MB GERAKAN ACEH MERDEKA EROPA P.O.BOX: 2084, 145 02 Norsborg, Sweden Fax: 00-46-8531 88460 PENDIRIAN DAN TANGGAPAN Majlis Pemerintahan GAM & Markas Besar GAM EROPA TENTANG PERNYATAAN JENDERAL WIRANTO Mukaddimah Sebelum tawaran pemberian "otomomi", "amnesti umum" dan "penetapan syari'ah" untuk rakyat Aceh sempat dikunyah oleh rakyat Aceh, Panglima TNI Jenderal Wiranto dengan terengah-engah telah datang ke Aceh pada tanggal 18 Agustus 1999 untuk memperkenalkan programnya tentang "Kebijaksanaan Penanganan Lanjut Permasalahan Aceh" yang bukan saja tidak bijaksana tapi juga akan mengelabui mata sebagian rakyat Aceh. Setelah Suharto lengser, Wiranto datang ke Aceh bulan Mei 1998 untuk meminta ma'af pada rakyat Aceh atas kebiadaban tentranya selama berlakunya DOM. Kunjungan itu diikuti oleh kunjungan singkat Presiden Habibie ke Banda Aceh pada awal Maret 1999, dimana ia telah berjanji akan menuntaskan semua pelanggaran HAM oleh militer keatas rakyat Aceh. Dan sekarang Wiranto telah datang lagi ke Aceh dengan segudang taktik tipu muslihatnya dan ancaman diberlakukannya "hukum dharurat perang" dan "operasi militer besar-besaran" kalau keamanan di Aceh tidak dapat dipulihkan dan Ultimatumnya tidak diindahkan. Dibawah ini sikap dan pendirian MP&MB GAM Eropa atas pernyataan2 Wiranto: 1. Dari seluruh isi pernyataannya, Wiranto tidak pernah menyebut satu katapun tentang pelanggaran-pelanggaran HAM keatas rakyat Aceh yang tidak berdosa oleh aparat keamanan, baik yang dilakukan selama DOM maupun sesudah "dicabutnya" DOM. Segala dosa dan kebrutalan TNI dilupakan begitu saja dan semua tuntutan rakyat Aceh tidak pernah digubris sama sekali. Ini satu pengingkaran pemerintah (Habibie) terhadap rakyat Aceh dan juga merupakan suatu pertanda bahwa tidak ada keikhlasan dari pihak pemerintah dalam menyelesaikan masalah Aceh. Semua seperti sebelum ini: janji palsu dan retorika politik semata-mata. 2. PPRM menurut Wiranto akan segera ditarik ke pangkalan masing-masing dan akan dipakai bila-bila masa saja. Pernyataan ini, bagi sebagian orang, mungkin dianggap sebagai "gesture" - "kebaikan hati" TNI yang bersedia untuk menarik PPRM dari kampung-kampung. Tetapi perlu ditegaskan disini bahwa perpindahan PPRM atau TNI dari satu tempat ke tempat lain tidak akan mengurangkan penderitaan bangsa Aceh, malah akan menambah pelanggaran HAM disana. Rakyat Aceh dan sebagian besar rakyat diluar Aceh - termasuk di pulau Jawa - menuntut ditariknya seluruh aparat TNI dari Aceh. Jadi dibalik penarikan PPRM ke pangkalannya, disitu tersembunyi tipu muslihat TNI yang paling lihai: a. supaya pengungsi untuk jangka pendek berani pulang ke tempat asalnya dannantinya akan lebih mudah didatangi aparat TNI untuk mencari informasi tentang GAM murni - bukan GBPK bikinannya. Dan rakyat Aceh yang tidak bekerjasama dengan aparat mudah saja dapat "dihilangkan" seperti yang terjadi dimasa DOM dulu. b. Penarikan PPRM juga bertujuan untuk mencegah campur tangan internasional dalam perkara pengungsi, sebab semua orang tahu bahwa keberadaan pengungsi itu akibat dari masuknya PPRM kedesa-desa. c. Sebagaimana diakui Wiranto, TNI dan polisi berada pada posisi sebagai sumber masalah: kredibilitasnya telah jatuh dan tersudut, dan opini publik didalam dan diluar sangat tidak menguntungkan mereka. Dengan kembalinya pengungsi ke kampung asalnya, TNI mengira tidak ada lagi kasus Aceh yang dapat ditangani dan dicampuri pihak luar dan perhatian dunia untuk Acehpun akan pudar. 3. Wiranto mengancam akan memberlakukan 'hukum dharurat perang' dan 'penyerangan besar-besaran keatas GAM', kalau keamanan tidak dapat dipulihkan dan amaran-amarannya tidak diindahkan. Ini bukan pertama kali Indonesia dengan TNInya mengancam untuk mengikis habis Gerakan Aceh Merdeka. H.R. Pramono, ex Panglima Kodam BB, diakhir tahun 1990 telah bersumpah-sumpah untuk membasmi GAM, tetapi setelah puluhan ribu nyawa rakyat Aceh melayang akibat operasi militer, GAM malah bertambah subur dan kuat. Minggu yang lalu Jakarta juga telah menyatakan bahwa dalam jangka enam bulan GAM dapat dimusnahkan oleh gabungan operasi TNI/PPRM, sedangkan kenyataannya sungguh sangat bertolak belakang. Perlu diketahui bahwa TNI tidak pernah menyatakan perang terhadap GAM, tetapi mereka berperang dengan enam juta rakyat Aceh yang mendukung berdirinya Negara Aceh yang merdeka dan berdaulat. Bukti nyata, dalam tahun ini saja, mulai dari permulaan Operasi Wibawa awal tahun ini sampai dikirimnya PPRM, belum pernah TNI menangkap - jangankan membunuh - seorang daripada "pemimpin" Aceh merdeka yang mereka heboh-hebohkan. Sebaliknya, ratusan rakyat yang tidak bersalah telah dibantai. Jadi, usaha TNI untuk memberantas GAM hanya sandiwara aparat militer semata-mata. 4. Wiranto menganjurkan supaya rakyat Aceh segera mengadakan dialog sesama sendiri, termasuk juga Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Ini suatu pernyataan yang paling tidak beradab dari Wiranto untuk membersihkan tangannya dari lumuran darah rakyat Aceh yang tidak bersalah. Seakan-akan seluruh kekacauan di Aceh adalah akibat pertiakaian sesama Aceh - tidak ada hubungan dengan militer Indonesia; seolah-olah keberadaan TNI di Aceh hanya untuk "mendamaikan" pihak-pihak yang bertikai. Pernyataan ini juga menunjukkan Wiranto dengan TNInya ingin memutar-balik fakta dimana GAM dijadikan sebagai 'dalang' kerusuhan dalam segala malapetaka yang terjadi di Aceh. 5. Wiranto mengumumkan pembentukan kembali Kodam Iskandar Muda. Lagi-lagi Wiranto ingin memperkuat posisi TNInya dengan mengembalikan Kodam ke Aceh. Untuk jangka panjang, pembentukan Kodam ini akan membuat Aceh terus menerus diperintah oleh militer, padahal rakyat Aceh sudah lama sekali menuntut semua personel TNI ditarik dari wilayahnya. Dengan kembalinya Kodam ke Aceh, membuktikan bahwa pemerintah memang sudah bertekad menyelesaikan persoalan Aceh dengan ketentraan - bukan dengan perundingan atau dialog. Kesimpulan: Dalam percaturan politik Indonesia sekarang, pada hakikatnya pihak militer tidak menginginkan Aceh itu aman. Untuk mengekalkan posisi dan wibawanya sebagai "penggalan keamanan" di Indonesia. Aceh perlu dijadikan sebagai "daerah rawan" sehubungan dengan sulitnya merawankan Timtim karena kehadiran PBB disana. Dan TNI juga ingin menjadikan Aceh sebagai contoh 'case study' dimana peranan militer dalam mencegah disintegrasinya Indonesia tidak bisa dinomor-duakan. Oleh sebab itu distabilisasi Aceh sungguh sangat menguntungkan pihak TNI. Bukti-bukti dilapangan juga menunjukkan bahwa TNI telah menciptakan GBPKnya untuk membuat keonaran dan kekacauan sebagai satu usaha untuk menguatkan legalitasnya untuk berada di aceh lebih lama lagi. Korem Aceh Utara, Kolonel Bahrumsyah, mengatakan kepada mass media baru-baru ini bahwa ia telah mengatahui kekuatan GBPK, nama-nama dan tempat persembunyian mereka, tinggal diambil saja dalam waktu dekat ini. dan dari informasi didalam yang kami terima, GBPK yang disebut Bahrumsyah itu memang sering berkeliaran di kota Lhok Seumawe, keluar-masuk kantor Korem tanpa adanya terjadi penangkapan. TNI sengaja membiarkan provokator-provokatornya ini untuk mengacaukan Aceh dengan satu kekuatan yang bisa dikontrolnya. Oleh sebab itu, TNI sedang berusaha keras untuk mengontrol GBPKnya yang sekarang telah menjadi kuat dan diluar kendali mereka. Tidak bisa dinafikan bahwa Wiranto adalah "yang maha kuasa" sekarang, dan kekuasaan sipil di aceh sudah resmi diimpotenkan menjadi sebagai pelaksana administrasi saja. Dalam pernyataan Wiranto dikesankan juga seolah-olah ia mengajak genjatan senjata, padahal itu adalah satu tipu muslihat untuk ia bernafas, dan untuk memperbaiki citra buruknya dan mengkonsolidasi barisannya. Kalaupun GAM murni akan meletakkan senjata nanti, TNI pasti tidak akan ditarik dari Aceh dan mereka akan menciptakan GAMnya sendiri, semisal milis pro-integrasi di Timtim, untuk mendistabilisasikan Aceh. Sebab, kalau senjata tidal lagi berbicara, maka mahasiswa dan seluruh rakyat Aceh akan menuntut diadakan referendum dengan damai dan demokrasi, dan itu akan lebih lagi mempersulitkan TNI untuk mengirimkan tentranya ke Aceh. Sekali lagi, keberadaan TNI di Aceh merupakan satu keharusan politik Indonesia untuk terus menggenggam Aceh dengan tangan besinya dan dengan harga apa saja. Pernyataan ini dikeluarkan bersama oleh Majlis Pemerintahan (MP) GAM dan Markas Besar (MB) GAM Eropa, mewakili seluruh komponen Gerakan Aceh Merdeka Stockholm, 21 Agustus 1999 dto dto Sekjen MB GAM Eropa Sekjen MP GAM M. Yusuf Daud Teuku Don Zulfahri Email: [EMAIL PROTECTED] Email: [EMAIL PROTECTED]
______________________________________________________________________ Untuk bergabung atau keluar dari Milis, silakan LAKUKAN SENDIRI dengan mengirim e-mail kosong ke alamat; Bergabung: [EMAIL PROTECTED] Keluar: [EMAIL PROTECTED] Sambut MASA DEPAN BARU Indonesia!