artikel asli:
http://www.detiknews.com/read/2010/04/01/112543/1330132/158/hikmahanto-kita-akan-teliti-titik-titik-lemah-sistem-perpajakan

Kamis, 01/04/2010 11:25 WIB
Hikmahanto: Kita Akan Teliti Titik-titik Lemah Sistem Perpajakan
*Anwar Khumaini* - detikNews

*Jakarta* - Prof Dr Hikmahanto Juwana terpilih sebagai salah satu anggota
Komite Pengawas Pajak (KPP) di bawah naungan Kementerian Keuangan. Lembaga
ini nantinya melakukan pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan yang
berkaitan dengan pajak. Pelantikan anggota KPP dilakukan pada 19 Maret 2010
lalu.

Lembaga pengawas ini terbentuk bersamaan dengan mencuatnya kasus mafia pajak
Gayus Tambunan.

Berikut wawancara dentikcom dengan mantan anggota Tim 8 yang juga mantan
Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini, Kamis (1/4/2010):
*
Alasan terpilih menjadi anggota Komite Pengawas Pajak?*

Saya nggak tahu alasannya apa. Tapi saya diminta, dan saya bersedia. Saya
sebenarnya selain ahli hukum internasional, juga membidangi hukum ekonomi.
Apa karena ini saya terpilih, saya nggak tahu.*

Kenapa baru sekarang komite tersebut dibentuk?*

Ini sudah disiapkan sejak lama. Dalam UU Ketentuan Umum Pajak (KUP) tahun
2007, di pasal 36 c memang mengamanatkan adanya Komite Pengawas Perpajakan.
Ini berkaitan dengan pajak, bukan hanya di Ditjen pajak, tapi Bea dan Cukai
juga masuk.

KPP dibentuk berdasarkan Peraturan Menkeu tahun 2008. Dalam aturan tersebut
dijelaskan tugas-tugas Komite Pengawas Perpajakan. Nah setelah dibentuk
aturannya, dilakukan proses mencari orang-orangnya. Proses sudah berjalan,
baru kemudian tahun 2010 kira-kira ketemu orang-orangnya. Saya, Hekinus
Manao (Irjen Kemenkeu, sebagai ex officio), Prof Sidharta Utama (Guru Besar
Fakultas Ekonomi Indonesia), Anshari Ritonga (eks Dirjen Anggaran), Pak
Anwar (Anwar Suprijadi, mantan Dirjen Bea dan Cukai).

Kalau ada kesan ini dibentuk untuk menyikapi kasus Gayus bolehlah. Tapi
waktu saya dihubungi untuk menjadi anggota KPP, waktunya sebelum meledaknya
kasus ini. Dan Jumat (19 Maret 2010) lalu baru dilantik.*

Tugas dari Komite Pengawas Perpajakan?*

Kalau dilihat dari Permenkeu, kita nggak melakukan penindakan terhadap
orang. Kita melakukan pengkajian terhadap sistem perpajakan. Kita diharapkan
menjadi semacam ombudsman, pengaduan dari wajib pajak terhadap sistem
perpajakan yang ada. Lalu hasilnya kita rekomendasikan ke Menkeu. Kita nggak
langsung berhubungan dengan Bea dan Cukai atau Pajak.
*
Bapak menilai dalam kasus Gayus ini apa yang harus diperbaiki dalam sistem
perpajakan kita?*

Kasus Gayus ini berawal keberatan oleh wajib pajak. Apa yang dilakukan oleh
Gayus sebenarnya sudah benar dari permukaan, bahwa setiap wajib pajak yang
ditolak tapi bisa banding di pengadilan pajak. Gayus seolah-olah jadi
pengacara dari Ditjen Pajak.

Nah, di sini bisa saja jadi conflict of interest, bisa saja misalnya datanya
dilemahkan atau gimana. Artinya dimainkanlah. Kita akan melihat mana
titik-titik lemah dari sistem yang dipakai sekarang. Dan mana peluang bagi
para pelaku penyeleweng pajak, akan kita teliti.

*Masyarakat pesimistis dengan dunia perpajakan. Bahkan mereka malas membayar
pajak gara-gara kasus Gayus?*

Tidak seharusnya menjadi apatis untuk membayar pajak. Kemenkeu, Ditjen Pajak
telah melakukan internal audit untuk kepatuhan dari aparatnya untuk
melakukan tugasnya melakukan penindakan terhadap Gayus. Artinya proses
penindakan sudah dilakukan dan tidak dibiarkan. Karena apa yang penting
kepercayaan masyarakat terhadap pajak.

Ini nggak bisa main-main, tentu kami akan mengusulkan ke menteri pada
saatnya nanti, rekomendasi-rekomendasi apa yang harus dilakukan, karena
Ditjen Pajak sangat strategis. 70 Persen penerimaan negara dari pajak. Kita
harus tumbuhkan kepercayaan publik ke pajak. Tidak fair masalah Gayus diberi
sanksi sosial dengan cara tidak bayar pajak.

Gayus juga musuh Ditjen Pajak karena mencemarkan Ditjen Pajak. Waktu Gayus
datang dari Singapura diteriaki masyarakat 'huuuu', itu sama saja kalau saya
lihat di Ditjen Pajak juga demikian. Pegawai Pajak banyak yang masih bersih,
bahkan teman seangkatan Gayus tidak (main kasus).
*
Soal pengadilan pajak yang kebanyakan diisi oleh para pensiunan pegawai
Ditjen Pajak, apa tidak bisa diubah?*

Kita nggak berani masuk ke sana. Itu bukan yurisdiksi kita. MA atau Komisi
Yudisial (KY) yang berhak. Kita ini adalah unit nonstruktural dari Kemenkeu
dan kita bukan independen.
*
Anggaran dana KPP apakah dari Kemenkeu? *

Saya nggak tahu. Tapi kita ada sekretariatnya di Kemenkeu.
*
Lamanya masa kerja?*

Masa kerja kita 3 tahun, tapi kita bukan full timer. Saya juga masih
melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lain.
*
Harapan Bapak sebagai orang anggota Komite Pengawas Pajak?*

Yang pasti kita ingin Ditjen Pajak atau Bea dan Cukai efektif melakukan
tugasnya. Kedua, ada kepercayaan publik, atau wajib pajak yang harus tumbuh
karena ada saluran bagi mereka untuk sampaikan keluhannya ke Ditjen, kalau
dengan kami kita akan dengar masukan-masukan atau aduan dari masyarakat.
Aduan itu kita formulasikan untuk menjadi rekomedasi ke Menkeu.

*Mekanisme pengaduannya seperti apa? *

Ini yang sedang kita formulasikan seperti apa. Kita baru dilantik, kita akan
membicarakan teknisnya seperti apa nanti.

*(anw/nrl)*
-- 
-----
save a tree, don't print this email unless you really need to


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke