Kompas, Selasa, 22 Maret 2005

Ilham Malayu, Eks Terpidana yang Kini Aktivis Antinarkoba

JIKA berkisah tentang penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya, Muhammad Ilham Malayu (50) dapat bercerita dengan panjang lebar. Lelaki Manila, Filipina, kelahiran 11 Oktober 1954 itu pernah divonis hukuman penjara 33 tahun empat bulan oleh pengadilan negara Thailand. Ia kedapatan membawa heroin melebihi 20 gram di Bandar Udara Don Muang, Bangkok, Thailand.< Muhammad panggilan dengan disapa penjara yang pria ujar baik,? amat kelakuan atau conduct excellent penilaian karena terima saya itu ?Pengampunan Adulyadej. Bhumipol Thailand Raja dari pengampunan mendapat ia sesudah berkurang hukuman Lama 1999. tahun hingga 1984 sejak yakni tahun, 15 selama Putih Gajah Negeri mendekam (almarhum) Noer C Arifin pimpinan Kecil Teater untuk musik aransemen sejumlah menghasilkan pernah>

Ilham menggunakan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya (narkoba) selama 12 tahun. Delapan tahun di antaranya ia memakainya tiap hari dengan volume yang banyak. "Sudah banyak jenis narkoba saya pakai. Mulai dari morfin, ganja, heroin, sampai metadone," kata suami Tini Hadju itu.

Tahun 1999, ketika ia bebas dari penjara, Ilham bertekad untuk berjuang di jalur antinarkoba. "Saya berprinsip, jangan sampai orang lain bernasib seperti saya. Mereka yang belum terkena jangan mencoba. Yang sudah jadi pencandu segeralah berhenti," ujarnya.

Ilham berhenti menjadi pencandu beberapa tahun sebelum ia mengakhiri masa hukumannya di bui. Itu dilakukan karena ia melihat foto anaknya (dari istri terdahulu), Kama Kelana, yang dikirimkan ke penjara. Dalam foto itu Kama sengaja memasang wajah cemberut.

"Foto itu dilampiri kalimat, ’Ini buat ayah.’ Dari situ saya sadar, selama ini saya bersenang-senang sendiri, sedangkan anak saya sedih," kata Ilham yang segera meminta kepada sipir agar diterapi untuk lepas dari ketergantungan narkoba.

ILHAM menilai peredaran narkoba saat ini jauh lebih membahayakan daripada semasa ia muda dahulu, dasawarsa tahun 1970 an. Semasa ia kuliah di Universitas Indonesia dahulu, para pencandu yang mencari bandar atau pengedar dengan kewaspadaan penuh agar tak tertangkap polisi.

"Sekarang hampir di tiap tikungan ada yang menawarkan narkoba. Ibaratnya, anak-anak muda kita yang masih sekolah di SD, SMP, dan SMA tidak bisa menghindari narkoba," katanya.

Sering terjadi, anak-anak muda menjadi pencandu gara-gara takut kehilangan teman. "Kita harus memahami bagaimana sisi psikologis anak-anak dan remaja, yang menganggap teman adalah segalanya sehingga takut tidak punya teman lagi," ujar Ilham.

Ia menilai penting dilakukannya kampanye antinarkoba dengan pesan-pesan yang mengena. Yang tepat, lanjut Ilham, adalah bukan asal mengatakan bahwa narkoba itu jahat, atau jauhi narkoba. Jauh lebih tepat adalah sosialisasi tentang bahaya-bahaya narkoba bagi kehidupan. Masyarakat harus tahu bahwa narkoba dapat memberangus hal-hal esensial dalam hidup manusia, baik itu keluarga, cinta, sumber-sumber finansial, pekerjaan, sekolah, juga kesehatan jasmani.

"Publik harus diberi kesadaran bahwa perlahan tetapi pasti jika Anda mengonsumsi narkoba, satu per satu ’kekayaan’ hidup Anda itu akan habis. Karena, ketergantungan terhadap itu akan dapat membuat seseorang menjual apa saja yang dia punya, asal dia bisa dapatkan narkoba tersebut," ujarnya.

Ilham berpesan agar masyarakat tidak keliru dalam menyikapi anak yang menjadi pencandu. Sering terjadi, orang tua langsung memarahi anak yang kedapatan atau mengakui telah memakai narkoba, padahal kebanyakan bukan karena maunya sendiri.

"Kalau anak kita jadi pencandu dan mencuri, harus kita sadari, itu akibat pengaruh narkoba. Jadi, itu bukan perilaku anak kita yang sebenarnya. Musuh kita adalah narkoba, bukan orang yang terkena pengaruh narkoba. Pekerjaan kita bersama untuk mengikis pengaruh narkoba di masyarakat kita," tambahnya lagi.

SAAT ini Ilham tercatat sebagai salah satu konselor ketergantungan narkoba di Instalasi Pemulihan Penyalahgunaan Narkoba, di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor. Ia juga aktif memberikan materi dalam berbagai penyuluhan, seminar, dan pelatihan penanggulangan narkoba dan HIV/AIDS.

"Saya aktif jadi narasumber talkshow antinarkoba di radio, khususnya untuk saat ini di Radio Delta FM Jakarta," imbuh lelaki yang sesekali juga bermain musik blues itu. Dua acara yang diasuhnya di Delta FM bertajuk "Bincang Narkoba" dan "Kontra Adiksi."

Ilham makin sering tampil dalam acara pembacaan puisi, termasuk puisi-puisi yang ia ciptakan semasa ia di penjara. Pada 16 Mei 2000, misalnya, sebanyak 26 puisinya dibacakan dalam acara pengumpulan dana berjudul "Survival of Sanity" di Gedung Kesenian Jakarta. Dana yang terkumpul dari acara itu digunakan untuk membiayai perawatan orang dengan HIV/AIDS akibat penyalahgunaan narkoba, serta disumbangkan ke lembaga pemasyarakatan di Jakarta dan Tangerang.

Tanggal 25 Oktober 2001, di Aksara Bookstore, Kemang, Jakarta Selatan, Ilham meluncurkan buku kumpulan puisinya, "Spring on The Calendar, Autumn in My Heart." Dunia seni memang bukan dunia asing baginya karena pada tahun 1979, untuk menyebut salah satu contoh, ia juga pernah menjadi penata musik film layar lebar Harmonikaku, yang diproduksi Perusahaan Film Negara (PFN). Ilham juga pernah menjadi musisi di Paris, Prancis, pada tahun 1976-1979 dan tahun 1982-1984.

Kini Ilham "baru" benar-benar lahir, seperti terwakili oleh petikan puisinya, "Melihat ke Laut", yang diciptakannya tahun 2000.

Bangunlah sebelum terlambat! Sebelum tubuh menjadi cacat! Sebelum penyakit-penyakit yang aneh, mempercepat kita menjadi mayat! Jangan terlalu asyik dengan diri sendiri! Menikmati kenikmatan yang sesungguhnya berupa duri- duri!

Sekarang, di tebing tinggi ini, hatiku menangis tersedu. Menangisi kematian kawan-kawanku. Menengok kalian yang di depan mataku. Dan juga melihatmu duduk murung di situ.... (ADI PRINANTYO)


Do you Yahoo!?
Yahoo! Small Business - Try our new resources site!
Yahoo! Groups Sponsor
ADVERTISEMENT
click here


Yahoo! Groups Links

Kirim email ke