Di wilayah Jawa Timur onshore, dengan play yang sama, (Kujung/Prupuh/Mudi
target), Exxon mengajukan sumur dengan anggaran sekitar 775-825 US$/ft;
Pertamina sekitar 300-400 US$/ft, JOB Pertamina-Petrochina Tuban sekitar
375-450 US$/ft; Lundin Blora sekitar 450-550 US$/ft, Lapindo Brantas sekitar
550-650 US$/ft. Masih Exxon yang paling tinggi kan ? Tepatnya, lebih daripada
dua kali anggaran usulan Pertamina.
Adalah menjadi tugas BPMIGAS untuk memotong anggaran2 itu sampai batas
kewajaran. Belum lama ini, saya memotong sekitar 15 juta US$ anggaran tiga
sumur di Indonesia Timur yang diajukan terlalu tinggi oleh operatornya.
Kelak, anggaran2 itu akan ditagihkan ke Negara sebagai cost recovery. Bagaimana
halnya kalau tidak kita turunkan dari awal ? Tentu saja pendapatan Negara akan
berkurang.
Terus-terang saja, banyak kontraktor yang royal dan hambur, dengan satu pikiran
saja : toh di-cost recovery ini. Hm...jangan menganggap itu selalu mudah.
Terus-terang juga, Jeruk-1 Jeruk-2 di Selat Madura termasuk paling hebat
discoverynya sejak 2000 ini di Indonesia, tetapi manisnya Jeruk ini menjadi
asam oleh biayanya yang memegang record sumur termahal di Indonesia karena
problem mekanisnya. Kelak, Jeruk ini akan meninggalkan bom waktu berupa sunk
cost yang sangat besar.
Masih banyak contoh yang lain, hanya mengemukakan : di satu pihak BPMIGAS
berperan sebagai partner, di lain pihak menjadi pengontrol yang harus ketat.
Saya berharap para tenaga nasional di oil company asing dapat berperan juga
sebagai pengawas pihak asingnya, sebab saya temukan banyak pihak asing
berpendirian kalau bisa ditimpakan ke Indonesia maka timpakan saja ke
Indonesia (!)
Nah, BPMIGAS tak mungkin mengontrol sampai ke mikro-detail bukan ? Maka saya
berharap tenaga nasional di oil company asing sekaligus menjadi pengingat atau
pengawas juga. Kadang2 saya dapat juga masukan dari tenaga2 nasional ini yang
langsung disampaikan kepada saya, nah..ini bisa jadi amunisi saya untuk
perang anggaran dengan pihak asing mereka.
Kalau kita tidak jeli, maka kita bisa larut tanpa sadar bahwa kita sebenarnya
tengah terlibat dalam tindakan yang sedang merugikan Indonesia.
salam,
awang
Bambang Murti [EMAIL PROTECTED] wrote:
Hmm, kalau aku koq sedikit worry ya...mungkin ini
pre-judicemudah-mudahan tidak beralasan.
Misalnya, JV tersebut akan mengebor dengan biaya sekian..sekian...
Nah karena partner-nya ndak punya duit, mereka akan bilang,...uupss,
nice plan, tapi kita sekarang lagi bokek nih...bisa talangin kita-kita
dulu ndak?
Lha si operator bisa saja menjawab, guys, ini proyek mahal...jadi
ente-ente musti kudu punya duit donkkalau ente bilang kagak punya
duit sekarang, ya udah, gue bisa anggep ente-ente pada kagak mau
sharing risk, jadi, gue akan sole risk dah...ente-ente kan ude pada
tau kan artinya sole risk? hasilnya bakalan gue embat sendiri..
Atau bisa juga, OK, gue bayarin dulu, ntar dipotong dari share ente-ente
deh...
Lha kalau begitu, maka akan terjadi share dilution donk.
Nah ???
BSM
Buat pak Awang,
Mungkin bisa me-release estimasi drilling cost dari operator disekitar
blok tersebut untuk similar play? Sesama di onshore aja dah. Porong-1?
Kembang Baru? Grigis Barat? Kedungtuban? Sukowati-nya Petrochina?
Ntar dibandingin dengan proposal beliau ini?
Apakah pemerintah aware terhadap hal yang satu ini? Kalau belum, duh,
saying donk...
-Original Message-
From: Batara Sakti Simanjuntak [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, August 10, 2005 4:44 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] [FW] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina
diBlok Cepu
Pemerintah (pusat) memberi Pertamina 45 %, dan Pemda (beberapa)
Kabupaten
10%, sedang Exxon juga 45%, lalu ketiganya mesti membentuk perusahaan
baru,
sehingga tak ada yang berfungsi sebagai mayoritas. Ini naif sekali. Lalu
siapa yang memegang operatorship ?, logikanya perusahaan baru tsb. Siapa
yang secara ril akan menyediakan dana di perusahaan baru tsb ?... Pemda
toh
tak kan punya dana, Pertamina pun sedang kesulitan...jadi Exxon akan
mendominasi ???
Kalau Pertamina dan Pemda sama-sama berkehendak menyatukan kekuatan
sahamnya
sehingga menjadi mayoritas bersama boleh kan ?. Kalau pikirannya
sama-sama
soal kebangsaan (dalam jangka panjang, seperti pandangan pak Kwik) tidak
dapatkah Pertamina Pemda saling menyatukan diri ?. Gimana caranya
Pertamina mendekati dan merayu Pemda ?
-Original Message-
From: Awang Satyana
To: iagi-net@iagi.or.id
Date: Wed, 10 Aug 2005 02:17:39 -0700 (PDT)
Subject: Re: [iagi-net-l] [FW] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina
di
Blok Cepu
Paling juga karena dapat tekanan Paman Sam. Nanti juga di badan
pengelola baru Cepu bentukan Exxon, Pertamina, Pemda, hendaknya
Indonesia (Pertamina + Pemda) berdaya kuat. Harus siap menolak dan
memotong biaya-biaya supertinggi yang biasa diajukan Exxon. Di blok2
lain di mana Pertamina memegang participating interests hendaknya juga
berdaya kuat