IJABI mengikuti Pemerintah RI dalam Penetapan Tanggal 1 Bulan Ramadhan
 
Menurut para ahli fiqih, keputusan 
waliyyul amri atau hakim syar'i atau pemerintah, yarfa'ul khilaf, menyelesaikan 
perpecahan. Secara sederhana, hukum fiqh terbagi 2, yaitu urusan privat & 
urusan publik.
Kita boleh berbeda dalam 
mengamalkan hukum2 fiqh yg berkaitan dg urusan privat. Soal fiqh wudhu, 
shalat, puasa, bahkan haji boleh kita lakukan sesuai mazhab masing2.
 
Tapi ketika ibadah kita atau hukum-hukum fiqh sudah memasuki wilayah publik, 
kita tidak boleh ikhtilaf. Demi kepastian hukum & ketertiban umum. 
Mazhab2 yg berbeda menetapkan hari wukuf di Arafah yg juga berbeda-beda. Tapi 
ketika Kerajaan Saudi menetapkan hari wukuf (misalnya Kamis), maka seluruh 
jamaah haji mematuhi. Apapun mazhabnya. Syiah & Sunni wukuf pd hari yg sama. 
Bisa Anda bayangkan apa yg terjadi sekiranya tiap 
mazhab bertahan dgn keputusan yg berbeda-beda? Bayangkan kacau balaunya 
ibadah haji karena 2 kali wukuf, 2 kali melempar jumrah, dst. (Dikutip 
dari penjelasan Prof DR Jalaluddin Rakhmat, Ketua Dewan Syura IJABI)
 
Karena itu, sesuai fatwa Ayatullah Sayyid Ali Khamenei (semoga Allah 
panjangkan usia beliau dalam keberkahan) bahwa dalam penetapan tanggal 1 Bulan 
Ramadhan kita harus mengikuti Keputusan Hakim Syar'i di negerinya masing-masing 
(dalam hal ini, di Indonesia adalah Pemerintah Republik 
Indonesia c.q. Kementerian Agama), maka Ketua Dewan Syura IJABI Prof DR 
Jalaluddin Rakhmat menetapkan bahwa awal dimulainya puasa bulan Ramadhan 
(Tanggal 1 Bulan Ramadhan) adalah pada Tanggal 1 Agustus 2011, sesuai 
Keputusan Pemerintah RI.
 
Tambahan penjelasan, merujuk dari Kitab Ayatullah Sayyid Ali Khamenei:
 
Ajwibah 
Istifta'at,
 
Perkara no. 837:
Sekiranya penentuan awal bulan Ramadhan atau Idul Fitri karena tiadanya 
kemungkinan melihat Hilal atau menentukan wujudnya di langit karena 
sebab yg lain, dan 30 hari di bulan Sya'ban atau bulan Ramadhan belum 
lengkap sepenuhnya, apakah bagi kami yg tinggal di Jepang diperbolehkan 
utk mengikuti Ufuq Iran atau mengikuti penanggalan yang kami yakini? Apa 
kewajiban kami?
 
Jawab: Sekiranya awal bulan tdk 
memungkinkan diketahui dari ru'yat Hilal bahkan di ufuk kota-kota yg 
bertetangga yang satu ufuk, atau dari kesaksian dua orang adil, atau 
dari ketentuan Hakim (pemerintah), maka ia harus berihtiyath hingga awal bulan 
ditentukan.
 
Perkara no. 841:
Sekiranya di antara para ulama satu kota terjadi ikhtilaf menentukan keberadaan 
Hilal, & semua ulama itu dikenal adil di antara para mukallaf, 
bahkan dalil2 yg mereka berikan pun meyakinkan, apa kewajiban kami dlm 
perkara seperti ini?
 
Jawab: Sekiranya ikhtilaf yg terjadi 
antara kepastian "iya" & "tidak", yaitu bahwa yg satu menegaskan 
keberadaan Hilal & yg lain menegasikannya, ikhtilaf ini menjatuhkan 
kedua pendapat itu. Kewajiban mukallaf adlh utk mengesampingkan 
keduanya. Dan mengenai berpuasa atau tidak, mendasarkan dirinya pd 
ketentuan asal. Tapi sekiranya perbedaan yg terjadi adalah antara yg 
menegaskan wujud Hilal & yg tdk mengetahui ttg keberadaannya, maka 
sekiranya yg menegaskan keberadaan Hilal dikenal sbg seorang yg adil, 
maka itu cukup menjadi hujjah syar'i, wajib utk diikuti. Begitu pula 
sekiranya keberadaan Hilal sudah ditentukan oleh Hakim Syar'i, ketentuan itu 
hujjah syar'i & bagi semua mukallaf wajib utk menaati & 
mengikutinya.
 
 
Perkara no. 848:
Apakah awal bulan suci Ramadhan atau akhirnya harus ditentukan dari ru'yat 
Hilal atau dapat kami tentukan dari penanggalan, walaupun bulan Sya'ban 
belum genap tigapuluh hari?
 
Jawab: Awal atau akhir bulan 
Ramadhan ditentukan oleh ru'yat mukallaf sendiri, atau kesaksian dua 
adil, atau dia yang dikenal karena keilmuannya atau dgn genap berlalunya 
tigapuluh hari atau dengan ketentuan hukum Hakim (di sini tanpa 
tertulis syar'i).
 
Perkara no. 849: 
Sekiranya sudah diperbolehkan mengikuti pengumuman ru'yat hilal dari Pemerintah 
(bahasa Persianya: Daulat), dan pengumuman pemerintah itu bersandarkan 
pada dalil-dalil ilmiah untuk juga menentukan keberadaan bulan bagi 
negara-negara di sekitarnya, apakah "Islami" atau tidaknya menjadi 
syarat bagi pemerintah ini? Sekiranya pemerintahnya zalim dan fajir, 
apakah juga boleh mengikuti pengumumannya?
 
Jawab: 
Penguasa, dalam urusan ini, adalah penentu keyakinan dalam ru'yat di 
daerah itu. Bagi mukallaf cukup untuk mengikutinya.
 
Sumber: Diterjemahkan oleh Ustadz Miftah F. Rakhmat dari Risalah-e Ajwibah-e 
al-Istiftaa'at, Bahasa Persia, halaman 186 - 189. Cetakan Intisyarat 
Bainal Milali al-Huda 1386 HS, Teheran.
Terimakasih 
kepada Ustadz Miftah Fauzi Rakhmat, Anggota Dewan Syura IJABI, yg telah 
mengutip & menerjemahkan bagian-bagian tersebut utk diketahui para 
pengikut Ahlulbait khususnya ijabiyyun se-Indonesia. 
 
Tambahan catatan dari Prof DR Jalaluddin Rakhmat [Ketua Dewan Syura IJABI] :
 
Saya akan kutipkan penjelasan Ayatullah Al-Uzhma Syaikh Ja'far Subhani dalam 
kitabnya yang bisa diakses di internet: 
http://umamsadeq.org/ar.php/page.530BookAr18P3.html.
Nama bukunya "Al-shawm fi al-Syariah al-Islamiyah al-Ghurra, fasal 12, fi 
thuruq tsubuti hilal Ramadhan wa Syawwal lishshawm wa ifthar.
 
Intinya: 
Ada 5 cara penetapan awal Bulan Ramadhan dan Syawal:
1. Dengan 
rukyat seorang mukallaf saja
2. Dengan berita yang menyebar secara mutawatir
3. Berita tersebar yg tidak didustakan orang
4. 
Lewat 30 hari Bulan Syawwal
5. Untuk ke-5 saya terjemahkan 
langsung, lihat halaman 64.
Bayyinah syar'iyyah, bukti 
syarak, yaitu khabar dari 2 orang yang adil, baik ketika bersaksi di 
depan hakim, dan kesaksiannya diterima, atau tidak bersaksi di depan 
hakim, atau keduanya bersaksi dan ditolak kesaksiannya. Siapa saja yang 
bersaksi di hadapannya 2 orang adil bahwa ia melihat hilal, ia boleh 
bahkan wajib mengikutinya untuk puasa dan ifthar. Tidak jadi soal, 
apakah bayyinah itu datang dari dalam negeri atau di luar negeri, baik 
karena ada tandanya di langit atau tidak ada.
 
Jika 
mengikuti ketentuan fiqih ini (kata Ustadz Jalal), maka kesaksian 2 
orang adil saja sudah mewajibkan kita untuk puasa. Yang menyaksikan 
rukyat kita sekarang lebih dari 2 orang adil, diterima kesaksiannya oleh hakim, 
bahkan diterima oleh 2 ormas besar Islam, yaitu Muhammadiyah dan NU (plus 3, 
dengan IJABI). Kesaksian itu juga datang dari luar negeri 
seperti yg bisa dilihat pada situs: 
www.masjidtucson.org/submission/practices/ramadan/
Di situs itu 
disebutkan rukyat di seluruh dunia: The first day of Ramadan is August 
1, 2011. For the middle east, Turkey, Tunisia, Libya, Egypt, India, 
Pakistan, Indonesia, Australia, and New Zealand, etc.
 
Semoga bermanfaat!
 

www.ahmadsahidin.wordpress.com

Kirim email ke