Barangkali ada manfaatnya juga buat rekan2 yang lain.
   
  salam,
  awang

Awang Satyana <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
    Date: Mon, 5 Nov 2007 05:57:19 -0800 (PST)
From: Awang Satyana <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: Re: Kump & Arthur
To: Vicky Amir [EMAIL PROTECTED]
   
  Vicky Amir <[EMAIL PROTECTED]> wrote: 
  Maaf pak Awang, tambahan pertanyaan, bapak sempat menjelaskan mengenai 
stages of mass extinction by (Kump & Arthur) di milist 
geounpad...(benar pak?)...bisa minta detail tahun maupun publishernya?


  Ini literaturnya : Kump, L.R., Pavlov, A., and Arthur, M.A. (2005). "Massive 
release of hydrogen sulfide to the surface ocean and atmosphere during 
intervals of oceanic anoxia". Geology v. 33, p.397–400. Abstraknya : 
  Massive release of hydrogen sulfide to the surface ocean and atmosphere 
during intervals of oceanic anoxia   Lee R. Kump*,1, Alexander Pavlov*,2 and 
Michael A. Arthur*,3 
  1 Department of Geosciences, Pennsylvania State University, 535 Deike 
Building, University Park, Pennsylvania 16802, USA
2 Center for Astrobiology, Laboratory for Atmospheric and Space Physics, 
University of Colorado, C.B. 392, Boulder, Colorado 80309-0392, USA
3 Department of Geosciences, Pennsylvania State University, 538 Deike Building, 
University Park, Pennsylvania 16802, USA   
  Simple calculations show that if deep-water H2S concentrations increased 
beyond a critical threshold during oceanic anoxic intervals of Earth history, 
the chemocline separating sulfidic deep waters from oxygenated surface waters 
could have risen abruptly to the ocean surface (a chemocline upward excursion). 
Atmospheric photochemical modeling indicates that resulting fluxes of H2S to 
the atmosphere (>2000 times the small modern flux from volcanoes) would likely 
have led to toxic levels of H2S in the atmosphere. Moreover, the ozone shield 
would have been destroyed, and methane levels would have risen to >100 ppm. We 
thus propose (1) chemocline upward excursion as a kill mechanism during the 
end-Permian, Late Devonian, and Cenomanian–Turonian extinctions, and (2) 
persistently high atmospheric H2S levels as a factor that impeded evolution of 
eukaryotic life on land during the Proterozoic. 
   
  ----------------------
   
  salam,
  awang 
   
  lampiran : beberapa tulisan saya soal kepunahan massa yang pernah di-posting 
1-2 tahun yang lalu
   
  Kepunahan Massa dan Evolusi
   
  Kepunahan massa makhluk hidup skala global memang ada dalam sejarah ½ miliar 
tahun Bumi sejak Kambrium. Plotting sumbu Y sebagai extinction rate (dalam 
genus per juta tahun) dan sumbu X sebagai skala waktu geologi (dalam Ma) (yang 
terbaik bisa ditemukan di Sepkoski-1986 : Phanerozoic overview of mass 
extinction – dalam Patterns and Processes in the History of Life, Raup & 
Jablonski-eds.-Springer Verlag) menunjukkan bahwa telah terjadi big five global 
mass extinction selama Fanerozoikum : end of Ordovician, end of Devonian, end 
of Permian, end of Triassic, dan end of Cretaceous. Setiap juta tahun memang 
terjadi kepunahan 20-30 genus fauna (ini background rate of genera extinction) 
, tetapi di big five itu kepunahan bisa sampai 100-160 genus. 
   
  Fakta kepunahan massa global ada, yang tersisa dan terus menjadi debate of 
centuries adalah mekanisme bagaimana kepunahan itu terjadi. Hallam (1989) – 
Catastrophism in Geology, yang dipresentasikan memperingati 10 tahun teori 
impact Alvarez dkk (1980) oleh  BAAS (British Association for the Advancement 
of Science) mengemukakan 5 kemungkinan penyebab global mass extinction : (1) 
bolide impact – seperti teori Alvarez dkk, (2) climate change, (3) volcanism, 
(4) sea-level changes, (5) magnetic field reversal. Virus ? Memang akan sangat 
susah membuktikannya, bukan hard data, tapi biologi molekuler untuk kepentingan 
evolusi akan bisa menganalisisnya – yang seperti ini pernah diujicobakan ke 
fosil2 hominid untuk mengadili mana yang benar dari dua teori : out of Africa 
atau multiregional ?
   
  IMPACT FROM THE DEEP : GLOBAL WARMING EXTINCTION
   
  “Deep Impact” kita tahu adalah judul sebuah film terkenal yang menceritakan 
bagaimana sebuah komet/asteroid bisa memunahkan kehidupan di Bumi. Tetapi, 
“Impact from the Deep” adalah judul sebuah teori baru yang pada intinya 
menyatakan bahwa kepunahan masal justru datang dari Bumi sendiri. 
   
  Kepunahan masal (mass extinction) selalu menarik untuk dikaji. Telah cukup 
banyak buku dan artikel ilmiah ditulis untuk menampung argumen-argumen yang 
ada. Simposium khusus pun telah beberapa kali diadakan, terutama setelah teori 
Alvarez dikemukakan pada tahun 1980. Walter dan Luis Alvarez, pasangan 
anak-bapak (anaknya ahli geologi, bapaknya ahli fisika) mengemukakan teori 
bahwa dinosaurus punah pada Kapur Akhir 65 Ma (million years ago) akibat Bumi 
dihantam sebuah komet (deep impact). Teori ini kemudian terbukti benar karena 
banyak bukti fisik di lapangan ditemukan akibat benturan itu : a.l. (1) lapisan 
iridium ditemukan di mana-mana di seluruh dunia pada lapisan berumur 65 Ma (di 
Indonesia belum ada yang menelitinya), (2) impact debris, termasuk semua batuan 
dengan ciri petrografi pressure-shocked tersebar di seputar globe (3) kawah 
benturan (impact crater) berumur 65 Ma ditemukan terkubur di Semenanjung 
Yucatan Mexico yang disebut Kawah Chicxulub. Unsur Iridium langka
 ditemukan di Bumi, tetapi berlimpah di extra-terrestrial bodies seperti 
meteor, komet, dan asteroid. Berdasarkan lebar kawah Chicxulub, ditaksir 
komet/asteroid pemusnah kaum dinosaurus itu berdiameter 10 km.
   
  Karena kepunahan di K-T (Kapur-Tersier) boundary itu terbukti benar oleh 
extra-terrestrial impact, maka setiap periode kepunahan di Bumi selalu 
dihubungkan dengan hantaman komet/asteroid. David Raup, paleontologist penulis 
buku “Extinctions : Bad Genes or Bad Luck ? “ (terbit awal 1990an) menyatakan 
begitu, memang impacts selalu disalahkan sebagai penyebab major extinctions, 
penyebab lain mungkin ada, tetapi tak dominant. Apakah benar begitu ? 
   
  Paling tidak, di dalam 500 juta tahun terakhir ini kita bisa catat telah 
terjadi lima kali kepunahan masal yang besar : (1) pada 443 Ma (ujung 
Ordovisium), (2) pada 374 Ma (ujung Devon), (3) pada 251 Ma (ujung Perem), (4) 
pada 201 Ma (ujung Trias),dan (5) pada 65 Ma (ujung Kapur).  Kepunahan pada 251 
Ma (ujung Perem atau ujung Paleozoikum) adalah kepunahan terbesar menghapus 90 
% penghuni lautan dan 70 % penghuni daratan bahkan sampai serangga pun. 
Kepunahan ujung Perem adalah “great dying” atau “the mother of mass 
extinctions” tulis Douglas Erwin di majalah Scientific American edisi Juli 
1996. Apakah kepunahan Permian ini juga akibat asteroid impact ? Peter Ward, 
profesor biology-earth and space sciences dari University of Washington 
melaporkan penemuan baru tentang kepunahan masal terbesar di ujung Permian ini 
(Scientific American, Oktober 2006, p. 42-49).
   
  Lima tahun lalu, sekelompok ahli geologi dan ahli kimia organik mulai 
mempelajari kondisi-kondisi lingkungan pada masa-masa kritis dalam sejarah 
Bumi. Pekerjaan mereka meliputi mengekstraksi residu zat kimia dari 
lapisan-lapisan berumur tertentu berusaha mencari fosil molekuler kimiawi yang 
dikenal sebagai biomarker yang ditinggalkan organisme yang telah punah. Karena 
kuatnya, biomarker ini masih terawetkan di sedimen2 meskipun jazad organismenya 
telah lenyap meluruh. Biomarker ini merupakan  kunci ke pengetahuan kondisi 
seperti apa yang terjadi di Bumi pada saat kehidupan organisme itu berlangsung. 
Sampling dan penelitian telah dilakukan pada periode-periode kepunahan masal. 
Dan para ilmuwan tersebut mendapatkan kejutan bahwa data dari periode2 mass 
extinction selain pada periode K-T boundary, selalu menunjukkan kondisi 
lingkungan bahwa lautan2 purba telah beberapa kali berada pada kondisi 
kandungan oksigen yang sangat rendah (anoxia). Bersamaan dengan kondisi ini
 ditemukan biomarker dalam jumlah besar berupa green sulfur bacteria yang bisa 
melakukan fotosintesis. Pada zaman sekarang, bakteri sejenis ditemukan berupa 
green-purple sulfur bacteria di tempat2 dalam laut stagnant seperti Laut Hitam 
yang mengoksidasi H2S sebagai sumber energinya dan mengubahnya menjadi 
belerang. Gas H2S adalah gas beracun bagi banyak makhluk hidup. Kelimpahan 
bakteri ini pada periode2 kepunahan masal yang seperiode dengan turunnya 
kandungan oksigen secara ekstrim telah membuka wawasan baru tentang penyebab 
kepunahan masal.
   
  Para ilmuwan telah tahu bahwa pada setiap periode kepunahan masal level 
oksigen selalu lebih rendah daripada biasanya. Juga, mereka tahu bahwa banyak 
volkanisme terjadi pada setiap periode kepunahan masal – volkanisme adalah 
teori tandingan asteroid impact bagi kepunahan masal. Volkanisme bisa 
meningkatkan CO2 di atmosfer, mengurangi kadar oksigen, dan menyebabkan global 
warming.  Tetapi, volkanisme dan berlimpahnya CO2 di atmosfer tak langsung 
menjelaskan punahnya banyak hewan laut pada ujung Permian juga punahnya tanaman 
darat, justru tanaman darat akan berlimpah dengan banyaknya CO2. Lalu, apa 
hubungan antara kelimpahan sulfur bacteria, depleted oxygen, volkanisme yang 
meningkat, global warming dan kepunahan masal ? Adakah kaitan satu dengan yang 
lainnya, bagaimana ?
   
  Kuncinya ternyata ada di biomarker. Biomarker dari oceanic sediments berumur 
ujung Permian dan juga dari batuan Trias akhir menghasilkan bukti kimia tentang 
adanya suatu kelimpahan yang luar biasa bakteri pengkonsumsi H2S di 
lautan-lautan Permian dan ujung Trias. Karena mikroba ini hanya dapat hidup di 
lingkungan yang bebas oksigen (an-aerob) tetapi tetap membutuhkan cahaya 
Matahari untuk melakukan fotosintesis, keberadaan bakteri ini di suatu lapisan 
batuan Permian mengindikasikan bahwa lingkungan laut pada saat itu adalah juga 
suatu marker yang menunjukkan laut tanpa oksigen tetapi kaya H2S.
   
  Di lautan-lautan sekarang, keterdapatan oksigen dan H2S terjadi dalam keadaan 
setimbang. H2S terdapat di tempat2 dalam di wilayah yang stagnan. Di kawasan 
H2S yang beracun ini hidup organisme pencinta H2S tetapi pembenci oksigen. Hal 
yang unik, karena sirkulasi air, oksigen berdifusi ke bawah, sedangkan H2S 
berdifusi ke atas, akhirnya lapisan oksigen dan lapisan H2S bertemu di tengah 
di suatu level yang disebut “chemocline” yang bisa setimbang, tetapi bisa juga 
terganggu.Gangguan atas batas chemocline ini bisa berakibat dahsyat dan inilah 
yang terjadi di ujung Permian yang menyebabkan kepunahan masal yang paling 
besar dalam episode sejarah Bumi.
   
  Perhitungan oleh dua ahli geologi dari Pennsylvania State University : Lee 
Kump dan Mike Arthur menunjukkan apabila level oksigen drop di lautan, 
kondisinya akan sangat menguntungkan bakteri an-aerob dari tempat dalam, yang 
akan menghasilkan sejumlah besar gas H2S. Dalam perhitungannya, bila 
konsentrasi H2S lautdalam ini melampaui batas kritis selama periode oceanic 
anoxia (laut miskin oksigen), maka lapisan chemocline akan mengerucut ke atas 
(seperti gejala water coning) dan akhirnya semburan gas H2S beracun dari tempat 
dalam akan masuk ke atmosfer.
   
  Studi Kump dan Arthur menujukkan bahwa pada penghujung Permian telah terjadi 
toxic H2S gas upwelling yang telah menyebabkan kepunahan di daratan dan lautan. 
Kemudian, model yang dibangun oleh Pavlov dari University of Arizona 
menunjukkan bahwa semburan H2S Permian ini telah merobek lapisan ozon Bumi pada 
Permian sehingga radiasi ultraviolet (UV) yang mematikan menerobos masuk 
membunuh setiap makhluk hidup di daratan dan lautan. Bukti terhadap model ini 
datang dari fosil spora berumur ujung Permian di Greenland, yang menunjukkan 
deformitas (perubahan bentuk) akibat exposure terhadap high level of UV.
   
  Kump dan Arthur menghitung bahwa jumlah gas H2S yang memasuki atmosfer di 
ujung Permian itu 2000 kali lebih banyak daripada yang dierupsikan oleh semua 
gunungapi2 sekarang. Efek mematikan H2S meningkat seiring naiknya temperatur, 
bila pada saat yang sama terjadi greenhouse effect dan global warming, maka 
permusnahan akan semakin efektif ! Urutan model pemusnahan dengan cara ini 
adalah sebagai berikut : (1) kegiatan volkanik yang meningkat melepaskan CO2 
dan metan ke atmosfer, (2) rapid global warming, (3) laut yang menghangat akan 
mengurangi daya serap oksigen dari atmosfer ke laut, (4) terjadi kekurangan 
oksigen – anoxia di lautan, (5) keadaan anoxia akan mengganggu kesetimbangan 
chemocline – chemocline yang semula datar menjadi mengerucut dengan kolom 
dissolved oxygen berkurang sedangkan dissolved H2S meningkat, terjadi H2S 
upwellling, (6) green & purple sulfur bacteria berlimpah sementara mahkluk 
lautan yang bernafas dengan oksigen musnah akibat hilangnya oksigen dan
 naiknya gas H2S yang beracun, (7) gas H2S yang menyembur membunuh makhluk 
daratan, (8) gas H2S naik terus ke atmosfer dan akhirnya merobek perisai ozon, 
(9) radiasi UV menerobos via celah di perisai ozon membunuh kehidupan di Bumi 
yang masih tersisa, (10) kepunahan masal.
   
  Mekanisme pemusnahan kehidupan seperti di Permian dan Triassic telah terjadi, 
apakah kelak bisa terjadi lagi ? Kepunahan hebat pada ujung Permian terjadi 
pada saat kadar CO2 di atmosfer telah mencapai sekitar 3000 ppm, kadar CO2 di 
atmosfer kita sekarang berada pada 385 ppm. Apakah kita tidak perlu takut ? 
Tunggu dulu, kepunahan pada ujung Triassic terjadi pada saat CO2 di level 1000 
ppm, dan CO2 kita sekarang meningkat 2-3 ppm setiap tahun. Bila dihitung secara 
linier peningkatan itu akan kita temukan bahwa pada tahun 2200 nanti kadar CO2 
di atmosfer kita bisa mendekati 900 ppm –suatu kondisi yang sangat bisa 
mendorong keadaan stress anoxia di lautan dan rentetan efek2 mematikan 
berikutnya seperti ditulis di atas. 
   
  Strangling heat and gases emanating from the earth and sea, not asteroids, 
mostlikely caused several ancient mass extinctions. The earth can, and probably 
did, exterminate its own. The past is the key to the future. Bumi menyediakan 
catatan hariannya, semoga kita bisa arif membacanya.
   


Vicky Amir <[EMAIL PROTECTED]> wrote:   Maaf pak Awang, tambahan pertanyaan, 
bapak sempat menjelaskan mengenai 
stages of mass extinction by (Kump & Arthur) di milist 
geounpad...(benar pak?)...bisa minta detail tahun maupun publishernya?

Dan satu lagi...bgmn caranya apply untuk anggota iagi-net?

maaf jika kurang berkenan..

Big Regards
Vicki R. Amir

  __________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 



 __________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

Kirim email ke