Wa'alaikum salam wa rahmatullah wa barakatuh ...

Ada penjelasan yang sangat bagus tentang masalah ini. Yaitu dari buku karya
Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani dengan judul "Polemik Seputar Hukum
Lagu dan Musik". Judul aslinya "Tahrim alatit Tharab". Insya Allah sudah
diterjemahkan dan diterbitkan oleh beberapa penerbit di Indonesia. Untuk
memahami tulisan karya Syaikh Albani ini harus ekstra teliti dan dengan
konsentrasi tinggi, karena tulisan ini sangat ilmiyah dengan banyak kosa
kata kosa kata khusus.

Pada bab Mazhab Para Ulama dalam Mengharamkan Alat Alat Musik dari buku
tersebut, Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani Rahimahullah membuat
kesimpulan,
"Bahwa para ulama dan ahli fikih -diantaranya adalah Imam yang empat-
sepakat mengharamkan alat alat musik, mengikuti hadits hadits nabi dan
riwayat riwayat dari para ulama As Salaf..." (Syaikh Muhammad Nashiruddin al
Albani, Polemik Seputar Hukum Lagu dan Musik, Penerjemah Abu Umar Basyir,
Darul Haq, Cet. I, November 2002, hal. 119).

Tetapi ada perbedaan hukum dengan rebana. Berkata Syaikh pada halaman lain:
"... rebana itu berbeda hukumnya dengan seluruh alat musik lainnya, sebab ia
dibolehkan untuk ditabuh oleh kalangan wanita pada saat pesta pernikahan..."
(Idem hal. 116).


Kemudian terkait dengan pertanyaan ukhti Ery, kenapa diharamkan dan dimana
logika haramnya?
Alhamdulillah Syaikh al Albani melengkapi pembahasannya dengan bab khusus
yang sangat memukau yaitu bab 'Hikmah Diharamkannya Nyanyian dan Alat
Musik'. Amboi, inilah cerdasnya syaikh dalam mengupas permasalahan. Tetapi
perlu digarisbawahi bahwa dalam beragama intinya adalah ketaatan. Kita boleh
mencari hikmahnya tetapi itu bukan tujuan. Ada kalanya hikmah dari perintah
dan larangan agama itu bisa kita ungkap tetapi kadang dan banyak juga yang
tidak bisa kita ungkap.

Berikut saya kutipkan nasihat Syaikh al Albani yang sangat bagus dalam bab
ini,
"Oleh sebab itu sungguh merupakan kewajiban bagi setiap muslim untuk segera
berusaha mentaati Allah. Tidak dibolehkan melalaikannya hingga mengetahui
hikmahnya terlebih dahulu. Karena perbuatan semacam itu termasuk yang
bertentangan dengan hakikat keimanan yang artinya berserah diri secara
mutlak kepada Allah yang menetapkan syariat. Allah berfirman (yang artinya):
'Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan ynag kamu
berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An Nisaa': 65)". (Idem hal
157-158).

Pada halaman berikutnya Syaikh melanjutkan,
"Riwayat yang paling menakjubkan yang pernah kami dengar dari perjalanan
hidup para shahabat, berkaitan dengan sikap mereka yang lebih mementingkan
taat kepada Rasulullah, meskipun tidak sesuai dengan keinginan hawa nafsu
mereka dan kepentingan pribadi mereka adalah ucapan Zhuhair bin Rafi'.

Diriwayatkan bahwa ia menceritakan: "Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam
melarang kami terhadap suatu perbuatan yang dahulu AMAT bermanfaat bagi
kami. Namun ketaatan kepada Allah dan RasulNya bagi kami lebih bermanfaat.
Beliau melarang kami untuk melakukan muhaqalah terhadap kebun kami. Maka
kamipun menyewakannya dengan bayaran sepertiga, seperempat hasil atau dengan
jenis makanan tertentu." Diriwayatkan oleh Muslim dan yang lainnya.

Bentuk ketaatan semacam itu mengingatkan penulis (Syaikh al Albani) dengan
ketaatan yang membuat tercengang para jin yang kemudian beriman. Yakni
ketika mereka datang menemui Nabi shallallahu'alaihi wa sallam, untuk
mendengarkan bacaan shalat beliau pada waktu fajar yang diisyaratkan pada
awal surat al Jin:

"Katakanlah (hai Muhammad): 'Telah diwahyukan kepadaku bahwasannya:
sekumpulan jin telah mendengarkan (al Qur'an), lalu mereka berkata:
"Sesungguhnya kami telah mendengarkan al Qur'an yang menakjubkan, (yang)
memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan
kami sekali kali tidak akan mempersekutukan seorangpun dengan Tuhan kami."
(al Jin: 1-2).

Mereka melihat para shahabat beliau melakukan shalat sebagaimana beliau
shalat, ruku' sebagaimana beliau ruku', dan bersujud sebagaimana beliau
bersujud. Ibnu 'Abbas radhiyallahu'anhuma berkata: "Mereka tercengang
melihat ketaatan para shahabat kepada beliau." (Idem hal. 160).


Amboi, kapan kita bisa seperti para shahabat yang ketaatannya bisa membuat 
tercengang para jin.



Wassalamu'alaikum
Chandraleka

----- Original Message ----- 
  4a. Semua alat musik haram..?
  Posted by: "Ery Sy" ery_syahminu...@yahoo.com   ery_syahminudin
  Fri Sep 11, 2009 2:34 am (PDT)


  Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
  saya juga mau tanyakan mengenai alat musik,... kenapa semua alat musik
dikategorikan haram....dimana logika haramnya..? apakah ada dalilnya baik
dalam alqur'an maupun hadist....? mohon pencerahannya.

  Terima kasih
  Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

  Ery



Kirim email ke