Penjualan Anak
Tersibak Rintihan Bocah

Ismi Soraya (Dok. Liputan 6)TAK ada orangnya, rumahnya pun boleh juga disasar. Bukan dengan lemparan batu, tapi cukup dengan cat semprot. Begitulah cara warga Jalan Wijaya Kusuma, Jakasampurna, Bekasi, mengekspresikan kegembiraan sekaligus kekesalan terhadap pengelola Yayasan Ibu Sury yang diduga melakukan praktik kekerasan dan perdagangan anak.

Maka, Selasa malam pekan lalu itu, warga berpesta corat-coret. Kata-katanya mungkin agak lucu. "Manusia kebal hukum, kehukum juga!" begitu salah satu coretan di dinding depan bangunan berlantai dua itu. Ada pula tulisan: "Hidup Kapolres hukum antisuap !" Aksi corat-coret ini ditimpali sorak-sorai warga.

Sepekan sebelumnya, polisi menyegel yayasan itu, menyusul diselamatkannya seorang bocah bernama Ismi Soraya yang disekap di toilet di bangunan tersebut. Polisi menahan pemilik yayasan, suami istri Tedy Agus Setiawan-Suryati Fatimah. Warga menyambut suka-cita.

"Kami senang, akhirnya Yayasan Ibu Sury ditutup," kata warga bernama Suwardi, 39 tahun. Suwardi menuturkan, warga sebetulnya sudah melaporkan yayasan itu ke polisi awal 1990 dan April 2005. Warga curiga adanya tindakan kekerasan dan perdagangan anak.

Tapi, waktu itu polisi tak berhasil menemukan barang bukti, sehingga aktivitas yayasan --sebagai panti kesehatan, ibu hamil, dan anak telantar-- yang berdiri sejak 1980 itu pun tetap berjalan. Mungkin inilah yang menyebabkan warga menuding pengelola yayasan sebagai kebal hukum.

Pertengahan November lalu, warga kembali melapor ke polisi setelah tak tahan lagi mendengar rintihan anak disakiti, yang diketahui bernama Ismi. Polisi kembali melakukan penggrebekan, selepas magrib. Kali ini tidak sia-sia. Di sebuah toilet yang terkunci, polisi menemukan Ismi duduk termangu.

Kondisinya mengenaskan. Sekujur punggung, bahu, dan kepala penuh bekas luka. Kedua tangannya lunglai. Bocah 8 tahun itu langsung menangis di gendongan seorang polisi wanita. Ia kemudian dibawa ke rumah sakit, lalu ditampung di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RSPA) Bekasi.

Saat penggerebekan, Tedy bersama istri dan dua anaknya sedang ke Bogor. Pas pulang malam harinya, mereka diamankan ke Markas Kepolisian Resor (Polres) Bekasi dengan sangkaan penganiayaan anak. Penyidikan kemudian dikembangkan ke perdagangan anak di bawah umur.

Ternyata, ''Sejak 1984 sampai 2005, sudah 300 anak yang dijual,'' kata Kapolres Bekasi, Komisaris Besar Edward Syah Pernong. Jumlah tersebut didapat dari keterangan tersangka, dokumen yayasan, serta tujuh saksi. Diketahui pula, para bocah itu dibawa ke Jerman, Belanda, dan Malaysia. Polisi masih menyelidiki, apakah praktik perdagangan anak ini merupakan sindikat atau pribadi tersangka.

Modus operandi tersangka tak jauh beda dengan para tersangka penjual bayi lain yang sudah sering digaruk polisi. Yakni dengan cara menampung ibu hamil --biasanya dari kalangan bawah-- yang memang tak menghendaki kehadiran si bayi. Si ibu merasa tak sanggup merawat darah dagingnya sendiri --bisa lantaran hamil di luar nikah, atau tekanan ekonomi.

Bayi yang lahir kemudian dijual ke mancanegara dengan harga mencapai Rp 25 juta. Belum diketahui berapa bagian si ibu kandung. Namun, anehnya, menurut penuturan seorang warga, si ibu biasanya tak mendapat bagian sama sekali. ''Malah selama ditampung, mereka disuruh membantu beres-beres di yayasan,'' ujarnya.

Penuturan warga, bila lagi ramai, yayasan itu pernah sampai menampung 15 bayi. Belakangan, jumlahnya terus menyusut. Ada dugaan, itu lantaran pihak yayasan tak mau membagi keuntungan kepada para ibu yang telah menyerahkan bayinya.

Akhirnya, tinggallah Ismi seorang yang, entah kenapa, tak jua laku. Ismi pun jadi pelampiasan kekesalan selama bertahun-tahun. Tersangka mengaku melakukannya lantaran kesal Ismi kerap bandel. Bisa jadi, tersangka jengkel lantaran ''dagangannya'' itu tak laku-laku.

Terungkapnya lagi kasus perdagangan anak berlabel yayasan ini membuat geram banyak pihak. ''Nama yayasan itu cuma kedok belaka,'' kata Afrinaldi, Kepala Sub-Direktorat Pelayanan Sosial Anak Balita Departemen Sosial. Ia menegaskan, pihaknya akan semakin mengetatkan pengawasan yayasan-yayasan semacam ini.

Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi, mengecam ulah tersangka yang mendagangkan bayi. Ia juga mengutuk penyiksaan terhadap bocah Ismi. ''Itu perbuatan keji,'' katanya. Supaya tak terulang lagi, Kak Seto menegaskan, pihaknya akan melakukan verifikasi bersama Departemen Sosial terhadap yayasan-yayasan berkedok kegiatan sosial.

Taufik Alwie, Deni Muliya Barus, dan Elmy Diah Larasati
[Kriminalitas, Gatra Nomor 3 Beredar Senin, 28 November 2005]

http://www.gatra.com/artikel.php?id=90234

Kirim email ke