[ekonomi-nasional] Recklessness in Indonesia (Freeport-McMoRan)

2006-01-09 Terurut Topik sidqy suyitno
  NYT Editorial
  Recklessness in Indonesia
  Published: January 9, 2006
  Freeport-McMoRan, an American company that operates a giant open-pit copper 
and gold mine in Papua, is a major contributor to Indonesia’s economy. The 
company is also one of Indonesia’s most reckless polluters and a source of hard 
cash - cash the company concedes is protection money - for the Indonesian 
military, which has one of the worst human rights records anywhere. 
  A recent report in The Times by Jane Perlez and Raymond Bonner described 
Freeport’s activities in great detail. The report was part of a series of 
articles over the past year detailing environmental and other abuses by 
American mining companies at home and abroad. 
  Several of these companies are being sued by local governments that argue 
that these companies’ environmental practices would never be tolerated in 
America and that local citizens are seeing too few of mining’s benefits while 
paying too heavy a price. Newmont Mining, based in Denver, has been sued by the 
Indonesian government for dumping poisoned wastes in local waters, and Placer 
Dome, based in Canada, has been sued by a Philippine province for similar 
infractions. 
  Freeport’s activities are particularly disheartening. Over the past decade, 
the company has built what amounts to an industrial city in Indonesia’s 
easternmost province. On the plus side, the company provides jobs for 18,000 
people and, according to company estimates, has provided Indonesia with $33 
billion in direct and indirect benefits from 1992 to 2004, almost 2 percent of 
the country’s gross domestic product. 
  The environmental damage, however, has been breathtaking. So far, the company 
has produced about one billion tons of waste, with five billion more tons to 
come before the operation shuts down. Some of this waste has been dumped into 
the mountains surrounding the mine, and some into a system of rivers that 
descend steeply into the island’s low-lying wetlands and coastal estuaries. The 
damage has been enough to render the rivers, wetlands and parts of the 
estuaries - all critical to the food chain - unsuitable for aquatic life. 
  Meanwhile, records show that between 1998 and 2004, Freeport gave officers in 
the police and military nearly $20 million in direct payments in addition to 
tens of millions more for military infrastructure like barracks and roads. The 
company told The Times that the payments were necessary to provide a secure 
working environment for its employees, and that “there is no alternative to our 
reliance on the Indonesian military and police.”
  Papua has long been home to a low-level, separatist insurgency against the 
central government, which made the company nervous. Yet what is missing from 
the company’s response is any recognition that its environmental practices 
contributed to the unrest and allowed the military to establish a strong 
presence in a region where it had barely a toehold before Freeport arrived.
  Freeport’s environmental record and its support for the Indonesian military 
have caused rumbles in Washington, particularly among human rights advocates 
like Patrick Leahy, a Democratic senator from Vermont. Citing human rights 
abuses, Congress in 1992 restricted arms sales and most American training for 
Indonesian officers, and it enacted new prohibitions in 1999 after a rampage by 
army-backed militia in what was then East Timor Province. Mr. Leahy sharply 
criticized Secretary of State Condoleezza Rice’s decision to resume aid last 
year, which the administration described as a reward for Indonesia’s improved 
human rights record and its cooperation with the post-Sept. 11 counterterrorism 
campaign. 
  Indonesia’s critics say that the present government is an improvement over 
the authoritarian rule of President Suharto, who ran the country for three 
decades ending in 1998. Yet the military continues its abusive practices. 
Setting aside for the moment Freeport’s environmental horror show, the company 
is not doing Indonesia’s civilian authorities any favors by underwriting the 
generals. Freeport describes its payments as an essential cost of doing 
business. But it appears not to have measured the costs to democracy. 
  © Copyright 2006The New York Times Company 
http://www.nytimes.com/2006/01/09/opinion/09mon2.html 



-
Yahoo! Photos
 Got holiday prints? See all the ways to get quality prints in your hands ASAP.

[Non-text portions of this message have been removed]



Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[ekonomi-nasional] ALFAMART MELINDAS PESANTREN?

2006-01-09 Terurut Topik Ikranagara
Dear all;

Ada tiga tulisan saya turunkan di bawah ini dari mailing list 
tetangga kita. Tiga tulisan ini saling berhubungan, dan berawal dari 
yang (1) lalu ditanggapi oleh yang (2) dan akhirnya muncul tanggapan 
Muslimin Nasution sebagai yang (3).

Karenanya, silahkan dibaca berurutan selengkapnya jika ingin 
menangkap keseluruhan masalahnya.

Nanti kalau ada tanggapan baru dari yang lain, akan saya kirimkan 
sebagai yang (4), mungkin juga disusul dengan (5) dst.

Ikra.-
==

(1) 

Tulisan laporan Alfamart dari saudara
Eko AP [EMAIL PROTECTED] wrote:

Alfamart akan Menyerbu Pesantren

Jombang, NU Online
Alfamart didukung oleh Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil 
Menengah
(UKM) akan mengembangkan sayap ke pesantren-pesantren. Hal itu 
terungkap
dalam acara Silaturrahim Ulama dan Pengurus Koperasi Pesantren 
(Kopontren)
se-Jawadengan Menteri Negara Kooperasi dan UKM RI Surya Dharma Ali di
Pesantren Tambak Beras, Jombang, 11/12. Silaturrahim itu merupakan 
salah
satu dari rangkaian acara haul ke-34 perintis dan penggerak NU KH. 
Abdul
Wahab Chasbullah.

Meneg Koperasi dan UKM hadir didampingi beberapa orang pembantunya 
dan
delegasi dari Alfamart. Sementara ulama dan utusan Kopontren yang 
hadir
antara lain dari Semarang, Wonosobo, Purworwjo, Magelang, Sleman, 
Lasem,
Jepara, Jombang, Lumajang, Malang, Blitar, Bawean, Sumenep, dan 
Jakarta
Selatan.

Sebelumnya Meneg Koperasi dan UKM menyatakan, koperasi pesantren 
akan dapat
berkembang dengan baik jika dikelola dengan manajemen yang 
profesional.
Menurutnya Koperasi pesantren jangan sampai dipimpin oleh kiai atau 
para
putranya.

Nanti tidak ada yang berani mengkritik. Makanya, lebih baik kiai 
atau gus
yang memantau saja. Kalau ada yang tidak benar tinggal ditegur. 
Lebih baik
ditangani orang luar. Ini saya bawa dari Alfamart dengan tujuan untuk
membantu membangun koperasi pesantren, kata Menteri.

Kontan beberapa orang aktifis kopontren langsung menyambut tawaran 
menteri
dengan suka cita. Beberapa utusan kopontren langsung menanyakan 
mekanisme
dan prosedur pendirian Alfamart di Pesantren. Sahkan salah seorang 
langsung
menawarkan tanahnya di dalam lingkungan pesantren untuk ditempati 
Alfamart.

Minimal santri itu kan butuh sabun, odol, sikat gigi, sabun cuci 
dan yang
lainnya. Itu harus ditangani oleh pesantren sendiri. Nanti dari 
Alfamart
akan membantu. Tapi untuk pesantren yang sudah ada Indomartnya 
jangan,
kata menteri.

Menteri menegaskan, pesantren harus mengambil peran dalam 
pengembangan
ekonomi. Menurutnya, selama ini pesantren hanya menyumbangkan 
lulusan yang
cerdas san berakhlak, namun dengan tingkat kesejahteraan rendah.

Ini harus kita antisipasi. Kemiskinan adalah penyebab kekufuran, 
dosa yang
paling besar. Harus ada perubahan. Pemerintah menyediakan fasilitas 
untuk
perubahan itu, katanya. (nam)



(2)
From: cepy alhakim
To: Muslimin Nasution
Cc: [EMAIL PROTECTED] ; Mila Anggraini ; Sri Harimurni ; [EMAIL PROTECTED]
; [EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, January 09, 2006 10:27 AM


Membaca tulisan berita yang disampaikan oleh sahabat Eko, saya 
berpendapat
bahwasannya pondok pesantren sudah mulai terjebak oleh jaring-jaring 
yang
dipasang oleh kapitalis global melalui Menteri kita sendiri. 
Sesungguhnya pondok
pesantren tidak perlu memasukkan Alfamart ke dalam lingkungannya 
yang notabene
pemegang sahamnya adalah asing. Dan itu tidak sesuai dengan semangat 
pondok
pesantren yang selama ini selalu menjaga tradisi. Khususnya pondok-
pondok
pesantren NU yang terkenal dengan Ketradisionalannya. Karena yang 
pasti efeknya
bisa meluas sampai pada lingkungan disekitar pondok pesantren.
Pengalaman saya disaat mondok di salah suatu pondok pesantren di 
garut,
keperluan santri itu tidak muluk-muluk. Sabun mandi, sabun cuci, 
odol, sikat
gigi yang pasti adalah kebutuhan primer. Dan itu semuanya sudah 
disediakan oleh
koperasi pondok.
Kita perlu melihat fenomena sekarang dimana banyak usaha-usaha 
semacam
alfamart, indomeret, dan yang sejenisnya telah banyak bermunculan 
dimana-dimana.
Bukan hanya di ibukota propinsi maupun kota/kabupaten. Namun telah 
merambah
sampai ke kecamatan-kecamatan. Dan itu telah membunuh pedagang-
pedagang kecil
yang notabene juga adalah pedagang pasar tradisional secara perlahan-
lahan.
Dengan melihat peran pondok pesantren selama ini, disamping sebagai 
pusat
sumber ilmu juga sebagai legislative. Seandainya Alfamart masuk ke 
pondok
pesantren, apa tidak sama dengan membuat orang lain yang ada 
disekitar
lingkungannya jatuh dalam kemiskinan? Apa Pondok Pesantren dan 
Santri itu
sendiri mau dikatakan sebagai pembunuh pedagang kecil alias rakyat 
kecil, jelas
tidak bukan??


(3)
From: Muslimin Nasution [EMAIL PROTECTED] 
Date: Mon Jan 9, 2006  12:14 am 
Subject: Pembvunuhan terhadap ekonomi rakyat di pedesaan, penjajahan 
ekonomi melalui sitem retail.  [EMAIL PROTECTED] 
 Send Email  

Ytc. para sahabat pencinta ekonomi kerakyatan
Kelihatannya banyak sekali hal2 yang menuntut kepedulian kita. Konon 
ceritannya

Re: [ekonomi-nasional] ALFAMART MELINDAS PESANTREN?

2006-01-09 Terurut Topik Ahmad Zaky
Mas,

Numpang nanya; wujud intervensi Alfamart dalam bentuk
apa: permodalan, asistensi manajemen, atau kongsi?

Zaky

--- Ikranagara [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Dear all;
 
 Ada tiga tulisan saya turunkan di bawah ini dari
 mailing list 
 tetangga kita. Tiga tulisan ini saling berhubungan,
 dan berawal dari 
 yang (1) lalu ditanggapi oleh yang (2) dan akhirnya
 muncul tanggapan 
 Muslimin Nasution sebagai yang (3).
 
 Karenanya, silahkan dibaca berurutan selengkapnya
 jika ingin 
 menangkap keseluruhan masalahnya.
 
 Nanti kalau ada tanggapan baru dari yang lain, akan
 saya kirimkan 
 sebagai yang (4), mungkin juga disusul dengan (5)
 dst.
 
 Ikra.-
 ==
 
 (1) 
 
 Tulisan laporan Alfamart dari saudara
 Eko AP [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
 Alfamart akan Menyerbu Pesantren
 
 Jombang, NU Online
 Alfamart didukung oleh Kementerian Negara Koperasi
 dan Usaha Kecil 
 Menengah
 (UKM) akan mengembangkan sayap ke
 pesantren-pesantren. Hal itu 
 terungkap
 dalam acara Silaturrahim Ulama dan Pengurus Koperasi
 Pesantren 
 (Kopontren)
 se-Jawadengan Menteri Negara Kooperasi dan UKM RI
 Surya Dharma Ali di
 Pesantren Tambak Beras, Jombang, 11/12. Silaturrahim
 itu merupakan 
 salah
 satu dari rangkaian acara haul ke-34 perintis dan
 penggerak NU KH. 
 Abdul
 Wahab Chasbullah.
 
 Meneg Koperasi dan UKM hadir didampingi beberapa
 orang pembantunya 
 dan
 delegasi dari Alfamart. Sementara ulama dan utusan
 Kopontren yang 
 hadir
 antara lain dari Semarang, Wonosobo, Purworwjo,
 Magelang, Sleman, 
 Lasem,
 Jepara, Jombang, Lumajang, Malang, Blitar, Bawean,
 Sumenep, dan 
 Jakarta
 Selatan.
 
 Sebelumnya Meneg Koperasi dan UKM menyatakan,
 koperasi pesantren 
 akan dapat
 berkembang dengan baik jika dikelola dengan
 manajemen yang 
 profesional.
 Menurutnya Koperasi pesantren jangan sampai dipimpin
 oleh kiai atau 
 para
 putranya.
 
 Nanti tidak ada yang berani mengkritik. Makanya,
 lebih baik kiai 
 atau gus
 yang memantau saja. Kalau ada yang tidak benar
 tinggal ditegur. 
 Lebih baik
 ditangani orang luar. Ini saya bawa dari Alfamart
 dengan tujuan untuk
 membantu membangun koperasi pesantren, kata
 Menteri.
 
 Kontan beberapa orang aktifis kopontren langsung
 menyambut tawaran 
 menteri
 dengan suka cita. Beberapa utusan kopontren langsung
 menanyakan 
 mekanisme
 dan prosedur pendirian Alfamart di Pesantren. Sahkan
 salah seorang 
 langsung
 menawarkan tanahnya di dalam lingkungan pesantren
 untuk ditempati 
 Alfamart.
 
 Minimal santri itu kan butuh sabun, odol, sikat
 gigi, sabun cuci 
 dan yang
 lainnya. Itu harus ditangani oleh pesantren sendiri.
 Nanti dari 
 Alfamart
 akan membantu. Tapi untuk pesantren yang sudah ada
 Indomartnya 
 jangan,
 kata menteri.
 
 Menteri menegaskan, pesantren harus mengambil peran
 dalam 
 pengembangan
 ekonomi. Menurutnya, selama ini pesantren hanya
 menyumbangkan 
 lulusan yang
 cerdas san berakhlak, namun dengan tingkat
 kesejahteraan rendah.
 
 Ini harus kita antisipasi. Kemiskinan adalah
 penyebab kekufuran, 
 dosa yang
 paling besar. Harus ada perubahan. Pemerintah
 menyediakan fasilitas 
 untuk
 perubahan itu, katanya. (nam)
 
 
 
 (2)
 From: cepy alhakim
 To: Muslimin Nasution
 Cc: [EMAIL PROTECTED] ; Mila Anggraini ; Sri Harimurni ;
 [EMAIL PROTECTED]
 ; [EMAIL PROTECTED]
 Sent: Monday, January 09, 2006 10:27 AM
 
 
 Membaca tulisan berita yang disampaikan oleh sahabat
 Eko, saya 
 berpendapat
 bahwasannya pondok pesantren sudah mulai terjebak
 oleh jaring-jaring 
 yang
 dipasang oleh kapitalis global melalui Menteri kita
 sendiri. 
 Sesungguhnya pondok
 pesantren tidak perlu memasukkan Alfamart ke dalam
 lingkungannya 
 yang notabene
 pemegang sahamnya adalah asing. Dan itu tidak sesuai
 dengan semangat 
 pondok
 pesantren yang selama ini selalu menjaga tradisi.
 Khususnya pondok-
 pondok
 pesantren NU yang terkenal dengan
 Ketradisionalannya. Karena yang 
 pasti efeknya
 bisa meluas sampai pada lingkungan disekitar pondok
 pesantren.
 Pengalaman saya disaat mondok di salah suatu pondok
 pesantren di 
 garut,
 keperluan santri itu tidak muluk-muluk. Sabun mandi,
 sabun cuci, 
 odol, sikat
 gigi yang pasti adalah kebutuhan primer. Dan itu
 semuanya sudah 
 disediakan oleh
 koperasi pondok.
 Kita perlu melihat fenomena sekarang dimana banyak
 usaha-usaha 
 semacam
 alfamart, indomeret, dan yang sejenisnya telah
 banyak bermunculan 
 dimana-dimana.
 Bukan hanya di ibukota propinsi maupun
 kota/kabupaten. Namun telah 
 merambah
 sampai ke kecamatan-kecamatan. Dan itu telah
 membunuh pedagang-
 pedagang kecil
 yang notabene juga adalah pedagang pasar tradisional
 secara perlahan-
 lahan.
 Dengan melihat peran pondok pesantren selama ini,
 disamping sebagai 
 pusat
 sumber ilmu juga sebagai legislative. Seandainya
 Alfamart masuk ke 
 pondok
 pesantren, apa tidak sama dengan membuat orang lain
 yang ada 
 disekitar
 lingkungannya jatuh dalam kemiskinan? Apa Pondok
 Pesantren dan 
 Santri itu
 sendiri mau dikatakan sebagai pembunuh pedagang
 kecil alias rakyat 
 kecil, jelas
 

[ekonomi-nasional] ANALISA EKONOMI

2006-01-09 Terurut Topik Ambon
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0601/09/utama/2353514.htm

  

ANALISA EKONOMI 

Faisal Basri

Ibarat kesebelasan sepak bola, perombakan tim ekonomi menghasilkan barisan 
belakang dan lini tengah yang lebih tangguh. Dalam tempo kurang dari satu 
bulan, sejumlah indikator ekonomi jangka pendek menunjukkan perbaikan berarti. 
Nilai tukar rupiah menguat cukup tajam, menembus Rp 9.500-an per dollar AS pada 
akhir pekan lalu, padahal sebulan lalu masih di atas Rp 10.000 per dollar AS.

Sementara itu, minggu lalu indeks harga saham gabungan (IHSG) mengukir dua kali 
rekor baru dan ditutup pada 1.222. Yang juga membaik secara konsisten ialah 
cadangan devisa. Dalam sebulan terakhir cadangan devisa bertambah lebih dari 
satu miliar dollar AS, dari 33,4 miliar dollar AS menjadi 34,7 miliar dollar AS 
pada akhir Desember 2005.

Yang cukup menggembirakan pula ialah terjadi penurunan tingkat harga-harga umum 
walau hanya 0,04 persen. Deflasi yang terjadi pada bulan Desember ini membuat 
inflasi selama tahun 2005 lebih rendah daripada perkiraan, yaitu hanya 17,11 
persen. Bandingkan dengan inflasi tahun-ke-tahun bulan November yang 18,38 
persen.

Perlu pula dicatat bahwa suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) bertenor 
satu bulan pada lelang terakhir 4 Januari 2006 turun walau hanya satu basis 
poin menjadi 12,74 persen.

Perbaikan indikator-indikator ekonomi di atas, sebagaimana diakui Gubernur Bank 
Indonesia, lebih didorong derasnya arus dana jangka pendek yang masuk ke 
Indonesia (Kompas, 7 Januari 2005, halaman 17).

Jika kecenderungan perbaikan bisa terus berlangsung secara konsisten untuk 
beberapa bulan ke depan, diharapkan paling tidak kita dapat lebih cepat kembali 
ke sekitar posisi makroekonomi di awal tahun 2005. Kala itu nilai tukar Rp 
9.305 per dollar AS, suku bunga SBI bertenor sebulan 8,24 persen, inflasi 7,32 
persen, dan cadangan devisa 36 miliar dollar AS.

Pertajam barisan penyerang

Barisan belakang dan lini tengah yang kuat membuat lawan sulit membobolkan 
gawang, tetapi tak cukup untuk membuat suatu kesebelasan memenangi 
pertandingan. Dibutuhkan lapisan penyerang tangguh. Para penyerang terdiri dari 
menteri-menteri sektoral: pertanian, perindustrian, kehutanan, kelautan, energi 
dan sumber daya mineral. Menteri Perdagangan bisa dipandang sebagai penyerang 
tengah (striker) dalam menembus pasar internasional dan melawan produk impor di 
pasar domestik. Mereka inilah yang menjadi ujung tombak menciptakan goals 
(tujuan pembangunan), yakni kemakmuran dan kesejahteraan lewat penciptaan 
lapangan kerja, peningkatan daya saing, dan produktivitas.

Barisan penyerang akan lebih produktif menciptakan gol jika lini tengah dan 
barisan belakang secara efektif menopang lewat umpan-umpan tajam dengan presisi 
tinggi. Sudah barang tentu penyelesaian akhir sangat bergantung pada kerja sama 
di antara penyerang. Serangan mudah dipatahkan jika penyerang bermanuver 
sendiri-sendiri.

Jika kita menggunakan analogi kesebelasan sepak bola di atas untuk menganalisis 
peran para menteri sektoral, maka sangat mudah menemukan kelemahan.

Sejauh ini kita menyaksikan belum banyak yang diperbuat untuk menata sektor 
riil. Masalah-masalah struktural belum banyak tersentuh. Perbaikan di sektor 
riil yang dicapai seperti penurunan terminal handling charge (THC) dari 150 
dollar AS menjadi 95 dollar AS per kontainer masih jauh dari memadai untuk 
meringankan beban dunia usaha dari berbagai penjuru. Sementara itu, muncul 
masalah baru yang membuat perbaikan yang telah dicapai seakan tak berbekas.

