Sejarah Ringan Lalu-lintas
Indonesia.<http://209.85.171.104/translate_c?hl=en&sl=hi&tl=en&u=http://andiku.wordpress.com/2008/04/26/sejarah-ringan-lalu-lintas-indonesia/>

Siang itu jadilah kami bertiga (Saya, Pak Let.Kol.Polisi Baedhowey, Pak
Yakub Abdullah, Bogor). Untuk berangkat menjenguk Mas Idham Suganda
(Mubaligh Bogor) yang sedang sakit di rumahnya di Sukabumi. Saya kebetulan
yang menyetir mobil. Sambil menceritakan perjuangan agama, membahas beberapa
hukum-hukum Islam, dan juga membahas hukum-hukum lalu lintas dan
sejarah-sejarah ringan masalah lalu lintas, dimana Pak Baedhowey adalah
ahlinya karena beliau adalah seorang polisi, dia sering juga menjadi
Instruktur sekolah dan Training di instansi kepolisian.  Beliau bertanya
kenapa Nomor polisi Jakarta itu dikode dengan huruf "B" kok tidak huruf "J"?
  Inilah jawaban beliau sendiri…

*1.* *Mengapa Nomor Polisi Jakarta itu di kode dengan Huruf "B"?*

 Penggunaan tanda nomor kendaraan bermotor di Indonesia, terutama di Jawa,
merupakan warisan sejak zaman Hindia Belanda, yang menggunakan kode wilayah
berdasarkan pembagian wilayah karesidenan. Awalnya tidak ada orang Indonesia
yang memiliki mobil. Dan biasanya orang-orang Indonesia yang kaya adalah
orang yang tinggal disekitar pelabuhan, mereka biasanya adalah saudagar
nasional dan internasional, yang kedua adalah orang-orang yg menjadi juragan
perkebunan, sebagai "ndoro" perkebunan tidak heran bila uang mereka
banyak. Sampailah
saatnya orang kaya pertama di Indonesia memiliki mobil, dan orang pertama
tersebut adalah orang Banten (pelabuhan) maka mobilnya di beri kode
"A". diikuti
nomor. nantinya bila ada orang Banten yg punya mobil tinggal nomornya saja
yg diberi nomor urutannya, tetapi kode awalnya tetap "A". Selanjutnya orang
Batavia (betawi, pelabuhan) yang membeli mobil, sesuai urutan abjad, maka
mobil orang ini oleh pemerintah Belanda di beri kode "B" diikuti nomor ..,
selanjutnya semua mobil duta dan consul diberi kode C yg saat ini menjadi
CD.  Kemudian seorang "ndoro" perkebunan di Bandung membeli mobil maka di
kode "D", orang kaya Cirebon (pelabuhan) juga kemudian beli, maka "E", orang
kaya Bogor (perkebunan) juga beli, maka "F", orang kaya Pekalongan
(pengusaha kain) kemudian beli, maka "G", orang kaya Semarang (pelabuhan)
juga beli mobil, maka nomor polisinya "H".  dst…

Kira-kira apa yang kita pikir tentang Huruf "Z" (Sumedang, Tasik dan Garut)
dan kota-kota yg sudah tidak kebagian abjat alphabet tunggal?  seperti AA
(Kedu), AB (Jogya). Apakah mereka adalah orang-orang kaya belakangan? belum
tentu karena "Z" untuk Tasik adalah hasil modifikasi kepolisian belakangan
ini. termasuk "W" untuk Jombang yg sebelumnya menggunakan "L" juga,  Tetapi
sebagian besar memang menggambarkan urutan orang-orang yg "berhasil kaya" di
Indonesia. (ha.. ha .. ha .., untuk orang - orang yang nomor polisi mobilnya
dua huruf, Peace… ah, he .. he .. he ..)

*2.* ***Mengapa Jembatan2 jalan raya buatan Belanda, tahan lama?* **

Sebenarnya konstruksinya hampir biasa-biasa saja, tetapi Belanda merancang
jembatan, bagaimana mobil yg akan melaluinya bisa pelan-pelan. Maka jalan
masuk jembatan dan keluar jembatan itu harus dibuat menikung, bila perlu
malah menikung tajam 90 derajat agar kendaraan mau-tidak mau mengerem
kendaraannya. Alhasil mereka masuk ke jembatan dengan pelan-pelan, keluar
jembatan pun mereka pelan-pelan karena jalan masih menikung.  Akhirnya
jembatanpun menjadi awet. Bahkan ada yg tahan 100 tahun lebih. Bandingkan
dengan jembatan-jembatan buatan setelah itu.

