Minggu, 31/05/09
INILAH.COM, Jakarta –

SBY dikabarkan gerah mendapati sikap Rizal Mallarangeng yang sangat
kasar dalam menyerang lawan-lawan politik capres incumbent itu. Namun
kubu Cikeas diprediksi bakal hancur bila berani mendepak Rizal.
Pemecatan itu akan dijadikan indikasi bahwa taktik dan strategi
SBY-Boediono selama ini keliru dan gagal.

Rizal menyatakan gerah dan kesal melihat SBY-Boediono dikritik soal
Neoliberalisme. Lalu Rizal pun bersikap agresif dengan menyerang lawan
politik SBY secara personal. Apakah dengan begitu berarti Rizal
melanggar etika kampanye?

Langkah Rizal sudah tentu direstui oleh SBY-Boediono. Namun sikap Rizal
yang awalnya mendapat pujian itu kemudian berbalik mengundang reaksi
keras para aktivis gerakan anti-Neoliberalisme.

“Seharusnya, sejak awal SBY sudah melakukan upaya perlawanan terhadap
isu-isu yang menyudutkan dirinya itu. Namun hal tersebut tidak
dilakukan segera,” kata Nehemia Lawalata, seorang pemerhati politik.

Karenanya jika dilihat dari sisi politik, perlawanan ini sebenarnya
sudah terlambat dilakukan. Sebab isu-isu lawan politik telah digulirkan
jauh sebelum SBY-Boediono mendeklarasikan diri. “SBY seharusnya tidak
boleh terlalu percaya diri bahwa dia akan terpilih kembali. Ia juga
tidak perlu terlalu percaya terhadap citra yang dibangun lembaganya,”
tambah Nehemia.

Para analis politik lainnya juga melihat isu-isu lawan SBY, seperti isu
ekonomi kerakyatan versus Neolib, politik simbol, dan SARA, serta
bencana massal, telah membuat SBY mengalami krisis kepercayaan diri.
Kharisma capres incumbent itu pun diprediksi merosot tajam.

“Saya melihat SBY terlalu hati-hati dalam mengambil langkah-langkah
politik. Orientasinya hanya pada popularitas untuk berkuasa lagi,” kata
pengamat politik dari Universitas Indonesia, Abdul Gafur Sangaji.

Dalam hal ini, kerapnya jubir tim sukses SBY-Boediono, Rizal
Mallarangeng, melontarkan kritik kepada lawan politik SBY, jelas
dimotivasi untuk memenangkan pertarungan pilpres. Dan itu menguntungkan
SBY-Boediono yang berambisi besar untuk mempertahankan kekuasaan
melalui pilpres kali ini.

Namun, sikap Rizal itu kabarnya membuat SBY gerah. Sebab, SBY
menganggap dirinya selama ini berhasil memopulerkan komunikasi politik
yang santun. Alhasil, Rizal dikabarkan didepak dari barisan tim sukses.

Namun pemecatan itu dinilai akan merugikan SBY sendiri. “Jika Rizal
Mallarangeng didepak, posisi SBY-Boediono makin tersudut. Pemecatan itu
akan diartikan sebagai pengakuan bahwa Rizal Mallarangeng salah dan itu
berarti kubu SBY-Boediono juga salah,” kata Airlangga Pribadi, seorang
pengamat politik dari Unair, Surabaya.

Awal pekan ini, Rizal memang telah menghebohkan jagad perpolitikan
dengan melakukan serangan yang tajam pada salah satu cawapres, Prabowo
Subianto. Rizal menyudutkan Prabowo terkait track record militer dan
kepemilikan 98 ekor kuda berharga miliaran rupiah.

Karena ulahnya tersebut, kubu Demokrat disebut-sebut menjadi gerah.
Sebab serangan Rizal dinilai bertolak belakang dengan citra politik SBY
yang selama ini selalu mengedepankan politik santun. Partai Demokrat
merasa telah dirugikan ulah Rizal.

Karena alasan tersebut, Rizal dikabarkan akan didepak dari Demokrat dan
tidak dilibatkan lagi dalam penyusunan strategi pemenangan pilpres
SBY-Boediono. Pertanyaannya, bagaimana SBY-Boediono bisa mendepak
Rizal, sementara saudara kandung Jubir Kepresidenan itu adalah relawan
loyal dan bukan politisi?

Al Chaidar, pengamat politik, menyatakan hal yang jauh lebih penting
dari pemecatan adalah SBY-Boed justru kini tak usah berfokus para isu
tersebut. SBY mestinya mengajukan program konkrit bagi rakyat agar bisa
tampil memikat rakyat.

“Bukan malah meladeni isu yang berkaitan soal Rizal Mallarangeng, yang
sudah melebar ke mana-mana dan membangkitkan luka dan dendam lama di
kubu Mega,” katanya.

Para analis politik masih tak habis pikir atas sikap dan pernyataan SBY
dalam acara silaturahmi dengan 3.000 pendukung, di mana SBY
mengungkapkan ketidaksukaan terhadap anggota tim sukses yang menyerang
pribadi kompetitornya itu.

Sebab itu justru mengesankan SBY bersikap mendua: Di satu sisi
mendorong tim sukses dan relawannya proaktif meruntuhkan kubu Teuku
Umar; dan di sisi lain seakan-akan menolak cara tim sukses dan
relawannya dalam mengerjakan tugasnya untuk menghancurkan lawan politik
SBY-Boediono sendiri.

Imbauan SBY agar tim kampanye tidak melakukan aksi-aksi yang menyerang
pribadi lawan politik, bahkan dinilai sebagai kamuflase politik yang
penuh kepalsuan.

Gara-gara praktik politik seperti itu, pilpres kali ini dinilai sebagai
kompetisi yang tak sehat, tak ksatria, dan tak beretika. Pilpres
menjadi perang terbuka antarcapres yang saling menghancurkan dengan
menghalalkan segala cara dan tidak bermartabat.

Di atas kertas, SBY-Boediono sudah menang di Pilptres 2009. Tapi
mengapa tim sukses dan relawannya makin keras menerjang? Sebuah
pertanyaan yang tak boleh dijawab dengan pertanyaan, melainkan
jawaban.***

--
Posted By Gosip Politik to Gosip Politik at 6/01/2009 05:01:00 PM

Kirim email ke