Sumba, pulau di sebelah selatan Flores, atau termasuk pulau paling selatan di 
wilayah Indonesia, secara geologi unik. Pulau Sumba adalah sebuah 
mikrokontinen. Hamilton (1979) termasuk yang pertama mengatakan bahwa Sumba 
adalah sebuah mikrokontinen. Chamalaun et al (1981) kemudian yang pertama 
membuktikannya secara gayaberat. Anomali gayaberat Bouguer di Sumba berkisar 
dari +160 sampai +200 mGal dan ketika dimodelkan menghasilkan kerak kontinen 
setebal 24 km. Pulau Sumba berukuran 220 km x 60 km. Sampai seberapa besar 
dimensi fragmen benua ini sebenarnya? Data terakhir dari Wensink (1994) 
menunjukkan bahwa dimensi total fragmen benua ini adalah 400 km x 200 km.

Posisi tektonik Sumba unik, ia suka disebut exotic body sebab terjadi di antara 
kondisi geologi yang didominasi jalur volkanik Nusa Tenggara dan jalur melange 
Timor. Di antara dua jalur inilah terdapat fragmen benua Sumba. Posisi Sumba 
juga persis terletak di sebelah utara sambungan (junction) antara kerak 
samudera Hindia di sebelah barat dan kerak benua Australia di sebelah timur. 
Sumba memisahkan dua cekungan mukabusur/ forearc basin, yaitu Cekungan Lombok 
sedalam 4000 meter dan Cekungan Sawu sedalam 3000 meter.

Yang menjadikan Sumba sebuah enigma, teka-teki, adalah asal Sumba dan bagaimana 
cara reposisinya. Semua mikrokontinen tentu punya asal dan cara reposisinya ke 
tempatnya terakhir. Bagaimana asal dan cara reposisi Sumba? Ternyata, inilah 
yang telah menyebabkan perdebatan puluhan tahun tentang Sumba. Saya 
mengumpulkan pendapat2 tentang asalnya, dan bisa digolongkan menjadi empat 
pendapat: (1) asal Sundaland bagian timur- tenggara, (2) asal NW Australia, (3) 
asal Pulau Timor, (4) asal mikrokontinen Tethys. Perdebatan utama terjadi di 
antara dua penganut asal Sundaland vs asal NW shelf Australian. 

Perdebatan terjadi puluhan tahun karena setiap peneliti hanya mengajukan satu 
mekanisme, yang kemudian segera didebat oleh peneliti lain yang menemukan 
pendapat lain menggunakan mekanisme lain. Untuk itulah, maka saya dan seorang 
teman melakukan kompilasi  semua mekanisme yang pernah digunakan dan melakukan 
sintesis baru tentang asal dan reposisi Sumba ini. Publikasi lengkap tentang 
ini ada di Peoceedings IPA 2011 (Satyan & Purwaningsih, 2011 - Sumba Area: 
Detached Sundaland Terrane & Petroleum Implications). Kami menggunakan lima 
mekanisme: kesamaan stratigrafi antara Sumba dengan wilayah2 yang diperkirakan 
merupakan asalnya, kesamaan geokronologi dan geokimia volkanik Sumba dengan 
wilayah asalnya, paleomagnetisme, isotope geology, dan foram besar Eosen.

Dari kajian yang cukup banyak, kami menyimpulkan sebagai berikut. (1) urutan 
stratigrafi Sumba pada Paleogen sama dengan urutan stratigrafi Sulawesi Selatan 
(Burollet & Salle, 1981; Simandjuntak, 1993). (2) extruded magma Sumba yang 
berumur Late Cretaceous-Paleogen mirip secara petrokimia dan geokronologi 
dengan arc volcanism di tepi Sundaland (Abdullah, 1994, 2010). (3) data 
paleomagnetik Sumba dari Late Cretaceous sampai Paleogen menunjukkan posisi 
Sumba pada Late Cretaceous ada di 18.3 N, pada Paleosen ada di 7.4 N dan pada 
Miosen Awal di posisinya sekarang di 9.9 S (Wensink, 1994). (4) data isotop 
Pb-Nd batuan Sumba menunjukkan karakteristik yang sama dengan data isotop 
batuan di Sulawesi (Vroon et al, 1996). (5) Sumba mengandung foram besar yang 
khas foram besar Eosen yang hidup di wilayah tropis, yaitu Assilina, 
Pellatispira, dan Biplanispira; dan tak pernah ditemukan foram besar wilayah 
subtropis yang khas Australia yaitu Lacazinella (Lunt,
 2003). 

Dengan menggunakan lima mekanisme di atas, kami menyimpulkan bahwa Sumba 
berasal dari Sulawesi Selatan, bukan dari Timor, bukan dari NW Australia. 
Bagaimana mekanisme reposisinya adalah melalui escape tectonism yang terjadi di 
beberapa tempat di tepi timur Sundaland pada Paleogen. Strike-slip besar di 
wilayah ini bisa dipikirkan sebagai pengantar reposisi Sumba, yaitu 
Paternoster-Walanae-Sumba Fracture. Reposisi ke tempat terakhir sudah terjadi 
sebelum jalur volkanik di utaranya (Sumbawa-Flores) terbentuk.

Apakah ada implikasi eksplorasi hidrokarbon atas pemikiran tektonik ini? Tentu 
saja ada, yaitu Sumba harus dieksplorasi menggunakan playtype rifted Sundaland 
margin, seperti terbukti di Paleogen Jawa Timur dan potensial di Selat Makassar 
serta Teluk Bone. Sumba tidak bisa dieksplorasi menggunakan play type 
mikrokontinen2 lain di Indonesia Timur seperti Buton atau Banggai, sebab Sumba 
bukan Australoid dan tak mengalami collision. Sumba adalah mikrokontinen 
Sundawesi dan hanya merupakan uncollided continental sliver.

Salam,
Awang

Kirim email ke