Opini Kamis, 30 Juni 2005 Mengantar Pak Roeslan
Oleh: SULASTOMO Kemarin, Pak Roeslan Abdulgani telah mendahului kita. Kita memang sudah harus mengikhlaskan kepergian Pak Roeslan, meski kehadiran tokoh seperti Pak Roeslan justru masih diperlukan. Pak Roeslan adalah tokoh yang dapat menjadi penjaga gawang Republik. Menegur siapa saja yang hendak menyimpang dari cita-cita proklamasi. Hari-hari terakhir Pak Roeslan, sebagai saksi, pelaku dan pemikir perjalanan bangsa, ia termasuk tokoh yang sedang prihatin. Di dalam berbagai kesempatan, ia tidak dapat menyembunyikan perasaannya. Ia prihatin dengan kondisi sosial, politik, dan ekonomi bangsa ini. Tokoh oportunis? Kantor Pak Roeslan menjadi tempat pertemuan orang-orang yang menilai jalannya reformasi perlu diluruskan. Meski ibarat melawan arus, peringatan-peringatan yang disampaikan mulai bersemi. Masa lalu itu tidak akan kembali lagi. Namun, masa sekarang harus merupakan kelanjutan masa lalu. Karena itu, dalam pandangan Pak Roeslan, tidak semua yang terjadi di masa Orde baru jelek, sebagaimana juga tidak semua yang terjadi di masa Orde Lama semuanya jelek. Dalam pandangan Pak Roeslan, Bung Karno dan Pak Harto adalah pemimpin bangsa yang harus dihormati. Kita teruskan hal-hal yang baik, dan kita cermati hal-hal yang tidak baik agar tidak terulang kembali. Sebab, kalau orang besar keliru, kelirunya juga besar. Itulah pesan terakhir Pak Roeslan yang disampaikan kepada putrinya, Mbak Wati, agar kita menyikapinya sesuai falsafah mikul dhuwur mendhem jero. Dengan sikapnya seperti itu, Pak Roeslan sangat dekat dengan Bung Karno, juga dengan Pak Harto. Sikap Pak Roeslan seperti itulah yang menempatkan Pak Roeslan disindir sebagai tokoh sepanjang masa. Bahkan, ada yang mengatakan, Pak Roeslan seorang oportunis. Pak Roeslan membantah pendapat itu. Apa yang dilakukan adalah bagi kepentingan negara, bukan untuk kepentingan pribadi, sebagaimana layaknya seorang oportunis. Dengan sikap seperti itu, sering menempatkan Pak Roeslan dalam posisi melawan arus. Wajar, karena Pak Roeslan selalu melihat ke masa depan, bukan kepentingan sesaat. Pada zaman Orde Lama, Pak Roeslan adalah tokoh penyeimbang dari pengaruh kaum Komunis/PKI. Pak Roeslan mengerem kebijakan Bung Karno yang menguntungkan PKI. Toh Bung Karno pun amat percaya kepada Pak Roeslan. Bung Karno menyerahkan masalah ideologi bangsa kepada pak Roeslan. Meski pemikiran PKI telah ikut memberi warna ideologi dan politik negara, Bung Karno menyerahkan juru bicara politik dan ideologi kepada Pak Roeslan. Pelaku sejarah dan pemikir Mencermati perjalanan Pak Roeslan selama hampir 91 tahun (lahir 24 November 1914 di Surabaya), tidak berlebih jika kita menyimpulkan, Pak Roeslan adalah seorang pejuang, pelaku sejarah, dan pemikir bangsa. Sebagai pejuang kemerdekaan, Pak Roeslan pernah ditangkap Belanda, berjuang di bawah tanah, ikut pertempuran 10 November di Surabaya, tertembak pesawat Belanda di Yogyakarta dan menderita luka berat, sehingga tangan kanannya cacat. Sebagai pelaku sejarah, Pak Roeslan pernah memimpin organisasi Indonesia Muda, Sekretaris Komite Bersama RI dan Tentara Sekutu, Sekjen Konferensi Asia-Afrika (1955), beberapa kali sebagai menteriâdari Menteri LN, Menteri Penerangan sampai Menteri Koordinator Hubungan dengan RakyatâWakil Ketua DPA dan Dubes RI untuk PBB (1967-1971). Sebagai pemikir, Pak Roeslan banyak menyampaikan pemikirannya melalui berbagai seminar, menulis di surat kabar, sampai sebagai Ketua Tim Penasihat Presiden Pelaksanaan P4 dari tahun 1971 sampai 1991. Di Era Reformasi, Pak Roeslan adalah anggota Dewan Tanda-tanda Kehormatan RI hingga pada saat kepergiannya. Berkat kualitas pemikirannya, Pak Roeslan dianugerahi tiga gelar doctor honoris causa dari Universitas Airlangga (Surabaya), Universitas Pajajaran (Bandung), dan IAIN Yogyakarta. Pak Roeslan memiliki latar belakang pendidikan HBS dan pernah kuliah di Columbia University, New York, tentang Formasi dan Formulasi Politik LN Amerika dan tentang Perbandingan Agama. Atas semua jasanya kepada negara, Pak Roeslan dianugerahi Bintang Gerilya, Bintang Perang Kemerdekaan I dan II, Bintang Mahaputra, dan Bintang Satya Lencana. Semua itu masih ditambah penghargaan dari TNI Angkatan Darat, yang menganugerahkan pangkat kehormatan sebagai jenderal berbintang empat, tahun 1964. Selain itu, juga bintang kehormatan dari negara asing, yaitu Mesir, Austria, dan Yugoslavia. Kini Pak Roeslan telah tiada. Ketika kemarin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melayat di kediaman Pak Roeslan, beliau berkata, âKita wajib mengumpulkan pikiran-pikiran Pak Roeslan yang bertebaran di mana-mana. Tolong saya dibantu,â kata SBY sedih. Sulastomo Koordinator Gerakan Jalan Lurus [Non-text portions of this message have been removed] Bantu Aceh! Klik: http://www.pusatkrisisaceh.or.id Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/