Agama Buddha untuk Abad Berikutnya!
Menuju Pembaharuan Ulang Moral Masyarakat Thai Biku Visalo Diterjemahkan oleh Jimmy Lominto (bag 4) Masalah-Masalah Struktural Situasi yang telah didiskusikan di atas merupakan konsekuensi ortodoksi baru, tapi, baru mencakup satu aspek reformasi saja. Yang tak kalah pentingnya adalah aspek struktural dari penataan ulang Sangha yang dimulai pada masa Pangeran Wachirayan dan terus berlanjut hingga sekarang. Di bawah struktur terpusat yang baru, biku-biku dari seluruh pelosok negeri bersimpuh di bawah kekuasaan hirarki Sangha sehingga membuat mereka kurang responsif terhadap komunitas mereka masing-masing. Selain itu, struktur baru yang mengijinkan negara campur tangan ke dalam banyak aspek penting Sangha ini, benar-benar merubah Sangha menjadi perpanjangan tangan negara. Oleh karena itu, para biku menjadi lebih akrab dengan negara ketimbang dengan rakyat. Alasan mengapa Sangha akrab dengan negara terutama karena pimpinan Sangha percaya bahwa persatuan, kohesi, dan ketertiban Sangha tergantung pada dukungan negara. Namun harga yang harus dibayar untuk perlindungan negara adalah hilangnya otonomi. Lebih jauh lagi, banyak urusan keagamaan yang sebelumnya berada dalam kendali komunitas setempat, misalnya, penganugerahan jabatan eklesiastis dan pendirian wihara sudah hampir sepenuhnya dimonopoli negara. Sebenarnya masih ada faktor-faktor lain yang menyumbang pada melebarnya jurang antara para biku dan rakyat. Beberapa di antaranya adalah dilembagakannya banyak layanan sosial seperti pendidikan dan pengobatan yang sebelumnya disediakan para biku, menurunnya pendidikan eklesiastis, dan kurangnya motivasi dalam menyediakan pendidikan bagi para biku. Dilipatgandakan oleh struktur yang terpusat dan terbirokrasi, faktor-faktor ini kemudian menyumbang pada pereduksian peran Sangha dalam menumbuhkembangkan moralitas masyarakat Thai. Ia juga menghalangi setiap upaya untuk mereformasi Sangha atau meningkatkan peran sosialnya dalam merespons perubahan dunia. Dengan struktur ini, hampir mustahil mempertahankan standar moral para biku seperti yang ditunjukkan oleh kegagalan Sangha dalam mengatasi skandal-skandal yang terjadi belum lama ini. Gerakan-Gerakan Reformasi Baru Selama seratusan tahun terakhir, agama Buddha Thai tak pernah kekurangan upaya untuk mereformasi dirinya. Setelah reformasi Pangeran Wachirayan yang paling menonjol adalah upaya dari Biku Buddhadasa. Sesungguhnya, sang pangeran banyak mempengaruhi biku ini, terutama dalam pendekatan sainstifik dan rasional terhadap agama Buddha dan kecondongan anti tahayulnya. Namun Biku Buddhadasa mampu melampaui Pangeran Wachirayan; ia mengenali nilai tertinggi dari hal yang paling tinggi (the ultimate). Dia melampaui siapa pun dalam sejarah agama Buddha masa kini dalam mengembalikan tujuan tertinggi ke posisi sentralnya di agama Buddha. Selain itu, dia berusaha membuatnya lebih terjangkau orang-orang biasa. Ajarannya bertujuan untuk mengintegrasikan yang tertinggi ke dalam kehidupan sehari-hari, membuat yang transenden dan kehidupan duniawi tak terpisahkan. Dengan kalimat lain, nibbana diperkenalkan kembali sebagai yang sakral bagi Buddhis yang komit, menggantikan tahayul atau mujizat. Lebih lanjut, idenya tentang “nibbana di sini dan sekarang” membawa yang sakral lebih dekat ke kita di setiap momen kehidupan sehari-hari, tanpa