Tiga Saksi Kasus Soeharto Sudah Dipastikan & Benarkan Dokumen * Tiga Saksi Kasus Soeharto Sudah Dipastikan Kompas, Sabtu, 02 Juni 2007
Jakarta, Kompas - Kejaksaan Agung mulai memastikan keterangan sejumlah saksi yang pernah memberikan keterangan dalam penyidikan perkara dugaan korupsi mantan Presiden Soeharto. Keterangan saksi itu digunakan untuk menguatkan barang bukti berupa fotokopi dokumen- dokumen, yang akan digunakan dalam menggugat perdata Soeharto dan Yayasan Supersemar. Direktur Perdata pada Bagian Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung Yoseph Suardi Sabda, Kamis (31/5), menyampaikan, tiga saksi sudah didatangi dan dipastikan keterangannya. Namun, Yoseph menolak menyebutkan siapa saja saksi yang dimintai keterangan itu. "Keterangan mereka menguatkan barang bukti dokumen yang kami miliki," kata Yoseph. Dengan demikian, meskipun bukti berupa fotokopi dokumen, diyakini hal itu dapat mendukung gugatan perdata atas perbuatan melawan hukum Soeharto dan Yayasan Supersemar. Rencananya, dalam gugatan tersebut, Kejaksaan selaku jaksa pengacara negara akan mengajukan ganti rugi materiil Rp 1,5 triliun dan imateriil Rp 10 triliun. Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Salman Maryadi mengatakan, Bagian Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam mencari saksi-saksi kasus Soeharto. Yoseph Suardi Sabda pernah menyampaikan, sebanyak 43 saksi yang pernah bersaksi saat pemeriksaan perkara Soeharto akan disortir lagi. "Dicari, siapa yang relevan untuk perkara perdata. Harus dipastikan juga mereka mau bersaksi dalam gugatan perdata," ujar Yoseph. Kasus PT Timor disidik "Dugaan kerugian negara, sesuai informasi tim penyidik, masih dihitung dengan meminta bantuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan," kata Salman Maryadi pada Kamis siang. Dihubungi Kamis malam, Elza Syarief, salah seorang pengacara Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto—pemilik PT TPN—mengaku sudah mendengar perihal penyidikan jaksa itu. Begitu pula kliennya. Namun, Elza menolak menanggapi dimulainya penyidikan perkara yang diduga melibatkan kliennya di PT TPN, yang tak lama dilakukan setelah penyidikan dugaan korupsi di Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh. "Kita lihat saja nanti," kata Elza. (idr) ================================ http://jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=288049 Sabtu, 02 Juni 2007, * Tiga Saksi Bank Benarkan Dokumen Rencana Gugatan Perdata Mantan Presiden Soeharto JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai memeriksa para saksi fakta atas rencana gugatan terhadap mantan Presiden Soeharto. Tiga saksi dari perbankan, misalnya, sudah memberikan keterangan yang menguatkan pernah mengetahui dokumen asli berisi aliran dana dari Yayasan Supersemar ke beberapa perusahaan kroni Soeharto, termasuk milik Tommy Soeharto. "Saya sudah memeriksa tiga saksi. Mereka menyatakan confirm atas dokumen fotokopi yang saya tunjukkan. Artinya, mereka menyatakan fotokopian itu benar asli adanya," kata Dachmer Munthe, ketua tim jaksa pengacara negara (JPN) gugatan Soeharto, kepada Jawa Pos kemarin. Ditanya soal siapa dan dari mana tiga saksi tersebut, dia menolak menjelaskan. "Saya nggak bisa menyebutkan. Itu terkait dengan strategi kami," ujar direktur Pemulihan dan Perlindungan HAM di JAM Datun tersebut. Yang pasti, kata dia, tiga saksi dari perbankan tersebut sangat kooperatif selama memberikan keterangan di gedung JAM Perdata dan Tata Usaha (Datun), kompleks Kejagung, Kamis lalu. Menurut Dachmer, tiga saksi itu akan dihadirkan dalam persidangan gugatan Soeharto. Keterangan mereka nanti dikuatkan dengan alat bukti lain, termasuk saksi-saksi lain. "Fotokopian itu juga menjadi alat bukti," ungkap jaksa senior tersebut. Dia menambahkan, selain tiga saksi itu, tim jaksa melanjutkan memanggil dan memeriksa beberapa pihak yang mengetahui aliran dana dari Yayasan Supersemar ke perusahaan kroni Soeharto, termasuk dari pengurus yayasan tersebut.