Re: [Kuli Tinta] PDIP ( LAGI ) : u/Yap
Hebat, argumentasi anda sangat hebat, cuma aku mau tanya demokrasi yang mempertontonkan keindahan itukah yang akan kita kembangkan ? Demokrasi yang jelas-jelas ingin mengabaikan suara rakyat melalui pemilu dengan berlindung dibalik aturan main, dan semua itu memang sah dan konstitusional. Suharto pun bisa seperti itu karena sesuai aturan main, sah, dan konstitusional. Argumentasi anda esensinya mirip dengan omongan Sarwono, saat mengomentari kekalahan beruntun PDIP. Saat baca Tempo minggu ini yang diceritakan bagaimana 'proses demokrasi' di MPR, aku jadi sadar bahwa rakyat sudah terlupakan sama sekali. Yang dipentingkan bagaimana memperoleh kekuasaan dengan cara yang indah, persetan dengan suara nurani, masa bodoh dengan hasil pemilu. PDIP dalam pesta lulusan Orba kemarin sungguh seperti orang kampung, lugu, serba canggung dan kikuk, karena memang tidak pernah atau belum berpengalaman meliuk-liuk dengan cara yang indah. Dan itu terungkap dengan lugunya pada omongan Kwik 'kita dibohongi terus'. PDIP konsisten dengan pilihannya. Konsistensi ini (kebodohan orang lain bilang) memang harus dibayar mahal dengan kekalahan.Pendukungnya yang bingung dan merasa ada yang tidak beres dengan aturan main yang konstitusional, ngamuk, dan lagi-lagi mereka jadi barang cercaan karena berbuat haram menonjolkan otot dan memamerkan kebolehan mengocor darah seperti anda bilang. Kekerasan ini memang suatu kebodohan dan senjata makan tuan, harusnya kalau mereka pinter, bikin sesuatu yang lebih mengena, boikot misalnya. Jangan heran bila di kalangan rakyat bawah, mereka bilang orang-orang pinter itu cuma pinter 'minteri' (menipu). Dan model-model permainan seperti yang anda argumentasikan itulah yang terjadi di negara-negara miskin dunia ketiga, dengan pemain-pemainnya para kapitalis global. Marto Blantik solider sama PDIP tapi bukan pendukung PDIP - Original Message - From: Abdullah Hasan [EMAIL PROTECTED] To: Millis Kuli-Tinta [EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, October 28, 1999 6:23 PM Subject: Re: [Kuli Tinta] PDIP ( LAGI ) : u/Yap From: Yap C. Young [EMAIL PROTECTED] menganggap bahwa kekuasaan itu adalah jatuhan dari langit. " Ya gagal. Benar, pola pikir yang dogmatis dan terpaku pada pakem standard ternyata tidak mampu mengantisipasi langkah gerak politisi lain yang menghalalkan setiap kemungkinan yang terbuka. Akibatnya PDIP gagal total meraih kursi Presiden, dan menjadi bulan bulanan di SUMPR. === Saudaraku Yap yang saya hormati, Anda mungkin kurang konsentrasi. Ron Moreau di Newsweek yang saya kutip, bicara soal nihilnya "pola pikir" alias main ilmu batin. Saya kok menduga itu betul. Jadi yang namanya "yang dogmatis dan pakem standard" cuma ilmu mistis nunggu durian runtuh dari kahyangan. Di tahun 2000 ini, "pola pikir" seperti itu ya diketawai banyak orang. Hasilnya pasti Gatot. Gagal Total, seperti kenyataan yang membuat nangis banyak orang itu. Yang harus dikerjakan bukan menghalalkan segala cara. Apalagi berbuat haram menonjolkan otot dan memamerkan kebolehan mengocor darah. Anak SMA saya kira sudah mulai tahu . Simply, to negotiate. Berunding bersama. Aktif , bukan cuma menunggu diujung ruang kaya Siti Nurbaya menunggu digoda jejaka. Saya tidak percaya orang PDIP tidak tahu hal itu. Tapi PDIP tidak melakukan itu. Saya curiga kejadian yang dilihat banyak orang tersebut adalah "perintah" Mbak Mega. ( maaf banyak lho. sekarang sudah bukan waktunya untuk nyek2an ( ledek2an). Saya cuma berusaha berpikir rasionil saja, untuk keperluan diskusi). Kalah dan Jadi bulan-bulanan. Lebih sehat kalau anda berhenti pada kata 'kalah". Nanti dikira ngambeg lho ! Kalah total kan tidak, PDIP berhasil mendapat Wapres ( nilainya tujuh menteri) walaupun sedikit tidak indah ( baca laporan WAM soal kebangkrutan : with smile). Yap kemudian menulis : "..Saya perlu bertanya arti kata modern, urut dan indah bagi PAN, PBB atau PK yang seingat saya dalam meraup massa diantaranya jelas jelas menjanjikan memperjuangkan Amien Rais, Yusril Ihza Tidak satupun dari Partai-partai itu mencalonkan Gus Dur hanya PBB yang masih konsisten maju dengan Prof Yusril, tetapi itupun menarik diri ...menerima sumpah Gus Dur untuk tidak akan mundur dari pencapresan. Jadi pencapresan Yusril lebih didasari ketidak percayaan atas keseriusan Gus Dur..daripada memenuhi janji kampanye. Apakah ini yang dimaksud modern, urut dan indah?..." Arti kata modern berhubungan dengan yang diatas. Mereka tidak meng- gunakan "ilmu batin" dan mistik. Mereka memakai beberapa perangkat seperti kemampuan negosiasi, mereka menggunakan setiap potensi organi- sasi, tidak terborgol kaku diam oleh pucuk pimpinan saja. Yang lain yang amat penting ,tidak menganggap figur presiden setingkat nabi , sehingga layak ngocor darah atawa revolusi. Ngotot, saya kira bukanlah hal modern.Bila diting
Re: [Kuli Tinta] PDIP ( LAGI ) : u/Yap
mas marblan, rasanya akupun pernah posting yang demikian hahaha... biasa ngaku-ngaku kan enak? bahwa di MPR itu yang bermusyawarah sudah bukan rakyat lagi. mereka bukan rakyat, karena yang membuat duduk di gedung "SARU" (kalau bahasa sini artinya monyet, yang saya maksudkan adalah anoman yang sedang jadi duta, yaitu dutanya rakyat) adalah yang mengutus mereka. walaupun cara mengutusnya juga bermacam-macam. misalnya: tertarik oleh baju mereka tertarik oleh janji mereka tertarik oleh mereka karena saudara sendiri dll. seharusnya mereka melepas semua baju itu. tinggalah hati nurani yang bicara. dengan satu tujuan akan dikemanakan negara dan bangsa. di wojoseto dan arek-suroboyo, aku mengibaratkan kata-kata haruslah seperti lepasnya panah dari tali busur. lepas apa adanya, tak dapat balik lagi, bukan seperti boemerang. yang selalu balik, bila tak mengenai sasaran. (asal bukan boemerangnya si mickey tikus yang malah masuk ke mulut pluto... hehe). karena panah yang salah sasaran, tak layak diambil lagi.. biarlah dia dianggap musnah ditelan jaman. jadi mereka sebenarnya adalah para pemanah. memanahkan semua program dan kebijakan para duta itu. setelah sebelumnya di-embat-embat (ditepatkan kepada sasaran) dengan cermat dan penuh hikmat. tak lain adalah sasaran dan tujuan mereka membentuk suatu negara bangsa INDONESIA. maka sekali panah-panah melenceng, walaupun hujan panah... tetaplah sia-sia... boros dan "mbelgedhes". karena tak layak bila diambil lagi dan bung yap bilang, sekarang gantian yang jadi oposisi adalah yang di luar gedhung SARU itu... mbah soeloyo --- (yang tidak boleh berfikir berat-berat karena semakin soeloyo) - Original Message - From: Marto Blantik [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, October 29, 1999 12:45 PM Subject: Re: [Kuli Tinta] PDIP ( LAGI ) : u/Yap Hebat, argumentasi anda sangat hebat, cuma aku mau tanya demokrasi yang mempertontonkan keindahan itukah yang akan kita kembangkan ? Demokrasi yang jelas-jelas ingin mengabaikan suara rakyat melalui pemilu dengan berlindung dibalik aturan main, dan semua itu memang sah dan konstitusional. Suharto pun bisa seperti itu karena sesuai aturan main, sah, dan konstitusional. Argumentasi anda esensinya mirip dengan omongan Sarwono, saat mengomentari kekalahan beruntun PDIP. Saat baca Tempo minggu ini yang diceritakan bagaimana 'proses demokrasi' di MPR, aku jadi sadar bahwa rakyat sudah terlupakan sama sekali. Yang dipentingkan bagaimana memperoleh kekuasaan dengan cara yang indah, persetan dengan suara nurani, masa bodoh dengan hasil pemilu. PDIP dalam pesta lulusan Orba kemarin sungguh seperti orang kampung, lugu, serba canggung dan kikuk, karena memang tidak pernah atau belum berpengalaman meliuk-liuk dengan cara yang indah. Dan itu terungkap dengan lugunya pada omongan Kwik 'kita dibohongi terus'. PDIP konsisten dengan pilihannya. Konsistensi ini (kebodohan orang lain bilang) memang harus dibayar mahal dengan kekalahan.Pendukungnya yang bingung dan merasa ada yang tidak beres dengan aturan main yang konstitusional, ngamuk, dan lagi-lagi mereka jadi barang cercaan karena berbuat haram menonjolkan otot dan memamerkan kebolehan mengocor darah seperti anda bilang. Kekerasan ini memang suatu kebodohan dan senjata makan tuan, harusnya kalau mereka pinter, bikin sesuatu yang lebih mengena, boikot misalnya. Jangan heran bila di kalangan rakyat bawah, mereka bilang orang-orang pinter itu cuma pinter 'minteri' (menipu). Dan model-model permainan seperti yang anda argumentasikan itulah yang terjadi di negara-negara miskin dunia ketiga, dengan pemain-pemainnya para kapitalis global. Marto Blantik solider sama PDIP tapi bukan pendukung PDIP - Original Message - From: Abdullah Hasan [EMAIL PROTECTED] To: Millis Kuli-Tinta [EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, October 28, 1999 6:23 PM Subject: Re: [Kuli Tinta] PDIP ( LAGI ) : u/Yap From: Yap C. Young [EMAIL PROTECTED] menganggap bahwa kekuasaan itu adalah jatuhan dari langit. " Ya gagal. Benar, pola pikir yang dogmatis dan terpaku pada pakem standard ternyata tidak mampu mengantisipasi langkah gerak politisi lain yang menghalalkan setiap kemungkinan yang terbuka. Akibatnya PDIP gagal total meraih kursi Presiden, dan menjadi bulan bulanan di SUMPR. === Saudaraku Yap yang saya hormati, Anda mungkin kurang konsentrasi. Ron Moreau di Newsweek yang saya kutip, bicara soal nihilnya "pola pikir" alias main ilmu batin. Saya kok menduga itu betul. Jadi yang namanya "yang dogmatis dan pakem standard" cuma ilmu mistis nunggu durian runtuh dari kahyangan. Di tahun 2000 ini, "pola pikir" seperti itu ya diketawai banyak orang. Hasilnya pasti Gatot. Gagal Total, seperti kenyataan yang membuat nangis banyak orang itu. Yang harus dikerjakan bukan menghalalkan segala cara. Apalagi berbuat haram menonjolkan otot dan memamerkan kebolehan mengoc
Re: [Kuli Tinta] PDIP ( LAGI ) : u/Yap
From: "Marto Blantik" [EMAIL PROTECTED] Hebat, argumentasi anda sangat hebat, cuma aku mau tanya demokrasi yang mempertontonkan keindahan itukah yang akan kita kembangkan ? Demokrasi yang jelas-jelas ingin mengabaikan suara rakyat melalui pemilu dengan berlindung dibalik aturan main, dan semua itu memang sah dan konstitusional. Suharto pun bisa seperti itu karena sesuai aturan main, sah, dan konstitusional. Argumentasi anda esensinya mirip dengan omongan Sarwono, saat mengomentari kekalahan beruntun PDIP. Saat baca Tempo minggu ini yang diceritakan bagaimana 'proses demokrasi' di MPR, aku jadi sadar bahwa rakyat sudah terlupakan sama sekali. Yang dipentingkan bagaimana memperoleh kekuasaan dengan cara yang indah, persetan dengan suara nurani, masa bodoh dengan hasil pemilu. Kalau menurut saya tidak ada istilah "demokrasi yang mempertontonkan keindahan", yang ada cuman "demokrasi", dan "keindahan" itu adalah bagian dari demokrasi. Demokrasi yang berlaku di negeri kita ini adalah demokrasi tidak langsung yang artinya mempercayakan pelaksanaannya kepada wakil-wakil yang berada di lembaga legislatif, bukan dilakukan sendiri. Seperti kata simBah, ibarat anak panah yang telah dilepas, kita sudah membiarkan anak panah itu mencari sasarannya, tidak untuk ditarik lagi. Dan masalahnya bukan rakyat sudah terlupakan, melainkan rakyat yang tidak melakukan kontrol yang efektif terhadap wakil-wakil rakyatnya. Lagipula sebetulnya keinginan rakyat (baca : pendukung PDI-P) itu apa sih? Megawati jadi Presiden, atau perbaikan menyeluruh alias reformasi melalui platform PDI-P? Kalau jawabannya yang kedua, mengapa harus sampai protes begitu, toh pada intinya mengarah kepada tujuan yang sama, Presiden atau bukan, ya nggak? PDIP dalam pesta lulusan Orba kemarin sungguh seperti orang kampung, lugu, serba canggung dan kikuk, karena memang tidak pernah atau belum berpengalaman meliuk-liuk dengan cara yang indah. Dan itu terungkap dengan lugunya pada omongan Kwik 'kita dibohongi terus'. PDIP konsisten dengan pilihannya. Konsistensi ini (kebodohan orang lain bilang) memang harus dibayar mahal dengan kekalahan.Pendukungnya yang bingung dan merasa ada yang tidak beres dengan aturan main yang konstitusional, ngamuk, dan lagi-lagi mereka jadi barang cercaan karena berbuat haram menonjolkan otot dan memamerkan kebolehan mengocor darah seperti anda bilang. Kekerasan ini memang suatu kebodohan dan senjata makan tuan, harusnya kalau mereka pinter, bikin sesuatu yang lebih mengena, boikot misalnya. Jangan heran bila di kalangan rakyat bawah, mereka bilang orang-orang pinter itu cuma pinter 'minteri' (menipu). Dan model-model permainan seperti yang anda argumentasikan itulah yang terjadi di negara-negara miskin dunia ketiga, dengan pemain-pemainnya para kapitalis global. Apa nggak terasa aneh menurut anda? Semestinya orang-orang PDI-P sebagai 'veteran' dari PDI zaman Orba dulu lebih tahu dan lebih berpengalaman dalam cara-cara meliuk-liuk yang indah. Dan mereka adalah orang-orang yang semestinya paling tahu bahwa politik itu tidak selalu indah dan berbunga-bunga. Siapa yang salah? Dan kalau mereka ternyata kalah dalam permainan nggak boleh ngambek dan ngomel gitu dong, yang salah bukan peraturannya, tapi pemainnya. Mana ada pemain sepakbola yang beralasan tidak masuknya tendangannya karena gawangnya kurang lebar? Play by the rules, kalo gak bisa ya nggak usah ikutan main. Lagipula konsistensinya itu menurut saya bukan jadi masalah, yang menjadi masalah adalah kok setelah itu nggak ngapa-ngapain? Sama saja seperti Persebaya yang sesumbar akan memenangi final Ligina tetapi pas pertandingan diem-diem aja, main defense thok, nggak nyerang blas. Dapat skor aja boro-boro, apalagi menang?!? Dan bagi para pendukung, kalau ternyata tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya mestinya ngomelnya ke wakil-wakil yang telah dipilihnya, kok jadi begini hai wakil rakyat? Kok calonku gak dadi presiden opo'o ho, gebleg kuabeh, laopo aku dhisik milih sampeyan toh yodan ngomong-ngomong soal negara miskin dunia ketiga, selama anda masih berpendapat seperti itu maka Indonesia bakal terus menjadi negara miskin dunia ketiga...kalau nggak kepingin ditipu en dibodohin, belajar! Para pendahulu kita bisa melepaskan diri dari belenggu penjajahan dengan belajar, bukan dengan senjata dan adu fisik saja. Marto Blantik solider sama PDIP tapi bukan pendukung PDIP Solider tapi bukan pendukung? Koncoan ae mas:-) Wassalam, Paladin A. ICQ 50753984 - Original Message - From: Abdullah Hasan [EMAIL PROTECTED] To: Millis Kuli-Tinta [EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, October 28, 1999 6:23 PM Subject: Re: [Kuli Tinta] PDIP ( LAGI ) : u/Yap From: Yap C. Young [EMAIL PROTECTED] menganggap bahwa kekuasaan itu adalah jatuhan dari langit. " Ya gagal. Benar, pola pikir yang dogmatis dan terpaku pada pakem standard ternyata tidak mampu mengantisipasi langkah gerak politisi lain yang menghalalkan se
Re: [Kuli Tinta] PDIP ( LAGI ) : u/Yap
- Original Message - From: Paladin A. [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Saturday, October 30, 1999 9:06 AM Subject: Re: [Kuli Tinta] PDIP ( LAGI ) : u/Yap Kalau menurut saya tidak ada istilah "demokrasi yang mempertontonkan keindahan", yang ada cuman "demokrasi", dan "keindahan" itu adalah bagian dari demokrasi. Demokrasi yang berlaku di negeri kita ini adalah demokrasi tidak langsung yang artinya mempercayakan pelaksanaannya kepada wakil-wakil yang berada di lembaga legislatif, bukan dilakukan sendiri. Seperti kata simBah, ibarat anak panah yang telah dilepas, kita sudah membiarkan anak panah itu mencari sasarannya, tidak untuk ditarik lagi. Dan masalahnya bukan rakyat sudah terlupakan, melainkan rakyat yang tidak melakukan kontrol yang efektif terhadap wakil-wakil rakyatnya. Lagipula sebetulnya keinginan rakyat (baca : pendukung PDI-P) itu apa sih? Megawati jadi Presiden, atau perbaikan menyeluruh alias reformasi melalui platform PDI-P? Kalau jawabannya yang kedua, mengapa harus sampai protes begitu, toh pada intinya mengarah kepada tujuan yang sama, Presiden atau bukan, ya nggak? Wah enak betul jadi anak panah, bisa-bisa sasaran yang dicari nanti duwit dan kekuasaan, atau cipratan dari kekuasaan, dan ujungnya lagi-lagi KKN he-he Sebenarnya rakyat sudah mengontrol dengan baik yakni melalui pers. Ini harus diakui sebagai jasa Habibie buat reformasi. Hanya sayang pers ada yang digunakan sebagai alat penguasa untuk membangun opini. Dan sering kita terjebak baku hantam karena pers juga. Begini Mas, ada satu yang selalu menjadi pegangan buat saya, kalo ada kalangan bawah demo, atau pemberontakan menurut istilah penguasa (entah yang demo itu petani, nelayan, buruh, atau kalangan grass root yang penghasilannya pas-pasan, entah itu pendukung Megawati atau bukan) berarti ada suatu tekanan atau bahasa PKI nya penindasan. Demo (ngamuk untuk Promeg) sebenarnya adalah ungkapan manusia untuk bebas dari tekanan tsb, dengan kata lain ingin diakui sebagai manusia (diakui hak-haknya). Kalau ada orang demo, itu berarti dia cuma ingin bilang aku ingin bebas (dari tekanan), akuilah aku sebagai manusia yang sama denganmu (mu disini adalah penindas atau penguasa). Tekanan bisa berupa mental (mis. ketakutan), atau secara fisik (senjata), atau diperlakukan semena-mena, tidak dianggap manusia. Jatuhnya Suharto adalah contoh yang jelas. Untuk kasus Promeg pendukungnya mengusung Megawati sebagai simbol pembebas atau seperti menurut anda perbaikan menyeluruh alias reformasi melalui platform PDI-P. Untuk bebas dari tekanan itu orang bikin pemilu.Pemilu adalah salah satu cara untuk keluar dari tekanan secara damai. Namun rupanya itu tidak berlaku untuk di Indonesia. Panah sudah dilepaskan, biarlah cari sasarannya sendiri, ini kata simbah. Karena MPR pun yang katanya sebagai perwujudan kedaulatan rakyat, ternyata dapat pula dijadikan sebagai alat penindas. Apa nggak terasa aneh menurut anda? Semestinya orang-orang PDI-P sebagai 'veteran' dari PDI zaman Orba dulu lebih tahu dan lebih berpengalaman dalam cara-cara meliuk-liuk yang indah. Dan mereka adalah orang-orang yang semestinya paling tahu bahwa politik itu tidak selalu indah dan berbunga-bunga. Siapa yang salah? Oleh karena itu PDIP disebut bodoh karena tidak ikut-ikutan meliuk-liuk yang indah, yang dituruti adalah suara nuraninya sendiri. Kalo anda baca Tempo, anda akan tau, kalau misalnya pertanggungjawaban Habibie disetujui, saya yakin Habibie akan jadi presiden lagi. Lha wong poros tengah di belakang Habibie semua, itu kelihatan saat malam-malam para tokoh penting porteng grudukan ke rumah Habibie. Dan naifnya Mega, dia cuma berharap ada suara nurani. Gara-gara nurani pula Golkar pecah, PAN ribut. Tapi itu sudah usai, hanya masih ada pertanyaanku yang menggantung apakah 5 tahun yang akan datang kita ribut lagi dan saling caci maki di milis ini lagi ? Apakah ungkapan permainan indah nan cantik akan muncul lagi ? Atau kita akan bikin tradisi tiap 5 tahun diadakan pesta bakar-bakaran he-he-... Oaalah apa yang telah kita wariskan pada anak cucu ini.. ngomong-ngomong soal negara miskin dunia ketiga, selama anda masih berpendapat seperti itu maka Indonesia bakal terus menjadi negara miskin dunia ketiga...kalau nggak kepingin ditipu en dibodohin, belajar! Para pendahulu kita bisa melepaskan diri dari belenggu penjajahan dengan belajar, bukan dengan senjata dan adu fisik saja. Ya-ya-ya saya akan belajar, belajar bagaimana melepaskan diri dari belenggu penindasan. Nanti rakyat dibilangi saja kalau protes jangan ngamuk pakai senjata atau adu fisik, ada cara lain yang indah dan cantik, dan lebih ampuh, boikot, pemogokan masal atau sabotase, pasti golongan menengah ke atas kelimpungan termasuk modal asingnya he-he..anda ini gimana, pemilu yang jujur kemarin itu sudah merupakan pembelajaran/pendidikan politik yang baik dan benar buat rakyat, rakyat berperan dalam memerahputihkan Indonesia biar tidak
Re: [Kuli Tinta] PDIP ( LAGI ) : u/Yap
From: Yap C. Young [EMAIL PROTECTED] menganggap bahwa kekuasaan itu adalah jatuhan dari langit. " Ya gagal. Benar, pola pikir yang dogmatis dan terpaku pada pakem standard ternyata tidak mampu mengantisipasi langkah gerak politisi lain yang menghalalkan setiap kemungkinan yang terbuka. Akibatnya PDIP gagal total meraih kursi Presiden, dan menjadi bulan bulanan di SUMPR. === Saudaraku Yap yang saya hormati, Anda mungkin kurang konsentrasi. Ron Moreau di Newsweek yang saya kutip, bicara soal nihilnya "pola pikir" alias main ilmu batin. Saya kok menduga itu betul. Jadi yang namanya "yang dogmatis dan pakem standard" cuma ilmu mistis nunggu durian runtuh dari kahyangan. Di tahun 2000 ini, "pola pikir" seperti itu ya diketawai banyak orang. Hasilnya pasti Gatot. Gagal Total, seperti kenyataan yang membuat nangis banyak orang itu. Yang harus dikerjakan bukan menghalalkan segala cara. Apalagi berbuat haram menonjolkan otot dan memamerkan kebolehan mengocor darah. Anak SMA saya kira sudah mulai tahu . Simply, to negotiate. Berunding bersama. Aktif , bukan cuma menunggu diujung ruang kaya Siti Nurbaya menunggu digoda jejaka. Saya tidak percaya orang PDIP tidak tahu hal itu. Tapi PDIP tidak melakukan itu. Saya curiga kejadian yang dilihat banyak orang tersebut adalah "perintah" Mbak Mega. ( maaf banyak lho. sekarang sudah bukan waktunya untuk nyek2an ( ledek2an). Saya cuma berusaha berpikir rasionil saja, untuk keperluan diskusi). Kalah dan Jadi bulan-bulanan. Lebih sehat kalau anda berhenti pada kata 'kalah". Nanti dikira ngambeg lho ! Kalah total kan tidak, PDIP berhasil mendapat Wapres ( nilainya tujuh menteri) walaupun sedikit tidak indah ( baca laporan WAM soal kebangkrutan : with smile). Yap kemudian menulis : "..Saya perlu bertanya arti kata modern, urut dan indah bagi PAN, PBB atau PK yang seingat saya dalam meraup massa diantaranya jelas jelas menjanjikan memperjuangkan Amien Rais, Yusril Ihza Tidak satupun dari Partai-partai itu mencalonkan Gus Dur hanya PBB yang masih konsisten maju dengan Prof Yusril, tetapi itupun menarik diri ...menerima sumpah Gus Dur untuk tidak akan mundur dari pencapresan. Jadi pencapresan Yusril lebih didasari ketidak percayaan atas keseriusan Gus Dur..daripada memenuhi janji kampanye. Apakah ini yang dimaksud modern, urut dan indah?..." Arti kata modern berhubungan dengan yang diatas. Mereka tidak meng- gunakan "ilmu batin" dan mistik. Mereka memakai beberapa perangkat seperti kemampuan negosiasi, mereka menggunakan setiap potensi organi- sasi, tidak terborgol kaku diam oleh pucuk pimpinan saja. Yang lain yang amat penting ,tidak menganggap figur presiden setingkat nabi , sehingga layak ngocor darah atawa revolusi. Ngotot, saya kira bukanlah hal modern.Bila ditingkat negosiasi tidak ada harapan, cari yang lain. Negeri ini menyimpan ratusan orang layak presiden bila kita sepakat pakai otak. Partai Keadilan yang banyak S2 S3-nya , dengan humble mencalonkan seorang ustat kampung sederhana. Bukan seorang Bintang gemerlap. Mereka tahu betul pasti kalah. Tujuannya cuma pesan gampang , tapi tidak sederhana : Banyak orang layak Presiden di negeri ini. Ada lagi yang saya anggap modern. Yang penting bukan alat , tapi tujuan dan cara mencapai tujuan. Konsisten dengan calon memang tindakan heroik Tapi amat kekanak-kanakan. Itu adalah konsisten kepada alat. Dengan modern , partai2 yang anda sebut seperti PAN, PBB, dan PK mengganti calon, tapi tetap berusaha mendapat kepastian negeri ini dikelola sedekat mungkin dengan ideal mereka. Mereka dengan gigih berunding , kalau perlu meminta janji, meminta sumpah, dan mengukur visi calon lain yang bakal disetujuinya. Bukan dagang sapi seperti yang dipahami sebagian orang tradisionil. Itu namanya Negosiasi. Itulah demokrasi : tidak mesti mendapatkan semua yang dimaui. Kiprah PBB, Yusril dan Mardjono menurut saya adalah salah satu yang terindah dalam SU MPR. Langkah mereka setajam pisau silet. Sama sekali tidak memberikan ruang nakal pada lawan. Mereka mau Gus Dur tidak mau Mega. Mereka bukan lagi anak bangsa jaman dulu yang gampang dibodohi oleh Londo Eropa. Mereka berbuat hal yang halal dan cerdas. Bagi saya sekali lagi, amat mengagumkan. Seperti Kasparov! Keindahan dalam politik adalah kecerdasan kombinasi langkah halal untuk mencapai tujuan. Urut yang saya maksud adalah kefasihan dalam pengung- kapan. Transparan. Bukan cuma diam yang membingungkan dan mengun- dang teka-teki. Bisa dikatain bloon!. Urut bisa pula berarti sadar tahapan. Umpamanya : setelah pemilu, ada sidang MPR. Setelah menang pemilu, mesti menang pula ditahap berikut. Kemudian selain presiden apa... Kalau ada partai yang cuma terobsesi meng-Gol-kan Presiden saja apakah bisa dikatakan modern ? Alasannya amanat Kongres. Hayoh Toh ! Apakah itu yang dinamakan Pakem Standard ? Nanti keliru dengan Parem ( kocok) Standard? Ya ketinggalan, mas.. Persis benar seperti yang anda ( Yap) katakan: "Seingat saya
Re: [Kuli Tinta] PDIP ( LAGI ) : u/Yap
Terima kasih pak Hasan atas penjelasannya. Untuk sekedar meramaikan, dari saya cukup segitu saja, biar rekan lain yang nerusin. Wassalam, Yap From: "Abdullah Hasan" [EMAIL PROTECTED] To: "Millis Kuli-Tinta" [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [Kuli Tinta] PDIP ( LAGI ) : u/Yap Date: Thu, 28 Oct 1999 16:23:08 +0700 Saudaraku Yap yang saya hormati, Anda mungkin kurang konsentrasi. Ron Moreau di Newsweek yang saya kutip, bicara soal nihilnya "pola pikir" alias main ilmu batin. Saya kok menduga itu betul. Jadi yang namanya "yang dogmatis dan pakem standard" cuma ilmu mistis nunggu durian runtuh dari kahyangan. Di tahun 2000 ini, "pola pikir" seperti itu ya diketawai banyak orang. Hasilnya pasti Gatot. Gagal Total, seperti kenyataan yang membuat nangis banyak orang itu. Yang harus dikerjakan bukan menghalalkan segala cara. Apalagi berbuat haram menonjolkan otot dan memamerkan kebolehan mengocor darah. Anak SMA saya kira sudah mulai tahu . Simply, to negotiate. Berunding bersama. Aktif , bukan cuma menunggu diujung ruang kaya Siti Nurbaya menunggu digoda jejaka. Saya tidak percaya orang PDIP tidak tahu hal itu. Tapi PDIP tidak melakukan itu. Saya curiga kejadian yang dilihat banyak orang tersebut adalah "perintah" Mbak Mega. ( maaf banyak lho. sekarang sudah bukan waktunya untuk nyek2an ( ledek2an). Saya cuma berusaha berpikir rasionil saja, untuk keperluan diskusi). Kalah dan Jadi bulan-bulanan. Lebih sehat kalau anda berhenti pada kata 'kalah". Nanti dikira ngambeg lho ! Kalah total kan tidak, PDIP berhasil mendapat Wapres ( nilainya tujuh menteri) walaupun sedikit tidak indah ( baca laporan WAM soal kebangkrutan : with smile). Yap kemudian menulis : "..Saya perlu bertanya arti kata modern, urut dan indah bagi PAN, PBB atau PK yang seingat saya dalam meraup massa diantaranya jelas jelas menjanjikan memperjuangkan Amien Rais, Yusril Ihza Tidak satupun dari Partai-partai itu mencalonkan Gus Dur hanya PBB yang masih konsisten maju dengan Prof Yusril, tetapi itupun menarik diri ...menerima sumpah Gus Dur untuk tidak akan mundur dari pencapresan. Jadi pencapresan Yusril lebih didasari ketidak percayaan atas keseriusan Gus Dur..daripada memenuhi janji kampanye. Apakah ini yang dimaksud modern, urut dan indah?..." Arti kata modern berhubungan dengan yang diatas. Mereka tidak meng- gunakan "ilmu batin" dan mistik. Mereka memakai beberapa perangkat seperti kemampuan negosiasi, mereka menggunakan setiap potensi organi- sasi, tidak terborgol kaku diam oleh pucuk pimpinan saja. Yang lain yang amat penting ,tidak menganggap figur presiden setingkat nabi , sehingga layak ngocor darah atawa revolusi. Ngotot, saya kira bukanlah hal modern.Bila ditingkat negosiasi tidak ada harapan, cari yang lain. Negeri ini menyimpan ratusan orang layak presiden bila kita sepakat pakai otak. Partai Keadilan yang banyak S2 S3-nya , dengan humble mencalonkan seorang ustat kampung sederhana. Bukan seorang Bintang gemerlap. Mereka tahu betul pasti kalah. Tujuannya cuma pesan gampang , tapi tidak sederhana : Banyak orang layak Presiden di negeri ini. Ada lagi yang saya anggap modern. Yang penting bukan alat , tapi tujuan dan cara mencapai tujuan. Konsisten dengan calon memang tindakan heroik Tapi amat kekanak-kanakan. Itu adalah konsisten kepada alat. Dengan modern , partai2 yang anda sebut seperti PAN, PBB, dan PK mengganti calon, tapi tetap berusaha mendapat kepastian negeri ini dikelola sedekat mungkin dengan ideal mereka. Mereka dengan gigih berunding , kalau perlu meminta janji, meminta sumpah, dan mengukur visi calon lain yang bakal disetujuinya. Bukan dagang sapi seperti yang dipahami sebagian orang tradisionil. Itu namanya Negosiasi. Itulah demokrasi : tidak mesti mendapatkan semua yang dimaui. Kiprah PBB, Yusril dan Mardjono menurut saya adalah salah satu yang terindah dalam SU MPR. Langkah mereka setajam pisau silet. Sama sekali tidak memberikan ruang nakal pada lawan. Mereka mau Gus Dur tidak mau Mega. Mereka bukan lagi anak bangsa jaman dulu yang gampang dibodohi oleh Londo Eropa. Mereka berbuat hal yang halal dan cerdas. Bagi saya sekali lagi, amat mengagumkan. Seperti Kasparov! Keindahan dalam politik adalah kecerdasan kombinasi langkah halal untuk mencapai tujuan. Urut yang saya maksud adalah kefasihan dalam pengung- kapan. Transparan. Bukan cuma diam yang membingungkan dan mengun- dang teka-teki. Bisa dikatain bloon!. Urut bisa pula berarti sadar tahapan. Umpamanya : setelah pemilu, ada sidang MPR. Setelah menang pemilu, mesti menang pula ditahap berikut. Kemudian selain presiden apa... Kalau ada partai yang cuma terobsesi meng-Gol-kan Presiden saja apakah bisa dikatakan modern ? Alasannya amanat Kongres. Hayoh Toh ! Apakah itu yang dinamakan Pakem Standard ? Nanti keliru dengan Parem ( kocok) Standard? Ya ketinggalan, mas.. Persis benar seperti yang anda ( Yap) katakan: "Seingat saya sejak PDIP konggres di Ba