sok atuh geura buktikeun, geuning tradisi nu islami sapertos tahlilan sok 
dicaram...
kumaha ieu teh Persis?

www.ahmadsahidin.wordpress.com

--- Pada Kam, 16/9/10, mh <khs...@gmail.com> menulis:

Dari: mh <khs...@gmail.com>
Judul: [kisunda] Agama - Antara PERSIS jeung Budaya?
Kepada: "Ki Sunda" <kisunda@yahoogroups.com>
Tanggal: Kamis, 16 September, 2010, 9:56 PM







 



  


    
      
      
      Persis juga Memperhatikan Budaya Lokal

                                        
                                
                                                                        FOTO 
dari kanan, Staf Ahli Mensesneg Prof. Dr. H. 
Dadan Wildan Anas, Ketua Umum Persis H. Maman Abdurrahman, pengamat 
Islam Yudi Latif, Rektor Unpad Prof. Dr. Ganjar Kurnia, Ketua Pelaksana 
Muktamar Persis Atif Latifulhayat, dalam diskusi terbatas di Aula 
Redaksi "Pikiran Rakyat", Kamis (16/9).* M. GELORA SAPTA/"PR"
                                                        
                                
BANDUNG, (PR).-

Kehadiran Persatuan Islam (Persis) di Indonesia bukan untuk memberantas 
budaya lokal. Persis hadir untuk menjaga kemurnian akidah dengan 
menempatkan budaya lokal secara proporsional.
Hal itu dikatakan Ketua Pelaksana Muktamar ke-14 
Persis, Atip Latifulhayat dalam diskusi terbatas "Persis, Islam, dan 
Budaya" yang digelar di Aula Redaksi Pikiran Rakyat Jln. Soekarno-Hatta 
147 Bandung, Kamis (16/9). Menurut dia, selama ini sebagian masyarakat 
memandang Persis antibudaya. "Hal itu tidak sepenuhnya tepat," katanya. 
Diskusi yang dipandu Redaktur Dalam Negeri "PR", H. 
Wakhudin ini juga dihadiri Pemimpin Redaksi "PR" H. Budhiana, Ketua Umum
 Persis H. Maman Abdurrahman, Rektor Universitas Padjadjaran Ganjar 
Kurnia, pengamat studi Islam dan kenegaraan Yudi Latif, dan Staf Ahli 
Mensesneg Dadan Wildan.
Atip menuturkan, kesan bahwa Persis kurang ramah 
terhadap budaya hanya merupakan konsekuensi dari aktivitas Persis yang 
cenderung menggunakan pendekatan normatif dan tidak kompromistis, 
seperti memberantas takhayul, bid’ah, dan khurafat. Sementara budaya, 
menurut dia, cenderung bersifat dinamis. Untuk menengahinya, Persis 
melakukan filterisasi terhadap budaya yang berpotensi mengganggu akidah 
Islam. "Filternya adalah akidah dan syariat Islam," ujarnya.
Berbeda dengan sejumlah organisasi kemasyarakatan 
(ormas) sejenis yang mengambil nama organisasinya dari bahasa Arab, Atip
 mencontohkan, penamaan Persis diambil dari bahasa Indonesia. Persis 
juga tidak sepenuhnya menyampaikan khotbah Jumat dengan bahasa Arab, 
tetapi juga disertai dengan bahasa yang dimengerti jemaahnya. 
Bahkan, untuk tingkat lokal, Persis juga memiliki 
majalah berbahasa Sunda Iber yang telah terbit selama tiga puluh tahun. 
"Itu bukti bahwa Persis tidak antibudaya," tuturnya
Ketua Umum Persis H. Maman Abdurrahman mengatakan, 
dalam aktivitasnya, Persis senantiasa melakukan purifikasi (pemurnian) 
Islam dengan mengajak masyarakat untuk kembali kepada Alquran dan Sunah.
 Namun, menurut dia, Persis mencoba memberikan pandangan kepada 
masyarakat bahwa Islam tidak hanya mengatur masalah fikih ibadah, tetapi
 juga semua sektor kehidupan, termasuk budaya. "Bahkan, Islam juga dapat
 diterapkan dalam kehidupan sosial dan politik," katanya. 
Rektor Unpad sekaligus budayawan, Ganjar Kurnia 
mengatakan, budaya dan kesenian lokal seyogianya dapat dijadikan sarana 
dakwah sebagaimana juga dilakukan Wali Sanga. Dia menyebutkan, berdakwah
 melalui musik ataupun lagu biasanya lebih meninggalkan kesan daripada 
ceramah biasa. "Jika dakwah dengan menggunakan seni, masyarakat pun akan
 lebih mudah menerimanya," kata Ganjar.
Hal senada diungkapkan pengamat studi Islam dan 
kenegaraan, Yudi Latif. Menurut dia, jika beberapa tradisi lokal 
dipertahankan, Persis akan lebih berpengaruh bagi masyarakat. "Persis 
ini tidak hanya reformis, tetapi juga modernis, yakni terbuka terhadap 
peradaban baru selama itu tidak bertentangan dengan akidah," ujarnya.
Sementara menurut Staf Ahli Mensesneg sekaligus Ketua
 Dewan Tafkir Persis, Dadan Wildan, pada abad ke-21 ini, Persis dituntut
 untuk mampu menjembatani tiga arus peradaban yang ada saat ini, yakni 
Islam, Timur, dan Barat. "Jika hanya berkutat di sekitar bid’ah dan 
takhayul, sudah bukan zamannya lagi," ucapnya. 
Menurut dia, kini Persis harus mampu menjawab masalah faktual, di antaranya 
ekonomi dan pendidikan berbasis syariah.
Pemimpin Redaksi "PR" H. Budhiana mengatakan, 
kegiatan diskusi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada 
masyarakat tentang pandangan pergerakan Islam yang ada di Indonesia, 
khususnya yang berpengaruh di Jawa Barat. 
Muktamar ke-14 Persis akan diselenggarakan pada 25-27
 September 2010 di enam lokasi di Tasikmalaya dan Garut. Muktamar ini 
rencananya akan dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono serta 
sejumlah duta besar, antara lain dari Amerika, Australia, dan Singapura.
 Seluruh peserta yang akan hadir pada muktamar diperkirakan mencapai 
delapan ribu orang.
Agenda muktamar tersebut di antaranya pemilihan Ketua
 Umum Persis periode 2010-2015 dan pembahasan rencana strategis Persis 
ke depan. Kandidat ketua umum yang diusung, yakni Maman Abdurahman, Atip
 Latifulhayat, dan Aceng Zakaria. 
(A-192)***http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=156318





    
     

    
    


 



  






Kirim email ke