oleh Tiar Anwar Bachtiar

MUKTAMAR Persis dan otonomnya (Persistri, Pemuda Persis, Pemudi Persis, 
Himpunan Mahasiswa Persis, dan Himpunan Mahasiswi Persis) yang akan 
diselenggarakan serempak di Garut dan Tasikmalaya, 25-27 September 2010 ini 
memiliki nilai strategis yang akan sangat menentukan gerak langkah Persis di 
masa yang akan datang. Secara umum, selain akan menentukan kepemimpinan baru 
setelah ditinggalkan K.H. Sidiq Amin, Persis juga sesungguhnya menghadapi 
tantangan kekinian yang harus segara disikapi dengan pandangan jauh ke depan.

Kalau tidak disikapi secara tepat, dakwah Persis di masa mendatang akan segera 
tergeser oleh munculnya gerakan-gerakan dakwah baru yang lebih agresif dan 
visioner. Kepercayaan umat akan semakin turun. Itu artinya, Persis tidak dapat 
lagi ber-fastabiqul-khairĂ¢t untuk turut berjihad melayani umat.

Secara hitungan usia, Persatuan Islam (Persis) termasuk ormas yang sudah 
berdiri sejak lama (tahun 1923), bahkan sebelum lahirnya republik ini. Pada 
kemunculannya pertama kali, Persis tampil dengan ciri khasnya sendiri yang 
tidak terlalu banyak ditekuni organisasi lain. Persis tampil sebagai corong 
pemikiran keagamaan yang belakangan disebut oleh para peneliti sebagai 
pemikiran "modernis" atau "reformis". Sekalipun istilah ini tidak selalu tepat, 
tetapi nama inilah yang kemudian populer.

Persis bukan yang pertama, tetapi agresivitas Persis melalui media-media yang 
dipublikasikannya ke seluruh Indonesia membuat nama aktivisnya yang hanya 
beberapa menjadi dikenal cukup baik. Tidak kurang dari tokoh seperti Soekarno 
merasa harus berkonsultasi dengan A. Hassan mengenai masalah agama saat dia 
ditahan di Endeh. Rekaman dialog A. Hassan dengan Soekarno diabadikan dalam 
salah satu bab buku Soekarno Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I dan satu buku 
kecil bertajuk Surat-Surat dari Endeh.

Saat itu Persis seolah mendapatkan positioning yang tepat dalam gerakan Islam 
di Indonesia sehingga keberadaannya memiliki tempat tersendiri. Sebelum 
munculnya Institut Agama Islam Negeri, ormas yang memiliki perhatian terhadap 
masalah-masalah pemikiran keagamaan seperti Persis menjadi salah satu "kawah 
candradimuka" lahirnya ahli-ahli agama. Inilah kemudian yang mengantarkan 
Persis memantapkan posisinya dengan mendirikan lembaga pendidikan yang berbeda 
dari gerakan modernis lain, yaitu "pesantren". Padahal, pesantren adalah 
trademark kelompok yang oleh para peneliti disebut "tradisionalis".

Pada saat Muhammadiyah lebih fokus mengembangkan sekolah-sekolah umum yang 
kelak akan mempersiapkan calon teknokrat, Persis lebih memilih mendirikan 
pesantren yang akan mempersiapkan calon-calon ulama dan ahli agama. Bahkan 
sampai saat ini, dari dua ratusan lebih lembaga pendidikan Persis yang tersebar 
di seluruh Indonesia, sembilan puluh persen masih berlabel pesantren.

Mirip NU

Secara kultur pun manajemen kaderisasi dan pengembangan organisasi masih 
bertumpu pada jaringan-jaringan pesantren. Dari sisi ini sesungguhnya Persis 
lebih mirip dengan NU yang disebut tradisionalis dibandingkan dengan 
Muhammadiyah yang modernis. Walaupun demikian, identitas sebagai kelompok 
"modernis-perkotaan" yang telanjur melekat membuat Persis berada di 
persimpangan. Di satu sisi pengembangan organisasi ingin dimodernisasi, tetapi 
pengaruh kultur pesantren cukup kuat mengakar. Pemaduan di antara kedua kultur 
ini tidak selalu berhasil baik dalam berbagai hal.

Persoalannya bukan pada mana yang lebih baik, tetapi apa penanganan paling 
tepat dalam konteks kultural seperti ini. Di satu sisi, ketika ingin ditangani 
dengan model organisasi modern-perkotaan, perpindahan aktivisme Persis dari 
pusat-pusat kota ke perdasaan sejak paling kurang empat puluh tahun belakangan 
ini telah membentuk gugus kultural baru. Gugus budaya ini tidak dapat ditangani 
dengan skema pengembangan organisasi modern dengan logika masyarakat perkotaan.

Masyarakat perdesaan yang lebih senang hidup secara guyub, tidak bisa didekati 
dengan cara-cara masyarakat perkotaan yang formal dan matematis. Di sisi lain, 
sejarah Persis yang dilahirkan di tengah-tengah masyarakat perkotaan masih 
menyisakan semangat modernisasi-perkotaan dari sebagian aktivisnya.

Kondisi kultural semacam ini harus dipahami dengan baik oleh siapa pun ke depan 
yang akan menjadi pemimpin Persis. Secara kreatif dan sinergis, kedua potensi 
kultural ini harus dipadukan untuk melahirkan kekuatan baru Persis dalam 
konteks dakwah Islam di Indonesia. Kelihatannya, selama ini tarik-menarik dan 
saling curiga di antara kedua gugus kultural yang masih berkembang di Persis 
ini masih terlalu tinggi. Akibatnya, bukan sinergi yang terjadi, melainkan 
saling melemahkan.

Walaupun sampai saat ini dakwah Persis masih tetap bertahan dan secara 
kuantitas terus berkembang, tetapi sering Persis seolah kehilangan isu. 
Mengangkat isu lama sudah tidak relevan, menggali isu baru masih terlihat agak 
belum terbiasa. Dakwah Persis pun menjadi agak asing di tengah derasnya 
gelombang kelompok dakwah baru yang masih segar dan penuh semangat. Salah satu 
penyebabnya adalah kegagalan menangkap potensi kultural yang berkembang di 
dalam tubuh jemaah Persis sendiri.

Salah satu yang cukup mengkhawatirkan misalnya, ketergesa-gesaan sebagian 
pengelola pesantren mengubah orientasi dan kurikulum pesantrennya. Seolah 
menjadi tren, banyak pesantren Persis yang merasa bangga saat pesantrennya 
berhasil membuka jurusan-jurusan "umum" tanpa kreativitas baru sambil pada saat 
yang sama pengkajian agama (Islam) yang sudah lama ditanam secara perlahan 
dikikis.

Saat trademark lama ini terkikis, sesungguhnya kerugian kultural yang diderita 
Persis di masa yang akan datang cukup besar. Sebab, kultur yang dibangun 
belakangan di pesantren Persis ini sama sekali bukan hal baru dalam konteks 
gerakan dakwah Islam di Indonesia. Gerakan dakwah lain seperti Muhammadiyah 
sudah menginisiasinya sejak lama. Dengan cara seperti ini, Persis sesungguhnya 
justru tengah membunuh potensinya sendiri.

Untuk menemukan kembali positioning baru dakwah Persis modal dan potensi dasar 
tidak mungkin disingkirkan. Justru yang telah ada ditanam dan dikembangkan 
sejak lama, merupakan modal kultural yang besar untuk menciptakan kreativitas 
baru. Mencoba-coba hal baru secara bertaklid buta pada arus utama dan 
meninggalkan modal dasar yang dimiliki adalah kecerobohan. Bukan saja Persis 
akan semakin lemah, positioning baru yang diinginkan justru akan semakin jauh 
dari harapan.

Untuk menemukan kembali posisinya, justru yang harus dilakukan Persis adalah 
memperkuat modal kultural yang telah dimiliki. Modal kultural ini harus 
diperkaya dan diperkuat dengan penemuan dan kreativitas mutakhir di bidangnya. 
Kepedulian menanggapi isu-isu kontemporer tidak harus meninggalkan akar. Akar 
yang kuat justru memiliki potensi besar dan menjadi pijakan kuat munculnya 
kreativitas kultural baru, termasuk di dalamnya model intelektualisme baru.

Formula ini jelas bukan resep mempertahankan kejumudan (stagnasi). Kejumudan 
harus tetap menjadi musuh yang harus diwaspadai hinggap dalam berbagai gerakan 
dakwah.

Kreativitas jelas merupakan antikejumudan. Namun, kreativitas akan semakin baik 
dan kuat saat tetap berpijak pada akar lama yang kuat.

Mudah-mudahan Muktamar Persis kali ini dapat melahirkan kreativitas baru serta 
kepemimpinan yang kuat dan visioner sehingga Persis dapat segera menemukan 
kembali positioning-nya dalam arus dakwah Islam di Indonesia agar 
kemanfaatannya dapat dirasakan oleh lebih banyak umat. ***

Tiar Anwar Bachtiar, Ketua II PP Pemuda Persis/mahasiswa S-3 Sejarah 
Universitas Indonesia.

http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=156571
www.ahmadsahidin.wordpress.com





------------------------------------

Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/kisunda/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/kisunda/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    kisunda-dig...@yahoogroups.com 
    kisunda-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    kisunda-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke