Selasa, 15 Maret 2005

Pasar Tradisional Terjepit antara Hipermarket dan PKL

Jakarta, Kompas - Para pedagang yang menempati kios-kios di pasar tradisional semakin terjepit. Bukan hanya akibat dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak, tetapi juga akibat serbuan perkembangan hipermarket di dalam kota. Ditambah lagi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai kurang serius dalam menangani pedagang kaki lima yang kian menjamur.

Keluhan tersebut disampaikan puluhan pedagang pasar tradisional dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Senin (14/3) siang. Para pedagang itu tergabung dalam Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) DKI Jakarta.

Para pedagang itu juga didampingi Ketua Majelis Pertimbangan Wilayah APPSI DKI Fahira Fahmi Idris. Rapat dengar pendapat yang dipimpin Wakil Komisi VI DPR Ade Komarudin itu juga dihadiri sejumlah anggota Komisi VI.

Ketua DPW APPSI DKI Hasan Basri menyatakan, otonomi daerah merupakan peluang bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI untuk menggali dan memberdayakan ekonomi rakyat secara maksimal dan efisien. Bukan malah menggali uang rakyat untuk kebutuhan Pemprov DKI Jakarta.

"Pemprov DKI sebetulnya diberi peluang untuk menumbuhkembangkan kemampuan ekonomi rakyat. Bukan malah sebaliknya, membebani masyarakat dengan berbagai pungutan melalui legalitas peraturan daerah yang dananya lebih banyak untuk kegiatan-kegiatan perjalanan dinas eksekutif dan legislatif," ujar Hasan.

Rekomendasi

Oleh karena itu, lanjut Hasan, musyawarah wilayah DPW APPSI DKI Jakarta memberikan beberapa rekomendasi berdasarkan kasusnya. Salah satunya, kasus pelanggaran izin hipermarket. Maraknya hipermarket beserta jaringannya di seluruh pelosok Jakarta menimbulkan persaingan yang tidak sehat.

Hasan mengatakan, hasil penelitian AC Nielsen menyebutkan, tingkat pertumbuhan pasar tradisional cuma - 8,01 persen, sedangkan pasar modern (hipermarket) 31,4 persen. Akibatnya, tahun ini sembilan pasar tradisional terpaksa dilikuidasi. Ribuan pedagang pun bangkrut setiap tahunnya.

"Kami meminta kebijakan ganda Pemprov DKI harus dihentikan. Seluruh izin hipermarket ditinjau kembali. Selanjutnya, izin-izin baru pendirian pasar-pasar swalayan semacam itu dihentikan serta mengusut pihak yang melanggar ketentuan peraturan," kata Hasan.

APPSI mendesak agar Keputusan Direksi Perusahaan Daerah Pasar Jaya Nomor 358 Tahun 2004 tentang penetapan perpanjangan hak pemakaian tempat usaha di pasar-pasar milik PD Pasar Jaya dan Instruksi Direksi PD Pasar Jaya No 7/2004 tentang pemberlakuan penyesuaian tarif pengelolaan pasar ditinjau kembali.

Hasan menilai dua kebijakan itu membuat resah pedagang. Kebijakan itu merupakan bentuk tindakan yang berindikasi mengeksploitasi pedagang untuk kepentingan PD Pasar Jaya. Sebab, kemampuan pedagang tidak dipertimbangkan secara masak. Tindakan itu sama dengan mengusir pedagang-pedagang lama yang sudah turun- temurun menghidupi pasar tradisional itu.

Fahira Fahmi Idris mengatakan, kasus Pasar Tanah Abang dan perkembangan pasar-pasar modern di sekitar Tanah Abang juga menyebabkan pasar tradisional mati. Apalagi, pedagang tradisional juga dihantam oleh pedagang kaki lima (PKL) yang tidak terkendali.

Wahyu Rist Ria, pedagang di Pasar Melawai, Blok M, Jakarta Selatan, mengatakan, selama ini pedagang cuma diberikan tempat untuk berdagang. Sementara rasa nyaman dan aman untuk melangsungkan usaha tak diberikan secara optimal oleh PD Pasar Jaya selaku pengelola pasar tradisional.

Pedagang lain menyebutkan, kondisi pedagang tradisional sudah sekarat. Atas kondisi itu, Ade Komarudin berjanji mencarikan solusi terbaik bagi pedagang setelah memanggil Gubernur DKI Sutiyoso pada Rabu (16/3) besok. (OSA)


Do you Yahoo!?
Make Yahoo! your home page
Yahoo! Groups Sponsor
ADVERTISEMENT
Children International
Would you give Hope to a Child in need?
 
· Click Here to meet a Girl
And Give Her Hope
· Click Here to meet a Boy
And Change His Life
Learn More


Yahoo! Groups Links

Kirim email ke