RE: [iagi-net] Pentingnya IAGI membantu Pemerintah

2017-02-07 Terurut Topik Ong Han Ling
Silahkan untuk dimuat dimajalah IAGI. Moga-moga berguna untuk diduskisikan 
lebih lanjut.

 

Salam,

 

HL Ong

 

From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of Anif Punto
Sent: Tuesday, February 7, 2017 8:18 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net] Pentingnya IAGI membantu Pemerintah

 

Selamat pagi pak ong dkk IAGI

 

Pak Ong.. teimakasih atas pencerahan soal gross split..

 

Apakah pendapat pak ong ini bisa kita muat di majalah Berita IAGI?

 

salam

anif punto

 

2017-02-04 1:31 GMT+07:00 Ong Han Ling :

Teman-teman IAGI,

 

Saya dapat undangan dari Serikat Pekerja Pertamina Hulu dan Indonesia Society 
of Petroleum Geologist, anak perusahaan IAGI, untuk memberi sumbang saran 
rencana penerapan Gross PSC yang diadakan tgl. 19 Januari, 2017. Sekitar 150 
participants dari K3S dan Pertamina hadir. Seminar dibuka dengan ceramah dari 
Wamen ttg. "Kontrak Bagi Hasil Gross PSC" atau KBHGS.

 

Ternyata tujuan seminar tidak sesuai isi undangan. KBHGS sudah berjalan dan 
telah ditandatangani dengan ONWJ sebagai percobaan. Contoh KBHGS baru saya 
terima tgl 19 Januari.   

 

Kemajuan dan kelangsungan IAGI tergantung dari "lakunya" KHBGS, yang sekarang 
sedang dipromosikan ESDM. Partisipasi IAGI diperlukan.

 

 

KEKURANGAN-KEKURANGAN "HASIL BAGI GROSS SPLIT"

 

Karena KBHGS baru diberikan pada kami waktu presentasi tgl. 19 Januari, saya 
tidak sempat membaca hingga presentasiasi saya tidak kena sasaran. Saya ingin  
memperbaiki dan memberi tanggapan terbatas pada pasal 4, 5, 6, dan 7 saja. 

 

Berdasarkan Pasal 6, kontrak ini terdiri dari dua bagian. Kalau eksplorasi 
berhasil, akan dilakukan persetujuan berikutnya berupa "Pengembangan lapangan" 
(seperti POD), berdasarkan hasil awal (base split) yang disesuaikan dengan 10 
komponen variable dengan 35 sub-komponen dan 2 komponen progresif dengan 13 
sub-komponen.  

 

Dalam industri natural resources semua perusahaaan ingin kontrak yang menyatu, 
yaitu dari  Eksplorasi sampai Produksi, seperti PSC sekarang. Istilahnya adalah 
 "From Cradle to Grave" atau "Dari Buaian sampai Nisan". Kalau eksplorasi 
berhasil langsung bisa produksi.  

 

Perlu juga diutarakan bahwa perusahaan minyak dalam kalkulasi profit memakai 
Expected Value, bukan NPV. Hal ini mereka lakukan karena antisipasi risiko 
kegagalan  eksplorasi seperti dry holes. Jadi kalau profit mereka batasi, 
seperti yang dikehendaki oleh Pemerintah, dengan memberi insentif berdasarkan 
komponen yang sudah ditentukan Pemerintah, bagian terbesar dari mereka akan 
menolak terutama untuk blok eksplorasi. 

 

Alasan K3S menolak simple, komponen variable dan progresif yang tercantum dalam 
kontrak tidak mencerminkan keadaan keseluruhan lapangan/blok hingga pasti akan 
timbul disputes, padahal K3S sudah mengeluarkan jutaan dollar untuk eksplorasi. 
 

 

Banyak komponen tidak ada dalam daftar KBHGS, seperti estimasi cadangan yang 
sangat penting. Indek harga besi juga tidak ada, padahal komponen ini penting 
dalam development lapangan. Komponen HSE tidak ada padahal kita akan berhadapan 
dengan sensitive areas seperti hutan lindung ataupun endangered species. Pajak 
tanah yang merupakan komponen penting tidak dibahas.  Dsb.   

 

Juga besarnya insentif/penalty tidak sesuai. Umpama untuk H2S diatas 500 ppm, 
diberikan insentif 1%. Padahal H2S antara 1-10% adalah umum?   

 

Demikian juga untuk kandungan CO2 sampai diatas 60% diberi insentif tetapi cuma 
4%. Ini tidak masuk akal. Gas diproduksi dan dipisahkan dari hydrocarbon yang 
hanya 40%. Pemisahan dilakukan diatas ground, berarti perlu fasilitas yang luar 
biasa besarnya. Kandungan CO2 yang sampai 60% harus diinjeksikan kembali dan 
dijamin tidak akan keluar atau mengotori reservoir maupun  gound water selama 
puluhan tahun. Biaya reinjection wells CO2 akan sangat tinggi dan insentif 4% 
tidak cukup. 

 

Sebagai contoh, waktu EXXON diminta untuk pengembangan gas raksasa Natuna yang 
mengandung 72% CO2, Exxon kalau tiak salah hanya sanggup memberi 10% FTP dan 
zero saham kepada Pertamina.

 

Demikian juga Jenis Reservoir dibagi atas Konvensional (0%) sedangkan 
Non-konvensional dapat insentif 16%. Namun dalam non konvensional tidak 
dimasukkan "fractured reservoir" seperti Jatibarang. Perlu juga dimasukkan 
"Stratigraphic traps". Perlu juga dimasukkan untuk daerah yang ditutupi 
volcanics, limestone, basalt, dsb. yang menyebabkan biaya seismic yang mahal 
sekali. Hal-hal tsb diatas berisiko tinggi untuk melakukan pemboran hingga 
perlu  diberikan juga insentif 16%, bahkan mungkin lebih besar. Dll.?  

 

Contoh lain adalah insentif yang diberikan berdasarkan kedalaman laut, makin 
dalam makin besar insentif diberikan. Padahal didaerah Transition Zone atau 
daerah mangrove swamp, untuk melakukan eksplorasi dan pemboran sangat mahal. 
Juga laut bisa tidak terlalu dalam, tetapi ombak besar akan menyebabkan  biaya 
tinggi. Dll.

 

K

Re: [iagi-net] Pentingnya IAGI membantu Pemerintah

2017-02-06 Terurut Topik Anif Punto
Selamat pagi pak ong dkk IAGI

Pak Ong.. teimakasih atas pencerahan soal gross split..

Apakah pendapat pak ong ini bisa kita muat di majalah Berita IAGI?

salam
anif punto

2017-02-04 1:31 GMT+07:00 Ong Han Ling :

> Teman-teman IAGI,
>
>
>
> Saya dapat undangan dari Serikat Pekerja Pertamina Hulu dan Indonesia
> Society of Petroleum Geologist, anak perusahaan IAGI, untuk *memberi
> sumbang saran rencana penerapan Gross PSC *yang diadakan tgl. 19 Januari,
> 2017. Sekitar 150 participants dari K3S dan Pertamina hadir. Seminar dibuka
> dengan ceramah dari Wamen ttg. "Kontrak Bagi Hasil Gross PSC" atau KBHGS.
>
>
>
> Ternyata tujuan seminar tidak sesuai isi undangan. KBHGS sudah berjalan
> dan telah ditandatangani dengan ONWJ sebagai percobaan. Contoh KBHGS baru
> saya terima tgl 19 Januari.
>
>
>
> Kemajuan dan kelangsungan IAGI tergantung dari "lakunya" KHBGS, yang
> sekarang sedang dipromosikan ESDM. Partisipasi IAGI diperlukan.
>
>
>
>
>
> *KEKURANGAN-KEKURANGAN "HASIL BAGI GROSS SPLIT"*
>
>
>
> Karena KBHGS baru diberikan pada kami waktu presentasi tgl. 19 Januari,
> saya tidak sempat membaca hingga presentasiasi saya tidak kena sasaran.
> Saya ingin  memperbaiki dan memberi tanggapan terbatas pada pasal 4, 5, 6,
> dan 7 saja.
>
>
>
> Berdasarkan Pasal 6, kontrak ini terdiri dari dua bagian. Kalau eksplorasi
> berhasil, akan dilakukan persetujuan berikutnya berupa "Pengembangan
> lapangan" (seperti POD), berdasarkan hasil awal (base split) yang
> disesuaikan dengan 10 komponen variable dengan 35 sub-komponen dan 2
> komponen progresif dengan 13 sub-komponen.
>
>
>
> Dalam industri natural resources semua perusahaaan ingin kontrak yang
> menyatu, yaitu dari  Eksplorasi sampai Produksi, seperti PSC sekarang.
> Istilahnya adalah  "From Cradle to Grave" atau "Dari Buaian sampai Nisan".
> Kalau eksplorasi berhasil langsung bisa produksi.
>
>
>
> Perlu juga diutarakan bahwa perusahaan minyak dalam kalkulasi profit
> memakai Expected Value, bukan NPV. Hal ini mereka lakukan karena antisipasi
> risiko kegagalan  eksplorasi seperti dry holes. Jadi kalau profit mereka
> batasi, seperti yang dikehendaki oleh Pemerintah, dengan memberi insentif
> berdasarkan komponen yang sudah ditentukan Pemerintah, bagian terbesar dari
> mereka akan menolak terutama untuk blok eksplorasi.
>
>
>
> Alasan K3S menolak simple, komponen variable dan progresif yang tercantum
> dalam kontrak tidak mencerminkan keadaan keseluruhan lapangan/blok hingga
> pasti akan timbul disputes, padahal K3S sudah mengeluarkan jutaan dollar
> untuk eksplorasi.
>
>
>
> Banyak komponen tidak ada dalam daftar KBHGS, seperti estimasi cadangan
> yang sangat penting. Indek harga besi juga tidak ada, padahal komponen ini
> penting dalam development lapangan. Komponen HSE tidak ada padahal kita
> akan berhadapan dengan sensitive areas seperti hutan lindung ataupun
> endangered species. Pajak tanah yang merupakan komponen penting tidak
> dibahas.  Dsb.
>
>
>
> Juga besarnya insentif/penalty tidak sesuai. Umpama untuk H2S diatas 500
> ppm, diberikan insentif 1%. Padahal H2S antara 1-10% adalah umum?
>
>
>
> Demikian juga untuk kandungan CO2 sampai diatas 60% diberi insentif tetapi
> cuma 4%. Ini tidak masuk akal. Gas diproduksi dan dipisahkan dari
> hydrocarbon yang hanya 40%. Pemisahan dilakukan diatas ground, berarti
> perlu fasilitas yang luar biasa besarnya. Kandungan CO2 yang sampai 60%
> harus diinjeksikan kembali dan dijamin tidak akan keluar atau mengotori
> reservoir maupun  gound water selama puluhan tahun. Biaya reinjection wells
> CO2 akan sangat tinggi dan insentif 4% tidak cukup.
>
>
>
> Sebagai contoh, waktu EXXON diminta untuk pengembangan gas raksasa Natuna
> yang mengandung 72% CO2, Exxon kalau tiak salah hanya sanggup memberi 10%
> FTP dan zero saham kepada Pertamina.
>
>
>
> Demikian juga Jenis Reservoir dibagi atas Konvensional (0%) sedangkan
> Non-konvensional dapat insentif 16%. Namun dalam non konvensional tidak
> dimasukkan "fractured reservoir" seperti Jatibarang. Perlu juga dimasukkan
> "Stratigraphic traps". Perlu juga dimasukkan untuk daerah yang ditutupi
> volcanics, limestone, basalt, dsb. yang menyebabkan biaya seismic yang
> mahal sekali. Hal-hal tsb diatas berisiko tinggi untuk melakukan pemboran
> hingga perlu  diberikan juga insentif 16%, bahkan mungkin lebih besar.
> Dll.?
>
>
>
> Contoh lain adalah insentif yang diberikan berdasarkan kedalaman laut,
> makin dalam makin besar insentif diberikan. Padahal didaerah Transition
> Zone atau daerah mangrove swamp, untuk melakukan eksplorasi dan pemboran
> sangat mahal. Juga laut bisa tidak terlalu dalam, tetapi ombak besar akan
> menyebabkan  biaya tinggi. Dll.
>
>
>
> Karena HGBS adalah hal baru hingga kemungkinan besar banyak kekurangannya.
> Kalau tidak salah "sunk cost" tidak dibahas. Apakah sunk cost dibayar
> Pemerintah kepada K3S berdasarkan base split atau setelah koreksi dari
> berbagai komponen? Atau dibayar dari income tahun-tahun permulaan?
>
>
>
> Kontrak HBGS Split sang

RE: [iagi-net] Pentingnya IAGI membantu Pemerintah

2017-02-06 Terurut Topik Ong Han Ling
Terima kasih Pak Daru.  Rupanya IAGI on the right track dalam memperjuangkan 
IAGI sebagai partner yang dipercaya oleh Pemerintah. Kita perlu memanfaatkan 
kesempatan ini demi kelangsungan hidup IAGI, yang banyak anggotanya sekarang 
out of job.

 

Salam,

 

HL Ong

 

From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of S. (Daru) 
Prihatmoko
Sent: Sunday, February 5, 2017 2:43 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net] Pentingnya IAGI membantu Pemerintah

 

Pak Ong,

 

Terima kasih untuk ulasannya yg sangat rinci. (Di acara 19 Jan, saya juga 
hadir, walaupun hanya di sesi pagi saja krn siangnya ada acara lain, jadi tidak 
menyaksikan presentasi dan diskusi di sesi pak Ong dan pak Rovicky siang 
harinya). Saya yakin teman-teman ISPG mencatat semua concern yg diangkat di 
acara tsb, termasuk concern pak Ong di email ini. Dan kita rencanakan akan ada 
tindak lanjutnya dari teman-teman ISPG. 

 

Satu hal yg saya tangkap di acara tsb (kata Wamen) adalah bahwa system “gross 
split” sudah diterapkan untuk kontrak2 baru atau perpanjangan (spt ONWJ). Perlu 
dibuktikan apakah system baru ini akan diterima oleh investor. 

 

Salam,

Daru

 

From: "iagi-net@iagi.or.id"  on behalf of Ong Han Ling 

Reply-To: "iagi-net@iagi.or.id" 
Date: Saturday, February 4, 2017 at 1:31 AM
To: "iagi-net@iagi.or.id" 
Subject: [iagi-net] Pentingnya IAGI membantu Pemerintah

 

Teman-teman IAGI,

 

Saya dapat undangan dari Serikat Pekerja Pertamina Hulu dan Indonesia Society 
of Petroleum Geologist, anak perusahaan IAGI, untuk memberi sumbang saran 
rencana penerapan Gross PSC yang diadakan tgl. 19 Januari, 2017. Sekitar 150 
participants dari K3S dan Pertamina hadir. Seminar dibuka dengan ceramah dari 
Wamen ttg. "Kontrak Bagi Hasil Gross PSC" atau KBHGS.

 

Ternyata tujuan seminar tidak sesuai isi undangan. KBHGS sudah berjalan dan 
telah ditandatangani dengan ONWJ sebagai percobaan. Contoh KBHGS baru saya 
terima tgl 19 Januari.   

 

Kemajuan dan kelangsungan IAGI tergantung dari "lakunya" KHBGS, yang sekarang 
sedang dipromosikan ESDM. Partisipasi IAGI diperlukan.

 

 

KEKURANGAN-KEKURANGAN "HASIL BAGI GROSS SPLIT"

 

Karena KBHGS baru diberikan pada kami waktu presentasi tgl. 19 Januari, saya 
tidak sempat membaca hingga presentasiasi saya tidak kena sasaran. Saya ingin  
memperbaiki dan memberi tanggapan terbatas pada pasal 4, 5, 6, dan 7 saja. 

 

Berdasarkan Pasal 6, kontrak ini terdiri dari dua bagian. Kalau eksplorasi 
berhasil, akan dilakukan persetujuan berikutnya berupa "Pengembangan lapangan" 
(seperti POD), berdasarkan hasil awal (base split) yang disesuaikan dengan 10 
komponen variable dengan 35 sub-komponen dan 2 komponen progresif dengan 13 
sub-komponen.  

 

Dalam industri natural resources semua perusahaaan ingin kontrak yang menyatu, 
yaitu dari  Eksplorasi sampai Produksi, seperti PSC sekarang. Istilahnya adalah 
 "From Cradle to Grave" atau "Dari Buaian sampai Nisan". Kalau eksplorasi 
berhasil langsung bisa produksi.  

 

Perlu juga diutarakan bahwa perusahaan minyak dalam kalkulasi profit memakai 
Expected Value, bukan NPV. Hal ini mereka lakukan karena antisipasi risiko 
kegagalan  eksplorasi seperti dry holes. Jadi kalau profit mereka batasi, 
seperti yang dikehendaki oleh Pemerintah, dengan memberi insentif berdasarkan 
komponen yang sudah ditentukan Pemerintah, bagian terbesar dari mereka akan 
menolak terutama untuk blok eksplorasi. 

 

Alasan K3S menolak simple, komponen variable dan progresif yang tercantum dalam 
kontrak tidak mencerminkan keadaan keseluruhan lapangan/blok hingga pasti akan 
timbul disputes, padahal K3S sudah mengeluarkan jutaan dollar untuk eksplorasi. 
 

 

Banyak komponen tidak ada dalam daftar KBHGS, seperti estimasi cadangan yang 
sangat penting. Indek harga besi juga tidak ada, padahal komponen ini penting 
dalam development lapangan. Komponen HSE tidak ada padahal kita akan berhadapan 
dengan sensitive areas seperti hutan lindung ataupun endangered species. Pajak 
tanah yang merupakan komponen penting tidak dibahas.  Dsb.   

 

Juga besarnya insentif/penalty tidak sesuai. Umpama untuk H2S diatas 500 ppm, 
diberikan insentif 1%. Padahal H2S antara 1-10% adalah umum?   

 

Demikian juga untuk kandungan CO2 sampai diatas 60% diberi insentif tetapi cuma 
4%. Ini tidak masuk akal. Gas diproduksi dan dipisahkan dari hydrocarbon yang 
hanya 40%. Pemisahan dilakukan diatas ground, berarti perlu fasilitas yang luar 
biasa besarnya. Kandungan CO2 yang sampai 60% harus diinjeksikan kembali dan 
dijamin tidak akan keluar atau mengotori reservoir maupun  gound water selama 
puluhan tahun. Biaya reinjection wells CO2 akan sangat tinggi dan insentif 4% 
tidak cukup. 

 

Sebagai contoh, waktu EXXON diminta untuk pengembangan gas raksasa Natuna yang 
mengandung 72% CO2, Exxon kalau tiak salah hanya sanggup memberi 10% FTP dan 
zero saham kepada Per

RE: [iagi-net] Pentingnya IAGI membantu Pemerintah

2017-02-05 Terurut Topik Ong Han Ling
Terimakasih Pak Iwan, 

 

Memang saya sering "gregeten" karena kita terlalu banyak "nrimo". 

 

Geologist dengan segala macam teorinya mengupas bagaimana kayanya mineral 
resources Indonesia. Tapi kalau aturan mainnya tidak jelas dan gonta-ganti, 
bagaimana kayanya kita,  tidak pernah bisa dibuktikan, dan mineral resources 
Indonesia akan tetap berupa "potensi".  

 

Saya ingin mengambil contoh dimana keikutan IAGI diperlukan.  

 

MK dalam kurun waktu empat tahun ini telah mengeluarkan tiga keputusan yang 
sangat menyusahkan geologist. Pertama adalah pembubaran BPMIGAS. Badan sudah 
berdiri 11 tahun dikatakan in-konstitutional.  Juga terjadi dengan ground 
water. Perusahaan sudah bertahun-tahun mengambil air tanah dianggap 
in-konstitutional atau illegal. Bulan Januari 2017, MK menghapus Pasal 11 yang 
tidak memperbolehkan perusahaan asing mendirikan Independent Power Plant yang 
memakai batubara. PLN tidak punya uang dan minta IPP untuk membangun. Sudah 
berjalan beberapa tahun, sekarang dianggap in-konstitutional?   

 

Memang, Indonesia tidak pernah "ngemplang". Segala sesuatu akirnya dapat 
diselesaikan dengan damai tanpa merugikan keuangan investor dengan cara 
merubah, menambah, dan membuat peraturan baru. PLN umpamanya sekarang sedang 
jungkir balik untuk mangakomodeer keputsuan MK. 

 

Keputusan MK adalah demi mengikuti UUD 45, Pasal 33 Ayat 3. Tidak ada faktor 
finaciil. Namun perlu diutarakan bahwa tanpa kecualian semua Negara didunia 
mempunyai UU demikian. Kalau Negara lain bisa menyesuaikan, kenapa Indonesia 
tidak? 

 

Yang terjadi sekarang adalah bahwa setiap keputusan MK telah merugikan 
Pemerintah sendiri tanpa memberi hasil yang significant. Dalam hal BPMIGAS 
menjadi SKKMIGAS cuma ganti baju. Padahal dengan adanya keputusan MK, kerugian 
sampai ratusan juta dollar yang ditanggung K3S tetapi akirnya dibayar oleh 
Pemerintah lewat cost recovery. 

 

Ketidakpastian merupakan momok bagi investor. Mereka sering kaget2 dengan 
peraturan baru termasuk keputusan MK. Hal ini menyebabkan investor enggan 
berinvestasi.  

 

Contoh sekarang adalah Geothermal yang sedang digalakkan Pemerintah. Investor 
takut kalau nantinya nasib sama yang menimpa dunia perminyakan, air tanah, dan 
batubara, akan juga  menimpa mereka.  Mereka takut kalau kontrak yang 
ditandatangani tidak berlaku dan dianggap in-konstitusional.   

 

Yang bisa bicara dengan MK, hanyalah IAGI bersama Assosiasi lainnya. Dengan 
menunjukan kerugian yang diderita Pemerintah dan negatif effek investor, 
diharapkan MK lebih mengerti persoalan yang dihadapi industri mineral resources 
Indonesia.

 

Salam,

 

HL Ong

 

 

From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of munajat 
iwan - kangim...@yahoo.com
Sent: Saturday, February 4, 2017 7:57 AM
To: iagi-net@iagi.or.id; Ong Han Ling; iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net] Pentingnya IAGI membantu Pemerintah

 

Terima kasih pak Ong. 

Saya bukan orang didunia perminyakan. Lebih dari 29 tahun saya bekerja di 
eksplorasi dan pertambangan mineral dan batubara,  tetapi membaca tulisan2 pak 
Ong untuk IAGI selalu menggugah saya. Saat usia yg mulai sepuh tetapi idalam 
tulisannya selalu ada semangat yg membara untuk membangun indonesia yg lebih 
baik melalui IAGI. Selalu ada kesan berpihak dan mengajak dengan memberi contoh 
sikap seorang nasionalis dan ilmuwan sejati. 

 

Terima kasih pak Ong. Semoga pak Ong berumur panjang dan masih terus bisa 
sharing dengan kami. 

 

Hormat kami bekas muridmu. Yang sangat suka pelajaran geokimia karena selalu 
dapat photo copy pelajaran yg biaya photo copynya keluar dari saku sang dosen . 

Sebagai mahasiswa saat itu,  biaya photo copy  saja terasa sangat berat. 

 Salam

Iwan munajat. 

 

 

 

Sent from Yahoo <https://overview.mail.yahoo.com/mobile/?.src=Android>  Mail on 
Android

 

On Sat, 4 Feb 2017 at 1:31, Ong Han Ling

 wrote:

Teman-teman IAGI,

 

Saya dapat undangan dari Serikat Pekerja Pertamina Hulu dan Indonesia Society 
of Petroleum Geologist, anak perusahaan IAGI, untuk memberi sumbang saran 
rencana penerapan Gross PSC yang diadakan tgl. 19 Januari, 2017. Sekitar 150 
participants dari K3S dan Pertamina hadir. Seminar dibuka dengan ceramah dari 
Wamen ttg. "Kontrak Bagi Hasil Gross PSC" atau KBHGS.

 

Ternyata tujuan seminar tidak sesuai isi undangan. KBHGS sudah berjalan dan 
telah ditandatangani dengan ONWJ sebagai percobaan. Contoh KBHGS baru saya 
terima tgl 19 Januari.   

 

Kemajuan dan kelangsungan IAGI tergantung dari "lakunya" KHBGS, yang sekarang 
sedang dipromosikan ESDM. Partisipasi IAGI diperlukan.

 

 

KEKURANGAN-KEKURANGAN "HASIL BAGI GROSS SPLIT"

 

Karena KBHGS baru diberikan pada kami waktu presentasi tgl. 19 Januari, saya 
tidak sempat membaca hingga presentasiasi saya tidak kena sasaran. Saya ingin  
memperbaiki dan memberi tanggapan terbatas pada pasal 4, 5, 6, dan 7 saja. 

 

Berdasarkan Pa

Re: [iagi-net] Pentingnya IAGI membantu Pemerintah

2017-02-04 Terurut Topik S. (Daru) Prihatmoko
Pak Ong,

 

Terima kasih untuk ulasannya yg sangat rinci. (Di acara 19 Jan, saya juga 
hadir, walaupun hanya di sesi pagi saja krn siangnya ada acara lain, jadi tidak 
menyaksikan presentasi dan diskusi di sesi pak Ong dan pak Rovicky siang 
harinya). Saya yakin teman-teman ISPG mencatat semua concern yg diangkat di 
acara tsb, termasuk concern pak Ong di email ini. Dan kita rencanakan akan ada 
tindak lanjutnya dari teman-teman ISPG. 

 

Satu hal yg saya tangkap di acara tsb (kata Wamen) adalah bahwa system “gross 
split” sudah diterapkan untuk kontrak2 baru atau perpanjangan (spt ONWJ). Perlu 
dibuktikan apakah system baru ini akan diterima oleh investor. 

 

Salam,

Daru

 

From: "iagi-net@iagi.or.id"  on behalf of Ong Han Ling 

Reply-To: "iagi-net@iagi.or.id" 
Date: Saturday, February 4, 2017 at 1:31 AM
To: "iagi-net@iagi.or.id" 
Subject: [iagi-net] Pentingnya IAGI membantu Pemerintah

 

Teman-teman IAGI,

 

Saya dapat undangan dari Serikat Pekerja Pertamina Hulu dan Indonesia Society 
of Petroleum Geologist, anak perusahaan IAGI, untuk memberi sumbang saran 
rencana penerapan Gross PSC yang diadakan tgl. 19 Januari, 2017. Sekitar 150 
participants dari K3S dan Pertamina hadir. Seminar dibuka dengan ceramah dari 
Wamen ttg. "Kontrak Bagi Hasil Gross PSC" atau KBHGS.

 

Ternyata tujuan seminar tidak sesuai isi undangan. KBHGS sudah berjalan dan 
telah ditandatangani dengan ONWJ sebagai percobaan. Contoh KBHGS baru saya 
terima tgl 19 Januari.   

 

Kemajuan dan kelangsungan IAGI tergantung dari "lakunya" KHBGS, yang sekarang 
sedang dipromosikan ESDM. Partisipasi IAGI diperlukan.

 

 

KEKURANGAN-KEKURANGAN "HASIL BAGI GROSS SPLIT"

 

Karena KBHGS baru diberikan pada kami waktu presentasi tgl. 19 Januari, saya 
tidak sempat membaca hingga presentasiasi saya tidak kena sasaran. Saya ingin  
memperbaiki dan memberi tanggapan terbatas pada pasal 4, 5, 6, dan 7 saja. 

 

Berdasarkan Pasal 6, kontrak ini terdiri dari dua bagian. Kalau eksplorasi 
berhasil, akan dilakukan persetujuan berikutnya berupa "Pengembangan lapangan" 
(seperti POD), berdasarkan hasil awal (base split) yang disesuaikan dengan 10 
komponen variable dengan 35 sub-komponen dan 2 komponen progresif dengan 13 
sub-komponen.  

 

Dalam industri natural resources semua perusahaaan ingin kontrak yang menyatu, 
yaitu dari  Eksplorasi sampai Produksi, seperti PSC sekarang. Istilahnya adalah 
 "From Cradle to Grave" atau "Dari Buaian sampai Nisan". Kalau eksplorasi 
berhasil langsung bisa produksi.  

 

Perlu juga diutarakan bahwa perusahaan minyak dalam kalkulasi profit memakai 
Expected Value, bukan NPV. Hal ini mereka lakukan karena antisipasi risiko 
kegagalan  eksplorasi seperti dry holes. Jadi kalau profit mereka batasi, 
seperti yang dikehendaki oleh Pemerintah, dengan memberi insentif berdasarkan 
komponen yang sudah ditentukan Pemerintah, bagian terbesar dari mereka akan 
menolak terutama untuk blok eksplorasi. 

 

Alasan K3S menolak simple, komponen variable dan progresif yang tercantum dalam 
kontrak tidak mencerminkan keadaan keseluruhan lapangan/blok hingga pasti akan 
timbul disputes, padahal K3S sudah mengeluarkan jutaan dollar untuk eksplorasi. 
 

 

Banyak komponen tidak ada dalam daftar KBHGS, seperti estimasi cadangan yang 
sangat penting. Indek harga besi juga tidak ada, padahal komponen ini penting 
dalam development lapangan. Komponen HSE tidak ada padahal kita akan berhadapan 
dengan sensitive areas seperti hutan lindung ataupun endangered species. Pajak 
tanah yang merupakan komponen penting tidak dibahas.  Dsb.   

 

Juga besarnya insentif/penalty tidak sesuai. Umpama untuk H2S diatas 500 ppm, 
diberikan insentif 1%. Padahal H2S antara 1-10% adalah umum?   

 

Demikian juga untuk kandungan CO2 sampai diatas 60% diberi insentif tetapi cuma 
4%. Ini tidak masuk akal. Gas diproduksi dan dipisahkan dari hydrocarbon yang 
hanya 40%. Pemisahan dilakukan diatas ground, berarti perlu fasilitas yang luar 
biasa besarnya. Kandungan CO2 yang sampai 60% harus diinjeksikan kembali dan 
dijamin tidak akan keluar atau mengotori reservoir maupun  gound water selama 
puluhan tahun. Biaya reinjection wells CO2 akan sangat tinggi dan insentif 4% 
tidak cukup. 

 

Sebagai contoh, waktu EXXON diminta untuk pengembangan gas raksasa Natuna yang 
mengandung 72% CO2, Exxon kalau tiak salah hanya sanggup memberi 10% FTP dan 
zero saham kepada Pertamina.

 

Demikian juga Jenis Reservoir dibagi atas Konvensional (0%) sedangkan 
Non-konvensional dapat insentif 16%. Namun dalam non konvensional tidak 
dimasukkan "fractured reservoir" seperti Jatibarang. Perlu juga dimasukkan 
"Stratigraphic traps". Perlu juga dimasukkan untuk daerah yang ditutupi 
volcanics, limestone, basalt, dsb. yang menyebabkan biaya seismic yang mahal 
sekali. Hal-hal tsb diatas berisiko tinggi untuk melakukan pemboran hingga 
perlu  diberikan juga insentif 16%, bahkan mungkin lebih besar. Dll.?  

 

Contoh lain adalah insentif yang diberikan berdasarkan 

Re: [iagi-net] Pentingnya IAGI membantu Pemerintah

2017-02-03 Terurut Topik munajat iwan - kangim...@yahoo.com
Terima kasih pak Ong. Saya bukan orang didunia perminyakan. Lebih dari 29 tahun 
saya bekerja di eksplorasi dan pertambangan mineral dan batubara,  tetapi 
membaca tulisan2 pak Ong untuk IAGI selalu menggugah saya. Saat usia yg mulai 
sepuh tetapi idalam tulisannya selalu ada semangat yg membara untuk membangun 
indonesia yg lebih baik melalui IAGI. Selalu ada kesan berpihak dan mengajak 
dengan memberi contoh sikap seorang nasionalis dan ilmuwan sejati. 
Terima kasih pak Ong. Semoga pak Ong berumur panjang dan masih terus bisa 
sharing dengan kami. 
Hormat kami bekas muridmu. Yang sangat suka pelajaran geokimia karena selalu 
dapat photo copy pelajaran yg biaya photo copynya keluar dari saku sang dosen . 
Sebagai mahasiswa saat itu,  biaya photo copy  saja terasa sangat berat.  
SalamIwan munajat. 


Sent from Yahoo Mail on Android 
 
  On Sat, 4 Feb 2017 at 1:31, Ong Han Ling wrote:   
Teman-teman IAGI,
 
  
 
Saya dapat undangan dariSerikat Pekerja Pertamina Hulu dan Indonesia Society of 
Petroleum Geologist,anak perusahaan IAGI, untuk memberi sumbang saran rencana 
penerapan GrossPSC yang diadakan tgl. 19 Januari, 2017. Sekitar 150 
participants dari K3Sdan Pertamina hadir. Seminar dibuka dengan ceramah dari 
Wamen ttg."Kontrak Bagi Hasil Gross PSC" atau KBHGS.
 
  
 
Ternyata tujuan seminar tidaksesuai isi undangan. KBHGS sudah berjalan dan 
telah ditandatangani dengan ONWJsebagai percobaan. Contoh KBHGS baru saya 
terima tgl 19 Januari.   
 
  
 
Kemajuan dan kelangsunganIAGI tergantung dari "lakunya" KHBGS, yang sekarang 
sedangdipromosikan ESDM. Partisipasi IAGI diperlukan.
 
  
 
  
 
KEKURANGAN-KEKURANGAN"HASIL BAGI GROSS SPLIT"
 
 
 
Karena KBHGS baru diberikanpada kami waktu presentasi tgl. 19 Januari, saya 
tidak sempat membaca hinggapresentasiasi saya tidak kena sasaran. Saya ingin  
memperbaiki dan memberitanggapan terbatas pada pasal 4, 5, 6, dan 7 saja. 
 
  
 
Berdasarkan Pasal 6, kontrakini terdiri dari dua bagian. Kalau eksplorasi 
berhasil, akan dilakukanpersetujuan berikutnya berupa "Pengembangan lapangan" 
(seperti POD),berdasarkan hasil awal (base split) yang disesuaikan dengan 10 
komponenvariable dengan 35 sub-komponen dan 2 komponen progresif dengan 
13sub-komponen.  
 
  
 
Dalam industri naturalresources semua perusahaaan ingin kontrak yang menyatu, 
yaitu dari Eksplorasi sampai Produksi, seperti PSC sekarang. Istilahnya adalah 
"From Cradle to Grave" atau "Dari Buaian sampai Nisan".Kalau eksplorasi 
berhasil langsung bisa produksi.  
 
  
 
Perlu juga diutarakan bahwaperusahaan minyak dalam kalkulasi profit memakai 
Expected Value, bukan NPV. Halini mereka lakukan karena antisipasi risiko 
kegagalan  eksplorasi sepertidry holes. Jadi kalau profit mereka batasi, 
seperti yang dikehendaki olehPemerintah, dengan memberi insentif berdasarkan 
komponen yang sudah ditentukanPemerintah, bagian terbesar dari mereka akan 
menolak terutama untuk blokeksplorasi. 
 
  
 
Alasan K3S menolak simple,komponen variable dan progresif yang tercantum dalam 
kontrak tidak mencerminkankeadaan keseluruhan lapangan/blok hingga pasti akan 
timbul disputes, padahalK3S sudah mengeluarkan jutaan dollar untuk eksplorasi.  
 
  
 
Banyak komponen tidak adadalam daftar KBHGS, seperti estimasi cadangan yang 
sangat penting. Indek hargabesi juga tidak ada, padahal komponen ini penting 
dalam development lapangan.Komponen HSE tidak ada padahal kita akan berhadapan 
dengan sensitive areasseperti hutan lindung ataupun endangered species. Pajak 
tanah yang merupakankomponen penting tidak dibahas.  Dsb.   
 
  
 
Juga besarnyainsentif/penalty tidak sesuai. Umpama untuk H2S diatas 500 ppm, 
diberikaninsentif 1%. Padahal H2S antara 1-10% adalah umum?   
 
  
 
Demikian juga untuk kandunganCO2 sampai diatas 60% diberi insentif tetapi cuma 
4%. Ini tidak masuk akal. Gasdiproduksi dan dipisahkan dari hydrocarbon yang 
hanya 40%. Pemisahan dilakukandiatas ground, berarti perlu fasilitas yang luar 
biasa besarnya. Kandungan CO2yang sampai 60% harus diinjeksikan kembali dan 
dijamin tidak akan keluar ataumengotori reservoir maupun  gound water selama 
puluhan tahun. Biayareinjection wells CO2 akan sangat tinggi dan insentif 4% 
tidak cukup. 
 
  
 
Sebagai contoh, waktu EXXONdiminta untuk pengembangan gas raksasa Natuna yang 
mengandung 72% CO2, Exxonkalau tiak salah hanya sanggup memberi 10% FTP dan 
zero saham kepadaPertamina.    
 
  
 
Demikian juga Jenis Reservoirdibagi atas Konvensional (0%) sedangkan 
Non-konvensional dapat insentif 16%.Namun dalam non konvensional tidak 
dimasukkan "fractured reservoir"seperti Jatibarang. Perlu juga dimasukkan 
"Stratigraphic traps".Perlu juga dimasukkan untuk daerah yang ditutupi 
volcanics, limestone, basalt,dsb. yang menyebabkan biaya seismic yang mahal 
sekali. Hal-hal tsb diatasberisiko tinggi untuk melakukan pemboran hingga perlu 
 diberikan jugainsentif 16%, bahkan mungkin lebih besar. Dll.?  
 
  
 
Contoh lain adalah insentifyang diberikan berdasarkan kedalaman laut, maki