Penanganan pemerintah atas berbagai masalah tampaknya masih jauh dari padu. 
Saling tuding di antara sesama pejabat masih terjadi sebagaimana terlihat dari 
kasus formalin dan impor beras.

Jangan sering off-side

Tak ada gunanya bersuara lantang, tetapi kosong makna, apalagi kontroversial 
dan destruktif. Contoh yang paling anyar ialah pernyataan Menteri Perindustrian 
yang mengecam pengusaha yang memindahkan produksinya ke negara lain. Kasus yang 
ia kedepankan ialah Garudafood yang memproduksi ting-ting di pabriknya di 
China. Produk ini sepenuhnya dipasarkan di Indonesia (Kompas, 7 Januari 2005, 
halaman 18).

Sepatutnya Menteri Perindustrian mawas diri dan berkaca pada realitas yang 
dihadapi dunia usaha di Tanah Air. Mereka sudah barang tentu tak akan 
mengalihkan fasilitas produksinya ke luar negeri untuk produk-produk yang 
sepenuhnya dipasarkan di dalam negeri seandainya iklim berusaha di Indonesia 
cukup kondusif dan kompetitif. Bagaimana mungkin mereka bisa menghasilkan 
produk-produk makanan berkadar gula tinggi jika bea masuk untuk bahan baku 
utamanya sangat tinggi. Belum lagi biaya-biaya lain yang tak perlu, yang 
besarnya di luar kewajaran karena pemerintah membiarkan penyedia jasanya 
leluasa melakukan monopoli.

Bukankah kesalahan sepenuhnya ada pada pihak pemerintah sendiri karena 
mengenakan bea masuk jauh lebih tinggi atas bahan baku ketimbang barang 
jadinya. Bukankah pemerintah sendiri yang 

[ekonomi-nasional] Ketika BUMN Menjadi Beban

2006-01-09 Terurut Topik Ambon
http://www.suaramerdeka.com/harian/0601/09/nas07.htm

Ketika BUMN Menjadi Beban


   
  Didik J Rachbini  
 
POSISI BUMN secara ekonomis sangat strategis karena jumlah aset dan ragam 
kegiatannya sangat luas, baik pertanian dalam arti luas seluruhnya, 
pertambangan, industri, perdagangan, infrastuktur, maupun jasa lainnya. Pendek 
kata, BUMN berada pada hampir seluruh sektor kegiatan ekonomi.

Bahkan tidak berlebihan jika ekonomi BUMN ini disebut sebagai separo dari 
sistem perekonomian nasional. Jika pertumbuhan produksi BUMN baik maka baik 
pulalah perekoniam nasionalnya. Namun hal itu tidak terjadi karena kenyataannya 
BUMN banyak yang bermasalah, merugi, bahkan menjadi beban anggaran negara dan 
perekonomian nasional.

Karena itu, gagasan dan kebijakan pemerintah diarahkan untuk mengefisienkan 
BUMN dengan cara merampingkan, melakukan konsolidasi holding, merger, dan 
mengurangi jumlah BUMN dengan menutup yang mengalami kerugian.

Apakah jumlah BUMN akan menyusut? Jawabannya sudah pasti karena tanpa kebijakan 
apa pun sudah banyak yang bangkrut akibat didera inefisiensi dan kerugian 
secara terus-menerus. Menteri Negara BUMN sudah selayaknya membersihkan BUMN 
yang merugi ini.

Akan tetapi, rencana strategis BUMN yang masih asal-asalan sudah mengelompokkan 
BUMN ke dalam berbagai kelompok berdasarkan jenis kegiatan. Kemudian secara 
massal akan diterapi dengan alternatif cara holding, merger, atau dibiarkan 
berjalan sendiri sebagai perusahaan yang mandiri. Langkah-langkah itu tidak 
strategis dilihat dari kondisi faktual di lapangan karena setiap BUMN mempunyai 
masalah sendiri- sendiri. Jadi, tidak seharusnya semua BUMN dimasukkan ke dalam 
proses konsolidasi umum seperti itu. 

Banyak BUMN yang tidak memerlukan terapi apa pun karena sudah mempunyai kinerja 
yang baik. Strategi konsolidasi seperti itu hanya dilakukan jika ada masalah di 
dalam BUMN tersebut atau ada kebutuhan yang faktual dari bawah karena berbagai 
alasan strategis pengembangan perusahaan. Seperti konsolidasi pemasaran, 
kebutuhan kolektif pengadaan bahan baku, ekspor bersama, dan alasan lainnya.

Jadi, strategi umum mengevaluasi seluruh BUMN untuk dikonsolidasikan melalui 
holding atau merger tidak tepat karena akan banyak masalah tambahan jika 
dilakukan dari atas melalui perintah secara otoritatif. Menurut saya, langkah 
seperti itu saya anggap kurang berhati-hati. Sebab, melakukan langkah-langkah 
merger seperti ini bisa menimbulkan implikasi bila tidak dilakukan secara 
hati-hati dan tidak cermat.

Begitu juga dengan kebijakan holding untuk BUMN sejenis akan bisa bermasalah 
kalau bukan karena ada kebutuhan yang sama. Kebijakan tersebut tidak ada 
gunanya dan bisa menghabiskan sumber daya dan biaya yang besar. Jadi yang harus 
kita cermati bahwa langkah-langkah seperti itu tidak bisa dilakukan secara 
sembrono sehingga menimbulkan implikasi-implikasi yang merugikan. 

Kemudian harus dipertimbangkan juga bahwa BUMN itu diintegrasikan dalam sistem 
ekonomi nasional dengan langkah-langkah alternatif yang harus segera 
dipikirkan. Tujuannya tidak lain untuk meningkatkan efisiensinya sehingga 
kontributif secara optimal terhadap perekonomian nasional. Jika BUMN efisien 
dan untung maka kesinambungan perusahaan dan produksinya akan mantap.

Yang pertama, apabila BUMN itu untung, bagus, profitable, kemudian likuiditas 
dan kinerjanya bagus, maka BUMN tersebut tidak diintervensi dengan kebijakan 
apa pun. Yang diperlukan adalah keleluasaan manajemen untuk mengembangkan 
kinerjanya secara labih baik lagi. 

BUMN tersebut yaitu tidak perlu dimerger, tidak perlu di-roll up, dan tidak 
perlu dikonsolidasikan dengan holding. Yang terpenting dan menjadi pegangan 
pemerintah adalah kendali manajemen dengan kontrak manajemen. Jika posisi 
eksternalitasnya strategis untuk publik maka tidak perlu diprivatisasi. Negara 
memerlukan kehadirannya untuk keberpihakan tertentu yang terkait dengan 
kepentingan publik secara lebih luas.

Yang kedua, apabila BUMN itu untung, kemudian bersaing dengan banyak sekali 
usaha swasta itu berarti BUMN tersebut tidak memiliki posisi eksternalitas yang 
strategis. Posisi tersebut hanya merupakan bagian dari pasar yang sudah 
berkembang luas. Contohnya adalah hotel yang dimiliki oleh pemerintah. Industri 
perhotelan sudah besar dan sudah banyak swasta yang terlibat di dalamnya.

Kelompok BUMN yang baik kinerjanya tetapi tidak memiliki posisi eksternalitas 
yang strategis tidak perlu dipertahankan. Artinya, jika pemerintah hendak 
melakukan privatisasi maka hal tersebut tidak perlu diributkan kecuali hendak 
mencegah penyimpangan dalam penjualan. Jika pemerintah hendak mempertahankannya 
harus ada alasan yang kuat karena sudah sukses dalam mencapai kinerja yang baik.

Yang ketiga, kalau ada BUMN rugi dan kurang bagus kinerjanya, tetapi posisi 
eksternalitasnya sangat strategis (seperti PLN) maka harus dikorporasikan agar 
kinerjanya lebih baik sehingga tidak membebani anggaran. Ada usaha 

[ekonomi-nasional] 'Utang Indonesia Bisa Dihapus Total'

2006-01-09 Terurut Topik Taruna Ikrar
Berita yang menggembirakan tentang utang indonesia..
  wassalam
  taruna


Taruna Ikrar, MD
Founder  CFIS (Center For  Interregional  Study)
Address:
Departement of Cardiology
Faculty of Medicine, Niigata University,
Asahimachi 1-754, Niigata 51-8510,
JAPAN
Phone: +81-(25)-227-2183, Fax: +81-(25)-227-0774
 
 






Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]



Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/