Kompas, Selasa, 22 Maret 2005

Suara Kemiskinan

Oleh Toto Suparto

SUARA-suara kemiskinan kian tak didengarkan. Di balik pro-kontra kenaikan harga bahan bakar minyak. Berdasar pengalaman, kenaikan itu diikuti oleh kenaikan tarif angkutan dan harga kebutuhan pokok. Namun, suara-suara kemiskinan itu dibiarkan berlalu.

Sebaliknya, para penguasa menghibur kaum miskin bahwa kenaikan harga BBM merupakan wujud pemerataan sosial. Subsidi BBM yang selama ini dianggap lebih banyak dinikmati "orang kaya dan orang mampu" akan digeser bagi kepentingan "orang miskin" dalam bentuk dana kompensasi guna membiayai pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pengadaan beras murah.

Banyak kalangan meragukan efektivitas dana kompensasi itu jika dikaitkan dengan budaya korupsi yang kian kronis. Benarkah kemiskinan bisa teratasi dengan memberikan beras murah?

Agaknya paradigma kemiskinan yang dipakai "penyumbang beras murah" adalah kecenderungan statistik perihal angka pendapatan. Mereka yang berpendapatan di bawah patokan tertentu dikategorikan miskin sehingga layak disumbang beras murah. Lalu (diharapkan) berubah menjadi "orang tidak lapar", tetapi belum "orang mampu". Status "orang tidak lapar" diperkirakan berumur pendek karena begitu program beras murah berakhir, maka kembalilah menjadi "orang miskin". Mereka memperoleh "ikan", bukan "kail". Barangkali beginilah model penanganan kemiskinan di Indonesia yang cenderung statis.

Padahal, hakikat kemiskinan tidak statis. Kemiskinan merupakan hubungan dinamis antara orang-orang dan risiko maupun peluang hidup dalam keseharian. Jika hubungan itu timpang, terjadi kesenjangan. Pendek kata, kemiskinan adalah kondisi deprivesi atas sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar, sedangkan kesenjangan adalah ketidakmerataan akses terhadap sumber ekonomi yang dimiliki (Bambang Sudibyo, 1995). Hubungan yang timpang itu menjadi "ancaman hidup" bagi orang miskin. Bank Dunia (Poverty Reduction in Indonesia: Constructing a New Strategy, 2001) menyatakan, kemiskinan adalah suatu kondisi di mana orang mengalami berbagai ancaman untuk bisa hidup layak. Dalam perspektif ini kenaikan harga bahan pokok menjadi "ancaman hidup" yang mempercepat pemiskinan.

KONON pemimpin arif mau mendengar dan melihat. Keduanya memperkaya unsur empiris. Jurgen Habermas mengingatkan pertimbangan moral melibatkan unsur-unsur empiris. Pemimpin yang miskin unsur empirisnya terbuka kemungkinan lebih banyak melakukan kesalahan saat mempertimbangkan suatu tindakan moral. Habermas melihat ada distorsi komunikasi berupa ketidaksesuaian antara tuturan dan kenyataan, entah disengaja atau tidak, sehingga komunikasi tidak menghasilkan nilai-nilai bersama secara sungguh-sungguh.

Kegagalan komunikasi itu menyebabkan seorang pemimpin dalam memutuskan sesuatu, seumpama menaikkan harga BBM, berlaku tega dengan mengabaikan suara hati, menyisihkan rasionalitas universal maupun rasionalitas kemanfaatan umum (utilatirisme). Filsuf John Stuart Mill menegaskan moralitas utilitarian lebih mengutamakan gagasan bagi kesejahteraan semua orang secara sama penting (James Rachels, 2003).

Pemimpin utilitarian mau mendengarkan suara-suara kemiskinan sebelum memutuskan langkah-langkah strategis. Suara-suara itu membimbingnya ke arah yang mendekati langkah ideal mengurangi kaum miskin, bukan mempertinggi angka kemiskinan. Namun, bila seorang pemimpin sudah tegas mengatakan "Saya siap untuk tidak populer" lantaran satu tindakannya, berarti suara-suara kemiskinan makin sayup-sayup.

Suara-suara kemiskinan itu pernah digali lewat penelitian Departemen Kerja Sama Bantuan Luar Negeri (DFID) dan Kantor Perwakilan Bank Dunia Jakarta. Nilanjana Mukherjee dkk dalam laporan mereka, Masyarakat, Kemiskinan dan Mata Pencaharian: Mata Rantai Pengurangan Kemiskinan di Indonesia (2002), memaparkan suara-suara yang acap kali terdengar di kalangan orang miskin, semacam "Dengarkan Kami", "Kami Semua Ingin Berpartisipasi", "Bekerja Sama dengan Lembaga yang Kami Percayai", "Kami Tahu Apa yang Kami Perlukan (Dan Apa yang Tidak Kami Perlukan", serta "Tetapi, Apakah Anda Tahu Apa yang Anda Kerjakan?" (hal 96-100).

Laporan itu mengungkapkan sewaktu berlangsung penelitian sustainable livelihoods (mata pencaharian berkelanjutan) dan Konsultasi Bank Dunia dengan kaum miskin di Indonesia tahun 1999, laki-laki dan perempuan miskin melaporkan secara bersamaan bahwa pejabat pemerintah tidak pernah menanyakan pendapat mereka atau mendengarkan mereka. Kaum miskin itu mengingatkan, "Dengarkan kami". Atau suara lain, "Kami Semua Ingin Berpartisipasi", karena penelitian itu menemukan fakta keputusan secara rutin diambil oleh para elite dengan cara yang tidak jelas.

JIKA kembali menengok pada masa kampanye pemilihan presiden tahun lalu, publik melihat kemiskinan menjadi perhatian utama para calon presiden. Janji- janji mereka membuat rakyat tenang karena para kandidat itu sangat meyakinkan akan mengatasi problem kemiskinan, di antaranya tak perlu khawatir akan terjadi kenaikan harga-harga.

Dalam masa kampanye itu, calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono ditanyai para wartawan perihal langkah yang bakal dilakukan jika terpilih menjadi presiden. Jawabnya, antara lain pada 100 hari pertama pemerintahannya akan menemui rakyat di kantong-kantong yang patut dilihat kondisi mereka dan didengarkan suara mereka, semisal, petani, nelayan, buruh, industri kecil, atau segmen masyarakat yang menjadi tolok ukur dalam meningkatkan kesejahteraan (Kompas, 5/6).

Calon itu ternyata dipercaya rakyat untuk menjadi presiden. Seharusnya, sesuai janjinya, ia menemui rakyat di kantong- kantong kemiskinan dan mendengarkan suara-suara mereka. Entah mengapa, suara-suara kemiskinan terkesan tak didengar. Buktinya, rakyat miskin justru secara langsung menanggung beban akibat kenaikan harga BBM, tetapi tak tahu persis kapan dana kompensasi bisa dinikmati dan utuh mengucur ke bawah. Suara-suara kemiskinan sayup-sayup lalu pelan-pelan menghilang.

Toto Suparto Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

 


Do you Yahoo!?
Yahoo! Small Business - Try our new resources site!
Yahoo! Groups Sponsor
ADVERTISEMENT
Children International
Would you give Hope to a Child in need?
 
· Click Here to meet a Girl
And Give Her Hope
· Click Here to meet a Boy
And Change His Life
Learn More


Yahoo! Groups Links

Kirim email ke