
menarik, untuk mengugah persepsi para pemilih, simpatisan, atau rakyatnya.
Namun, jelas sekali pengikut tidak hanya puas sampai di situ saja. Seorang
pemimpin perlu bisa mempresentasikan bagaimana ia ‘membangun’ korporasi,
bagian, daerah atau negerinya. Sebagaimana layaknya seorang arsitek, ia pun
perlu mampu melihat detil sumber daya, menyambung satu elemen dengan yang
lainnya, sehingga bisa menghasilkan perubahan atau kemajuan riil yang bisa
langsung dirasakan manfaatnya oleh orang di sekitarnya. Dengan semakin
kritis dan cerdasnya individu, pemimpin tidak bisa lagi mengedepankan sikap
egosentrik. Tidak bisa lagi, ‘arahan’ datang dari satu pemimpin.
Sebaliknya, ia harus bisa banyak bergaul, merangkul, sehingga bisa menjadi
penterjemah dari visi dan sasaran, ke tindakan-tindakan strategik yang
“membumi.

Di tengah perkembangan teknologi yang semakin canggih dan berkembang cepat,
tantangan pemimpin adalah menjaga kelangsungan kinerja organisasi dan
merangsang seluruh organisasi atau negara untuk berkembang, dan maju. Ini
hanya bisa dilakukan bila pemimpin bisa menumbuhkan ‘sense of purpose’ yang
menyebar di tiap individu yang ada dalam organisasinya. Pada era sekarang,
pemimpin memang harus kreatif. Ia perlu tajam memperhitungkan waktu dan
skala, mengalokasikan anggaran, mengukur kemampuan, menentukan prioritas
agar tidak membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak penting. Pemimpin
perlu standard dan tolok ukur, agar bisa dengan tegas menyampaikan berapa
persen kemajuan yang sudah diraih. Dalam setiap situasi kepemimpinan, bila
tolok ukur kinerja dihayati pengikutnya, ia tidak perlu repot-repot
menghimpun simpati pengikutnya.

* Idealisme yang Realistis*
Kita mendengar adanya pemimpin baru yang melakukan tindakan-tindakan
pragmatis, turun langsung ke lapangan, kemudian dicemooh dan dianggap tidak
mempunya misi yang jauh ke depan, bahkan dipertanyakan idealismenya. Ini
tidak sepenuhnya salah, karena idealisme dan prinsip  yang kuat memang
harus ditegakkan. Kita melihat berbagai bukti bahwa pemimpin dengan
idealisme yang kuat, akan mampu terus menginspirasi dan menghidupkan
idealisme yang ia pegang, meskipun ia ‘mati’ di penjara. Ya, pemimpin
memang perlu mempunyai ‘big picture’, yaitu visualisasi akan dibawa ke mana
‘kapal’ yang ia nakhodai. Namun, kompleksitas dinamika masyarakat sekarang
menunjukkan betapa visi saja tidak cukup. Janji, misalnya untuk membawa
Indonesia agar ‘lebih baik’, harus dibarengi dengan ‘bagaimana’ cara yang
perlu dilakukan, apa yang ia fokuskan, dan apa kira-kira hambatannya,
bagaimana pemimpin melibatkan pengikut dan merancang  infrastruktur yang
ada untuk mencapai tujuan tersebut. Jadi, selain mempunyai idealisme,
pemimpin perlu berlatih untuk menjadi pemimpin yang pragmatis.

Kita juga harus ingat bahwa kepemimpinan bukan sekedar peran. Kita tidak
boleh terjebak pada paradigma, di mana individu dianggap sebagai pemimpin
begitu ia menerima pengangkatan sebagai “direktur”, menteri, ataupun
anggota legislatif. Kita mengharapkan pemimpin, apalagi pemimpin bangsa,
yang memiliki “nafas” kepemimpinan. Kepemimpinan perlu lebih dipandang
sebagai mindset dari individu, sehingga ia tampak sebagai sikap yang akan
dibawa ke mana-mana. Pemimpin harus senantiasa menjadi sumber inspirasi
pengikutnya, baik dari idealisme maupun dari ‘kerja’nya.






*EXPERD CONSULTANT Adding value to business results Kemang 89 Building, 3rd
- 4th Floor Jl. Kemang Raya No. 89, Jakarta 12730 Telp. 021-718 0805 Fax.
021-718 3101*


-- 
*".... I am the KING to my own UNIVERSE that Rule my MIND, BODY and SOUL
!!! ...." *

*- Aga Madjid -*

-- 
-- 
you have this email because you join to "aga-madjid" GoogleGroups.
to post emails, just send to :
aga-madjid@googlegroups.com
to join this group, send blank email to :
aga-madjid+subscr...@googlegroups.com
to quit from this group, just send email to :
aga-madjid+unsubscr...@googlegroups.com
please visit to www.facebook.com/aga.madjid,
add my Yahoo Messenger at aga.mad...@yahoo.com or
add my twitter @aga_madjid
thanks for joinning this group.

--- 
You received this message because you are subscribed to the Google Groups 
"aga-madjid" group.
To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email 
to aga-madjid+unsubscr...@googlegroups.com.
For more options, visit https://groups.google.com/d/optout.

Kirim email ke