Sabtu, 11 April 2009 02:51 WIB
Jakarta, Kompas -

Masif, luas, dan meratanya persoalan yang terkait dengan daftar pemilih
tetap pada pemungutan suara 9 April lalu membuat sejumlah kalangan
memperkirakan adanya kekuatan besar yang bermain dalam kisruh daftar
pemilih tetap tersebut.

Hal itu diungkapkan Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia
Jeirry Sumampow dan Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform
Hadar N Gumay secara terpisah di Jakarta, Jumat (10/4).

Sejumlah persoalan terkait DPT dalam pemungutan suara kemarin di
antaranya adalah banyaknya warga yang tidak terdaftar sebagai pemilih
walau terdaftar dalam pemilu kepala daerah ataupun Pemilu 2004;
banyaknya warga yang terdaftar dalam daftar pemilih sementara (DPS),
tetapi hilang namanya dalam DPT; serta pemilih yang terdata lebih dari
satu kali. Banyak pula pemilih di daerah tertentu yang menjadi basis
partai tertentu juga tak terdaftar.

Selain itu, banyak pemilih yang terdaftar dalam DPT, tetapi tidak
mendapat surat pemberitahuan. Ada pula sejumlah petugas Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara yang sengaja tidak memasang DPT di TPS.

Kekuatan besar

”Semula, kisruh ini diduga akibat manajemen penyelenggaraan pemungutan
suara KPU yang memang buruk. Namun, kalau dilihat dari masif dan
meluasnya persoalan terjadi, wajar jika sejumlah pihak menduga adanya
pihak dengan kekuatan besar yang bermain. Kisruh ini terlalu
kasatmata,” kata Jeirry.

Hadar menambahkan, jika buruknya DPT akibat ketidakmampuan KPU sebagai
penyelenggara pemilu, yang mengherankan dan kemudian menjadi pertanyaan
apakah semua KPU di berbagai tingkatan tidak mampu melaksanakan
tugasnya sehingga hampir semua DPT bermasalah.

Sistem pendataan pemilih dalam Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 memang jauh
berbeda. Pada 2004, KPU melakukan pendataan pemilih sendiri yang
dibantu oleh Badan Pusat Statistik. Selain itu, KPU juga didukung
dengan perangkat lunak (software) yang lebih baik sehingga mampu
meminimalkan pemilih yang tidak tercatat dalam DPT.

Pada 2009, sesuai dengan ketentuan undang-undang, KPU hanya menerima
data penduduk potensial pemilih pemilu dari Departemen Dalam Negeri,
yang memang bermasalah. KPU tak mampu memutakhirkan data itu karena
tidak didukung sumber daya yang memadai, kecanggihan perangkat lunak
untuk mengolah DPT yang lebih buruk daripada pemilu sebelumnya, serta
terlambatnya pencairan dana pemutakhiran daftar pemilih dari Departemen
Keuangan.

Baik Jeirry maupun Hadar sama-sama mengaku akan sulit membuktikan
adanya kesengajaan dalam kisruh DPT. Semua partai diduga ingin
memanfaatkan DPT untuk menunjuang kemenangannya dalam pemilu, tetapi
mereka tak sadar ada partai tertentu yang memiliki kemampuan lebih
untuk memanfaatkan DPT itu.

Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengatakan, DPT sudah disusun sesuai
tahapan yang ada. Bahkan KPU telah meminta peraturan pemerintah
pengganti UU hanya untuk mengubah DPT demi mengakomodasi pemilih yang
belum terdata. Masyarakat pun, katanya, telah diminta untuk mengecek
nama mereka dalam DPS. Namun, banyak yang tidak melakukannya.***

--
Posted By Gosip Politik to Gosip Politik at 4/11/2009 09:34:00 PM

Kirim email ke