http://musliminsuffer.blogspot.com/

bismi-lLahi-rRahmani-rRahiem
In the Name of God, the Compassionate, the Merciful


=== News Update ===


Ushul Fikih Palsu Kaum Liberal
Oleh: M. Shiddiq Al-Jawi


Ushul Fikih Kaum Liberal, Memangnya Ada?

Apakah kaum liberal, seperti Jaringan Islam Liberal (JIL), mempunyai ushul 
fiqih? Pertanyaan ini harus dijawab dulu. Jangan-jangan setelah capek-capek 
mengkritik secara serius, ternyata mereka tidak memilikinya. Ini sama saja 
dengan memasak pepesan kosong.

Untuk itu, patut diketahui dulu pengertian ushul fikih serta apa saja yang 
menjadi cakupan studi ushul fikih. Menurut ulama ushul fikih mazhab Hanafi, 
Maliki, dan Hanbali, ushul fikih adalah kaidah-kaidah (qawâ’id) yang dapat 
mengantarkan pada penggalian (istinbâth) hukum syariat dari dalil-dalilnya 
yang terperinci (Asy-Syaukani, Irsyâd al-Fuhûl, hlm. 3; Wahbah az-Zuhaili, 
Ushûl al-Fiqh al-Islâmî, I/23-24). Sedangkan menurut ulama mazhab Syafii, 
ushul fikih adalah pengetahuan mengenai dalil-dalil fikih yang bersifat 
global, tatacara pengambilan hukum dari dalil-dalil itu, serta keadaan 
orang yang mengambil hukum (Al-Amidi, Al-Ihkâm fî Ushûl al-Ahkâm, I/10).

Dari berbagai definisi itu, topik (mawdhû‘) ushul fikih menurut Muhammad 
Husain Abdullah (Abdullah, Al-Wadhîh fî Ushûl al-Fiqh hlm. 29), meliputi 4 
(empat) kajian, yaitu:

(1) Kajian tentang dalil-dalil hukum yang bersifat global (al-adillah 
al-ijmâliyyah), misalnya al-Quran, as-Sunnah, Ijma, Qiyas, dan seterusnya.

(2) Kajian tentang hukum syariat (al-hukm asy-syar‘î) dan hal-hal yang 
terkait dengannya, seperti definisi hukum syariat dan macam-macamnya.

(3) Kajian tentang cara memahami dalil (fahm al-dalîl) atau pengertian kata 
(dalâlah al-alfâzh), misalnya tentang manthûq (makna eksplisit) dan mafhûm 
(makna implisit).

(4) Kajian tentang ijtihad dan taklid, termasuk tatacara melakukan tarjîh 
(analisis) untuk memilih yang terkuat dari sekian dalil yang tampak 
bertentangan (ta‘ârudh).

Nah, kalau definisi ushul fikih dan cakupan kajiannya itu diterapkan pada 
ide-ide ushul fikih kaum liberal, apakah mereka memang punya ushul fikih 
sendiri?

Seorang pakar dan kritikus ide liberal, Dr. Busthami Muhammad Said, 
menyimpulkan, ijtihad dalam ushul fikih di kalangan kaum liberal­mulai dari 
Sayyid Ahmad Khan, Muhammad Abduh, Qasim Amin, Ali Abdur Raziq, Thaha 
Husain, dan lainnya­tidak lebih dari sekadar teori belaka, tanpa kenyataan 
(Said, Mafhûm Tajdîd ad-Dîn (terj.), hlm. 268). Jadi, kaum liberal 
sebenarnya tidak mempunyai ushul fikih, dalam definisi yang sesungguhnya.

Karya mereka tidak pernah menerangkan dengan jelas, apa sebenarnya dalil 
syariat (sumber hukum) itu. Buktinya, perilaku pejabat yang suka menghadiri 
perayaan hari raya non-Islam dijadikan dalil bagi bolehnya merayakan hari 
raya agama selain Islam (Madjid dkk., 2004: 85-88). Mereka juga tidak 
pernah menerangkan dengan tuntas, bagaimana metode penggalian hukum dari 
dalilnya, selain mengklaim bahwa metodenya adalah hermeneutika (Adnin 
Armas, Pengaruh Kristen-Orientalis Terhadap Islam Liberal, hlm. 35). 
Padahal metode ini aslinya adalah untuk menafsirkan Bible (Perjanjian Lama 
dan Baru); tentu tidak cocok untuk menafsirkan al-Quran, karena Bible dan 
al-Quran sangat jauh berbeda, seperti bumi dan langit. Tidak aneh jika 
Norman Daniel (Daniel, Islam and The West: The Making of an Image, hlm. 53) 
menegaskan, “The Quran has no parallel outside Islam (Al-Quran tidak 
mempunyai kesejajaran dengan [kitab lainnya] di luar Islam).” (Adian 
Husaini, “Mengapa Barat Menjadi Sekular-Liberal,” www.insistnet.com).

Walhasil, ushul fikih kaum liberal sangat diragukan eksistensinya. Akan 
tetapi, barangkali ada yang bertanya, bukankah mereka kadang menyampaikan 
gagasan seputar ushul fikih? Hasan at-Turabi, misalnya, dikenal menyerukan 
pembaruan (tajdîd) di bidang ushul fikih (At-Turabi, Fiqih Demokratis, 
Bandung: Mizan, 2003). Jauh sebelum itu, pada 70-an, Jamaluddin Athiyah 
dalam Majalah Al-Muslim al-Mu‘âshir edisi Nopember 1974, juga Ahmad Kamal 
Abul Majid, tokoh liberal lainnya, dalam majalah Al-‘Arabi edisi Mei 1977, 
telah mengajak umat Islam untuk berijtihad dalam ushul fikih, bukan hanya 
dalam fikh (Said, 1995: 266).

Kaum liberal Indonesia pun kadang menggembar-gemborkan ushul fikih baru. 
Nurcholish Madjid dkk, misalnya, pernah mengklaim mengikuti metode ushul 
fiqih Imam asy-Syatibi dalam kitabnya, Al-Muwâfaqât fî Ushûl al-Ahkâm, 
ketika menggagas bukunya yang gagal, Fiqih Lintas Agama (2004). Abdul 
Moqsith Ghazali (aktivis JIL) mencetuskan beberapa kaidah ushul fikih 
‘baru’, semisal:

(1) Al-‘Ibrah bi al-maqâshid lâ bi al-alfâzh (Yang menjadi patokan hukum 
adalah maksud/tujuan syariat, bukan ungkapannya [dalam teks]);

(2) Jawâz naskh nushûsh bi al-mashlahah (Boleh menghapus nash dengan maslahat);

(3) Tanqîh nushûsh bi ‘aql al-mujtama‘ (Boleh mengoreksi teks dengan akal 
[pendapat] publik) (www.islamlib.com, publikasi 24/12/2003).


Bukankah ini adalah ushul fikih karya kaum liberal?

Jawabnya tegas: tidak. Sebab, meskipun dalam beberapa hal mereka 
seolah-olah membahas ushul fikih­seperti kaidah-kaidah ushul di 
atas­sebenarnya tujuannya sangat tendensius, yaitu menundukkan fikih Islam 
pada nilai-nilai peradaban Barat yang kufur; bukan untuk melahirkan fikih 
yang sahih agar bisa menjadi pedoman hidup masyarakat Islam, sebagaimana 
tujuan para ahli ushul fikih yang sesungguhnya. Jadi, kalau pun bisa 
disebut ushul fikih, karya kaum liberal itu bukanlah ushul fikih sejati, 
melainkan pseudo ushul fikih, alias ushul fikih palsu.


Paradigma Ushul Fikih Liberal

Mengapa ushul fikih mereka palsu? Sebab, paradigmanya bukan Islam, 
melainkan sekularisme, yang menjadi pangkal peradaban Barat; peradaban kaum 
penjajah. Ini tampak dalam upaya mereka menjadikan ushul fikih tunduk di 
bawah nilai-nilai peradaban Barat. Jadi, secara sengaja, ushul fikih 
diletakkan sebagai subordinat dari peradaban Barat yang sekular.
Karenanya, tidak aneh, Hasan at-Turabi menyerukan fikih demokratis, sebagai 
hasil dari adaptasi ushul fikih dengan nilai-nilai demokrasi. Abdul Moqsith 
Ghazali juga begitu. Kaidah baru yang diusulkannya, seperti tanqîh nushûsh 
bi ‘aql al-mujtama‘ (Boleh mengoreksi nash dengan akal [pendapat] publik), 
tidak lain berarti bahwa demokrasi (suara publik), harus menjadi standar 
bagi teks-teks ajaran Islam. Kalau suatu ayat atau hadis cocok dengan 
selera publik (baca: demokrasi), bolehlah diamalkan, tetapi kalau tidak 
cocok, bisa dibuang ke selokan.

Paradigma sekular ini memiliki akar sejarah panjang, bermula dari kondisi 
umat Islam yang memuncak kemundurannya pada abad ke-18 M lalu. Karena 
sangat mundur, Khilafah Utsmaniyah dan umat Islam saat itu mendapat julukan 
The Sick Man of Europe. Di sisi lain, Barat mengalami kebangkitan dengan 
sekularismenya.

Nah, untuk mengobati ‘si sakit’ itu, lalu muncul 2 (dua) macam upaya 
‘penyembuhan’ dengan dua paradigma yang sangat berbeda:

Pertama, paradigma sekular, yaitu mengambil ‘obat’ dari peradaban Barat 
yang sekular. Itulah yang dilakukan oleh mereka yang disebut dengan kaum 
modernis atau kaum liberal, seperti Sayyid Ahmad Khan, Ameer Ali, Muhammad 
Abduh, Qasim Amin, Ali Abdur Raziq, dan sebagainya (Busthami M. Said, 1995: 
127-161). Mereka berpendapat, umat Islam akan bangkit dan sehat kembali 
jika meminum ‘obat’ peradaban Barat dan mengikuti nilai-nilainya, seperti 
sekularisme, liberalisme, demokrasi, dan nasionalisme (Ian Adams, Ideologi 
Politik Mutakhir, 2004: 19-dst). Ajaran-ajaran Islam harus ditundukkan dan 
disesuaikan dengan nilai-nilai peradaban Barat (William Montgomery Watt, 
1997: 147-256).

Kedua, paradigma Islam, yaitu mengambil ‘obat’ dari peradaban Islam. Itulah 
yang dilakukan oleh para aktivis kebangkitan dan revivalis Islam, seperti 
Hasan al-Banna, Abul A’la al-Maududi, Taqiyuddin an-Nabhani, Sayyid Quthb, 
Baqir ash-Shadr, dan sebagainya (Hafizh M. al-Jabari, Gerakan Kebangkitan 
Islam, 1996: 115-dst). Menurut mereka, kebangkitan umat Islam berarti 
kembali secara murni pada ideologi Islam, serta lepas dari ideologi Barat 
yang kufur. Dari pemetaan ini, tampak bahwa paradigma kaum liberal adalah 
paradigma sekular tersebut. Tujuannya sangat jelas, yaitu bagaimana agar 
Islam dapat diubah, diedit, dikoreksi, dan diadaptasikan agar tunduk di 
bawah hegemoni peradaban Barat sekular. Sekularisme dan ide-ide Barat 
lainnya seperti demokrasi, HAM, pluralisme, dan jender, dianggap mutlak 
benar dan dijadikan standar; tidak boleh diubah. Justru Islamlah yang harus 
diubah dan dihancurkan.

Sebenarnya, ini modus yang sangat jahat. Akan tetapi, kaum liberal sangat 
lihai menutupinya dan tidak menyampaikan dengan terus terang kepada umat, 
bahwa mereka ingin menghancurkan Islam. Agar umat terkelabui, modus mereka 
dikemas dengan berbagai istilah yang keren dan terkesan hebat, seperti 
reinterpretasi, dekonstruksi, reaktualisasi, dan bahkan ijtihad. Ketua Tim 
Pengarusutamaan Gender Depag, Siti Musdah Mulia, tanpa malu berani 
mengklaim bahwa draft CLD KHI (Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam) 
adalah hasil ijtihad. (Tempo, 7/11/ 2004, hlm. 47).

Padahal draft tersebut­yang konon menggunakan ushul fikih alternatif­ telah 
melahirkan sejumlah pasal yang justru bertentangan dengan Islam; misalnya 
mengharamkan poligami (pasal 3 ayat 2), menyamakan bagian waris pria dan 
wanita (pasal 8 ayat 3), menghalalkan perkawinan dalam jangka waktu 
tertentu (pasal 28), menghalalkan perkawinan antaragama secara bebas (pasal 
54), dan sebagainya. Ini semua terjadi karena para penyusun CLD KHI telah 
menundukkan ushul fikih di bawah nilai-nilai peradaban Barat, yaitu konsep 
jender, pluralisme, HAM, dan demokrasi. Mengapa semua itu terjadi? Karena 
ushul fikih kaum liberal adalah ushul fikih palsu yang didasarkan pada 
paradigma sekular, mengikuti kaum penjajah yang kafir.

Mungkin niatnya baik, tetapi mereka pada dasarnya telah melakukan kejahatan 
intelektual dan penyesatan opini yang luar biasa. Maksudnya memberi ‘obat’, 
tetapi sebenarnya memberikan racun. Akibatnya, ‘si sakit’ jelas tidak akan 
sembuh, tetapi malah akan segera masuk ke lubang kubur. Itulah perilaku 
kaum liberal yang sangat jahat.


Penutup

Secara intelektual, perilaku itu jelas menunjukkan betapa miskinnya 
pemikiran kaum liberal. Sebab, mereka tak percaya diri dengan warisan 
intelektual ulama salaf yang sangat kaya sehingga mereka lalu 
mengemis-ngemis pemikiran secara hina kepada Barat. Kalau Amien Rais 
menyebut bangsa ini sebagai beggar nation (bangsa pengemis) karena gemar 
utang luar negeri; bolehlah kaum liberal (seperti JIL) kita sebut beggar 
intelectual (intelektual pengemis).


Daftar Pustaka
1 Abdullah, Muhammad Husain. 1995. Al-Wadhîh fî Ushûl al-Fiqh. Beirut: 
Darul Bayariq.
2 Adams, Ian. 2004. Ideologi Politik Mutakhir: Konsep, Ragam, Kritik, dan 
Masa Depannya (Political Ideology Today). Terjemahan oleh Ali Noerzaman. 
Yogyakarta: Qalam.
3 Al-Amidi, Saifuddin. 1996. Al-Ihkâm fî Ushûl al-Ahkâm. Juz I. Beirut: 
Darul Fikr.
4 Al-Ja’bary, Hafizh M. 1996. Gerakan Kebangkitan Islam (Harakah Al-Ba’ts 
Al-Islami). Terjemahan oleh Abu Ayyub Al-Anshari. Solo: Duta Rohmah.
5 Al-Turabi, Hasan. 2003. Fiqih Demokratis. Bandung: Mizan
6 Armas, Adnin. 2003. Pengaruh Kristen-Orientalis Terhadap Islam Liberal. 
Jakarta: Gema Insani Press.
7 Asy-Syaukani. Tanpa Tahun. Irsyâd al-Fuhûl ilâ Tahqîq al-Haqq min ‘Ilm 
al-Ushûl. Beirut: Darul Fikr.
8 Az-Zuhaili, Wahbah. 1998. Ushûl al-Fiqh al-Islâmî. Juz I. Damaskus: Darul 
Fikr.
9 Ghazali, Abdul Moqsith. 2003. “Membangun Ushul Fiqih Alternatif.” 
www.islamlib.com.
10 Husaini, Adian. 2004. “Mengapa Barat Menjadi Sekular-Liberal.” 
www.insistnet.com.
11 Madjid, Nurcholish dkk. 2004. Fiqih Lintas Agama. Jakarta: Yayasan Wakaf 
Paramadina & The Asia Foundation.
12 Said, Busthami M. 1995. Gerakan Pembaruan Agama Antara Modernisme dan 
Tajdiduddin (Mafhûm Tajdîduddîn). Terjemahan oleh Ibn Marjan dan 
Ibadurrahman. Bekasi: Wacanalazuardi Amanah.
13 Watt, William Montgomery.1997. Fundamentalisme Islam dan Modernitas 
(Islamic Fundamentalism and Modernity). Terjemahan oleh Taufik Adnan Amal. 
Jakarta: Rajagrafindo Persada.

===


-muslim voice-
______________________________________
BECAUSE YOU HAVE THE RIGHT TO KNOW  

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke