Ana ingin bertanya tentang keterangan Ibnu Abbas ra tentang di-mansukh-kannya 
ayat :
  "DAN TIADALAH BAGI SESEORANG KECUALI APA YG DIPERBUATNYA" 
  dengan ayat
   “DAN ORANG-ORANG YG BERIMAN YG DIIKUTI KETURUNAN MEREKA DENGAN KEIMANAN”.
terus terang ana beberapa hari yang lalu berdebat dengan orang yang mengaku 
ahlussunnah wal jama'ah yang bersikukuh dengan pendapatnya bahwa hal mengirim 
doa dan pahala bagi orang yang telah meninggal (tahlilan) itu bid'ah dhalalah.
   
  ===============
  JAWAB:
  ===============
   
  Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

Rahmat dan Kebahagiaan semoga selalu terlimpah pada hari hari anda dan keluarga,

Saudaraku yg kumuliakan,
mengenai ucapan Ibn Abbas ra yg mengatakan ayat itu mansukh dijelaskan pada 
Muharrar Alwajiiz Juz 6 hal 233,

jelaslah sudah bahwa Imam Nawawi menjelaskan dalam hal ini ada dua pendapat, 
dan yg lebih masyhur adalah yg mengatakan tak sampai, namun yg lebih shahih 
mengatakannya sampai,
  
tentunya kita mesti memilih yg lebih shahih, bukan yg lebih masyhur, Imam 
nawawi menjelaskan bahwa yg shahih adalah yg mengatakan sampai, walaupun yg 
masyhur mengatakan tak sampai, berarti yg masyhur itu dhoif, dan yg shahih 
adalah yg mengatakan sampai.
maka dari kesimpulannya Imam Nawawi menukil bahwa sebagian ulama syafii 
mengatakan semua pengiriman amal sampai.

Berkata Imam Ibn Katsir : “ Yakni sebagaimana dosa seseorang tidak dapat 
menimpa kepada orang lain, demikian juga manusia tidak dapat memperoleh pahala 
melainkan dari hasil amalanya sendiri, dan dari ayat yang mulin ini (ayat 
39,Surah An-Najm) Imam Syaf’i dan Ulama-ulama yang mengikutinya mengambil 
kesimpulan, bahwa bacaan yang pahalanya dikirimkan kepada mayit adalah tidak 
sampai, karena bukan dari hasil usahanya sendiri. Oleh karena itu Rosulullah 
shallallahu 'alayhi wa sallam tidak pernah menganjurkan umatnya untuk 
mengamalkan (pengiriman pahala melalui bacaan), dan tidak pernah memberikan 
bimbingan baik dengan nash maupun isyarat, dan tidak ada seorangpun (shahabat) 
yang mengamalkan perbuatan tersebut, jika amalan itu baik, tentu mereka lebih 
dahulu mengamalkanya, padalah amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala 
hanya terbatas yang ada nash-nashnya dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, dan tidak 
boleh dipalingkan dengan qiyas-qiyas dan pendapat-pendapat”

Mereka memutusnya sampai disini, demikian kelicikan mereka, padahal 
kelanjutannya adalah :
  
“Namun mengenai doa dan sedekah maka hal itu sudah sepakat seluruh ulama atas 
sampainya, dan telah ada Nash nash yg jelas dari syariah yg menjelaskan 
keduanya” (Tafsir Imam Ibn Katsir juz 4 hal 259).

nah. telah jelas bahwa tahlilan itu adalah doa, dan semua pengiriman amal itu 
dengan doa : "wahai Allah, sampaikanlah apa yg kami baca, dari.... dst, hadiah 
yg sampai, dan rahmat yg turun, dan keberkahan yg sempurna, kehadirat....."

bukankah ini doa?, maka Imam Ibn Katsir telah menjelaskan mengenai doa dan 
sedekah maka tak ada yg memungkirinya.
Lalu berkata pula Imam Nawawi :

أن الصدقة عن الميت تنفع الميت ويصله ثوابها وهو كذلك باجماع العلماء وكذا أجمعوا 
على وصول الدعاء وقضاء الدين بالنصوص الواردة في الجميع ويصح الحج عن الميت اذا 
كان حج الاسلام وكذا اذا وصى بحج التطوع على الأصح عندنا واختلف العلماء في الصوم 
اذا مات وعليه صوم فالراجح جوازه عنه للأحاديث الصحيحة فيه
والمشهور في مذهبنا أن قراءة القرآن لا يصله ثوابها وقال جماعة من أصحابنا يصله 
ثوابها وبه قال أحمد بن حنبل

“Sungguh sedekah untuk dikirimkan pada mayyit akan membawa manfaat bagi mayyit 
dan akan disampaikan padanya pahalanya, demikian ini pula menurut Ijma 
(sepakat) para ulama, demikian pula mereka telah sepakat atas sampainya doa 
doa, dan pembayaran hutang (untuk mayyit) dengan nash2 yg teriwayatkan masing 
masing, dan sah pula haji untuk mayyit bila haji muslim,
demikian pula bila ia berwasiat untuk dihajikan dengan haji yg sunnah, demikian 
pendapat yg lebih shahih, namun berbeda pendapat para ulama mengenai puasa, dan 
yg lebih benar adalah yg membolehkannya sebagaimana hadits hadits shahih yg 
menjelaskannya,
  dan yg masyhur dikalangan madzhab kita bahwa bacaan Alqur’an tidak sampai 
pada mayyit pahalanya, namun telah berpendapat sebagian dari ulama madzhab kita 
bahwa sampai pahalanya, dan Imam Ahmad bin Hanbal berpegang pada yg 
membolehkannya” (Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 7 hal 90)

Dan dijelaskan pula dalam Almughniy :

ولا بأس بالقراءة ثم القبر وقد روي عن أحمد أنه قال إذا دخلتم المقابر اقرؤوا آية 
الكرسي وثلاث مرار قل هو الله أحد الإخلاص ثم قال اللهم إن فضله لأهل المقابر وروي 
عنه أنه قال القراءة ثم القبر بدعة وروي ذلك عن هشيم قال أبو بكر نقل ذلك عن أحمد 
جماعة ثم رجع رجوعا أبان به عن نفسه فروى جماعة أن أحمد نهى ضريرا أن يقرأ ثم 
القبر وقال له إن القراءة ثم القبر بدعة فقال له محمد بن قدامة الجوهري يا أبا عبد 
الله ما تقول في مبشر فلهذا قال ثقة قال فأخبرني مبشر عن أبيه أنه أوصى إذا دفن 
يقرأ عنده بفاتحة البقرة وخاتمتها وقال سمعت ابن عمر يوصي بذلك قال أحمد بن حنبل
 فارجع فقل للرجل يقرأ

“Tidak ada larangannya membaca Alqur’an dikuburan , dan telah diriwayatkan dari 
Ahmad bahwa bila kalian masuk pekuburan bacalah ayat alkursiy, lalu Al Ikhlas 
3X, lalu katakanlah : Wahai Allah, sungguh pahalanya untuk ahli kubur”.
Dan diriwayatkan pula bahwa bacaan Alqur’an di kuburan adalah Bid’ah, dan hal 
itu adalah ucapan Imam Ahmad bin hanbal, lalu muncul riwayat lain bahwa Imam 
Ahmad melarang keras hal itu, maka berkatalah padanya Muhammad bin Qudaamah : 
Wahai Abu Abdillah (nama panggilan Imam Ahmad), apa pendapatmu tentang Mubasyir 
(seorang perawi hadits), Imam Ahmad menjawab : Ia Tsiqah (kuat dan terpercaya 
riwayatnya), maka berkata Muhammad bin Qudaamah sungguh Mubasyir telah 
meriwayatkan padaku dari ayahnya bahwa bila wafat agar dibacakan awal surat 
Baqarah dan penutupnya, dan bahwa Ibn Umar berwasiat demikian pula!”, maka 
berkata Imam Ahmad :”katakana pada orang yg tadi kularang membaca ALqur’an 
dikuburan agar ia terus membacanya lagi..”. 
(Al Mughniy Juz 2 hal : 225)

Dan dikatakan dalam Syarh AL Kanz :

وقال في شرح الكنز إن للإنسان أن يجعل ثواب عمله لغيره صلاة كان أو صوما أو حجا أو 
صدقة أو قراءة قرآن ذلك من جميع أنواع البر ويصل ذلك إلى الميت وينفعه ثم أهل 
السنة انتهى والمشهور من مذهب الشافعي وجماعة من أصحابه أنه لا يصل إلى الميت ثواب 
قراءة القرآن وذهب أحمد بن حنبل وجماعة من العلماء وجماعة من أصحاب الشافعي إلى 
أنه يصل كذا ذكره النووي في الأذكار وفي شرح المنهاج لابن النحوي لا يصل إلى الميت 
عندنا ثواب القراءة على المشهور والمختار الوصول إذا سأل الله إيصال ثواب قراءته 
وينبغي الجزم به لأنه دعاء فإذا جاز الدعاء للميت بما ليس للداعي فلأن يجوز بما
 هو له أولى ويبقى الأمر فيه موقوفا على استجابة الدعاء وهذا المعنى لا يختص 
بالقراءة بل يجري في سائر الأعمال والظاهر أن الدعاء متفق عليه أنه ينفع الميت 
والحي القريب والبعيد بوصية وغيرها وعلى ذلك أحاديث كثيرة

“sungguh boleh bagi seseorang untuk mengirim pahala amal kepada orang lain, 
shalat kah, atau puasa, atau haji, atau shadaqah, atau Bacaan Alqur’an, dan 
seluruh amal ibadah lainnya, dan itu boleh untuk mayyit dan itu sudah 
disepakati dalam Ahlussunnah waljamaah.
Namun hal yg terkenal bahwa Imam Syafii dan sebagian ulamanya mengatakan pahala 
pembacaan Alqur’an tidak sampai, namun Imam Ahmad bin hanbal, dan kelompok 
besar dari para ulama, dan kelompok besar dari ulama syafii mengatakannya 
pahalanya sampai, demikian dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Al Adzkar,
dan dijelaskan dalam Syarh Al Minhaj oleh Ibn Annahwiy : “tidak sampai pahala 
bacaan Alqur’an dalam pendapat kami yg masyhur, dan maka sebaiknya adalah pasti 
sampai bila berdoa kepada Allah untuk memohon penyampaian pahalanya itu,
dan selayaknya ia meyakini hal itu karena merupakan doa, karena bila dibolehkan 
doa tuk mayyit, maka menyertakan semua amal itu dalam doa tuk dikirmkan 
merupakan hal yg lebih baik, dan ini boleh tuk seluruh amal,
dan doa itu sudah Muttafaq alaih (tak ada ikhtilaf) bahwa doa itu sampai dan 
bermanfaat pada mayyit bahkan pada yg hidup, keluarga dekat atau yg jauh, 
dengan wasiat atau tanpa wasiat, dan dalil ini dengan hadits yg sangat banyak” 
(Naylul Awthar lil Imam Assyaukaniy Juz 4 hal 142, Al majmu’ Syarh Muhadzab lil 
Imam Nawawiy Juz 15 hal 522). 

Kesimpulannya bahwa hal ini merupakan ikhtilaf ulama, ada yg mengatakan 
pengiriman amal pada mayyit sampai secara keseluruhan, ada yg mengatakan bahwa 
pengiriman bacaan Alqur’an tidak sampai, namun kesemua itu bila dirangkul dalam 
doa kepada Allah untuk disampaikan maka tak ada ikhtilaf lagi.

Dan kita semua dalam tahlilan itu pastilah ada ucapan : Allahumma awshil, 
tsawabaa maa qaraa’naa minalqur’anilkarim… dst (Wahai Allah, sampaikanlah 
pahala apa apa yg kami baca, dari alqur’anulkarim…dst). Maka jelaslah sudah 
bahwa Imam Syafii dan seluruh Imam Ahlussunnah waljamaah tak ada yg 
mengingkarinya dan tak adapula yg mengatakannya tak sampai.

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dg segala cita cita, semoga 
dalam kebahagiaan selalu, 

Wallahu a'lam
   
   
   
   
   

       
---------------------------------
Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! 
Answers

Kirim email ke