Kamis, 21 Oktober 2004 - 12:13 WIB Program Kerja Kabinet Indonesia Bersatu Sektor ESDM Sehubungan dengan telah dilantiknnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Dr. Purnomo Yusgiantoro, sebagai Menteri ESDM pada Kabinet Indonesia Bersatu, berikut ini disampaikan program kerja kabinet Indonesia Bersatu Sektor ESDM termasuk program 100 Hari Pertama. I. PROGRAM KERJA 100 HARI PERTAMA
1.1 Kesinambungan Program Secara umum, Program Kerja 100 Hari Pertama Pemerintahan baru di sektor energi dan sumber daya mineral perlu difokuskan pada upaya-upaya mendukung terlaksananya kegiatan investasi di sektor ini. Namun demikian, mengingat program tersebut adalah bagian dari program pembangunan sektor jangka panjang 2004-2009, yang seyogyanya berkesinambungan dengan program-program yang telah dilaksanakan dalam periode 2000-2004, maka kiranya program tersebut tetap menggunakan pendekatan 5 (lima) Pilar Program Pembangunan Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral, yaitu: 1. Mendukung kinerja ekonomi makro; melalui peningkatan peran dan kontribusi sektor dalam penerimaan dan belanja negara (APBN). 2. Restrukturisasi sektor energi dan sumber daya mineral pada tataran makro; melalui pembaharuan perundang-undangan dan regulasi di bidang migas, ketenagalistrikan, panas bumi, pemanfaatan energi, dan pertambangan umum. 3. Restrukturisasi pada tataran mikro; melalui restrukturisasi dan efisiensi BUMN yang bergerak di sektor energi dan sumber daya mineral, yang mencakup PT. Pertamina, PT. PLN, PT. Tambang Batubara Bukit Asam, PT. PGN, PT. Timah, dan PT. Aneka Tambang. 4. Restrukturisasi birokrasi pemerintahan dalam rangka menciptakan good governance dan clean government, dengan prinsip 'least government is the best government'. 5. Mendukung pelaksanaan kebijakan otonomi daerah di sektor energi dan sumber daya mineral. Ke-5 Pilar Program Pembangunan tersebut telah dilaksanakan selama periode 2000-2004. Sebagian program telah mencapai sasaran yang ditetapkan, namun pada bagian lainnya masih diperlukan kerja keras untuk mencapai sasarannya masing-masing. Dengan dukungan dan partisipasi segenap pemangku kepentingan (stakeholders), sebagian dari sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan sektor ini telah dapat diwujudkan, antara lain: Pilar-1: peningkatan penerimaan negara dari subsektor migas dan pertambangan, serta upaya pengurangan subsidi harga BBM dan tarif listrik; Pilar-2: restrukturisasi sektor pada tataran makro dilaksanakan dengan ditetapkannya beberapa perundangan baru, yaitu: UU No. 22 tahun 2001 tentang Migas (sebagai pengganti UU No. 8 tahun 1971 dan UU No. 44/Prp tahun 1960), UU No. 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan (pengganti UU No. 15 tahun 1985), dan UU No. 27 tahun 2003 tentang Panasbumi. Pilar-3: restrukturisasi sektor pada tataran mikro, khususnya BUMN, dilaksanakan dengan ditetapkannya Pertamina menjadi PT. Pertamina (Persero) berdasarkan PP No. 31 tahun 2003 sebagai bagian dari upaya memisahkan fungsi regulator dengan pelaku usaha; restrukturisasi keuangan PT. PLN, dan privatisasi PT. PGN. Pilar-4: restrukturisasi birokrasi dilaksanakan dengan reorganisasi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, yang memisahkan antara fungsi perumusan kebijakan dan regulasi bagi komoditi energi dan mineral dengan fungsi pelayanan. Restrukturisasi birokrasi ini juga mencakup pemisahan fungsi-fungsi lembaga perumusan kebijakan, pengaturan dan pelaku usaha. Hal ini dilakukan melalui pembentukan lembaga-lembaga baru, yaitu: (a) Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas) berdasarkan PP No. 42 Tahun 2002; (b) Badan Pengatur Usaha Hilir Migas (BPH Migas) berdasarkan PP No. 67 Tahun 2002 dan Keppres No. 86 Tahun 2002. Dalam rangka mendukung terciptanya good governance dan clean government, selama periode 2000-2004 tidak ada temuan-temuan yang signifikan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP) di lingkungan Departemen ESDM. Pilar-5: kebijakan otonomi daerah di sektor energi dan sumber daya mineral dilaksanakan dengan menyusun dan melimpahkan berbagai peraturan dan regulasi teknis yang diperlukan untuk mendukung pemerintah daerah agar mampu melaksanakan fungsi pelayanan kepada para stakeholder. Untuk memperlancar proses pengalihan kewenangan dan pelayanan itu dibentuk Satuan Tugas (Task Force) Energi dan Sumber Daya Mineral yang secara langsung memberikan pendampingan pada pemerintah daerah. Secara lebih rinci, kinerja pembangunan sektor energi dan sumber daya mineral dapat disimak dalam dokumen terlampir [1]. Perlu disadari bahwa pembangunan nasional, termasuk sektor energi dan sumber daya mineral, merupakan proses tanpa henti (never-ending process) yang perlu dijaga kesinambungan dan arahnya menuju sasaran utama, yaitu mendukung dan berkontribusi demi terwujudnya Tujuan Nasional (masyarakat adil, makmur dan sejahtera) sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, pendekatan 'Lima Pilar Program Pembangunan' tsb masih sahih (valid) dan relevan dalam pembangunan sektor energi dan sumber daya mineral untuk kurun waktu 5 (lima) tahun ke depan. 1.2 Program Kerja 100 Hari Pertama Program ini dibagi atas 3 (tiga) subsektor utama, yaitu migas, ketenagalistrikan, dan mineral. 1. Subsektor Migas Sasaran Pokok: 1) Tingkat produksi minyak bumi di atas 1 juta barel per hari (barrel oil per day, bopd) dan tingkat produksi gas bumi di atas 8 milyar kaki kubik per hari (billion cubic feet per day, bcfd); 2) Terbukanya pasar domestik untuk bahan bakar minyak (BBM) dan gas bumi dan rasionalisasi harga BBM melalui penghapusan subsidi harga BBM secara bertahap. Program Strategis: 1) Mempercepat penyelesaian proses pembangunan fasilitas produksi, penyimpanan, dan pengangkutan migas lepas pantai di lapangan Belanak, Natuna Barat, yang dioperasikan oleh kontraktor ConocoPhilips. 2) Mempercepat penyelesaian proses tender dan penandatanganan kontrak baru 15 blok migas, yang secara keseluruhan akan menambah investasi eksplorasi migas sekitar 160 juta USD, menciptakan lapangan kerja baru dan pengembangan wilayah di sekitarnya. 3) Melanjutkan program rasionalisasi harga BBM dengan mengurangi subsidi harga BBM secara bertahap. Ada 5 (lima) alternatif pilihan yang telah dikaji dari sisi jenis BBM yang disubsidi dan besarnya subsidi harga BBM [2]. 4) Mempercepat pembangunan dan pengoperasian Pusat Data Nasional ESDM dan website, yang dapat diakses oleh masyarakat umum untuk informasi publik dan kalangan dunia usaha untuk data komersial yang mendukung kegiatan investasi, khususnya di subsektor migas hulu dan pertambangan mineral. 2. Subsektor Ketenagalistrikan dan Energi Sasaran Pokok: Meningkatnya jumlah, diversifikasi, dan keandalan penyediaan tenaga listrik guna memenuhi kebutuhan yang terus meningkat, baik dalam sistem interkoneksi Jawa-Madura-Bali (Jamali) maupun di luar Jamali. Program Strategis: 1) Mempercepat pengoperasian dan peresmian PLTGU Muara Tawar yang berkapasitas 6x143 MW dan masuk dalam sistem interkoneksi Jamali, sehingga menambah pasokan dan keandalan sistem. 2) Mempercepat program penyediaan tenaga listrik di Kawasan Indonesia Timur dengan memanfaatkan sumber daya energi yang tersedia: Â pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) Ulumbu (1x2,5 MW) dan PLTP Mataloko (2x2,5 MW) di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dan mendukung pengembangan Kawasan Pembangunan Terpadu (Kapet) Mbay, NTT; Â pembangunan listrik perdesaan di provinsi Nusa Tenggara Timur yang mampu menyediakan tenaga listrik bagi 6 desa baru dan intensifikasi 13 desa lama. 3. Subsektor Mineral Sasaran Pokok: 1) Meningkatnya investasi di bidang pertambangan umum; 2) Terwujudnya diversifikasi penyediaan energi untuk memenuhi konsumsi energi domestik; 3) Tersedianya air bersih dari sumber air bawah tanah bagi masyarakat di daerah sulit air. Program Strategis: 1) Mencanangkan kembali pelaksanaan investasi di subsektor mineral yang melibatkan 13 (tigabelas) perusahaan pertambangan bahan mineral di 9 provinsi dan diharapkan dapat menyerap tenaga kerja langsung sekitar 32 ribu orang. 2) Sosialisasi roadmap Pertambangan Umum kepada pemerintah daerah. 3) Mendukung penyediaan bahan bakar alternatif sebagai upaya diversifikasi energi dan sekaligus mengantisipasi penghapusan subsidi harga BBM dan kelangkaan BBM: Â pembangunan 9 (sembilan) pabrik briket batubara yang berlokasi di Sumatera Barat, Bengkulu, Bangka, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. 4) Mendukung penyediaan air bawah tanah di daerah-daerah yang sulit memperoleh air bersih melalui pembangunan 21 (duapuluh satu) sumur air bawah tanah yang tersebar di 9 provinsi, yang dapat dimanfaatkan oleh sekitar 76 ribu jiwa penduduk. Secara diagramatis, tata waktu Program Kerja 100 Hari Pertama tersebut dapat digambarkan dalam diagram terlampir. II. PROGRAM JANGKA MENENGAH DAN PANJANG Dengan menggunakan pendekatan 5 Pilar Program Pembangunan dan fokus pada upaya peningkatan investasi, program jangka menengah (kurun waktu satu tahun, 2005) dan jangka panjang (kurun waktu sampai dengan 2009) sektor energi dan sumber daya mineral dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Mendukung kinerja ekonomi makro, melalui: (a) peningkatan penerimaan dan pengendalian pengeluaran dalam APBN; (b) menjaga kestabilan neraca pembayaran; dan (c) mendorong kegiatan pembangunan daerah (regional development). Program-program jangka menengah dan panjang yang diarahkan untuk mendukung kinerja ekonomi makro ini antara lain melalui: Â peningkatan komunikasi dan koordinasi antar-sektor, antar lembaga pemerintahan dan pemangku kepentingan (stakeholders), sehingga terwujud kerjasama dan sinergi yang mampu menumbuhkan saling kepercayaan, serta mendorong adanya kepastian hukum dan jaminan keamanan dalam berinvestasi. Hal ini diharapkan dapat mendukung terciptanya lingkungan kegiatan investasi dan berusaha yang kondusif; Â penyelesaian masalah perpajakan dan kepabeanan yang terkait dengan investasi bidang migas, ketenagalistrikan, energi (panasbumi), dan mineral; Â penyelesaian program rasionalisasi harga BBM dan tarif listrik secara bertahap; Â pengembangan lapangan-lapangan migas marginal dengan pemanfaatan teknologi enhanced oil recovery (EOR); Â peningkatan pemanfaatan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan energi dan bahan baku industri di dalam negeri, dengan mempercepat pembangunan infrastruktur gas bumi domestik; Â peningkatan pemanfaatan Liquefied Petroleum Gas (LPG) sebagai sumber energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan sektor rumah tangga, industri dan transportasi. 2. Restrukturisasi sektor pada tataran makro melalui penyempurnaan kebijakan dan regulasi, melalui: Â penyelesaian perumusan dan penetapan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur kegiatan usaha hulu dan hilir migas, serta peraturan-peraturan penunjangnya sebagai pelaksanaan UU No. 22 tahun 2001 tentang Migas; Â penyelesaian proses penetapan PP yang mengatur kegiatan usaha dan keselamatan di sektor ketenagalistrikan sebagai pelaksanaan UU No. 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan; Â penyelesaian proses penetapan PP yang mengatur kegiatan usaha panasbumi sebagai pelaksanaan UU No. 27 tahun 2003 tentang Panasbumi; Â penyelesaian proses penetapan Rancangan Undang-Undang Pertambangan Umum sebagai pengganti UU No. 11 tahun 1967 tentang Pertambangan Umum, terutama yang berkaitan dengan kepastian kontrak-kontrak yang telah ditandatangani sebelum ditetapkannya kebijakan otonomi daerah; Â penyelesaian proses penetapan Rancangan Undang-Undang Pemanfaatan Energi sebagai landasan hukum bagi implementasi Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2004-2020. 3. Restrukturisasi sektor pada tataran mikro, dengan melanjutkan pembenahan manajemen dan organisasi BUMN demi meningkatkan efisiensi dan kinerja BUMN yang bersangkutan: Â Tahap-1: PT. Pertamina (Persero), PT. Tambang Batubara Bukit Asam, dan PT. Aneka Tambang Tbk. Â Tahap-2: PT. PLN (Persero), PT. PGN Tbk, dan PT. Timah Tbk. 4. Restrukturisasi birokrasi pemerintahan, dengan melanjutkan reorganisasi birokrasi di lingkungan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral: Â pembentukan Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik (Bapeptal), sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan; Â pembentukan Badan Geologi Nasional (BGN), yang berfungsi memberikan layanan publik berupa informasi geologi bagi masyarakat umum dan dunia usaha, yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya alam geologis dan perlindungan lingkungan. 5. Mendukung pelaksanaan kebijakan otonomi daerah, melalui: Â peningkatan komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah daerah, sehingga terwujud kerjasama dan sinergi yang mampu menumbuhkan saling kepercayaan, serta mendorong adanya kepastian hukum dan jaminan keamanan dalam berinvestasi di daerah; Â penyempurnaan kebijakan, regulasi dan implementasi yang mendukung pengembangan potensi sumber daya energi dan mineral di daerah dengan tetap mempertimbangkan asas keadilan, kesetaraan, dan kebersamaan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. -------------------------------------------------------------------------------- [1] Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, "Kinerja Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral", Tahun 2004. [2] Tim BBM â Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, "Konsep Dasar Perubahan Paradigma Subsidi Harga BBM Menjadi Subsidi Langsung Tahun 2005", 1 Oktober 2004. -- my blog : http://putrohari.tripod.com/Putrohari/ --------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) ---------------------------------------------------------------------