perlu retret ke hutan sebagai biku. Kendati dia juga menganggap agama Buddha dan ilmu pengetahuan serupa, tapi pemahamannya berbeda dengan Pangeran Wachirayan, jauh lebih dalam dan kurang imitatif. Alih-alih mendefinisikan agama Buddha agar sesuai dengan ilmu pengetahuan Barat, Buddhadasa mendefinisikan ilmu pengetahuan agar cocok dengan agama Buddha, yaitu bukan hanya melibatkan aspek-aspek fisik yang bisa dialami panca indera, tapi juga mencakup proses mental yang bisa dialami pikiran, indera keenam. Oleh karena itu, “Agama Buddha Sainstifik” Biku Buddhadasa adalah ilmu pengetahuan tentang kebenaran tertinggi yang tidak terkondisi oleh waktu dengan meditasi sebagai “teknologi” integralnya. Ide-ide Biku Buddhadasa menemukan gema dalam ajaran Phra Dhammapitaka (P. A. Payutto) yang mempresentasikan agama Buddha dalam totalitasnya dengan tujuan tertingginya yang ditemukan dalam pembebasan spiritual melalui realisasi kebenaran akhir. Yang tertinggi (the ultimate) bukanlah suatu ideal awang-awang untuk kehidupan non-duniawi; sebaliknya, ia relevan dan perlu bagi manusia di dunia ini, biku maupun orang awam. Sementara Biku Buddhadasa mendorong para pengikutnya untuk hidup dengan “pikiran bebas yang kosong,” Phra Dhammapitaka menekankan bahwa insan-insan mulia yang setidaknya mencapai tingkat pencerahan pertama dibutuhkan di dunia masa kini. Buku Constitution for Livingnya yang sebanding dengan buku Nawagowat Pangeran Wachirayan dalam popularitas dan isi ditutup dengan satu bab berjudul “Pencapai Dharma: Insan yang Terbebaskan,” membuatnya jauh berbeda dengan ortodoksi Pangeran Wachirayan. Perlu dicatat ilmu pengetahuan signifikan pengaruhnya terhadap Biku Buddhadasa maupun Phra Dhammapitaka.. (Keduanya menikmati belajar dan bereksperimen dengan mesin dan teknologi baru ketika masih muda). Seperti Buddhadasa, Phra Dhammapitaka mengangkat agama Buddha Thai melampaui ranah duniawi ilmu pengetahuan Barat. Dia mengenali keterbatasan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan perlu dilengkapi agama Buddha agar bisa mempunyai pemahaman tentang kebenaran yang lebih baik dan lebih dalam dan menggunakannya secara konstruktif. Namun, mau tidak mau orang akan terkesan betapa pendekatan sainstifik banyak menyumbang pada pemikiran dan tulisannya. Seperti Biku Buddhadasa, penekanannya pada potensi manusia untuk merealisasi kebenaran akhir melalui kebijaksanaan dan upayanya sendiri kemungkinan dipengaruhi humanisme yang merupakan landasan dari ilmu pengetahuan Barat. Ini bukan berarti humanisme asing bagi agama Buddha atau hanya milik ilmu pengetahuan Barat saja. Kemungkinan yang sangat besar adalah pengaruh humanis ilmu pengetahuan banyak menyumbang pada persepsi dan pengenalan mereka akan humanisme yang ada dalam ajaran Buddha, sehingga mengakibatkan penekanan pada serta penjelasan mereka tentang potensi tertinggi manusia. Tanpa ide-ide humanis, sulit untuk mengenali dan mempresentasikan pendekatan humanis terhadap agama Buddha seperti yang mereka lakukan. Inilah alasan mengapa agama Buddha tradisional jarang menjelaskan potensi manusia dalam cara yang demikian. Nibbana secara tradisional dipahami sebagai ide awang-awang yang hanya bisa dicapai lewat akumulasi jasa selama kehidupan yang tak terhitung jumlahnya. Oleh sebab itu, tidak ada upaya serius yang diusahakan untuk merealisasi nibbana dalam kehidupan kali ini. Kendati popularitas mereka di kalangan kelas menengah, khususnya kalangan yang terdidik dengan baik, namun ajaran dua biku ini tidak diterima dengan baik di lingkup pimpinan Sangha. Pemikiran dan tulisan mereka hanya mempengaruhi biku-biku tingkat bawah atau mereka yang ada di pinggiran, misalnya, “gerakan Suan Mokkh.” Hingga sekarang, institusi-institusi pendidikan Sangha, termasuk universitas-universitas Sangha, masih lekat dengan ortodoksi Pangeran Wachirayan. Kurikulum dan teks-teks yang dikembangkan Pangeran Wachirayan delapan puluh tahun silam masih dipakai dalam Sistem Pali maupun Nak Tham, namun tak satu pun buku Biku Buddhadasa dan Phra Dhammapitaka yang dipelajari sebagai teks dalam sistem pendidikan eklesiastis Sangha. Tidak ada biku kontemporer di Thailand yang berupaya lebih besar dalam mereformasi sistem pendidikan Sangha daripada Phra Dhammapitaka. Dialah biku pertama yang memperingatkan Sangha dan pemerintah akan nilai pendidikan yang lebih tinggi untuk para biku. Kendati sudah ada beberapa keberhasilan setelah berjuang tiga puluh tahunan, hanya pendidikan sekuler untuk para biku yang mendapat dukungan dan perbaikan. Sedangkan pendidikan monastik dan Dharma masih terpancang pada masa lalu, baik kurikulum maupun administrasinya. Gagalnya “reformasi dari dalam” yang diprakarsainya mencerminkan resistensi kuat yang mengakar jauh ke dalam struktur Sangha. Ini mengakibatkan menurun tajamnya sistem pendidikan eklesiastis. Tak terhindarkan lagi, para biku semakin kehilangan posisi kepemimpinan mereka dalam masyarakat Thai. Alih-alih membawa umat awam untuk hidup dengan kebijaksanaan dan moralitas yang lebih tinggi, mereka malah terjun bebas mengikuti umat awam ke dalam tren-tren yang lagi in. Sekarang, adakah tren lain yang lebih dahsyat daripada konsumerisme? (bersambung) ============================================================== Bagi saudara-saudari seDharma yang tertarik untuk Belajar, Berlatih, dan Berbagi Hidup Berkesadaran serta mengembangkan Socially Engaged Buddhism* (SEB) di Indonesia silahkan bergabung dengan kami di Milis Dharmajala. *Agama Buddha yang terjun aktif ke dalam segala aspek kehidupan manusia seperti urusan sosial kemasyarakatan, budaya, ekonomi, politik, perlindungan lingkungan hidup…dsbnya tapi yang dilakukan secara PENUH KESADARAN atau dengan PERHATIAN PENUH. Silahkan kunjungi: http://groups.yahoo.com/group/Dharmajala/ Untuk bergabung, kirimkan email ke: [EMAIL PROTECTED] Dharmajala bertujuan untuk: Menyingkap Tabir Ketidaktahuan Membongkar Sekat Ketidakpedulian Menganyam Tali Persahabatan Merajut Jaring Persaudaraan Saling Asah, Asih, dan Asuh dalam Semangat Sanggha Aktif Mengupayakan Transformasi Diri Transformasi Sosial Melalui Hidup Berkesadaran ========================================================= --------------------------------- Do you Yahoo!? Yahoo! Small Business - Try our new resources site! [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Would you Help a Child in need? It is easier than you think. Click Here to meet a Child you can help. http://us.click.yahoo.com/0Z9NuA/I_qJAA/i1hLAA/b0VolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> ** Kunjungi juga website global Mabindo di www.mabindo.org ** Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/MABINDO/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/