Prof Jaih Mubarok, Umat Wajib Menjaga Agama 

Belum lama ini, aksi kekerasan yang berlatar belakang agama sempat terjadi di 
beberapa daerah di Tanah Air.  Peristiwa kekerasan berlatar belakang agama 
seharusnya tak perlu terjadi jika semua pihak bersikap toleran dalam 
menjalankan agamanya masing-masing. "Kewajiban kita untuk memelihara dan 
menjaga agama yang berarti bahwa agama tidak boleh dinodai karena menodainya 
termasuk kekerasan secara psikis; kekerasan secara psikis dapat memicu lahirnya 
kekerasan fisik," ujar Prof Jaih Mubarok, guru besar  Hukum Islam Universitas 
Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati  Bandung kepada wartawan Republika, 
Nashih Nashrullah. 

Menurutnya, semua pihak harus hidup berdampingan dengan saling menghormati. 
"Kerusuhan bernuansa SARA kelihatannya karena kita gagal menjadi Mukmin yang 
moderat yang bertitik taut dengan nilai ihsan. Islam mengajarkan kepada kita 
agar berbuat baik terhadap pihak yang berbuat buruk atau jahat kepada kita, 
subhanallah,'' tutur anggota Badan Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional 
Majelis Ulama Indonesia itu.

Berikut petikan wawancara dengan salah seorang pengawas Syariah PT Bank Jabar 
Banten Syariah itu tentang hukum Islam.


Ada distingsi (perbedaan) jelas antara term (istilah) fikih dan syariah, bisa 
Anda jelaskan?
Antara syariah dan fikih terdapat perbedaan yang signifikan. Syariah adalah 
jalan hidup yang diberikan Allah dan rasul-Nya yang terdapat dalam Alquran dan 
sunah, sedangkan fikih adalah pemahaman ulama terhadap Alquran dan sunah. Ulama 
menggunakan pendekatan dan metode yang ragam dalam memahami Quran-Sunah sebagai 
tergambar dalam ilmu ushul fikih. Oleh karena itu, pemahaman ulama terhadap 
Quran-Sunah kadang-kadang berbeda. 

Dampaknya adalah bahwa syariah bersifat seragam, sedangkan fikih sangat kaya 
dengan wacana yang cenderung ragam, sebagai tergambar dalam sejarah mengenai 
tumbuh dan berkembangnya aliran-aliran fikih yang secara lambat laun terbentuk 
mazhab seperti Malikiah yang berkembang di Madinah dan Andalusia, Hanafiah yang 
berkembang di Irak dan India, Syafiiah yang berkembang di Mesir dan kawasan 
Asia Tenggara, dan Hanbaliah yang berkembang di Arab Saudi.

Apa sajakah karakter masing-masing fikih dan syariah?
Syariah sudah diterima apa adanya dari Allah dan rasul-Nya. Dengan kata lain, 
syariah bersifat statis, tidak berubah karena perubahan perkembangan peradaban 
manusia. Sebaliknya, fikih bersifat dinamis, on going process, dan mengalami 
perubahan karena perkembangan pemikiran serta peradaban manusia. Hal itu 
terjadi karena syariah diyakini bersifat sempurna, final, dan mengandung nilai 
universal karena bersifat ilahiyat. Sebaliknya, fikih diyakini bersifat nisbi, 
mengandung kemungkinan benar dan salah karena kebenarannya kadang-kadang 
berdimensi "lokal" dan bersifat insaniyat sebagai dampak dari hadis Nabi SAW 
yang menyatakan bahwa manusia terkena sifat salah dan lupa.

Hukum Islam tidak didasarkan atas zhan, tetapi berdasar pada dalil qath', bisa 
dijelaskan?
Terminologi hukum Islam (Islamic law; Muhammadan Law) merupakan istilah yang 
dikenal setelah para ilmuwan Barat (di antaranya orientalis) mempelajari dan 
memperkenalkan ajaran Islam. Jika dijelaskan lebih perinci kira-kira 
penjelasannya begini: syariah merupakan wahyu Allah dan sabda rasul-Nya yang 
terdapat dalam Alquran-Sunah. 

Oleh karena itu, syariah bersifat ilahiyat. Fikih adalah produk berpikir ulama 
yang menggunakan pendekatan, kaidah, dan metode tertentu. Oleh karena itu, 
fikih bersifat akademik yang berusaha memberikan jawaban yang berupa sejumlah 
alternatif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi umat Islam. Dengan kata 
lain, fikih berdimensi akademik atau intelek, sedangkan hukum Islam secara 
samar dan diam-diam kelihatannya memiliki dimensi politik karena pembentukan 
dan pemberlakuan hukum Islam (misal: undang-undang atau qanun) ditetapkan oleh 
pihak legislatif dan eksekutif sebuah negara. Hal ini sejalan dengan pendapat 
al-Mawardi mengenai posisi negara sebagai media untuk memelihara dan 
mengembangkan agama.

Terminologi dalil qath'i dan zhanni terdapat dalam Ilmu Ushul fikih, qath'i dan 
zhanni dilihat dari segi wurud al-dalil dan penunjukkan dalil terhadap makna. 
Quran dari segi wurudnya bernilai qath'I, sedangkan sunah yang berderajat 
maqbul pada umumnya dinilai qath'i pula. Apabila sebuah dalil mengandung makna 
yang tertentu yang sudah jelas yang tidak memungkinkan diartikan dengan arti 
selain arti tertentu tersebut, dalil tersebut dinilai qath'i. Sebaliknya, 
apabila dalil memiliki banyak makna yang memungkinkan dipahami secara ragam, 
dalil tersebut dinilai zhani dalam penunjukkan maknanya.

Menurut Anda, sejauh manakah prinsip ihthiyathi (kehati-hatian) bisa diterapkan 
dalam fikih?
Pertanyaan ini sulit dijawab. Akan tetapi, ilustrasi berikut kiranya dapat 
mendekati jawaban atas pertanyaan tersebut. Sumber hukum yang hakiki adalah 
Allah dan rasul-Nya, sedangkan sumber hukum yang majazi adalah dalil, yaitu 
Alquran dan Sunah. Ulama dalam memahami Alquran dan sunah berkedudukan sebagai 
hamil al-lughah (istilah Syihab al-Din al-Qarafi dalam kitabSyarh Tanqih 
al-Fushul), yakni melakukan kegiatan ilmiah yang berupa pendekatan dan kaidah 
serta metode tertentu guna menangkap makna yang dimaksud oleh Allah dan 
rasul-Nya. 

Dengan demikian, dari sisi akademik terlihat ikhtiyath ulama dalam memahami 
Alquran-Sunah dengan dibentuknya kaidah-kaidah berpikir ilmiah di bidang ilmu 
fikih seperti tergambar dalam ilmu kaidah fikih dan ilmu ushul fikih, sedangkan 
dari segi maqashid, ulama memahami Alquran-Sunah guna mendapatkan ridha-Nya. 
Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan spiritual (baca: komunikasi spiritual) 
dengan cara mendekatkan diri kepada Allah dilakukan sebagai bagian dari 
ikhtiyath yang mereka lakukan.

Dari segi penerapan, prinsip ikhtiyah dalam fikih antara lain bersifat 
kontekstual. Oleh karena itu, dalam ilmu ushul fikih juga dikenalkan ajaran 
mengenai azimah dan rukhsah yang pelaksanaannya sangat bergantung pada individu 
Muslim yang bersangkutan dengan mempertimbangkan situasi atau keadaan. Dalam 
fikih jinayah, dikenal kaidah "salah dalam memaafkan lebih baik daripada salah 
dalam memberi sanksi," dalam kaidah ini terkandung prinsip ikhtiyah dalam 
penegakan hukum.

Bukankah, dalam beberapa kasus ikhthiyathi sendiri mengesankan kaku 
elektabilitas fikih itu sendiri (misal, jumlah tiga kali dalam ritual wudhu)?
Hukum (termasuk fikih) dari segi penegakan dan pelaksanaan memang diperlukan 
sifat kaku guna menjamin kepastian hukum. Berbeda dengan hukum dari sisi 
akademik yang lebih mengusung kebebasan hukum. Ikhtiyath berarti kehati-hatian 
dalam memahami dan menegakkan fikih; terjadi kekakuan dalam pelaksanaan fikih 
tidak menjadi persoalan selama dalam bingkai ikhtiyath karena perubahannya 
memang dapat dipilih selama relevan dengan situasinya. Tidaklah dibenarkan 
seseorang tayamum untuk shalat dengan alasan ketiadaan air padahal di tempat 
tersebut air melimpah, misalnya.

Terkait prinsip tsawabit (konstan) dan mutaghayyirat (dinamis), bagaimana 
aplikasinya dalam fikih?
Setidaknya, terdapat dua literatur menarik yang menjelaskan mengenai aspek 
konstan dan dinamis dari pada fikih. Kitab al-Tsabat wa al-Syumul fi 
al-Syari'ah al-Islamiyah karya Doktor Abir Ibn Muhammad al-Sufyani (1988) dan 
Conflict and Tension in Islamic Jurisprudence karya Noel J. Coulson. Singkat 
kata, aspek-aspek ajaran Islam yang tawqifi bersifat konstan. Sebaliknya, 
aspek-aspek ajaran Islam yang ijtihadi bersifat dinamis. Sebagai telah 
disinggung bahwa fikih bersifat ijtihadi, oleh karena itu, fikih bersifat 
dinamis yang dapat berubah karena perubahan peradaban manusia.

Ada prinsip la tafrith wa la ifrath dalam fikih, apa yang menjadi standar dan 
kriteria prinsip itu?
Prinsip tawazun (baca: keseimbangan) atau la tafrith wa la ifrath telah 
diajarkan oleh Rasulullah SAW. Manusia memiliki dua unsur: jasmani dan rohani. 
Unsur jasmani dipenuhi dengan tidak mengabaikan unsur rohani dan unsur rohani 
dipenuhi dengan tidak mengabaikan unsur jasmani. Di antaranya Nabi SAW 
mengajarkan kepada kita agar tidak makan sebelum lapar, berhenti makan sebelum 
kenyang, anjuran puasa agar perut dapat istirahat, larangan puasa seumur hidup 
(thul al-zaman), dan tidak diwajibkannya shalat malam bagi umat Nabi SAW. 
Sejatinya hidup manusia adalah seimbang antara aspek jasmani dan rohani.

Dalam penunaian haji, misalnya, hubungan substansi QS al-Ma'un dengan kewajiban 
haji yang hanya satu kali seumur hidup, dihubungkan dengan konteks kehidupan 
masyarakat Indonesia yang masih memerlukan bantuan, maka memperbanyak melakukan 
ibadah haji yang tergolong sunah bisa jadi dikategorikan tafrith.
 
Berbicara penerapan syariah adalah implementasi hukum fikih itu sendiri, bisa 
dijelaskan?
Ajaran Islam, baik berupa syariah maupun fikih dapat dilakukan setidaknya dalam 
tiga domain: personal, keluarga, dan publik. Penerapan syariah dalam domain 
personal dan keluarga dapat dilakukan dengan pendekatan kultural, sedangkan 
penerapan ajaran Islam dalam domain publik dapat dilakukan dengan pendekatan 
struktural. 

Sejatinya pendekatan kultural dan struktural berkembang seiring dan sejalan 
karena masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan apabila dua pendekatan 
ini berkembang berdampingan akan melahirkan kekuatan positif yang luar biasa 
yang dapat memajukan peradaban manusia. Kompilasi hukum syariah ke dalam 
konstitusi dianggap diskriminatif, kasus 

Kompilasi hukum syariah ke dalam konstitusi dianggap diskriminatif, kasus UU 
perkawinan misalnya, menurut Anda?
Memberlakukan syariah melalui institusi negara tidaklah perlu dipersoalkan 
selama substansinya tidak diskriminatif dan tidak memberatkan. Pandangan yang 
menyatakan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan yang bernuansa Islam 
bersifat diskriminatif perlu dibuktikan secara lebih rinci. Bukankan kebebasan 
menjalankan ajaran 

Islam telah dijamin dalam konstitusi?
Apabila ditemukan undang-undang yang bernuasa Islam bersifat diskriminatif, 
ajukan pengujiannya ke Mahkamah Konstitutusi, sedangkan apabila ada peraturan 
di bawah undang-undang yang bernuansa Islam bersifat diskriminatif, ajukan 
pengujiannya ke Mahkamah Agung. Dengan demikian, diskriminasi atau tidaknya 
sebuah peraturan perundang-undangan akan dipahami dan diperjuangkan secara 
hukum, bukan hanya menjadi wacana yang tiada ujung.
 
Konsep Dharuriyyat Asy-Syathibi oleh Ibnu Taimiyah dianggap tidak lagi relevan, 
menurut Anda?
Imam al-Ghazali dan al-Syathibi memperkenalkan tiga domain ajaran Islam: primer 
(dharuriyat), sekunder (hajiyat), dan tersier (tahsiniyat). Imam Ghazali dalam 
kitab al-Mustashfa menjelaskan bahwa tujuan penciptaan makhluk adalah untuk 
melihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Al-Syathibi dalam kitab 
al-Muwâfaqât menjelaskan bahwa lima masalah dharuri adalah pemeliharaan agama, 
jiwa, keturunan, harta, dan akal. Menurut saya, penjelasan al-Ghazali dan 
al-Syathibi masih relevan.
 
Lantas konsep dharuriyyat apa yang relevan saat ini?
Dalam konteks keindonesiaan dan kekinian, kewajiban kita untuk memelihara dan 
menjaga agama yang berarti bahwa agama tidak boleh dinodai karena menodainya 
termasuk kekerasan secara psikis. Kekerasan secara psikis dapat memicu lahirnya 
kekerasan fisik. Semua pihak sejatinya toleran dalam menajalkan ajaran agamanya 
masing-masing, hidup berdampingan dengan saling menghormati. Kerusuhan 
bernuansa SARA saat ini kelihatannya karena kita gagal menjadi mukmin yang 
moderat yang bertitik taut dengan nilai ihsan. Islam mengajarkan kepada kita 
agar berbuat baik terhadap pihak yang berbuat buruk atau jahat kepada kita, 
subhanallah!
 

Riwayat Hidup

Nama Lengkap : Jaih Mubarok
Lahir : Bogor, 17 September 1967
Jabatan : Guru Besar Hukum Islam UIN SGD Bandung
Pendidikan : S3 PPs IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta
S2 PPs IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta
S2 Ilmu Hukum, Sekolah Pascasarjana UNIDA Bogor
S1 Fakultas Syariah IAIN SGD Bandung
S1 Fakultas Ekonomi UAI (sekarang BSI) Bandung
Aktivitas lain : BPH Dewan Syariah Nasional MUI
Pengawas Syariah PT Bank Jabar Banten Syariah
Pengawas Syariah PT Asuransi Jiwa Syariah Al Amin Jakarta

http://republika.co.id:8080/koran/0/130898/Prof_Jaih_Mubarok_Umat_Wajib_Menjaga_Agama
www.ahmadsahidin.wordpress.com




------------------------------------

Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/kisunda/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/kisunda/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    kisunda-dig...@yahoogroups.com 
    kisunda-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    kisunda-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke