Date: Tue, 29 Mar 2005 02:37:30 -0800 (PST)
From: "Raymond. N" <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: Sejarah Paralayang Indonesia

BOGOR ­ Geliat dunia paralayang Indonesia boleh
dibilang tak bisa dilepaskan dari kiprah para pendaki
gunung. Keinginan turun dengan cepat setelah puas
melahap sejuta tanjakan dalam pendakian ternyata
melahirkan bentuk petualangan lain. Sebuah mainan baru
pemacu adrenalin dalam tubuh. Sensasi yang dihasilkan
pun tak kalah mengasyikkan.

"Tahun-tahun awal perkembangan paralayang di negara
kita memang didominasi oleh pendaki gunung. Sebab,
mereka suka naik gunung tapi kepengennya cepat turun.
Ya, kalau mau cepat harus pakai parasut (terbang)
'kan," ujar Gendon Subandon, salah seorang pencetus
paralayang di Indonesia. Itu sebabnya, pada awal
kelahirannya di Indonesia, paralayang populer dengan
sebutan terjun gunung.

Bersama Alm. Dudi Arief Wahyudi, Gendon mendirikan
kelompok terjun gunung Merapi di Yogyakarta pada
Januari 1990. "Karena mainan baru, waktu itu kelompok
ini baru ada dua anggotanya. Saya dan (alm) Dudy itu,"
kata Gendon melanjutkan kisah. Mereka pun belajar dan
latihan secara mandiri. Buku, majalah dan manual
parasut jadi "santapan" sehari-hari. "Wah, dulu itu
nggak ada yang namanya instruktur. Kami belajar dari
buku, majalah dan manual parasut saja. Apalagi saat
itu Internet belum ada, pokoknya betul-betul dari
nol."

Selama tiga bulan, kedua tokoh paralayang ini giat
berlatih. Dari teknik mengembangkan parasut, latihan
terjun sampai cara mengendalikannya di angkasa. Medan
latihan pun berpindah-pindah, kadang di kampus atau
bukit-bukit pasir Parangtritis. "Waktu terbang
perdana, kami pinjam payung milik Lody (Korua, pemilik
operator wisata arung jeram di Sungai Citarik ­Red.).
Tipenya Drakkar produksi Parachute de France tahun
1987. Termasuk payung untuk pemulalah," kenang Gendon
sambil tersenyum.

Setahun kemudian, terjun gunung mulai dilirik para
petualang lainnya. Nama-nama beken seperti Wien
Soehardjo, Bismo, Daweris Taher dan Ferry Maskun mulai
meramaikan panggung dunia pembangkit adrenalin ini.
Dua nama awal adalah pendaki dan pemanjat asal klub
Skienege sedang sisanya penerbang gantolle.
"Sebelumnya, David A. Teak juga telah aktif terbang
dengan paralayang," ungkap Gendon.

Pada tahun 1992, komunitas paralayang bertambah
banyak. Tapi sayangnya pertumbuhan bagus itu tak
diiringi dengan ketersediaan alat. Tercatat hanya ada
lima buah parasut sampai akhir tahun 1992. Agar
teroganisir rapi, para penerbang ini sepakat membentuk
wadah berskala nasional, Pusat Paralayang Indonesia
(PPI).

Di tahun-tahun berikut, paralayang makin mendapat
tempat di hati petualang lokal. "Karena berkesan
seram, kami berpikir untuk mengganti sebutan terjun
gunung untuk olahraga ini. Kok kalau disebut terjun
gunung, seolah-olah kita melompat dari gunung begitu
saja tanpa bekal apa-apa. Setelah rembukan dengan
teman-teman, pada 23 Mei 1993 istilah paralayang resmi
dibakukan untuk mengganti nama sebelumnya itu," tutur
Gendon. Peresmian nama itu dilakukan di Gunung
Haruman, Jawa Barat.

Dipertandingkan
Perkembangan paling pesat terjadi pada periode 1993
hingga 1996. Alat bertambah banyak, penerbangnya juga
terus bertambah. Mereka tak lagi terbatas pada kaum
pendaki saja, tapi melebar ke berbagai kalangan alias
umum. Kegiatan yang dijalankan mulai teratur. Pada
tahun 1994, paralayang secara resmi masuk ke dalam
pembinaan PB FASI (Federasi Aero Sport Indonesia) di
bawah naungan Pusat Gantolle Indonesia. Masih di tahun
yang sama, diadakan eksibisi ketepatan mendarat
paralayang pertama di Puncak, Bogor, pada bulan April.
Ada 20 penerbang dari Jakarta, Bogor, dan Yogyakarta
yang mengikuti acara ini.

"Walau sudah masuk pembinaan FASI, kami belum resmi
masuk ke dalam tubuh organisasi ini. Sebab belum
disahkan melalui munas (musyawarah nasional)," ujar
Gendon yang sempat tiga kali gagal terbang dari puncak
Gunung Merapi, Yogyakarta. Lewat Munas V PB FASI pada
tahun 1996 di Lembang, Bandung, paralayang resmi
menjadi bidang tersendiri yang kedudukannya sejajar
dengan gantolle di bawah Pusat Layang Gantung
Indonesia (PLGI).

Saat PON XV tahun 2000 di Jawa Timur digelar,
paralayang telah dinyatakan sebagai salah satu mata
lomba yang dipertandingkan. Ada empat medali emas yang
disediakan. Peserta yang ikut sebanyak 32 atlet dari
delapan kontingen.

Karena makin populer, banyak akses ke lokasi
peluncuran paralayang tak lagi harus ditempuh dengan
jalan kaki atau bersusah payah mendaki sebuah gunung.
Sebut saja, Kampung Toga di Sumedang, Wonogiri dan
Parangtritis.

Kenikmatan yang dicari sedikit banyak telah bergeser
dari sensasi mendaki gunung lalu terbang dari
puncaknya menjadi hobi terbang saja. Peminat terbang
dari puncak gunung memang agak kendor. Kisah-kisah
petualangan tenggelam dengan kesibukan mengejar
prestasi. Boleh jadi itu imbas dari kepopuleran tadi.
Soal itu, Gendon mengaku tak khawatir. "Ya, nggak jadi
masalah. Kalau dia (penerbang -Red) memang serius
berlatih dan bercita-cita menjadi atlet, kenapa harus
dihalang-halangi? Bagi yang hanya ingin sekadar hobi,
kami juga ada wadahnya. Ekspedisi terbang ke gunung
juga masih dilakukan. Beberapa waktu lalu, kami sempat
terbang dari lereng Gunung Guntur di Garut," tuturnya.
(str/bayu dwi mardana)


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/5iY7fA/6WnJAA/Y3ZIAA/yppolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Indonesian Backpacker Communities
visit our website at www.indobackpacker.com
"No Spamming or forwarding unrelated messages, you will be banned immediately"
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/indobackpacker/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke