Karinding: Ditempel, dipukul, atau disentir
oleh : Mahanagari

Pameran Kaos Mahanagari di Galeri Rumah  Teh
medio tahun 2007 adalah awal perkenalan Mahanagari dengan benda bernama
Karinding. Saat itu Mahanagari dan orang-orang yang datang ke pameran
berkesempatan untuk menyaksikan konser ‘mini’ dari seorang local
genius, Dodong Kodir. Kami menyapanya kang Odong. Saya, dengan jidat
mengkerut dan wajah keanehan, kurang bisa menikmati sajian musik yang
dimainkan kang Odong karena bunyinya terdengar baru. “musik yang aneh”,
pikir saya dalah hati. Beliau bereksperimen dengan alat
musik ‘ciptaannya’ sendiri. Ada pipa bekas, tempat pakan ayam, tali
sepatu, per, dan berbagai perkakas bekas lainnya. Dia menyebut musiknya
sebagai musik sampah. Terkecuali satu alat musik yang bentuknya imut
dan dimainkan dengan menempelkannya ke mulut. “Namanya apa kang
Odong?”, tanya saya tentang alat musik yang ngegantung di lehernya itu.
“Karinding”, jawab pria gondrong tersebut.   

Di lain kesempatan, Mahanagari bertemu dengan seorang budayawan yang
sudah lama menekuni dunia Karinding secara utuh, Kang Yoyo dan Opa
Felix, senior tour guide eksentrik yang mengkampanyekan Indonesia lewat
konsep Kampung Tournya. Kalau Kang Odong dan Karindingnya punya gaya
yang lebih kontemporer, Kang Yoyo & Opa Felix, cenderung memaknai
Karinding secara tradisi. “Demi mempertahankan keorisinalitasnya”,
terang Opa. Mahanagari, Kang Yoyo & Opa pernah mengisi acara
tentang Karinding di kampus STBA pada Februari 2008.     Sihir
Karinding kami bawa ke CiWalk, sebuah mall di kawasan jl. Cihampelas Bandung. 
Mahanagari memboyong Kang Dodong dan Pak
Asep Nata, musisi sekaligus dosen musik di STSI Bandung, untuk
mempresentasikan Karinding di depan orang-orang yang seliweran keluar
masuk atau nongkrong di mall tersebut. Begitu si mungil Karinding
nempel di mulut kedua jagoan musik itu, siapa yang sangka alunan jazz
hingga blues bisa keluar dari Karinding. 

Sekarang
cerita aja, yuk, apa itu Karinding. Karinding adalah alat musik imut
yang dimainkan dengan cara ditempelkan di mulut lalu dipukul-pukul
ujungnya atau disentir melalui tali. Getaran antara si karinding dan
mulut digabung dengan udara dari mulut menghasilkan suara yang gak
biasa. “Tweew..tweew. ..”, begitulah. Ukuran standar karinding adalah
panjang 10 cm dan lebar 2 cm. Karinding di Indonesia umumnya terbuat
dari bambu meski di beberapa tempat terbuat dari pelepah
enau/aren/kawung dan logam. Sekarang Karinding dapat disebut sebagai
alat musik karena dia menghasilkan bunyi. Kerennya lagi, Karinding itu
lebih dari sekedar bunyi. Pertama, ada Karinding Lanang (Jantan) dan
Karinding Wadon (betina). Karinding Lanang menghasilkan suara yang lebih
tinggi dan nyaring sedangkan karinding Wadon sebaliknya. Penggunaannya
gak cuma untuk menghibur, tapi juga dimainkan dalam upacara adat.
Karinding tradisional hanya dapat menghasilkan nada yang sama.
Karenanya diatas panggung, Karinding akan lebih terdengar ajaib dan
unik bila digabungkan dengan alat musik lainnya, apakah itu gitar,
Suling, Kecapi, dan gamelan. 
 
   Nah,
yang
unik lagi dari Karinding adalah fakta bahwa dia bukan alat musik
tradisional milik orang Sunda saja atau hanya ada Indonesia, melainkan
alat
musik dunia. Menurut pak Asep, Karinding ini sudah ada sejak
jaman batu. “dia adalah alat musik purba”, jelas Pak Asep. Namun
bagaimana sejarah terciptanya Karinding sendiri, beliau justru masih
belum dapat menjelaskan lebih lanjut. "Saya hanya bisa memberitahu nama
dan foto-foto Karinding yang terdapat di belahan dunia, seperti di
Amerika Selatan", ujarnya lagi.
Berhubung Karinding ini alat musik dunia,
maka setiap benua setiap negara bahkan untuk lebih spesifiknya lagi,
setiap daerah di dunia ini punya istilah yang berbeda-beda untuk
menyebut Karinding. Istilah Karinding diberikan oleh orang-orang Jawa
Barat. Bila kamu pergi ke Jawa tengah, alat musik ini bernama Rinding.
Genggong kalo di Bali dan Tung kalo di Kalimantan. Beda lagi kalo kamu
ke Lombok atau ke Sumatera, bahkan di Eropa dan Amerika.
  

Bila dimisalkan dari satu bambu bisa tercipta 10 Karinding, maka hanya
dua atau tiga saja yang lolos dan mulus menjadi the real Karinding.
Salah satu kearifan warisan karuhun kita yang sudah seharusnya
diteruskan. Sesuatu dilabeli nilai filosofis dan makna yang dalam.
Maksud hati mungkin untuk mendewakan Tuhannya, namun sikap ini juga
ternyata bisa menjaga proses menghargai kualitas.... Lihat foto dan baca 
artikel selengkapnya di www.mahanagari. com atau klik disini. 


-ulu-


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke