"Nashir Ahmad M." <[EMAIL PROTECTED]> menulis:
Kepada: [EMAIL PROTECTED]
Dari: "Nashir Ahmad M." <[EMAIL PROTECTED]>
Tanggal: Mon, 18 Sep 2006 05:42:26 -0000
Topik: [Global_Ummah] Seluas DUNIA

 
Seorang guru yang terkenal bijaksana. pada suatu pagi didatangi
seorang pemuda dengan langkah lunglai dan rambut masai.
Pemuda itu sepertinya tengah dirundung masalah. Tanpa membuang
waktu, dia mengungkapkan keresahannya: impiannya gagal, karier,
cinta, dan hidupnya tak pernah berakhir bahagia.

Sang Guru mendengarkannya dengan teliti dan seksama. Ia lalu
mengambil segenggam garam dan meminta tamunya untuk mengambil
segelas air. Dia taburkan garam itu ke dalam gelas, lalu dia aduk
dengan sendok.

"Coba minum ini, dan katakan bagaimana rasanya?" pinta Sang Guru.
"Asin dan pahit, pahit sekali," jawab pemuda itu, sembari meludah ke
tanah.
Sang Guru hanya tersenyum. Ia lalu mengajak tamunya berjalan ke tepi
telaga di hutan dekat kediamannya. Kedua orang itu berjalan
beriringan dalam kediaman. Sampailah mereka ke tepi telaga yang
tenang itu. Sang Guru lalu menaburkan segenggam garam tadi ke dalam
telaga. Dengan sebilah kayu, diaduknya air telaga, membuat gelombang
dan riak kecil. Setelah air telaga tenang, ia pun berkata, "Coba,
ambil air dari telaga ini, dan katakan bagaimana rasanya."
Saat tamu itu selesai meneguk air telaga, Sang Guru
bertanya, "Bagaimana rasanya?"
"Segar," sahut pemuda itu.

"Apakah kamu masih merasakan garam di dalam air itu?" tanya Sang
Guru.
"Tidak," jawab si anak muda.
Sang Guru menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya
duduk bersimpuh di tepi telaga.
"Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan seumpama segenggam garam.
Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.
Tetapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari
wadah atau tempat yang kita pakai. Kepahitan itu, selalu berasal
dari bagaimana cara kita meletakkan segalanya. Itu semua akan
tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan atau
kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang boleh kamu lakukan:
lapangkanlah dadamu untuk menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk
menampung setiap kepahitan itu. Luaskan cara pandang terhadap
kehidupan. Kamu akan banyak belajar dari keluasan itu."
"Hatimu anakku, adalah wadah itu. Batinmu adalah tempat kamu
menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas,
buatlah hatimu seluas telaga yang mampu meredam setiap kepahitan.
Hati yang seluas dunia!"
Akhirnya keduanya beranjak pulang.

--##--

.