Kebetulan saya baru saja membaca Buku "The Leading Edge" edisi terbaru May 
2007, Vol. 26 No. 5.
Silakan dibaca bagi yang member SEG (sudah terima khan) halaman 578- 581 atau 
bisa diakses secara online bagi member terdaftar.
Judulnya ....... "SEG's 2006 Member Compensation Survey" 
Atau bisa juga dilihat di "Explorer" edisi April 2007 judulnya "Geologists' 
Salaries Jump Again"

Dari analisis survei SEG dan perbandingan tabel2 yang ada, dapat diketahui 
"range" salary yang ada / ideal.
Ini dapat menjadi pertimbangan bagi yang kerja di luar negri.
Namun kelihatannya sangat jauh dari yang didapatkan di Indonesia namun mungkin 
dirasakan bagi yang telah bekerja di luar.
Tapi kalau bisa diaplikasikan di Indonesia tentu merupakan suatu "goodwill" 
yang sangat baik terhadap apresiasi G&G lokal.

Sekali lagi "uang bukan yang utama" namun bila ada "hal lain yang ingin 
dicapai" tentunya bisa dipertimbangkan.
Paling tidak dengan era globalisasi sekarang, sesuatu yang mungkin bisa dicapai 
(dimanapun dan kapanpun bisa akses internasional).

Semboyan ini sama dengan iklan salah satu produk olah raga (Adidas)
..."Impossible is nothing"... 

Sekedar tambahan urun rembug saja

TAM

----- Original Message ----
From: Rovicky Dwi Putrohari <[EMAIL PROTECTED]>
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, May 28, 2007 3:19:51 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di 
Tanah Air Picu Brain Drain

Memang bahasanya Kang ADB ini bahasa pemimpin atau leader. Namun akan lebih 
mudah dibaca dengan menganalogikan begini saja.
Apa yang akan anda perbuat jika anda sebagai seorang Manajer HR. Wah mungkin 
jauh ya .. 
Ya sudah, dengan kata lain "Apa yang akan anda lakukan jika anda sebagai 
seorang Manager Eksplorasi, atau Chief Geologist ?" 

Kalau anda bilang, "ya uwis semono wae kan cukup tole ? Manusia itu pada 
dasarnya tamak kok" ... wah aku jamin pegawe atau bawahan anda akan langsung 
cari lowongan lain atau mungkin malah ngirim CV ke aku ... wupst !! 
Pernah denger atau baca kalimat ini kan ? -  "People don't leave their jobs, 
they leave their managers."  
Blaik .... pantesan RDP kluar dari posisi itu enam tahun lalu :) Ya karena aku 
ngga mau ditinggalkan kawan-kawanku. 


- :( "Looh tapi pakdhe meninggalkan manajer Pakdhe sebelumnya juga, kan?"
+ :D " Hust, aku dulu yo nyari duwik ... uspt !!"


Sakjane Pak Awang itu mengucapkan gaji berapapun kurag aku yakin karena beliau 
juga was-was. Dan kalimat beliau dipakai supaya menahan rekan-rekannya sesama 
kawan, untuk tidak ikutan braindrain. Saat menulis barangkali beliau tidak 
sedang memposisikan dirinya pada posisi diatas (BPMIGAS) ... kalau di BPMIGAS 
tentunya Kang Awang akan berbicara lain. Tapi memang disini uniknya forum 
IAGI-net ini. Kita berada dalam dua posisi kaki yang berbeda. Ada posisi 
pribadi, dan ada posisi jabatan. Mungkin ada juga yang satu kaki posisi sebagai 
anak negeri, dan satu kaki pada posisi pegawe perusahaan asing. 

Makanya kalimat pak Awang direspons berbeda antara ADB dan Taufik Manan. Karena 
level bicara mereka berbeda.

Nah, biar tambah mikir 
"brain-drain" ini fenomena individu atau fenomena kolektif ? 

RDP

On 5/28/07, Parvita Siregar <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Bahasanya Mas Andang  susah ih :)
> 
> Mas Awang, saya setuju, pendapat Mas Awang.  Kalau bisa bangun siang dan 
> tidak macet2an ke kantor, atau sempat jogging sebelum sarapan dan
> berangkat ke kantor, pulang ke rumah masih melihat matahari terbenam dan
> main tenis atau sepak bola dan main dengan anak-anak, sekolah 
> kwalitasnya baik dan gratis, ya mikir2 jugalah.
> 
> It's a matter of quality of life kok.  Kalau soal uang, ngga kan ada
> cukup2nya...
> 
> Parvita H. Siregar
> Salamander Energy 
> Jakarta-Indonesia
> 
> 
> Disclaimer:  This email (including any attachments to it) is
> confidential and is sent for the personal attention of the intended
> recipient only and may contain information that is privileded, 
> confidential or exempt from disclosure.  If you have received this email
> in error, please advise us immediately and delete it.  You are notified
> that using, disclosing, copying, distributing or taking any action in 
> reliance on the contents of this information is strictly prohibited.
> 
> -----Original Message-----
> From: Andang Bachtiar [mailto:[EMAIL PROTECTED] ]
> Sent: Monday, May 28, 2007 1:09 PM
> To: iagi-net@iagi.or.id
> Subject: Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI
> di Tanah Air Picu Brain Drain 
> 
> Permasalahan brain-drain yang dikemukakan di initial posting nampaknya
> punya
> dimensi supra-struktur kebijakan, strategi besar korporasi, lembaga
> negara,
> dan pemerintahan secara umum. Sementara opini yang dikemukakan broer 
> Awang
> terlampir lebih menjelajah wilayah filosofis (kebahagiaan versus materi)
> dan
> penyerapan subtil individual (yang seringkali sakral) atas filosofi
> tersebut
> untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Repotnya adalah: 
> apabila para pengambil kebijakan (korporasi, negara, dsb) menerapkan
> filosofi individual dalam kebijakan yang mempengaruhi kemaslahatan
> masyarakat banyak, dimana bisa saja terjadi pengabaian (negligence) atas 
> 
> konsern masyarakat banyak (yang punya filosofi individual
> ber-beda2).......
> Mudah2an berbagai perkembangan yang terjadi di kancah pertenaga-kerja-an
> 
> migas kita bisa menggugah (pelan2 juga nggak papa), membangkitkan, dan 
> menggerakkan para pengambil kebijakan kita untuk tanggap/concern dan
> mengambil tindakan segera.
> 
> Salam
> 
> adb
> 
> 
> 
> ----- Original Message -----
> From: "Awang Harun Satyana" <[EMAIL PROTECTED]>
> To: <iagi-net@iagi.or.id>
> Sent: Monday, May 28, 2007 12:23 PM 
> Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI
> di
> Tanah Air Picu Brain Drain
> 
> 
> Yang bergaji rp 100 jt/bl atau rp 1 jt/bl sama-sama bisa hidup,
> sama-sama bisa menyekolahkan anak-anaknya, dan punya kenikmatan serta 
> keluhannya masing-masing. Tak ada jaminan bahwa yang bergaji rp 100
> jt/bl tak pernah mengeluh atau pusing atau kuatir. Di tengah kemacetan
> kota Jakarta, yang bergaji Rp 100 jt/bl marah karena terjebak macet dan 
> kuatir mobil mewahnya terserempet metromini yang dinaiki orang bergaji
> rp 1 jt/bl yang tersenyum saja melihatnya. Penghasilan tak pernah
> berkorelasi positif dengan kebahagiaan. Orang yang gajinya kecil akan 
> menyesuaikan dengan apa yang mampu dibelinya.
> 
> Kalau "brain drain" hanya mengejar uang, hm...
> 
> Masih banyak yang tak bisa dibeli dengan uang..
> 
> Salam,
> awang
> 
> -----Original Message-----
> From: Leonard Lisapaly [mailto:[EMAIL PROTECTED]
> Sent: Monday, May 28, 2007 11:04 C++
> To: iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia
> Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI
> di Tanah Air Picu Brain Drain
> 
> 
> Meminjam istilahnya Bapak Orang Miskin di acara Republik BBM :
> 
> "Sedikit-sedikit uang, sedikit-sedikit uang, uang kok cuma sedikit ...."
> 
> LL
> 
> -----Original Message----- 
> From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED]
> Sent: Monday, May 28, 2007 10:48 AM
> To: [EMAIL PROTECTED] ; iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli
> Geofisika Indonesia
> Subject: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di
> Tanah
> Air Picu Brain Drain 
> 
> Dari 5 tahun lalu kita diskusi braindrain di IAGI-net ga pernah
> selesei .... Kita bisa debat berbusa-busa soal gaji cukupnya berapa
> banyak. Namun kenyataan bahwa gaji masih menjadi impian pekerja di 
> Indonesia. Simak uraian dari KB Antara dibawah sana.
> 
> Uang bukan segalanya
> tapi segalanya perlu uang ...
> waaks ! :)
> 
> RDP
> 
> Ekonomi & Bisnis
> 
> 27/05/07 11:15
> Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain
> Drain
> 
> Canberra (ANTARA News) - Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia
> (PPIA) mengusulkan perlu dihapusnya segera kebijakan yang membedakan 
> gaji dan fasilitas bagi para profesional asing dan orang Indonesia
> berkualifikasi sama di Tanah Air, karena ditengarai turut memicu
> larinya atau "brain drain" kalangan terdidik Indonesia lulusan luar 
> negeri.
> 
> Usul tersebut mengemuka dalam diskusi PPIA di Universitas Nasional
> Australia (ANU) tentang fenomena "brain drain" di kalangan terdidik
> dan profesional Indonesia yang enggan pulang ke tanah air setelah 
> tamat dari pendidikan di luar negeri, demikian informasi yang
> diperoleh ANTARA dari PPIA ANU, Minggu.
> 
> Disebutkan, usul yang mengemuka dalam diskusi yang menghadirkan dua
> orang Indonesia yang sedang bertugas di ANU, Ariane Utomo dan Wijayono 
> Sarosa, itu masih akan ditindaklanjuti dan digodok secara lebih
> mendalam dalam konferensi perhimpunan mahasiswa Indonesia dari seluruh
> dunia yang direncanakan berlangsung di Sydney pada September
> mendatang.
> 
> Dalam diskusi yang dihadiri puluhan mahasiswa ANU dan doktor Indonesia
> yang kini bekerja di universitas terbaik di Australia itu, terungkap
> bahwa perbedaan gaji dan fasilitas yang diberikan perusahaan asing 
> maupun lokal kepada para tenaga ahli dan konsultan asing dan Indonesia
> dengan kualifikasi keahlian yang relatif sama ini sudah berlangsung
> sejak lama.
> 
> Di perusahaan pertambangan milik Amerika Serikat di Provinsi Papua, PT 
> Freeport Indonesia, misalnya, disebutkan bahwa sudah lama terjadi
> kebijakan yang membedakan gaji para konsultan asing dengan konsultan
> Indonesia, padahal mereka memiliki kualifikasi dan keahlian sama. 
> 
> Kebijakan yang diskriminatif itu diyakini menjadi salah satu penyebab
> terjadinya "brain drain" di kalangan terpelajar Indonesia lulusan luar
> negeri atau orang-orang terbaik Indonesia yang meninggalkan Tanah Air 
> untuk bekerja di luar negeri sebagai profesional.
> 
> Di Malaysia, pemerintah negara itu memberikan insentif yang menarik
> kepada warganya yang melanjutkan studi di luar negeri dengan beasiswa 
> negara untuk kembali ke Malaysia setamat dari universitas mereka.
> 
> Sementara itu, Ariane Utomo kepada ANTARA yang menghubunginya dari
> Darwin mengatakan di Australia, fenomena "brain drain" itu justru 
> lebih banyak terjadi di kalangan anak-anak Indonesia yang lulus
> program strata satu dari universitas-universitas di Australia.
> 
> "Trend jumlah lulusan S-1 universitas-universitas Australia yang asal 
> Indonesia cenderung tinggi. Setelah mereka tamat, mereka melamar untuk
> mendapatkan status residen tetap di Australia, karena memang
> Pemerintah Australia membuka pelulang untuk itu," katanya.
> 
> Menurut Ariena, Australia mendapatkan keutungan dari fenomena ini,
> yakni tersedianya 'tenaga kerja terdidik yang siap pakai' kendati
> "brain drain" ini sebenarnya tetap memberikan nilai positif, yakni 
> terbuka dan bahkan semakin luasnya jaringan kerja orang-orang
> Indonesia yang memilih menetap sementara dan bekerja di luar negeri.
> 
> Seorang mahasiswa pasca sarjana asal Indonesia, Yopi, yang juga 
> mengikuti diskusi mengatakan sudah saatnya Bappenas dan
> lembaga-lembaga lain di Tanah Air menghentikan kebijakan yang
> membedakan gaji dan fasilitas bagi para profesional asing dan
> Indonesia. 
> 
> "Gap (ketimpangan) ini adalah isu yang sangat penting bagi kita,"
> katanya.
> (*)
> 
> Copyright (c) 2007 ANTARA
> 
> --
> http://rovicky.wordpress.com/

-- 
http://rovicky.wordpress.com/


       
____________________________________________________________________________________Looking
 for a deal? Find great prices on flights and hotels with Yahoo! FareChase.
http://farechase.yahoo.com/

Kirim email ke