Pantai Cimaja Mendunia, Tetapi Belum Terurus

Tiga objek wisata laut yang belakangan ini mulai dikenal sebagai
Balinya Jawa Barat yakni Pantai Cimaja, Karang Pakpak, dan Ombak
Tujuh, dalam dua pekan ini terlihat dibanjiri penggila olah raga
selancar air (surfing). Para surfer (peselancar) sengaja datang dari
Jakarta, Bandung, dan sejumlah kota besar lainnya, dengan peralatan
lengkap sekadar untuk menjajal nyali menaklukkan puncak gelombang yang
berharap lebih tinggi dari hari biasanya.

 Pantai Cimaja yang berlokasi di Desa Cimaja, Kecamatan Cikakak, Kab.
Sukabumi, merupakan pantai yang menjadi tujuan utama. Pantai paling
terkenal di antara ketiga pantai, yang berada di gugusan pantai laut
selatan Kab. Sukabumi dengan panjang hingga 117 kilometer. Popularitas
Pantai Cimaja sebagai kawasan surfing di dunia internasional, tak
terlepas dari lahirnya atlet peselancar tingkat dunia asal Indonesia
yang tergolong masih belia Sandi Selamat (16). Pantai yang berjarak
sekitar tiga belas kilometer arah utara Kota Pelabuhan Ratu, beberapa
kali dijadikan arena lomba selancar tingkat nasional dan
internasional.

Kontur pantai yang berbeda dengan pantai pada umumnya, menjadikan
Pantai Cimaja sebagai objek sangat menarik untuk dikunjungi.
”Sepanjang pantai berhiaskan bebatuan kali yang bentuknya hampir sama
bulat,” ujar Luluh, pengelola salah satu hotel di Jalan Raya Pelabuhan
Ratu-Cisolok.

Jarak tempuh dari Jakarta ke Cimaja sekitar 120 kilometer dan dari
Bandung mencapai 203 kilometer, seakan bukan menjadi penghalang.
Hampir setiap akhir pekan, antara Jumat hingga Minggu kawasan pantai
selalu penuhi peselancar.

Tidak hanya masyarakat sekitar atau atlet asal Jakarta dan Bandung,
tetapi juga ekspatriat yang bekerja di sejumlah kota besar di tanah
air menjajal gelombang Cimaja. Hal ini pula yang menjadikan Cimaja
mengantongi predikat Bali-nya Sukabumi.

Pantai Cimaja semakin mendunia, saat  peselancar Sandi Selamat tampil
di ajang kejuaraan surfing Asia Pasifik di Eropa,  di Prancis,
September tahun lalu. Para peselancar tingkat dunia seakan dibuat
penasaran, akan kemahiran pemuda asal Cimaja tersebut. Oleh karena
itu, ketika kejuaraan berkelas internasional Indonesian Surfing
Championship, Coca-Cola Indonesian Surfing Championship Tour, dan The
Billabong Pro Java digelar, peserta pun membeludak.

Sarana akomodasi dan transportasi di Cimaja, relatif mudah. Untuk
pondokan dan hotel, wisatawan dapat memilih mulai dari yang kelas
non-bintang (melati) hingga non-bintang berfasilitas bintang dengan
harga sangat terjangkau. Demikian pula halnya dengan sarana
berselancar. Ada banyak tempat penyewaan, penjual hingga jasa
perbaikan papan selancar. Harganya pun sangat  bervariasi, tergantung
merek.

Seperti yang ditawarkan Pak Endin, berbagai jenis papan selancar
tersedia. Ada papan selancar berjenis knee board karena dipakai dengan
cara berlutut, short board yang dipakai dengan cara berdiri normal,
serta long board atau malibu yang lebih klasik dan menyenangkan, serta
mini malibu yang berukuran lebih pendek dari malibu. Harga papan-papan
selancar ini berkisar antara Rp 5 juta hingga Rp 10 juta. Semuanya
handmade yang lazim dipakai oleh para legenda peselancar.

Namun, sangat disayangkan, sebagai salah satu tujuan wisata dan juga
kawasan berolah raga yang mulai mendunia, kawasan Pantai Cimaja tidak
didukung dengan fasilitas maupun penataan layaknya satu objek wisata
atau kawasan berolah raga air.

Untuk menuju bibir pantai, bagi pengunjung yang memaksakan diri
membawa kendaraan, terlebih dahulu harus melewati tanah kosong yang
jaraknya cukup jauh dan kebun warga. Sementara bila berniat jalan
kaki, bisa memotong jalan melalui Didesa Resort, tentunya dengan
terlebih dahulu meminta izin kepada pihak hotel.

Di lokasi surfing, sama sekali tidak ada bangunan untuk fasilitas
wisatawan maupun wisatawan khusus untuk berselancar, terutama
peselancar asing. Bila beristirahat, mereka hanya bisa duduk di
bebatuan yang berserakan dan berteduh di pepohonan pandan pantai.
”Tidak ada fasilitas khusus bagi mereka. Kalau mereka ingin buang air
atau mandi terpaksa harus berlari dulu ke hotel. Tidak ada kafe maupun
gazebo untuk tempat makan dan beristirahat. Padahal, kalau mereka
sudah bermain surfing bisa seharian,” ujar Pak Endin.

Ya, hingga kini belum ada tanda-tanda Cimaja akan dilirik dan
dikembangkan sebagaimana kawasan uji nyali berselancar pada umumnya di
tanah air. (Retno HY/”PR”)***

web: http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=131170

Kirim email ke