***3* *Mengapa Jarak antar kota di Jawa rata-rata ± 60 km?* **

Perhatikan: Jakarta - Bogor ± 60 km, Bogor - Sukabumi ± 60 km , Sukabumi -
Cianjur ± 60 km, Cianjur - Bogor ± 60 km, Cianjur - Bandung ± 60 km, Bandung
- Garut ± 60 km, Garut - Tasik ± 60 km, Rangkasbitung - Banten ± 60 km
dst. (atau
sekitar 60 an lah.he..he.. peace.). Mengapa 60 km? Karena Pemerintah Belanda
saat itu merancang jarak kota, juga mempunyai peri-kehewanan, yaitu
memikirkan kuda. Kuda standard itu setelah berjalan 60 km perlu istirahat
besar (beda dengan kuda modif, he.. he.. he..), yaitu makan dan minum dan
istirahat cukup. Nah untuk bisa minum dan makan, sebaiknya ditempat itu
sudah ada daerah yg dihuni manusia, sehingga biasanya ada sumur, ladang,
lapangan, alun-alun sehingga tersedia air dan rerumputan yg bisa disabit
untuk si kuda.

*4.**4* *Mengapa mobil tanpa hidung / moncong dibuat.* *(Carry, Zebra,
Espass dsb.)*

Mobil dengan hidung (bagian mesinnya didepan), sebenarnya lebih nyaman dan
lebih aman dari pada mobil tanpa hidung (bagian mesinnya dibawah jok
pengemudi), mengapa? kedua jenis mobil ini, dengan kecepatan yang sama bila
terjadi tabrakan frontal maka tingkat melukainya thdp pengemudi akan lebih
parah yg tanpa hidung, dan biasanya menggencet si pengemudi.  Berbeda dengan
mobil yg punya moncong. Sebagian dari sedan Honda bahkan telah didesign
mengurangi impact orang yang ditabrak juga. Mobil-mobil berhidung zaman dulu
umumnya bumpernya full besi, sehingga orang yang tertabrak saat kecepatan
diatas 45 km/jam bisa meninggal.  Pada saat pemerintahan Jepang masih
berkuasa di Indonesia, banyak orang Indonesia yang mengemudikan kendaraan
mengantuk, hal ini banyak menimbulkan kecelakaan. Mobil menabrak rumah,
pohon bahkan menabrak orang yg sedang berjalan di tepi jalan. Disinyalir
penyebabnya adalah suasana kabin yang cukup senyap, nyaman, tidak panas,
karena mesinnya didepan, ditambah lagi pada saat itu si pengemudi banyak
yang kekurangan gizi yg berakibat saat mengemudikan kendaraan sering
mengantuk, maklum zaman penjajahan, kebutuhan gizi amatlah kurang.  Para
petinggi Indonesia saat itu akhirnya mengusulkan kepada pemerintahan Jepang
agar mendesain mobil yang tidak mudah membuat ngantuk, yaitu yang tidak
nyaman, taruh saja mesinnya dibawah pengemudi. Para engineer Jepang
terheran-heran dengan usulan ini. Tapi rancangannya tetap diselesaikan. Jadilah
saat itu mobil dengan mesin di bawah pengemudi, agar berisik, tidak nyaman,
dan yg "hot" lagi adalah di bawah pengemudi ada pemanas. jadi deh supirnya
pada melek. Kalau masih ada yang mengantuk ya memang bawaan bayi kali ya. Juga
sang supir mikir terus "mobil ini tidak ada moncongnya kalau nabrak aku bisa
gepeng" (qodar ya.), Setidaknya ini membuat mereka terjaga saat mengemudi.

Saat ini banyak sekali mobil tanpa moncong berkeliaran di jalan raya, bahkan
bisa dikatakan juga mobil rakyat. (Untuk penggemar mobil tanpa moncong,
peace ah..).

Inilah sebagian yg saya bisa tangkap dari obrolan dengan Pak Let.Kol.
Baedhowey. dan tidak terasa kami sudah memasuki daerah sukabumi, sebentar
lagi kami akan tiba dirumah Mas Idham Suganda. Dengan sejarah kadang kita
bisa mengenali sesuatu lebih baik.  Untuk itu kenalilah sejarah dirimu,
keluargamu, juga jangan lupa… sejarah. QHJ
taken from

http://andiku.wordpress.com/2008/04/26/sejarah-ringan-lalu-lintas-indonesia/

-- 
Aldo Desatura (R) & (c)
62.0817.19.40.50
========
" hanya atas kasihnya, hanya atas kehendaknya kita masih bertemu matahari
.... "


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke