Mulut dan Perut ...
  Mulut dan perut merupakan bagian tubuh berongga yang di antara sekian banyak 
organ tubuh yang terdapat di dalamnya di antaranya adalah terorganisir dalam 
suatu sistem pencernaan. Tetapi dalam hal ini yang ingin saya bahas adalah 
dalam bahasa umum yaitu mulut dan perut. Di mana di dalam mulut terdapat satu 
indra pengecap rasa yaitu lidah, start pertama makanan yang masuk ke dalam 
sistem pencernaan.
  Dari perenungan saya menemukan ada ilmu sejati di antara mulut dan perut, 
yaitu ilmu tentang memilih agar tidak terjebak memilih yang ilusi dengan 
mengesampingkan yang sejati.
 Dalam proses makan atau minum, mulut merupakan gerbang pertama yang menerima 
makanan atau minuman. Di dalam mulut, makanan atau minuman tersebut yang utama 
pasti akan dirasakan oleh lidah dalam hal rasa (manis, pahit, asin, masam), 
tekstur (keras, lunak, serat) dan suhu (biasa, panas, dingin). Sedangkan perut 
yang terdiri dari sekian banyak organ tubuh yang mendukung sistem pencernaan, 
langsung mencerna begitu saja makanan atau minuman yang masuk melalui mulut, 
diproses hingga keluar produk inti yang didistribusikan ke seluruh organ sesuai 
alokasi kebutuhannya dan sisanya dikeluarkan dari tubuh berupa ampas baik padat 
maupun cair.
 Misalkan kita makan bakso, setelah itu minum es kelapa muda atau es campur, 
kira-kira pas ya ? Tentu enak kan ? Mak nyus.... gitu lho ! Apalagi kalau 
ditraktir, wuih... tuambah suiiip ! Perut menerima bakso terus ditambah es 
kelapa muda atau es campur, diproses langsung secara bersama-sama. Di dalam 
perut bakso bercampur dengan es degan. Perutnya protes atau tidak ? Pasti tidak 
kan ? Nah sekarang kira-kira bagaimana kalau percampuran antara bakso dan es 
degan kita awali sebelum masuk perut, kita campur dalam satu mangkok terus kita 
masukkan mulut, bukankah di dalam perut kondisinya juga seperti itu ? Mulutnya 
protes atau tidak ? Ya iyalah.... protes, gak enak yo rasane !
 Oo.... kalau begitu berarti mulut merupakan representasi dari hawa nafsu, 
sedangkan perut merupakan representasi dari qalbu kita, karena mulut masih 
membedakan terutama dalam hal rasa (terbukti kalau kita makan terasa enak, bisa 
habis banyak, walau kenyang tetapi masih ingin menambah, sebaliknya kalau 
merasa tidak enak, kita makan hanya sedikit malah terkadang tidak habis) 
sedangkan perut tidak membedakan apa yang masuk di dalamnya (yang penting bagi 
perut sebenarnya yang masuk haruslah bermanfaat dan dalam kadar yang 
secukupnya, sehingga sisa/residu dari proses pencernaan tidak terlalu banyak). 
Qalbu tidak pernah membedakan makanan itu enak atau tidak berlawanan dengan 
hawa nafsunya lidah, qalbu tidak pernah membedakan seseorang itu cantik atau 
ganteng seperti hawa nafsunya mata yang membedakan, qalbu tidak pernah 
membedakan suatu nada harmoni atau tidak sebagaimana hawa nafsunya telinga yang 
membedakan harmonisasi nada dan seterusnya.
 [Q.S. Al A’raaf (07) : 31] : ... makan dan minumlah, dan janganlah 
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang 
berlebih-lebihan.
  Memang salah satu karakter hawa nafsu adalah kecenderungan untuk 
berlebih-lebihan. Lihat saja saat ini, melalui berbagai media, gaya hidup 
selalu dipertontonkan setiap harinya, dijual dan dijadikan impian. Gaya hidup 
sudah menjadi komoditas yang laris manis di pasar dunia. Maka tak pelak siapa 
saja yang terhipnotis olehnya pasti menjadikannya sebagai sebuah obsesi dalam 
hidupnya yang berusaha untuk dipenuhi walau pun sebenarnya tidak perlu. Hanya 
mengejar bayang-bayang semu yang menipu, hanya untuk membentuk citra diri yang 
sebenarnya merugi, hanya untuk memenuhi ambisi yang pasti akan menjadi tragedi
 [Q.S. Muhammad (47) : 36] : Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan 
dan senda gurau. Dan jika kamu beriman dan bertakwa, Allah akan memberikan 
pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu.
 Satu contoh sederhana tentang gaya hidup adalah fenomena handphone yang saat 
ini bukan barang mewah lagi karena produsen sudah memasok untuk berbagai 
segmentasi pasar. Teknologi dan model handphone dalam hitungan bulan selalu ada 
perputaran, selalu keluar yang baru. Apalagi saat ini sudah menginjak teknologi 
komunikasi 3G [teknologi komunikasi yang memiliki kemampuan : memiliki 
kecepatan transfer data cepat (144kbps-2Mbps) sehingga dapat melayani layanan 
data broadband seperti internet, video on demand, music on demand, games on 
demand, dan on demand lain yang memungkinkan kita dapat memilih program musik, 
video, atau game semudah memilih channel di TV. Kecepatan setinggi itu juga 
mampu melayani video conference dan video streaming lainnya], handphone 
berbasis 3G pun sudah banyak tersedia di pasar, hanya sayangnya bagi mereka 
yang hanya latah mengejar gaya hidup, pasti langsung beli tanpa tahu apa itu 
3G, bagaimana aplikasi pemakaiannya dan seberapa mahal pulsanya. Beli
 handphone 3G tapi ternyata cuma dipakai ngomong sama sms saja, sungguh kasihan 
! Anak sekolahan sekarang lebih asyik ber-sms ria dengan temanya daripada 
membantu ibunya. Lebih parah lagi banyak di antara mereka yang dengan bangga 
merekam adegan mesumnya, seolah hal yang sangat biasa dan lumrah untuk 
dilakukan.
  Ada lagi satu contoh sederhana, yaitu budaya tidak pernah cukup, punya sepatu 
tidak cukup hanya 2 atau 3 saja melainkan mencapai belasan bahkan ada yang 
puluhan pasang. Punya tas tidak cukup hanya 2 atau 3 melainakan mencapai 
belasan bahkan ada yang puluhan. Sebab semua menyesuaikan, kalau pakai baju 
hijau maka seluruh aksesoris mulai atas sampai bawah harus senada. Coba berapa 
banyak yang hanya menjadi tumpukan di rumah karena tidak dipakai. Buakankah 
yang benar-benar kita miliki adalah yang kita pakai saat ini ? Kalau sudah atau 
jarang dipakai, kenapa tidak dikeluarkan saja dari rumah, diberikan kepada 
orang lain saja misalnya ? Sesungguhnya hal-hal seperti itu yang menumpuk di 
rumah hanya memboroskan energi kita, karena kita merasa memilikinya (melekat 
padanya / diperbudak / kepemilikan yang masih melekat di hati) maka tanpa kita 
sadari koleksi kita akan menyerap energi diri kita sehingga kita akan merasa 
resah seperti ada sesuatu yang kurang dan sebagi pelampiasannya
 biasanya kita akan membeli dan membeli lagi yang baru dan begitu seterusnya. 
Bukankah itu sikap yang berlebih-lebihan ?
 Makanya, ayo kita mulai dari diri kita sendiri dalam hal apa pun pilihlah yang 
sejati, pilihlah yang memang kita memerlukan, pilihlah segala hal yang membawa 
kemanfaatan dan kemaslahatan dunia akhirat. Jangan sampai berakhir tragedi. 
Tragedi yang memilukan yaitu tidak termasuk ke dalam golongan hambanya ALLAH. 
Bagai proses pencernaan yang menyisakan ampas/sampah yang harus dikeluarkan 
dari tubuh, ibarat itulah kita bila terdegradasi dari hambanya ALLAH. Sebagai 
sampah layaknya ya harus dibakar. Na’udzubillah.....

 Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke