*M**eski tidak semua bahan pengawet berbahaya, orang tua hendaknya tetap
berhati-hati. Bahan pengawet yang dikatakan aman, jika dikonsumsi melebihi
dosis maksimum pun tetap berbahaya. *
Adakah makanan dalam kemasan yang tanpa bahan pengawet? Rasanya pertanyaan
tersebut terdengar aneh di zaman sekarang ini. Betapa tidak, nyaris setiap
hari perut kita tak pernah absen menerima pasokan makanan berbahan pengawet.
Jajanan bocah di warung-warung, juga aneka camilan dan minuman di
supermarket semuanya diduga kuat mengandung bahan makanan berpengawet.
Bahkan, aneka saus dan selai pun mengandung bahan pengawet. Terlebih sumber
makanan hewani dan nabati yang dikemas dalam kaleng. Dokter kandungan
biasanya tidak menganjurkan ibu hamil mengonsumsi makanan dalam kemasan
kaleng ini.
Menurut *Dr. Sri Durjati Boedihardjo*, ada beberapa alasan mengapa para
pembuat makanan mengawetkan produk mereka. Salah satunya karena daya tahan
kebanyakan makanan memang sangat terbatas dan mudah rusak ( *perishable*).
Dengan pengawetan, makanan bisa disimpan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan
dan ini jelas-jelas sangat menguntungkan pedagang.
Alasan lain, beberapa zat pengawet berfungsi sebagai penambah daya tarik
makanan itu sendiri. Seperti penambahan kalium nitrit agar olahan daging
tampak berwarna merah segar. Tampilan yang menarik biasanya membuat konsumen
jatuh hati untuk membelinya.
Menurut pakar gizi dari RS Internasional Bintaro, Banten, secara garis besar
zat pengawet dibedakan menjadi tiga. Ada GRAS (*Generally Recognized as Safe
*) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak berefek racun sama
sekali. Jenis berikut adalah ADI (*Acceptable Daily Intake*), yang
selalu ditetapkan
batas penggunaan hariannya (*daily intake* ) guna melindungi kesehatan
konsumen. Terakhir adalah zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi,
alias berbahaya seperti boraks, formalin dan rhodamin B. Formalin, misalnya,
bisa menyebabkan kanker paru-paru serta gangguan pada alat pencernaan dan
jantung. Sedangkan penggunaan boraks sebagai pengawet makanan dapat
menyebabkan gangguan pada otak, hati, dan kulit.
*PENGAWETAN ALAMI*
* *DENGAN GARAM *
Salah satu metode pengawetan alami yang sudah dilakukan masyarakat luas
selama bertahun-tahun adalah penggunaan garam atau NaCl. Larutan garam yang
masuk ke dalam jaringan diyakini mampu menghambat pertumbuhan aktivitas
bakteri penyebab pembusukan, sehingga makanan tersebut jadi lebih awet.
Pengawetan dengan garam ini memungkinkan daya simpan yang lebih lama
dibanding dengan produk segarnya yang hanya bisa bertahan beberapa hari atau
jam saja. Contohnya ikan yang hanya tahan beberapa hari, bila diasinkan bisa
disimpan selama berminggu-minggu. Tentu saja prosedur pengawetan ini perlu
mendapat perhatian karena konsumsi garam secara berlebihan bisa memicu
penyakit darah tinggi. Apalagi jika keluarga si anak memiliki riwayat
hipertensi.
* *DENGAN SUHU RENDAH*
Metode lain yang dianggap aman adalah pengawetan dengan menyimpan bahan
pangan tersebut pada suhu rendah. Suhu di bawah nol derajat Celcius mampu
memperlambat reaksi metabolisme, disamping mencegah perkembangbiakan
mikroorganisme yang bisa merusak makanan.
Prosedur pengawetan melalui pembekuan ini bisa membuat makanan awet disimpan
selama berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Meski begitu, kualitas makanan
yang dibekukan tetap saja berkurang sedikit dibandingkan makanan segarnya.
Selain itu, pembekuan juga berpengaruh terhadap rasa, tekstur dan warna
maupun sifat-sifat lain dari makanan tersebut.
* *DENGAN PENGERINGAN*
Cara lain yang juga kerap dilakukan untuk mengawetkan makanan adalah
pengeringan karena air bebas merupakan faktor utama penyebab kerusakan
makanan. Semakin tinggi kadar air dalam makanan tertentu, maka semakin cepat
proses kerusakannya. Melalui proses ini, air yang terkandung dalam bahan
makanan akan diminimalkan. Dengan begitu, mikroorganisme perusak makanan
tidak bisa berkembang biak.
Seperti halnya makhluk hidup yang kita jumpai sehari-hari, baik jamur,
kuman, maupun bakteri memerlukan air untuk bisa bertahan hidup. Namun agar
hasilnya bisa maksimal, proses pengeringan harus berjalan sempurna. Jika
tidak, jamur dan mikroba tetap bisa tumbuh pada makanan yang berarti tidak
aman lagi dikonsumsi.
Lebih lanjut, ahli gizi yang kerap disapa Ndung ini menuturkan, berdasarkan
Permenkes No.722/88 terdapat 25 jenis pengawet yang diizinkan untuk
digunakan dalam makanan. Meski termasuk kategori aman, hendaknya bahan
pengawet tersebut harus digunakan dengan dosis di bawah ambang batas yang
telah ditentukan.
*BAHAN-BAHAN PENGAWET YANG DIIZINKAN:*
1. asam benzoat,
2. asam propionat,
3. asam sorbat,
4. sulfur dioksida,
5. etil p-hidroksi benzoat,
6. kalium benzoat,
7. kalium sulfit,
8. kalium bisulfit,
9. kalium nitrat,
10. kalium nitrit,
11. kalium propionat,
12. kalium sorbat,
13. kalsium propionat,
14. kalsium sorbat,
15. kalsium