(agm) ========================== * Kejaksaan Yakini Bukti Dokumen Soal Soeharto Cukup Kuat Sinar Harapan, 1 Juni 2007 Jakarta- Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan legalisasi fotokopi dokumen untuk berkas gugatan perdata terhadap Yayasan Supersemar bisa dikuatkan dengan pengesahan penyidik, notaris, atau pejabat yang berwenang. Dengan demikian, langkah gugatan terhadap Soeharto diyakini tak akan "bermasalah" dari barang bukti dokumen yang dimiliki Kejaksaan. "Jika dokumennya (asli) tidak ada, maka legalisasinya bisa dikuatkan dengan pengesahan penyidik, notaris, maupun pejabat yang berwenang," kata Direktur Perdata Kejaksaan Agung (Kejagung) Yoseph Suardi Sabda kepada SH , Kamis (31/5). Yoseph menambahkan, hingga saat ini Kejagung memang masih berusaha mencari dokumen asli guna melengkapi berkas gugatan perdata dalam kasus kosupsi pada Yayasan Supersemar yang pernah dipimpin mantan Presiden Soeharto. Akan tetapi, Yoseph menegaskan ketiadaan dokumen asli tersebut bukan menjadi halangan bagi Kejagung untuk tetap memperkarakan secara perdata. Sementara itu, Kapuspenkum Kejagung Salman Maryadi mengatakan pihaknya sedang menelusuri dokumen kasus mantan Presiden Soeharto. Kejagung, menurutnya, perlu mengklarifikasi apakah dokumen itu memang sebagian besar fotokopi atau hanya sebagian kecil saja. Menurut Salman, jaksa pengacara negara yang diketuai Bachmer Munte sedang mencari data-data dan bukti asli untuk pembuktian gugatan perdata. Secara terpisah, Kabid Penum Mabes Polri Kombes Pol Bambang Kuncoko meminta perbankan tidak diam saja dalam membantu menelusuri dugaan pencucian uang sebesar 10 juta dolar AS dari BNP Paribas ke Indonesia. Perbankan, menurutnya, harus proaktif mengungkap kasus dana milik Tommy Soeharto. (rafael sebayang) =============================== http://jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=287898 Jumat, 01 Juni 2007, * Jaksa Sidik Tommy Lagi Susul BPPC, Giliran Kasus Mobnas Timor JAKARTA - Kasus-kasus korupsi yang melibatkan Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto terus disidik Kejaksaan Agung. Setelah kasus BPPC (Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkih), jaksa membidik Tommy dalam kasus korupsi proyek mobil nasional (mobnas) Timor. Direktorat Penyidikan Kejagung telah mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) No 17/5.2/Fd./5/07, pada 28 Juni 2007. "Sprindik tersebut untuk pemeriksaan atau penyidikan kasus korupsi TPN (PT Timor Putra Nasional, Red)," kata Kapuspenkum Kejagung Salman Maryadi di gedung Kejagung tadi malam. Menurut Salman, kejaksaan menemukan indikasi tindak pidana korupsi dalam program mobnas. Ada penyalahgunaan letter of credit (L/C) dan kredit oleh sindikasi bank, meliputi Bank Bumi Daya (BBD) dan Bank Dagang Negara (BDN/kini jadi Bank Mandiri). "Penggunaan dananya tidak sesuai dengan ketentuan," tegas Salman. Mantan wakil kepala Kejati Bali itu menegaskan, dalam sprindik tersebut, tim penyidik diperintah mengumpulkan alat bukti untuk menentukan tersangka. "Tim penyidiknya beranggota enam jaksa," jelas Salman. Tim tersebut diketuai Urip Tri Gunawan. Tri adalah mantan kepala Kejari Klungkung, Bali, yang baru saja dimutasi menjadi Kasubdit di bagian JAM pidana khusus Kejagung. Ditanya nilai kerugian negara, Salman menjawab, semua masih dihitung oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Salman lantas membeberkan kronologi kasusnya. Pada 1998, PT TPN mendapatkan fasilitas kredit dari BBD berupa modal kerja ekspor USD 260,112 juta. Fasilitas tersebut diikat melalui perjanjian kredit antara BBD dan PT TPN pada 21 November 1998. "Dalam perjanjian tersebut, jaminan utamanya adalah stok mobil impor PT TPN, klaim asuransi, hak tagih (cessie) deposito atas pembelian stok mobil PT TPN dan PT TDN (Timor Distribusi Nasional)," jelas Salman. Menurut Salman, untuk mengembalikan kredit, BBD menetapkan bahwa seluruh hasil penjualan mobil milik PT TPN merupakan sumber pengembalian kredit. Karena itu, dananya harus masuk rekening penampung (escrow account). Itu berupa rekening giro dan deposito atas nama rekening PT TDN. Saat proses pengelolaan, diterbitkan 85 bilyet giro dan deposito atas nama PT TPN dan PT TDN senilai Rp 130 miliar sebagai salah satu jaminan pelunasan kredit. Selanjutnya, seluruh bilyet berikut aset dan dana PT TPN di rekening penampung diserahkan ke BPPN. Itu konsekuensi tidak terselesaikannya tunggakan kewajiban PT TPN ke negara. Dari jumlah tersebut, 30 bilyet dipegang Tim Pemberesan Aset (TPA), pengganti BPPN yang dibubarkan. Sedang 55 bilyet disita oleh Ditjen Pajak. Nah, setelah putusan Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan gugatan PT TPN pada 15 Juli 2004, Ditjen Pajak lantas menyerahkan 55 bilyet tersebut ke PT TPN. Padahal, 55 bilyet tersebut semestinya diserahkan ke negara melalui TPA. Dasarnya, status bilyet itu adalah jaminan atas kredit dari sindikasi bank. Mengenai 30 bilyet yang disimpan di kustodian BPPN/PPA, ternyata 24 di antaranya telah hilang alias raib. "Keluarnya 24 bilyet dari BPPN (PPA) dilakukan tanpa prosedur. Ini karena tanpa sepengetahuan BPPN," kata mantan kepala Kejari Jakarta Pusat itu. Dari informasi yang dikumpulkan kejaksaan, 17 di antara 24 bilyet tersebut atas nama PT TDN yang dicairkan oleh PT TPN. Rencananya, melalui 85 bilyet, PPA berencana menukar (set off) deposito dengan kredit PT TPN. Dengan begitu, nilai pinjamannya berkurang dari USD 260,112 juta. Kasus BPPC Dari Gedung Bundar, tim penyidik melanjutkan pemeriksaan saksi kasus korupsi penggunaan dana kredit likuiditas Bank Indonesia (KLBI) Badan Penyangga Pemasaran Cengkih (BPPC). Saksi yang diperiksa adalah Budi Hartanto, Dirut PT Cengkeh Tjap Pak Tani dan Genteng Gotri. "Tim penyidik menanyakan harga cengkih yang dibeli perusahaan tersebut dari BPPC," kata Salman. Menurut dia, cengkih yang dibeli didasarkan kualitas jenis gelondongan dan rajangan. Sesuai dengan ketentuan, per kilogram cengkih gelondongan Rp 12-14 ribu. Yang rajangan Rp 8 ribu. Ditanya apakah perusahaan rokok dipaksa membeli cengkih tersebut, Salman menegaskan tidak. "Kami berusaha mempelajari, apakah ada selisih harga pembelian cengkih dari BPPC dan petani," jelas Salman. Di tempat terpisah, Direktur Penyidikan M. Salim mengatakan, selain bos perusahaan rokok, tim penyidik berencana memanggil pengurus BPPC dan Inkud. "Selama ada kaitannya, semua akan dipanggil," kata Salim. (agm) =========== * Two businessmen skip AGO summons National News - Jakarta Post, Thursday, May 31, 2007 JAKARTA: Two businessmen expected to provide information to the Attorney General's Office (AGO) as witnesses in a corruption case allegedly involving Hutomo "Tommy" Mandala Putra failed to appear for questioning Wednesday...............