Barangkali agar diskusi berjalan lebih fair dan layak, semua pihak perlu
menahan diri
untuk berkomentar terlebih dahulu dan mencari/mendapatkan info hasil riset
seputar
banjir dan dampaknya agar berhak bersikap secara proporsional..

Bukankah (banyak) berbicara tanpa data/fakta (seperti yang ada dalam riset)
akan
dianggap sebagai omong kosong.. atau 'angin goreng' seperti tulisan dari
situs
detik.com itu? :-p

Lagi-lagi publik awam selaku korban yang disalahkan dan dilecehkan.. :-(
Nasib, nasib.. jadi wong cilik.. Negara merdeka puluhan tahun tapi publik
cuma jadi
'kesetan kaki' para pengambil keputusan negara, doank..

Ada yang menulis buku, orang miskin tidak berhak HIDUP (apalagi bisa
mendapat
pendidikan) YANG LAYAK, di negeri ini.. Padahal UUD 45 (dan yang
diamandemen)
menjamin hak hidup yang layak bagi rakyat Indonesia.. Dan tidak dipenuhinya
hak
hidup yang layak, berarti ada pelanggaran amanat UUD 45..

Quo Vadis, Indonesia? Sabar donk.. Kita tunggu hasil riset dulu, ok.. :-)
CMIIW..

Wassalam,

Irwan.K

On 2/7/07, [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Pak Dhe Amir,
>
> kemarin juga Menteri Ical ngomong bahwa
> Pers terlalu membesar-besarkan masalah banjir,
> sepertinya dunia mau kiamat.....
> padahal orang yang kebanjiran ada juga yg senang2 aja,
> malah menikmati main di air.......
>
> warga pendengar 68h & pak menteri itu sama saja,
> karena mungkin bukan orang yang kebanjiran.......
>
> akan sangat berbeda bila ikut kebanjiran & tahu
> betapa tidak enaknya kena air yang bau itu....sambil
> lapar krn tdk makan dan tanpa penerangan PLN.....
> (bukan sekedar takut air....)
>
> waktu ke Porong,
> pak menteri juga cuma menampakkan wajah cemas,
> seolah-olah ikut prihatin atas penderitaan warga korban
> lumpur lapindo........padahal,
> tanpa benar-benar ikut kehilangan rumah, pekerjaan &
> masa depan, serta hancurnya apa yg sudah dibangun
> selama ini, bagaimana bisa merasakan 'derita' yang sama?
>
> percayalah pak dhe, rakyat sudah cukup menderita
> dan kalo Pers tidak 'menyatakan' itu di medianya,
> pasti ada pihak-pihak yang selalu berusaha
> menutup-nutupi tanpa peduli akibatnya......
>
>
>
> Salam,
>
>
>
>
>
>
>
>  *"kiagus amir" <[EMAIL PROTECTED]>*
> Sent by: mediacare@yahoogroups.com
>
> 02/06/2007 12:10 PM  Please respond to
> mediacare@yahoogroups.com
>
>   To
> mediacare@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED]  cc
>
>  Subject
> [mediacare] cengeng & takut air
>
>
>
>
>
>
> salam,
>
>
> seorang pendengar 68 h berkomentar lebih kurang , "Warga ibukota cengeng.
> Baru kena banjir besar teriak-teriak. Sebelum banjir Jakarta, media massa
> memberitakan daerah-daerah luar Jawa pernah banjir misalnya Aceh,
> Kalimantan, Sulawesi (termasuk akibat hutan gundul). Biasa aja, gk cengeng
> kayak Jakarta ini".
>
> --------
>
> Kompas Sabtu, 3 Februari 2007 memuat judul Jakarta Kota Bahari ? Media
> tersebut memberitakan bagaimana keadaan banjir melanda Jakarta. Banyak
> rumah, gedung terendam. Orang seperti berenang di kolam renang. Apalagi
> anak-anak menemukan surganya. Asiik. Derita banjir juga dikupas. Kesedihan
> karena rumahnya tenggelam; jalanan tergenang menghias bagian lain media itu.
>
> Mengapa banjir menjadi liputan besar media...?
>
> Dugaan kuat saya pertama, Kita takut air...? Eit, bukankah kita
> mengumandangkan diri bangsa Bahari..
>
>
> kgs m amir
> terimakasih
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke