Refleksi: Apakah DPR diharuskan memahami substansi interpelasi ataukah yang 
pokok bagi mereka adalah fulus dan fasilitas-fasilitas yang dianugerahakan?

http://www.suarapembaruan.com/News/2007/06/07/Utama/ut02.htm

SUARA PEMBARUAN DAILY 

DPR Tak Pahami Substansi Interpelasi
[JAKARTA] Kegaduhan saat interpelasi nuklir Iran pada Selasa (5/6) lalu 
berdampak sangat luas terhadap citra DPR yang selama ini dikenal sebagai 
lembaga terhormat. Banyak kalangan, termasuk sejumlah anggota DPR mengaku, 
akrobat politik saat interpelasi telah memberikan tontonan tidak menarik untuk 
rakyat. 

Menurut Sekjen Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian 
Salang, Kamis (7/6), di Jakarta, selain memberikan tontonan tidak menarik, para 
anggota DPR juga tidak siap dengan interpelasi yang mereka gulirkan. Mereka 
tidak memahami substansi interpelasi sehingga menggeser ke persoalan lain yang 
tidak substantif. "DPR gagal mengawal tujuan interpelasi," kata Sebastian. 


Keluar dari Substansi 

Anggota Fraksi Partai Golkar (FPG) Akil Mochtar mengakui, perdebatan yang 
muncul saat interpelasi sudah keluar dari substansinya. DPR menggeser ke 
persoalan presiden harus hadir yang kemudian berbuntut pada multitafsir soal 
tata tertib (Tatib) DPR. 

"Juga apa relevansinya untuk kepentingan politik dalam negeri kita, itu kan 
politik luar negeri. Banyak persoalan rakyat yang tidak kita angkat. Dari sisi 
konsistensi politik, DPR juga ambigu. Dulu ada interpelasi banyak, mengapa 
sekarang berbeda," katanya. 

Karena itu, dia mempertanyakan kepentingan apa yang diusung anggota DPR saat 
interpelasi. Kalau kepentingan politik, sambungnya, hal itu wajar tapi jika ada 
keinginan menjadikan interpelasi sebagai panggung agar anggota DPR terlihat 
vokal, itu merupakan upaya membohongi rakyat. 

"Kalau ada keinginan seperti itu maka interpelasi hanya menjadi upaya 
membohongi rakyat, memainkan aspirasi rakyat. Apa yang membikin lembaga ini 
(DPR) terhormat atau tidak, ternyata perilaku para anggota DPR sendiri," 
tegasnya. 

Irmadi Lubis, juga anggota DPR dari Fraksi PDI 
Perjuangan mengatakan, forum paripurna soal Iran secara nyata dan jelas telah 
menggambarkan sistem demokrasi politik berkepala dua sedang dibangun. Sistem 
ini sangat mengerikan, di mana pada satu sisi partai politik menempatkan 
orang-orangnya di pemerintahan, dan di sisi lain kadernya di parlemen paling 
ribut melebihi partai oposisi. 

"Jika sistem ini terus kita bangun, maka hanya akan melahirkan badut-badut dan 
pelacur politik. Kita tidak tahu lagi bagaimana anak cucu kita menjalani 
demokrasi ala Indonesia seperti ini nantinya," tukasnya. 


Semangat Bermusuhan 

Rekannya, Taufiequrrachman Saleh dari Fraksi Kebangkitan Bangsa mengingatkan, 
semestinya anggota DPR fokus pada pencarian solusi. "Semangatnya masih 
bermusuhan, dan modalnya hanya saling menyalahkan," tuturnya. 

Wakil Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan di DPR Achmad Muqowam 
menambahkan, yang terjadi dalam sidang paripurna itu memberikan tontonan yang 
tidak menarik bagi masyarakat, yang berdampak pada citra DPR dan pemerintah. 
Perdebatan soal Tatib DPR dan kehadiran presiden, menurut dia, jangan sampai 
terjadi lagi di dalam sidang interpelasi berikutnya. 

Sementara itu, Presiden Yudhoyono, seperti disampaikan Juru Bicara Kepresidenan 
Andi Mallarangeng dan Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengatakan, 
persoalan substansial bukanlah hadir tidaknya Presiden di DPR, tetapi jawaban 
pemerintah. 

Seperti apa jawaban pemerintah atas interpelasi DPR itu harus didengar dulu. 
Sehingga pembatalan sidang interpelasi, kata Anas, menunjukkan ada permainan 
politik di DPR terhadap masalah interpelasi. [B-14/A-21] 



--------------------------------------------------------------------------------

Last modified: 7/6/07 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke